SKRIPSI
Oleh :
NIM: 168114068
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
Persetujuan Pembimbing
NIM: 168114068
Pembimbing Utama
Oleh:
NIM: 168114068
Fakultas Farmasi
Pada tanggal:..1...8..M
...a
..r..e..t..2.0..2.1
.......
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Dekan,
Penulis
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis
Dibuat di Yogyakarta
Yang menyatakan
Puji dan syukur penulis panjatkan penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan naskah
skripsi yang berjudul “ Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak
dengan Kasus Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati
Bantul di Yogyakarta Periode Januari-Juni 2019” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Universitas Sanata Dahrma.
Penulis menyadari bahwa berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung penulis
dalam proses penyusunan naskah skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis
sampaikan kepada:
Penulis
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................ ii
PRAKATA ............................................................................................................. vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
METODOLOGI PENELITIAN............................................................................... 3
Jenis data.................................................................................................. 5
Distribusi pasien berdasarkan lama rawat inap dengan outcome klinik ...... 11
Tepat pasien................................................................................ 29
Kesimpulan .............................................................................................. 37
Saran ....................................................................................................... 37
LAMPIRAN ................................................................................................. 40
DAFTAR TABEL
15
terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada
morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap
ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di
tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan
masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus
aureus, dan Escherichia coli.
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu
obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara
lain antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Berbagai
studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara
tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di
berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak
didasarkan pada indikasi (Permenkes,2011).
16
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah pasien anak berusia 2-12 tahun yang
didiagnosis Gastroenteritis yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan
Senopati Bantul pada periode Januari-Juni 2019.
𝑍₁₋ₐ/₂² (1 − 𝑃)
n=
𝑑²
17
Keterangan:
n = Besar sampel
𝑍₁₋ₐ/₂² = Nilai Z pada derajat kemaknaan = 95%
P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap
populasi, bila tidak diketehui
proporsinya, ditetapkan 50% (0,50%)
d = Derajat penyimpangan terhadap
populasi yang diinginkan 10% (0,10)
1,96 2𝑋0,50(1 − 0,50)
n= = 96,04
0,102
(Notoadmodjo,2012).
Jumlah sampel yang diteliti dalam penelitian ini sebesar 96 rekam
medis pasien yang memenuhi krteria inklusi.
Kriteria Inklusi
2. Data rekam medis lengkap, minimal memuat: nomor rekam medis, umur,
jenis kelamin, keadaan keluar, nama antibiotik, dosis, aturan pakai,
frekuensi penggunaan antibiotika.
Kriteria Eksklusi
18
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah buku pustaka berupa
Formularium Rumah Sakit dan World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines (WGO 2012) dan tatalaksana diare akut menurut Amin (2015).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sumber data berupa
rekam medis dari pasien anak dengan kasus gastroenteritis di Instalasi Rawat
Inap RS Panembahan Senopati Bantul di Yogyakarta.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari Rekam Medis pasien yang dirawat di Instalasi Rawat Inap pada
periode Januari-Juni 2019 di RS Panembahan Senopati Bantul di Yogyakarta
yang meliputi resep dan kelengkapan data pasien ( seperti umur, jens kelamin,
diagnosa, hasil pemeriksaan laboratorium ).
Teknik Sampling
19
Variabel Penelitian
1. Umur, jenis kelamin, lama rawat inap dengan outcome klinik pada
pasien anak dengan kasus gastroenteritis.
2. Rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan
kasus Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan
Senopati Bantul di Yogyakarta periode Januari- Juni 2019
berdasarkan kategori tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat obat,
tepat dosis, tepat pasien, tepat interval waktu.
Definisi Operasional
20
Tata Cara Penelitian
Persiapan Awal
Pada tahap ini peneliti mengajukan surat izin dari fakultas ke pihak
RS Panembahan Senopati Bantul di Yogyakarta untuk mendapatkan izin
penelitian.
Permohonan Ethical Clearence
Prosedur dalam penelitian ini telah disetujui oleh Komisis Etik
Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta dengan nomor
1227/C.16/FK/2021.
Pengambilan Data
Pengambilan data dimulai dengan melihat Rekam Medis pasien
Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul yang memenuhi kriteria Inklusi
untuk dijadikan sampel yang meliputi nama pasien, nomer rekam medik,
diagnosa, umur, berat, nama obat, dosis obat, rute pemberian, frekuensi
pemberian, durasi pemberian, dan tanggal pemberian.
