Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PLASENTA PREVIA

Disusun Oleh:

NAMA : DIAH HISNI ILWANI

NIM : 1917010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANCA BHAKTI

BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PLASENTA PREVIA

A. DEFINISI
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal
yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Menurut Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah
plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir
(prae= di depan ; vias= jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang
implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
internum. Menurut Cunningham, plasenta previa merupakan implantasi plasenta di
bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan
saat pembentukan segmen bawah rahim.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).
B. KLASIFIKASI

Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis


dibagi dalam bentuk klinis, yaitu:

a. Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum pada
pembukaan 4 cm.

b. Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis
servikalis.

c. Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum.

d. Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar
pinggir ostium uteri internum.

Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
1. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.

2. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
1. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.
2. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila
sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila
menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil
atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan,
misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi
plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa
harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro,
2002).
C. ETIOLOGI

Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut


beberapa pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :

1. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen


bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.
2. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

D. FAKTOR RISIKO

1. Faktor predisposisi

Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian


plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun
dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat
seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan
endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena
plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas
persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.

Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu:

a. Umur dan paritas, pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah di
Indonesia plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas
kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia
muda dimana endometrium masih belum matang.

b. Endometrium yang cacat, endometrium yang hipoplastis pada kawin dan


hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak
yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta,
dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.

2. Faktor pendukung

Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta
previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori
dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :

a. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau


jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau
aborsi).
b. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.

c. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut


Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang
besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau
kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu :
beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta
kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur (Manuaba,
2001). Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena
bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat
karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini
terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari)
Sastrawinata,(2005).
E. PATOFISIOLOGI

Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya


pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena
telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi
disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka
ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang
intervillus dari plasenta.

Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan
terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan
20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami
perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan
sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal
(Mansjoer, 2001).
F. TANDA DAN GEJALA

Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya


adalah :

1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang

2. Darah biasanya berwarna merah segar

3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas

4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin

5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya
(reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas
(70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah
minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya
perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-
kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam
keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakkan diagnosis dari placenta
previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding
perut) atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan kedalam vagina namun
jauh dari mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari
placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu.
Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan
fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa yang dicurigai,
karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih
jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang
keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir
triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak
memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan
tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya
perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan
hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta
dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika
didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka
pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter tidak
boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang
mungkin terjadi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. USG (Ultrasonographi)

Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta


melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X

Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian


tubuh janin.
3. Pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di


dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal

Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan
di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta.

6. Amniocentesis

Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis


untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin atau spingomyelin [LS]
atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan
operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

H. PENATALAKSANAAN

Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :

1. Terapi Ekspektatif

Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah
keadaan ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya
pembukaan, dan tingkat placenta previa.
2. Terapi Aktif

Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya:

a. Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan


demikian menutup pembuluh – pembuluh darah yang terbuka (tamponade
plasenta).
b. Cara Sectio caesarea, dengan maksud untuk mengosongkan rahim
sehingga dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan
juga untuk mencegah terjadinya robekan cervik yang agak sering dengan
usaha persalinan pervaginam pada placenta previa. Menurut Winkjosastro
(2002) prinsip dasar penanganan placenta previa yaitu, setiap ibu dengan
perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali
jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian,
asal sebelumnya tidak diperiksa dalam.
c. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke
rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu
akan lebih banyak daripada sebelumnya, jangan sekali – kali melakukan
pemeriksaan dalam keadaan siap operasi. Apabila dengan penilaian yang
tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung, atau yang
akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin (yang masih
hidup) dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat
janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat
dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janindapat hidup di luar
kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau
perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan
membahayakan ibu dan atau janinnya, kehamilannya telah cukup 36
minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau
persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan
ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di
meja operasi dalam keadaan siap operasi (Winkjosastro, 2002).

I. KOMPLIKASI

Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin.


Menurut Manuaba (2001), adapun komplikasi – komplikasi yang
terjadi yaitu:

a. Komplikasi pada ibu, antara lain: perdarahan tambahan saat operasi menembus
plasenta dengan inersio di depan, infeksi karena anemia, robekan implantasi
plasenta

di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan
jaringan rapuh dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin, antara lain: prematuritas dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah,
asfiksia intrauterine sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga
komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan
tapak plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat
dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok.
2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan
mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan
ke parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan
mungkin inkerta.
3) Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya akan pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/281785376/LP-Plasenta-Previa.pdf
http://eprints.ums.ac.id/16768/2/BAB_I.pdf
http://www.asuhankeperawatan/7935437/ASKEP_PLASENTA_PREVIA.pdf
Johnson,Marion.2015.NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai