Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK 5_KELAS B_WEEK 2

Diplomasi dan Kebijakan Luar Negeri

Setiap pemerintahan bisa menggunakan berbagai cara untuk mengatur sebuah negara. Setiap keputusan
maupun kebijakan di dalam negerisecara mutlak dapat diberikan oleh pemerintah. Walau demikian,
keberlangsungan dari suatu negara atau pemerintahan tidak hanya dijamin dari keputusan ataupun kebijakan
yang berlaku di wilayah tersebut. Seberapapun berdaulatnya sebuah pemerintahan, tidak menjamin suatu
negara dapat berdiri sendiri tanpa ikatan dengan negara lainnya. Apa yang terjadi di luar negeri baik dalam
bentuk keputusan, kebijakan, hingga peristiwa dapat memberi dampak bagi keberlangsungan negeri sendiri.
Hal tersebut tidak menjamin seberapa jauh ataupun dekat suatu negara maupun seberapa pentingnya sebuah
keputusan,kebijakan, ataupun peristiwa yang terjadi di luar negeri. Hal tersebut tentunya memiliki dampak
baik kecil hingga besar bagi keadaan di dalam negeri. Begitu pula yang terjadi sebaliknya. Apa yang terjadi
di dalam negeri baik dalam bentuk keputusan, kebijakan, hingga peristiwa dapat memberi dampak bagi
suatu negara yang lain.

Sebagai contoh, Keshogunan Tokugawa atau negara Jepang tahun 1600-1868 yang melakukan kebijakan
menutup negara (Sakoku) tetap melaksanakan hubungan perdagangan dan diplomatik dengan Belanda dan
Tiongkok.Dalam upaya mempertahankan keberlangsungan suatu negara selain dengan berjalannya
keputusan maupun kebijakan yang bermanfaat bagi warga negaranya,diperlukan juga hubungan dengan
negara luar. Hubungan dengan negara luar jugabisa menyesuaikan kebijakan dalam negeri agar dapat saling
berhubungan dengan baik demi keberlangsungan kedua negara maupun berbagai negara. Maka dari itu,
dalam membangun suatu hubungan antar negara, diperlukan tindakan dialog antar negara Kegiatan
berdialog antar negara berdaulat dengan tujuan untuk sama-sama mendapatkan jalan tengah dalam suatu
atau beberapa kepentingan adalah substansi dari diplomasi (Watson, 1982). Diplomasi sendiri telah
mengalami transformasi seiring dengan berkembangnya zaman. Diplomasi yang dulunya tradisional, kini
berubah menjadi diplomasi yang bersifat kontemporer. Perubahan tersebut terjadi karena beberapa faktor,
antara lain adanya perimbangan kekuatan, adanya persamaan kepentingan, adanya keefisienan serta
keamanan komunikasi internasional, dan meningkatnya toleransi kultural (Berridge, 2015). Jika dalam
diplomasi tradisional negara merupakan satu-satunya aktor utama, maka dalam diplomasi kontemporer tidak
lagi dapat dikatakan seperti itu. Akibat adanya globalisasi, kini diplomasi tak hanya dilakukan antarnegara
saja, namun negara juga dapat melakukan diplomasi dengan aktor-aktor non-negara lainnya. Aktor non-
negara tersebut dapat berupa NGOs yang bergerak di berbagai bidang, seperti medis, pendidikan, bisnis,
ekonomi, dan bermacam bidang lainnya (Watson, 1982). Hal tersebut juga membuat ruang lingkup dialog
dalam diplomasi menjadi lebih luas daripada sebelumnya.