21
dosis, tepat pasien, tepat interval waktu pemberian sesuai FRS dan
World Gastroenterology Organisation Global Guidelines (WGO
2012).
4. Data hasil evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien anak
dengan kasus gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan
Senopati Bantul di Yogyakarta periode Januari-Juni 2019 dapat
diketahui menjadi bentuk tabel yang menyajikan jumlah dan persentase
kesesuian
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. distribusi jenis kelamin dan usia pada pasien anak dengan kasus
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
periode Januari-Juni 2019
Karakteristik Kategori Jumlah Sampel Persentase %
Sampel (n=96) (n=96)
Jenis Kelamin Laki-laki 53 55,20%
Perempuan 43 44,80%
Umur 2-4 th 77 80,20%
5-7 th 11 11,46%
8-10 th 8 8,34%
23
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa pasien anak terdiagnosis
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
periode Januari-Juni 2019 lebih banyak pasien berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan jenis kelamin perempuan. Pasien laki-laki ditemukan sebanyak
53 pasien dengan persentase 55,20%, sedangkan pasien dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 43 pasien dengan persentase 44,80%.
24
Karakteristik Pasien berdasarkan Gejala/Penyakit
Gastroenteritis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau
peradangan pada saluran pencernaan. Hal ini ditandai dengan mual, muntah,
diare dan kram perut. Gejala lain termasuk demam, sakit kepala, darah atau
nanah dalam feses, kehilangan nafsu makan, kembung, lesu dan nyeri tubuh
(Anonim,2010). Gejala atau keluhan penyakit yang banyak dialami oleh
pasien anak dengan diagnosis gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS
Panembahan Senopati Bantul adalah diare sebanyak 100%, mual muntah
69,80%, demam 54,16%, lemas/lesu 23,95% serta nyeri perut 14,58% (Tabel
2).
25
Jumlah pasien anak gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan
Senopati Bantul periode Januari-Juni yang memenuhi kriteria inklusi adalah
sebanyak 96 pasien. Distribusi keluhan utama pasien anak dengan gastroenteritis
seperti diare, demam, nyeri perut dirasakan oleh semua pasien (n=96) dengan
persentase 100% hal ini karena setiap pasien memiliki gejala dan keluhan lebih
dari satu. Gejala penyerta dapat berupa mula muntah, lemas/lesu, feses berampas
(Saputri, Isnanto dan Windasari 2017).
26
yang sudah membaik, tidak mengalami dehidrasi berat, serta diijinkan untuk
pulang sehingga perawata dapat diteruskan di rumah.
Tabel 4. Jenis antibiotik yang digunakan pada pasien anak dengan kasus
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
27
Jenis Terapi Jenis Golongan Jumlah Persentase
Antibiotik (n=96)
Kombinasi Ampicilin Penislin ganti 2 2,08%
ganti Sefalosporin
Cefotaxime generasi ke 3
Ampicilin Penislin ganti 1 1,04%
ganti Sefalosporin
Ceftriaxone generasi ke 3
Cefotaxime Sefalosporin 2 2,08%
ganti generasi ke 3
Ceftriaxone ganti
Sefalosporin
generasi ke 3
Ceftriaxone Sefalosporin 1 1,04%
ganti generasi ke 3
Cefixime ganti
Sefalosporin
generasi ke 3
Metronidazole Nitriimidazole 1 1,04%
+ Ceftriaxone + Sefalosporin
generasi ke 3
Meropenem + Karabapenem 1 1,04%
Levofloxaxin +
Flouroquinolon
Cefotaxime + Sefalosporin 2 2,08%
Ampicilin generasi ke 3 +
Penisilin
28
antibiotik Sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas yang kuat terhadap
bakteri gram negatif dan lebih tahan terhadap latamase atau beta laktam.
Antibiotik ini efektif terhadap spesies bakteri yang sudah kebal terhadap
Sefalosporin generasi sebelumnya dan untuk golongan antibiotik lainnya.
Cefotaxime lebih dipilih untuk anak-anak daripada Ceftriaxone karena tidak
mempengaruhi metabolisme bilirubin sebagaimana Ceftriaxone (Resse,2000).
Dosis Cefotaxime yang diberikan pada anak adalah 100-200 mg/kg/hari dalam
dosis terbagi tiap 6-8 jam (maksimal 6 g/hari) selama 2-5 hari.
29
8 mg/kg/hari dosis terbagi setiap 12-24 jam ( maksimal 400 mg/hari) selama 10-
14 hari (MacPeds,2015).
30
anak yaitu 20 mg/kg/IV dosis tiap 8 jam (max 1gr/hari) selama 5-10 hari
(MacPeds,2015).
31
Tabel 5. Cara penggunaan Antibiotik pasa pasien anak dengan kasus
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
periode Januari-Juni 2019
32
peroral dalam bentuk sediaan sirup yaitu Cefixim, Metronidazole,
Ampicilin dan Cefotaxime.
b. Pemberian antibiotik secara parenteral, menyatakan bahwa pasien
mendapatkan terapi antibiotik secara parenteral (injeksi) saja. Hasil
penelitian ini menunjukan terdapat 87 pasien (90,62%) yang mendapatkan
terapi antibiotik secara parenteral yaitu Ampicillin, Ceftriaxone,
Cefotaxime, Cefixime, Metronidazole, Levofloxacin dan Meropenem.
Pemberian antibiotik rute parenteral biasanya disesuaikan dengan kondisi
pasien yang mual, muntah sehingga tidak dapat dilakukan pemberian
peroral. Disamping itu, pemberian antibiotik secara parenteral ditujukan
untuk mendapatkan efek terapi yang cepat.
c. Rute pemberian kombinasi adalah pasien yang mendapatkan terapi
antibiotik melalui rute pemberian secara peroral dan parenteral. Pada
penelitian ini kombinasi antara pemberian oral-parenteral yaitu terdapat 2
pasien (2,08%) dalam bentuk sediaan sirup dan injeksi yaitu obat
Cefotaxime dan Cefixime, Ampicillin dan Cefotaxime.
Data hasil penelitian yang diperoleh dan dianalisis secara deskriptif dalam
bentuk tabel untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien
anak gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
periode januari-Juni 2019 yang berdasarkan kategori obat tepat diagnosis, tepat
indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat interval waktu pemberian.
Sesuai dengan FRS dan Guideline Gastroenterology Organisation (WGO 2012).
33
Tabel 6. Kesesuaian penggunaan antibiotik dengan Formularium Rumah
Sakit pada pasien anak gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS
Panembahan Senopati Bantul periode Januari-Juni 2019
34
2.1. Tepat indikasi
Tepat indikasi penyakit adalah obat yang diberikan harus tepat diagnosa
penyakit gastroenteritis. Diagnosa gastroenteritis ditentukan oleh dokter
berdasarkan keterangan empiris dengan melihat gelaja atau gambaran klinis pada
pasien dengan adanya hasil laboratorium feses yang membuktiakn terinfeksi
bakteri sehingga memerlukan terapi penggunaan antibiotik yang sesuai dengan
WGO (2012) dan Tatalaksana Diare Akut Menurut Amin (2015) yang digunakan
pada pasien anak gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati
Bantul periode Januari-Juni 2019.
35
Ketepatan indikasi dalam penggunaan antibiotik pasien anak
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul yang
paling banyak digunakan adalah Cefotaxime dan Ceftriaxone yang berdasarkan
keterangan empiris dengan melihat gejala atau gambaran klinis infeksi dan
pathogen diare yang dipilih dapat menimbulkan tanda seperti rasa sakit perut,
demam, mual muntah, bukti feses inflasai, feses berlendir dan berdarah yang
berarti dicurigai terinfeksi bakteri Shigella, maka perlu diberikan antibiotik yang
efektif hanya untuk anak-anak dengan berdarah terhadap kemungkinan besar
terjadinya Shigellosis (WGO, 2012).
Ketepatan indikasi juga pada pasien yang diberikan Metronidazole yang
berdasarkan keterangan empiris dengan adanya gambaran klnis infeksi patogen
yaitu BAB cair berwarna merah terang >4x/hari, dengan ditandai feses yang
positif bakteri dan hasil pemeriksaan feses positif Amoeba, positif leukosit dan
positif eritrosit serta menunjukan tanda seperti meningkatnya suhu badan (panas
atau demam), nyeri perut, mual muntah yang berarti dicurigai terinfeksi Amoeba,
hal ini sudah sesuai dengan guidline WGO dan Evidence Base: Tatalaksana diare
akut menurut Amin (2015) yaitu diberikan antibiotik Metronidazole.