Selain itu, diplomasi juga mengalami perubahan dalam segi konsepsinya. Diplomasi yang dulunya hanya
dilihat sebagai suatu bagian dari instrumen kebijakan luar negeri subtantif suatu negara, kini juga dipandang
KELOMPOK 5_KELAS B_WEEK 2

sebagai kerangka representasi negara. Kemudian, tak dapat dinafikan bahwa adanya kemajuan teknologi
juga membawa perubahan dalam dunia diplomasi. Dahulu, kegiatan diplomasi hanya dapat dilakukan secara
bertatap muka langsung antara perwakilan suatu negara dengan perwakilan negara yang lain. Sedangkan saat
ini, hal tersebut tak lagi berlaku. Praktik diplomasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi yang ada. Sebagai contoh, “Diplomasi Youtube” yang dilakukan oleh Obama sebagai jalan yang
ditempuh untuk memperbaiki hubungan antara Amerika Serikat dan Iran. Tak ketinggalan, Joko Widodo
selaku Presiden Republik Indonesia pun melakukan hal yang serupa. Beliau membuka kanal Youtube dan
mengunggah video yang berisikan pesan diplomatis terhadap Raja Salman selaku Raja Arab Saudi.
Diplomasi dengan format semacam ini menjadikan informasi yang disampaikan dapat tersalurkan secara
jelas, transparan, dan dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Model diplomasi kontemporer inilah
yang kemudian dikenal sebagai “Diplomasi Digital” (Syaifani dan Qubba, 2017).

Selanjutnya, kita tentu juga perlu tahu bahwa diplomasi dan kebijakan luar negeri merupakan konsep yang
tidak bisa dipisahkan karena sejatinya diplomasi merupakan bagian dari kebijakan luar negeri. Meskipun
demikian, kedua konsep tersebut memiliki perbedaan penting. Kebijakan luar negeri lebih berfokus pada 
proses realisasi tujuan melalui kebijakan tertentu demi melindungi kepentingan negara (Padelford dan
Lincoln dalam Bojang, 2018). Sementara itu, diplomasi lebih spesifik karena hanya mencakup proses dialog
dan negosiasi yang terkandung dalam pengimplementasian kebijakan luar negeri (Watson, 1982). Dalam
menjalankan kebijakan luar negeri, praktik diplomasi merupakan suatu keniscayaan. Hal tersebut didorong
dengan semakin terhubungnya dunia melalui globalisasi serta perkembangan teknologi dan informasi. Maka
dari itu, keselarasan dan kesepadanan antara diplomasi dan kebijakan luar negeri merupakan faktor penting
penentu untuk melindungi kepentingan negara. Praktik diplomasi yang dilakukan antarnegara membentuk
landasan dasar untuk melakukan kebijakan luar negeri (Wasike et al., 2015). Kedua konsep ini memiliki
hubungan timbal baik sehingga perubahan yang terjadi pada satu konsep akan mengharuskan konsep lain
untuk melakukan penyesuaian. Contohnya, hasil diplomasi yang tidak mencapai target mendorong negara
untuk mengubah kebijakan luar negerinya agar sesuai dengan hasil diplomasi.

Salah satu contoh kegagalan diplomasi adalah ketika PBB berusaha untuk menyelesaikan Perang Saudara
Suriah yang sudah berlangsung sejak 2011. Berdasarkan data yang dipublikasikan Syrian Observatory for
Human Rights (SOHR, 2020), perang ini setidaknya memakan 387.118 hingga 593.000 jiwa. Kejadian ini
mendorong PBB untuk ikut campur dalam proses penyelesain konflik. Hak veto kerap digunakan Tiongkok
dan Rusia untuk menghadang segala intervensi internasional karena mereka memiliki kepentingan tersendiri
di wilayah Suriah. Rusia memiliki kontrak perdagangan senjata sekitar 4 miliar dolar (Adams, 205),
sedangkan Tiongkok ingin mengurangi pengaruh barat di Timur Tengah (Wong, 2012). Hal tersebut
mendorong AS sebagai negara yang ingin mengakhiri Perang Suriah untuk mengubah kebijakan luar
negerinya. Pada awalnya AS ingin menyelesaikan konflik melalui resolusi PBB. Namun, setiap resolusi
yang diajukan selalu diveto oleh Tiongkok dan Rusia sehingga AS membentuk koalisinya sendiri yang
KELOMPOK 5_KELAS B_WEEK 2

terdiri atas Inggris, Prancis, Yordania, Turki, Kanada, dan Australia untuk terjun langsung ke lapangan. Hal
ini menunjukan bahwa kegagalan diplomasi dapat mengubah kebijakan luar negeri suatu negara. Maka dari
itu, diplomasi dan kebijakan luar negeri merupakan dua konsep yang saling terkait.