Penelitian yang dilakukan oleh Rizqiani (2016) tentang Evaluasi
penggunaan antibiotik untuk penyakit diare pada pasien balita di Instalasi Rawat
Inap RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015, pada penentuan pengguanaan
antibiotik dengan hasil data laboratorium yang menegaskan adanya bakteri yang
terdapat dalam feses yang terdapat adanya lendir pada feses dan feses berwarna
kehijauan, meskipun dalam data rekam medik pasien yaitu gejala pasien hanya
tertulis secara umumnya saja seperti diare dan demam tetapi hal ini membuktikan
bahwa diare yang dialami 63 pasien tersebut terjadi karena infeksi bakteri
sehingga memperlukan terapi antibiotik. Hasil penelitian yaitu 100% tepat
indikasi dalam pemberian antibiotik tunggal yang paling banyak digunakan adalah
sefotaksim sebanyak 44,4%, seftriakson sebanyak 36,5%, sefuroksim dan
kloramfenikol sebanyak 3,2% serta antibiotik kombinasi sefotaksim dan
metronidazol yaitu sebesar 4,8%.
36
Ketidaktepatan indikasi sebanyak 10 pasien (14.71%) yaitu pada kasus
pasien dinyatakan tidak tepat indikasi dalam penggunaan antibiotik pada pasien
anak gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul yaitu
pada penggunaan Amoxicillin, Metronidazole, Cefixime, Levofloxacin dan
Morepenem karena dalam menggunakan antibiotik tidak dibuktikan dengan
adanya pemeriksaan kultur feses dan terdapat gambaran klinis infeksi spesifik
yang membuktikan bahwa pasien terinfeksi bakteri yang dicurigai terinfeksi
shigella tetapi pasien diberikan antibiotik tidak sesuai dengan guideline WGO
(2012) dan Evidence Base: Tatalaksana diare akut menurut Amin (2015) dalam
terapi pengobatan diare akut untuk pengobatan terinfeksi shigella.
Ketidaktepatan indikasi dalam penlitian ini yang dilakukan di Instalasi
Rekam Medik RS Panembahan Senopati Bantul masih banyaknya data yang tidak
terlampir dalam buku rekam medis (medical record) terkait data penunjang
(pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan tinja/feses, hasil kutur atau pemeriksaan
mikroba) dan kurangnya menuliskan keluhan atau tanda gambaran klinis pasien
yang dapat menegakkan diagnosa secara spesifik dalam menandakan suatu infeksi
patogen tertentu sehingga pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan indikasi
pada guideline WGO (2012) atau pedoman terapi antibiotik yang sesuai dalam
pengobatan pasien anak gastroenteritis.
37
Tabel 8. Distribusi tepat obat penggunaan antibiotik pada pasien anak
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RSPanembahan Senopati Bantul
periode Januari-Juni 2019
No Hasil Jumlah Persentase
1. Tepat obat 86 89,59%
2. Tidak tepat obat 10 10,41%
Total 96 100%
38
mikroba terhadap antibiotik tersebut (Daniel 2006). Golongan Sefalosporin sering
digunakan karena spektrum luas dari Sefalosporin yang memiliki keuntungan
dalam meningkatkan efektifitas terapi dan keamanan terapi, terutama untuk
sefalosporin generasi kedua dan ketiga (Brunton el al 2006).
Pasien yang diberikan terapi Metronidazole yang berdasarkan keterangan
empiris dengan bukti hasil pemeriksaan feses rutin yaitu positif amoeba, feses
berdarah, feses berlendir, positif leukosit dan positif eritrosit yang berarti dicurigai
terinfeksi bakteri Amoeba, dimana Metronidazol memiliki sifat bakterisidal atau
membunuh bakteri yang diaktifkan oleh bakteri anaerob dengan cara menghambat
sintesis DNA (WHO 2009). Metronidazol memberikan hasil klinik yang bagus
pada terapi giardiasis dan amoebiasis. Mekanisme kerja Metronidazol adalah
dengan cara menghambat sintesa DNA bakteri dan merusak DNA melalui
oksidasi yang menyebabkan putusnya rantai DNA serta menyebabkan bakteri
mati. Metronidazol tepat digunakan untuk infeksi bakteri anaerob, serta
mempunyai keuntungan biaya rendah dan efek samping ringan (Meila 2016).