Kemudian, dalam diplomasi politik luar negeri juga diartikan menjadi substansi dari hubungan negara
dengan kelebihannya, seperti berbagai harapan yang ingin diwujudkan negara melalui hubungan tersebut.
(Watson, 1982). Dapat dikatakan seperti itu karena dalam berdiplomasi sendiri politik luar negeri adalah
salah satu aspek yang sangat penting untuk membantu kepentingan-kepentingan nasional suatu negara dalam
segala sistem internasional dan menjadi pemegang tanggung jawab dalam mengontrol, mengawasi, serta
menjalani proses politik (White, 2001). Di satu sisi yang lainnya, dalam melakukan politik luar negeri dapat
dikatakan juga sebagai ‘strategi’ yang dapat digunakan secara situasional, menyesuaikan dengan berbagai
rintangan dan tantangan yang dihadapi dan juga kapabilitas yang berkelanjutan dan interaktif (White, 2001).
Diplomasi dan politik luar negeri, jika kita menggabungkan keduanya, diplomasi digambarkan sebagai role
yang penting dalam melakukan politik luar negeri karena terlibat dalam diplomasi sebagai jalan alternatif
yang baru dalam mewujudkan tujuan dan kepentingan negara serta menyelesaikan suatu masalah atau
konflik dan juga dalam membuat suatu kebijakan. Melalui jalan mediasi yang mengutamakan perdamaian
daripada berperang, diplomasi menjadi jalan yang paling efektif terbaru dalam menyelesaikan suatu
perseteruan dan konflik yang menjadi salah satu faktor penghalang negara dalam mencapai suatu tujuan.

Lebih lanjut, berdasarkan pandangan umum, diadakannya diplomasi sebagai bentuk perwujudan
kepentingan nasional beriringan dengan kekuatan nasional. Menurut Clinton (1986), kepentingan nasional
terdiri atas beberapa aspek penting, antara lain diplomasi, ekonomi, keamanan, dan beberapa aspek penting
sebagai bentuk perlindungan terhadap kedaulatan negara sekaligus usaha dalam mencapai kepentingan
bersama. Hal ini disebabkan diplomasi memiliki orientasi pada publik. Kepentingan nasional ada sebagai
bentuk dari kelompok yang memiliki standar etika tersendiri untuk memperoleh kebaikan dan manfaat nyata
yang ditujukan untuk bersama. Menurut Henderson (1998), diplomasi tidak hanya berorientasi pada
kepentingan nasional, tetapi juga berhubungan erat pada kekuatan nasional sebagai pengantar aktor dalam
mengambil kontrol suatu situasi. Dengan balance of power menandakan pentingnya diplomasi sebagai alat
dari suatu negara (Watson, 1982).

Jadi, kesimpulan dari pemaparan di atas, diplomasi terdiri atas berbagai aspek penting yang meliputinya dan
berkonteks pada dinamika hubungan internasional. Seiring berkembangnya zaman, kegiatan diplomasi juga
mengalami perkembangan dari yang awalnya bersifat tradisional menjadi lebih berkembang dengan adanya
diplomasi kontemporer. Salah satu perbedaan dari kedua diplomasi tersebut adalah pada aktor yang
menyusun. Dalam diplomasi tradisional negara merupakan satu-satunya aktor utama. Diplomasi merupakan
suatu kegiatan yang berkorelasi pada kebijakan luar negeri. Bahkan dapat dikatakan, diplomasi dan
kebijakan luar negeri merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan sebab sejatinya diplomasi merupakan
KELOMPOK 5_KELAS B_WEEK 2