Ketidaktepatan obat sebanyak 10 pasien (14,71%) dinyatakan tidak tepat
obat dalam penggunaan antibiotik pada pasien anak gastroenteritis di Instalasi
Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul yaitu pada penggunaan Ampicillin,
Levofloxacin, Cefixime, dan Morepenem karena tidak terdapat gambaran klinis
infeksi spesifik, sehingga obat antibiotik yang diberikan tidak sesuai dengan
guideline WGO (2012) dan Evidence Base: Tatalaksana diare akut menurut Amin
(2015) dalam terapi pengobatan diare akut selain itu kemungkinan dikarenakan
kurang spesifiknya penunjang medis, hasil laboratorium, hasil kultur mikroba.
Ketidaktepatan obat pada pasien yang dalam penggunaan antibiotik
tunggal kemudian dalam beberapa hari perawatan diganti dengan antibiotik
tunggal. Selain itu, pada kasus pasien yang dalam penggunaan antibiotik
kombinasi contohnya antibiotik Levoflocaxin dan Meropenem. Ketidaktepatan
obat pada kasus-kasus tersebut karena akibat adanya kombinasi 2 antibiotik atau
bahkan penggantian antibiotik yang tidak sesuai dengan guideline WGO (2012)
dan Evidence Base: Tatalaksana diare akut menurut Amin (2015) dalam 96
pengobatan gastroenteritis pada anak. Penggunaan antibiotika baik tunggal
39
maupun kombinasi yang tidak perlu tidak dianjurkan karena selain efek
sampingnya yang berbahaya juga interaksi obat yang mungkin terjadi serta perlu
diperhatikan juga mengenai resiko terjadinya resistensi. Penggunaan antibiotik
kombinasi diperboleh apabila kombinasi efek sinergis sehingga sehingga dapat
meningkatkan aktivitas aktibiotik pada infeksi sepsifik, memperlambat dan
mengurangi resiko bakteri resistensi, infeksi disebabkan oleh satu bakteri
(Anonim, 2011). Pada pasien juga diberikan terapi Levofloxacin untuk bakteri
Salmonella dimana terapi pertama pada kasus Salmonella yaitu Ciprofoxacin.
Pasien diberikan terapi Levofloxaxin yang masih satu golongan antibiotik yang
sama yaitu kuinolon. Pemberian golongan quinolon tidak direkomendasikan pada
anak <18 tahun sehingga pada kasus ini tidak sesuai karena usia pasien <18 tahun
(Soo-Han et al, 2013).
Pada kasus pasien yang diberikan antibiotik Ampicillin kurang efektif
terhadap spesies shigella dan bakteri penghasil betalaktamase. Ampicillin efektif
terhadap penyakit infeksi saluran kemih (gonore tidak terkomplikasi, uretritis,
sistitis, pielonefritis), infeksi saluran pernapasan kronik dan akut (pneumonia,
faringitis bukan karena gonore, bronchitis, laringitis), infeksi saluran cerna
(disentri basiler) serta infeksi lainnya seperti septikemia, endokarditis. Pemberian
terapi pengobatan dengan Ampicillin dalam kasus gastroenteritis diberikan karena
golongan ini lebih sering digunakan untuk penyakit infeksi dan lebih sering
diresepkan dan juga mempunyai aktivitas anti bakteri yang baik (Narindrani et
al, 2011).
40
2.3 Tepat Pasien
Tabel 9. Distribusi tepat pasien penggunaan antibiotik pada pasien anak
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
periode Januari-Juni 2019
No Hasil Jumlah Persentase
1. Tepat pasien 96 100%
2. Tidak tepat pasien 0 0%
Total 96 100%
Data rekam medis pasien tidak semua tercatat adanya keluhan reaksi
hipersensitif (alergi) terhadap antibiotik tertentu, maka rekam medis yang tidak
tertulis adanya keluhan reaksi hipersensitif (alergi) dianggap tidak memiliki
riwayat hipersensitifitas terhadap obat yang digunakan. apabila pasien memiliki
alergi terhadap obat tertentu tetapi tetap diresepkan maka dinyatakan tidak tepat
pasien.
Tabel 10. Distribusi tepat dosis penggunaan antibiotik pada pasien anak
gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul
periode Januari-Juni 2019
No Hasil Jumlah Persentase
1. Tepat dosis 91 94,80%
2. Tidak tepat dosis 5 5,20%
Total 96 100%
41
tersebut sesuai dengan Guideline WGO (2012), MacPeds Pediatric Handbook
(2015) dan Guideline WHO (2010). Ketepatan dosis yaitu pada perhitungan dosis
tunggal, dosis kombinasi dan dosis obat yang diganti. dosis antibiotik yang
digunakan seperti Ampicillin yaitu untuk anak-anak 10-25 mg/kgBB setiap 6 jam
danuntuk infeksi berat 50 mg/kgBB setiap 4 jam. Pada Cefixime yaitu anak-anak
PO: 8 mg/kg/hari dosis terbagi setiap 12-24 jam (Max: 400 mg/hari) selama 10-14
hari. Pada Ceftriaxone yaitu Anak-anak: 50-100 mg/kg 1×/hari IM/IV selama 2-5
hari. Pada Cefotaxime yaitu dosis anak-anak yaitu 100-200 mg/kg/hari dosis
terbagi tiap 6-8 jam (Max: 6 g/hari) selama 2-5 hari. Pada Metronidazole yaitu
anak-anak 10 mg/kg/3x1/hari selama 5 hari (max: 0.5-1.5gr/hari) dan Morepenem
yaitu anak-anak: 25-40 mg/kg/IVdosis tiap 8 jam (max: 1gr/hari) selama 5-10
hari.
Pada Levofloxaxin untuk usia <5 tahun 10 mg/kg PO / IV dan usia >5
tahun 10 mg/kg PO/IV max 750 mg/hari. Dosis yang diberikan kepada pasien
masih dalam dosis antara dosis lazim dengan dosis maksimumnya, hal ini dengan
cara menghitungnya dengan dosis lazim atau dosis maksimum dikalikan dengan
berat badan pasien maka hasilnya tidak boleh dosis yang diberikan melebihi range
dosis pada literatur atau guideline sesuai berat badan pasien. Jika selama terapi
ada terapi salah satu antibiotik yang dosis penggunaannya tidak tepat maka terapi
antibiotik diasumsikan tidak tepat dosis. Ketidaksesuaian dosis terapi mungkin
disebabkan karena pembulatan dosis baik melebihi maupun dibawah dosis
seharusnya. Hal lain yang juga dapat menyebabkan ketidaksesuaian dosis
berdasarkan berat badan adalah adanya pengelompokkan dosis berdasarkan
kelompok umur tertentu. Ataupun dapat disebabkan karena perbedaan referensi
yang digunakan antara peneliti dengan praktisi medis di lapangan.
Ketidaktepatan dosis pada pasien yang mendapatkan Ampicillin yang
dosisnya lebih besar (overdose) atau hasil perhitungannya dosis yang diberikan
melebihi range dosis pada literatur atau guideline sesuai berat badan pasien.
Pemberian Ampicillin, kemungkinan sebagai pertolongan awal pada saat pasien
belum diketahui hasil laboratorium yang menunjukkan pasien terinfeksi bakteri
spesifik sehingga diasumsikan jika diberikan Ampicillin dengan dosis tinggi dapat
42
menurunkan gejala pasien yang timbul seperti suhu tubuh yang tinggi menjadi
turun atau akan lebih stabil.
43
Rute pemberian intravena dan bentuk sediaan injeksi sering digunakan
karena kesulitan pemberian sediaan per-oral (terutama tablet) karena anak
cenderung menolak, sehingga sering kali obat diberikan dalam rute intravena atau
bentuk sediaan injeksi melalui infus (Shea et al 2001). Alasan lain adalah rute
intravena merupakan rute pilihan untuk kasus infeksi sedang sampai berat karena
onset cepat dan bioavalibilitas obat lebih tinggi, sehingga aksi obat dalam
membunuh mikroba menjadi lebih maksimal (Hakim 2012), selain itu
dikarenakan ada beberapa antibiotik yang tidak dapat diserap di saluran GI
sehingga harus diberikan melalui rute intravena dan intramuskular, seperti
antibiotik golongan sefalosporin.
44
Penggunaan antibiotik lini pertama, lini kedua dan lini ketiga yang diberikan
lebih dari 14 hari juga banyak ditemukan (Haryani dan Yusna 2016).
Menurut Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia
yang dikeluarkan oleh Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, lama
penggunaan antibiotik minimnal 5 hari untuk menghindari terjadinya resistensi.