bagian dari kebijakan luar negeri. Hal ini menunjukan bahwa kegagalan diplomasi dapat mengubah
kebijakan luar negeri suatu negara. Maka dari itu, diplomasi dan kebijakan luar negeri merupakan dua
konsep yang saling terkait. Karena dalam berdiplomasi sendiri politik luar negeri adalah salah satu aspek
yang sangat penting untuk membantu kepentingan-kepentingan nasional suatu negara dalam segala sistem
internasional dan menjadi pemegang tanggung jawab dalam kontrol politik.  Secara umum, diadakannya
diplomasi sebagai bentuk perwujudan kepentingan nasional beriringan dengan kekuatan nasional. Adanya
balance of power menandakan pentingnya diplomasi sebagai alat dari suatu negara dalam mencapai tujuan
bersama.

Referensi:

Adams, S., 2015. Failure to Protect: Syria and the UN Security Council. [Paper] Ralph Bunche Institute for
International Studies, Occasional Paper Series. New York.

Berridge, G.R, 2015. Diplomacy: Theory and Practice, 5th edition. London: Palgrave Macmillan.

Bojang, A., 2018. The Study of Foreign Policy in International Relations. Journal of Political Sciences &
Public Affairs, 06(04), pp.1-9.

Clinton, W. David, 1986. “The National Interest: Normative Foundations” The Review of Politics, 48(4): pp.
495-519.

Henderson, Conway, 1998. International Relations, Conflict and Cooperation at the Turn of 21st Century.            
Mc-Graw Hill International Editions [Chapter 4].

SOHR, 2020. On International Human Rights Day: Millions of Syrians robbed of “rights” and 593
thousand killed in a decade • The Syrian Observatory For Human Rights. [online] The Syrian
Observatory For Human Rights. Tersedia dalam: <https://www.syriahr.com/en/195385/> [diakses 28
Februari 2021].

Syaifani, Sasha dan Naaimatur Rofiani Qubba, 2017. “Joko Widodo’s Digital Diplomacy: A Prospect and
Challenge for Indonesia’s Digital Diplomacy towards Middle Power”, Jurnal Hubungan Internasional,
10(2): 1-12 [online]. Tersedia dalam: http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v10i2.7299 [diakses 26 Februari
2021].

Wasike, S., Kimokoti, S. and Wikesa, V., 2015. Connectivity between Diplomacy, Foreign Policy and
Global Politic. International Journal of Humanities and Cultural Studies, 2(2), pp.520-526.

Watson, Adam, 1982. Diplomacy: The Dialogue Between States. London: Eyre Methuen Ltd.
KELOMPOK 5_KELAS B_WEEK 2

White, Brian, 2001. “Diplomacy”. Dalam: J. Baylish dan S. Smith. t.t. The Globalization of World Politics:            
An Introduction to International Politics. London: Oxford University Press

Wong, N., 2012. China’s veto on Syria: what interests are at play?. [online] open Democracy. Tersedia
dalam: <https://www.opendemocracy.net/en/chinas-veto-on-syria-what-interests-are-at-play/> [dikases
28 Februari 2021].

Kontribusi

(121811433062) Edgar Adi Deo Nirwanto (What is diplomacy?)

(072011233024) Khalish Hilmy (How is the relations of Foreign policy and national interest ?)
(072011233033) Arya Ahmad Afani (How is the relations of diplomacy and Foreign policy?)
(072011233061) Devi Yuni Ekasari (What is the difference between traditional and contemporary
diplomacy?)
(072011233089) Muhammad Rizal Hafiz (How is the relations of Foreign policy and national power)

Anda mungkin juga menyukai