Tetapi pada umumnya lama penggunaan antibiotik 3-5 hari masih
diperbolehkan. Pada prinsipnya lama penggunaan antibiotik bergantung pada
tipe dan keparahan infeksi dan seharusnya ditentukan oleh respon klinis dan
bakteriologik pada pasien (DepKesRI 2001).
Ketepatan lama pemberian antibiotik sesuai dengan guideline WGO
(2012), MacPeds Pediatric Handbook (2015) dan Guideline WHO (2010) yaitu
pada Ampicillin selama 14 hari, Cefixime selama 10-14 hari, Ceftriaxone selama
2-5 hari, Cefotaxime selama 2-5 hari, Metronidazole selama 5 hari dan
Morepenem selama 5-10 hari. Penelitian yang dilakukan Rizqiani (2016) tentang
Evaluasi penggunaan antibiotik untuk penyakit diare pada pasien balita di
Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung Semarang tahun 2015, dalam penentuan
durasi pemberian antibiotik pada penelitian ini dihitung sesuai dengan jumlah
hari pemberian antibiotik selama menjalani rawat inap. Hasil penelitian ini
menunjukkan durasi pemberian antibiotik yang diresepkan bervariasi, yaitu
mulai 2 hari sampai dengan 7 hari. Sebanyak 2 pasien (2,8%) mendapatkan
durasi pemberian antibiotik yang lebih dan 29 pasien (40,8%) mendapatkan
durasi pemberian antibiotik yang kurang.
Durasi pemberian antibiotik pada penelitian ini dihitung sesuai dengan
jumlah hari pemberian antibiotik selama menjalani rawat inap. Pasien yang
dalam 2-3 hari pemberian antibiotik mengalami perbaikan kondisi klinis, maka
pemberian antibiotik tersebut dapat dilanjutkan sampai pasien sembuh.
Sebaliknya jika pasien dalam 2-3 hari setelah pemberian antibiotik tidak
menunjukkan perbaikan kondisi klinis, maka seharusnya dilakukan penggantian
terapi dengan menggunakan antibiotik yang lain (Kemenkes 2011).
Ketidaktepatan lama pemberian antibiotik sesuai dengan Guideline WGO
(2012), MacPeds Pediatric Handbook (2015) dan Guideline WHO (2010) yaitu
45
pada pasien yang mendapatkan dosis tunggal Cefotaxime tetapi lama
pemberiannya hanya 1 hari pengobatan yaitu pada hari terakhir perawatan tetapi
seharusnya selama 2-5 hari, selain itu pada pasien yang mendapatkan antibiotik
kombinasi Morepenem + Levofloxacin hanya 1 hari pengobatan yang seharusnya
selama 5-10 hari. Ketidaktepatan kasus tersebut seharusnya perlu monitoring
karena pasien belum dalam 2-3 hari pemberian antibiotik dan belum atau tidak
menunjukkan perbaikan kondisi klinis, maka seharusnya dilakukan penggantian
terapi dengan menggunakan antibiotik yang lain. Ketidaktepatan pemberian
antibiotik tersebut dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, selain
itu pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mengganggu flora usus sehingga
dapat memperpanjang lama diare.
Tidak semua obat yang diberikan memenuhi kriteria lama pemberian obat.
Antibiotik yang diberikan jika tidak diberikan sesuai dengan standar lamanya
pemberian obat dapat menyebabkan perkembangan bakteri yang resistensi. Setiap
orang yang menggunakan terapi antibiotik, maka bakteri akan terbunuh tetapi
bakteri yang resistensi akan tetap hidup, tumbuh dan bereproduksi. Oleh karena
itu, untuk mengontrol perkembangan bakteri yang resistensi yaitu dengan
penggunaan antibiotik yang tepat yang meliputi dosis, frekuensi dan lama
pemberian (Sari dan Rahmawati 2016).
46
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Evaluasi
Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak Gastroenteritis di
Instalasi Rawat Inap RS Panembahan Senopati Bantul periode Januari-Juni
2019”, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Profil antibiotik yang digunakan di RS Panembahan Senopati Bantul periode
Januari-Juni 2019 adalah Cefotaxime (37,5%), Ceftriaxone (19,80%),
Ampicillin (11,46%), Metronidazole (8,34%), Cefixime (10,42%).
2. Ketepatan penggunaan antibiotik di RS Panembahan Senopati Bantul
berdasarkan Formularium Rumah Sakit sebesar 100% dan menurut World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines (WGO 2012) meliputi tepat
indikasi 89,59, tepat obat 89,59%, tepat pasien 100%, tepat dosis 94,80%,
tepat cara pemberian 100% dan tepat lama pemberian 97,91%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Hasil evaluasi menunjukan penggunaan antibiotik dapat dikategorikan
sudah baik, maka saran yang dapat diberikan kepada pihak RS adalah
melakukan monev secara rutin untuk dapat menjaga dan
meningkatkan kualitas penggunaan obat.
2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut di
rumah sakit lain untuk mendapat gambaran kerasionalan pengobatan
pada kasus yang sama dan perlu dilakukan penelitian Drug Related
Problem dengan data prospektif mengenai pengobatan pasien anak
gastroenteritis.
47
DAFTAR PUSTAKA
Brunton L, Lazo JS, Parker KL. (ed). 2006. Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition. The
McGraw-Hill Comp. chapter 42
Depkes RI, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta:
Depkes RI
Fithria RF, Di’fain AR. 2015. Rasionalitas Terapi Antibiotik Pada Pasien
Diare Akut Anak Usia 1-4 Tahun Di Rumah Sakit Banyumanik
Semarang Tahun 2013. Journal Pharmacy, Vol.12 No. 02
Desember 2015, ISSN 1693-3591
48
Haryani S, Yusna FA. 2016. Evaluasi Terapi Obat pada Pasien Sepsis
Neonatal Di Ruang Perinatologi RSUP Fatmawati Januari–
Februari Tahun 2016 . Journal of Fatmawati Hospital
49
Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia
Rizqiani N. 2016. Evaluasi penggunaan antibiotik untuk penyakit diare
pada pasien balita di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung
Semarang Tahun 2015 [Skripsi]. Semarang: Program Studi
Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo.Ungaran.
Sari A, Rahmawati E. 2016. Evaluasi Pemberian Antibiotik Pada Pasien
Anak Diare Spesifik Di Instalasi Rawat Inap Rs Pku
Muhammadiyah Yogyakarta. Di dalam: Prosiding Rakernas dan
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474.
Shea K, Florini K, Barlam T. 2001. When Wonder Drugs Don’t Work:
How Antibiotic Resistance Threatens Children, Seniors, and the
Medically Vulnerable. http://www.environmentaldef ense.org.
[WGO] World Gastroenterology Organisation Global Guidelines. 2012.
Acute diarrhea in adults and children: a global perspective. WGO
Press.
[WHO] World Health Organization. 2009. Pocket book of hospital care
for children, guidelines for the management of common illnesses
with limited resources. Geneva: WHO Press.
[WHO] World Health Organization. 2010. Model Formulary for
Children. Geneva: WHO Press.
[WHO] World Health Organization. 2013. World Health Statistic 2013.
Geneva: WHO Press.
50
LAMPIRAN
51
52
KOMISI ETIK PENELITIAN KESEHATAN
FAKTILTAS KEDOKTERAN UNTVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
GEDUNGKOINONIA
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5 - 25 Yogyakarta Indonesia 55224 Telp: 0274-563929 Ext. L24
Fax:0274 - 8509590 Email: kedokteranukdw@yahoo.com website: http:l/www.ukdw.ac.id
Komisi Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokleran Universitas Kristen Duta Wacana,
setelah mernpelajari dengan seksama rancangan penelitian yang diusulkan, dengan ini
menyatakan bahwa penelitian dengan :
'fA vsxl%e
/
dr. Mitra Andini Sigilipoe, MPH Dr. drg. fyani Hutomo, M.f).Sc
(Ketua) (Sekretaris)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
FACULTY OF PHARMACY
S AN AT A D H AKM A LIAII IIER SIry
Akreditasi : Prodi S-1 Farmasi : A; Prodi Pendidikan Profesi Apoteker : A.; Prodi S-2 Farmasi : B
lGpada:
Yth. Direktur Rumah Sakit Panembahan Senopati
Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Area Sawah, Trirenggo, Kec. Bantul, Bantul
Di Yogyakarta
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penelitian mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dalam rangka penyusunan skripsi :
kami mohon izin bagi mahasiswa di atas untuk melakukan penelitian dan pengambilan data
dengan mematuhi peraturan yang berlaku.
Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
A19
A-
'tff"*; Yogyakarta, 4 November 2O2O
-V"r$l Hormat kami,
ffi
o hui,
E'
ull Ketua Program Studi
z,L
\r?u