Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.

N
DENGAN KELUHAN HALUSINASI
PENDENGARAN

Disusun Oleh:
Ledy Yatna Dwika (20200305035)
Priska Soukotta (20200305037)
Bella Guntur Wijaya (20200305038)
Rohayati (20200305039)
Cicilia Devi Saraswati (20200305044)
Artatina Lase (20200305045)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA BARAT
2021
Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyekrangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal
orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yangnyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015).
Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana pasien
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya)
(Trimelia, 2011). Sedangkan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti, 2014),
merupakan suatu kondisi dimana klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi
pendengaran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan persepsi
pendengaran berupa suara-suara palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata dan pasien mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.

2. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

• Pikiran logis • Pikiran kadang • Gangguan


• Persepsi akurat menyimpang pikiran
• Emosi konsisten • Ilusi • Halusinasi
dengan • Reaksi emosi • Sulit merespon
pengalaman tidak stabil emosi
• Perilaku sesuai • Perilaku • Perilaku
• Berhubungan aneh/tidak biasa disorganisasi
sosial • Menarik diri • Isolasi sosial

Skema 2.1 Rentang Respon Halusinasi


Sumber : Trimelia, 2011
Keterangan :
a. Respon Adaptif
Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Adapun respon adaptif yakni :
1) Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan
yang dapat diterima akal.
2) Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3) Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
4) Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau
ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
5) Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang lain
dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan.
b. Respon Psikososial
Adapun respon psikososial yakni:
1) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan
dan mengambil kesimpulan.
2) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan sosial
dengan orang-orang di sekitarnya.
c. Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.
Adapun respon maladaptif yakni:
1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan keyakinan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol
emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, dan kedekatan.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa
ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.
5) Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian
tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
(Stuart, 2017).
3. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :
1) Faktor pengembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan
membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di
dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi
ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins,
1993 dalam Yosep, 2011).
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidakdapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klientidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengobrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan menupayakan suatu prosesinteraksi
yang menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta
menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung.
5) Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

4. Klasifikasi Halusinasi
Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015).
a. Halusinasi Pendengaran
Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga
Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas. Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk
kartun, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penciuman
Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan tertentu dan
menutup hidung. Data subjektif antara lain: mencium bau- bau seperti bau
darah, feses, dan kadang-kadang bau itu menyenagkan.
d. Halusinasi Pengecapan
Data objektif antara lain: sering meludah, muntah. Data subjektif antara lain:
merasakan seperti darah, feses, muntah.
e. Halusinasi Perabaan
Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit. Data subjektif
antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik.
5. Manifestasi Klinis Halusinasi
Tanda-tanda halusinasi menurut Yosep (2010) & Fajariyah (2012) meliputi
sebagai berikut :

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Halusinasi


Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak bicara


Pendengaran mendengar suara atau sendiri.
(Auditory-hearing kegaduhan. 2. Klien tampak tertawa
voices or sounds) 2. Klien mengatakan sendiri.
mendengar suara yang 3. Klien tampak marah-
mengajaknya untuk marah tanpa sebab.
bercakap-cakap. 4. Klien tampak
3. Klien mengatakan mengarahkan telinga
mendengar suara yang ke arah tertentu.
menyuruhnya untuk 5. Klien tampak menutup
melakukan sesuatu telinga.
yang berbahaya. 6. Klien tampak
4. Klien mengatakan menunjuk-nunjuk
mendengar suara yang kearah tertentu.
mengancam diri nya 7. Klien tampak
atau orang lain. mulutnya komat kamit
sendiri.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampaktatapan
Penglihatan melihat seseorang mata pada tempat
(Visual-seeing yang sudah tertentu.
persons or things) meninggal, melihat 2. Klien tampak
makhluk tertentu, menunjuk nunjuk
melihat bayangan kearah tertentu.
hantu atau sesuatu 3. Klien tampak
yang menakutkan. ketakutan pada objek
tertentu yang dilihat.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
Penghidu mencium sesuatu mengarahkan hidung
(Olfactory-smeeling seperti : bau mayat, pada tempat tertentu.
odors) bau darah, bau bayi, 2. Ekspresi wajah klien
bau feses, atau bau tampak seperti
masakan, parfum yang mencium sesuatu
menyenangkan. dengan gerakan
2. Klien mengatakan cuping hidung.
sering mencium bau
sesuatu.
Halusinasi 1. Klien mengatakan ada 1. Klien tampak
Perabaan sesuatu yang mengusap,
(Tactile-feeling menggerayangi tubuh menggaruk garuk,
bodily sensations) seperti tangan, meraba-raba
binatang kecil, atau permukaan kulitnya.
makhluk halus. 2. Klien tampak
2. Klien mengatakan menggerak-gerakkan
merasakan sesuatu di tubuhnya seperti
permukaan kulitnya merasakan sesuatu
seperti merasakan merabanya.
sangat panas atau
dingin, merasakan
tersengat aliran listrik,
dan sebagainya.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak seperti
Pengecapan merasakan makanan mengecap sesuatu.
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu, 2. Klien tampak sering
experiencing tastes) atau mengunyah meludah.
tertentu padahal tidak 3. Klien tampak mual
ada yang sedang atau muntah.
dimakannya.
2. Klien mengatakan
merasakan minum
darah, nanah.

Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran meliputisebagai


berikut :
a. Data Objektif :
1) Klien tampak bicara sendiri.
2) Klien tampak tertawa sendiri.
3) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.
4) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.
5) Klien tampak menutup telinga.
6) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.
7) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri.
b. Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.
2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya untuk
bercakap-cakap.
3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya untuk
melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya atau
orang lain.
8. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi4 tahap, yaitu :
a. Tahap I (Comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitutersenyum atau
tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori
menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa
kehilangan control, menarik diri dari orang lain.
Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi peningkatan
denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan
berkurang, konsentrasi terhadap pengalamansensorinya, kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima
pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian
bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit
berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya
beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintahdari perawat, tampak tremor dan
berkeringat.
d. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti.
Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko tinggi mencederai,
agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

9. Mekanisme Koping Halusinasi


Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi
diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep(2016), diantaranya:
a. Regresi
Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk menanggulangiansietas.
b. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan identitas).
c. Menarik diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupunpsikologis.
Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, sedangkan
reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

10. Penatalaksanaan Halusinasi


a. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakoterapi
Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obat-obatannya
seperti :
a) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer.
Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi3 x 5 mg (IM),
pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya
diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter
(Yosep, 2016).
b) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile
Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila kondisi
sudah stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada malam hari
saja, atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).
2) Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien
walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah
perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi
dan fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2011).
a) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan
menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik
kekuatan rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa
detik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
c) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan
tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang
lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. akan
tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi
yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta
perilaku yang menyimpang.
d) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan
pada klien dengan depresi.
11. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi
bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya sehingga diperlukan beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan
kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan
generalis dan spesialis (Kanine, 2012).
a. Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas Kelompok
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi oleh Carolin (2008),
maka tindakan keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan dan psikomotor
yang harus dimiliki oleh klien skizofrenia dengan halusinasi yang dikemukakan
oleh Millis (2000, dalam Varcolis, Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi :
1) Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan mengatakan stop atau
pergi hingga halusinasi dirasakan pergi,
2) Cara menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang dialaminyauntuk
meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara bercakap- cakap dengan
orang lain sebelum halusinasi muncul,
3) Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan melawan
kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan musik, membaca,
menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik relaksasi atau nafas dalam.
Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan stimulus klien mengontrol
halusinasi.
4) Patuh minum obat.
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien skizofrenia
dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi
yang terdiri dari 5 sesi yaitu :
1) Sesi pertama mengenal halusinasi,
2) Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik,
3) Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas,
4) Sesi keempat mencegah halusinasi dengan bercakap dan
5) Sesi kelima dengan patuh minum obat.

b. Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga


Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan halusinasi
setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu dan kelompok. Adapun
terapi spesialis meliputi terapi spesialis individu, keluarga dan kelompok yang
diberikan juga melalui paket terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT).
Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive Behavior
Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada awalnya
dikembangkan untuk mengatasi gangguan afektif tetapi saat ini telah
dikembangkan untuk klien yang resisten terhadap pengobatan.
Adapun mekanisme pelaksanaan implementasi keperawatan sebagai
berikut: langkah awal sebelum dilakukan terapi generalis dan spesialis adalah
mengelompokan klien skizofrenia dengan halusinasi mulai dari minggu I sampai
dengan minggu IX selama praktik resdensi. Setelah pasien dikelompokan,
selanjutnya semua klien akan diberikan terapi generalis mulai dari terapi
generalis individu untuk menilai kemampuan klien skizofrenia dengan
halusinasi.
Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi generalis
kelompok yaitu Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sensori
Halusinasi. Demikian juga keluarga akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal
ini bertujuan agar keluarga tahu cara merawat klien skizofrenia dengan halusinasi
di rumah. Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota keluarga yang datang
mengunjungi klien.
Terapi spesialis keluarga yaitu psikoedukasi keluarga yang diberikan pada
keluarga klien skizofrenia dengan halusinasi adalah Family Psycho Education
(FPE) yang terdiri dari lima sesi yaitu sesiI adalah identifikasi masalah keluarga
dalam merawat klien skizofrenia dengan halusinasi, sesi II adalah latihan cara
merawat klien halusinasi di rumah, sesi III latihan manajemen stres oleh
keluarga, sesi IV untuk latihan manajemen beban dan sesi V terkait pemberdayaan
komunitas membantu keluarga.
c. Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)
Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk
mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa.
Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi keefektifan
banyak intervensi dalam keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik itu sendiri
merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik membantu klien
untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada
hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Putri, N, &
Fitrianti, 2018).
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakanberkomunikasi antara orang
gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1) Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,
penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2) Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3) Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit
fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar
pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka
lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah,
kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
1) Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik
meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat,
pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus
dialihkan dengan aktivitas fisik.
2) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.
3) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain
dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4) Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka
harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita
support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk
maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.

Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Halusinasi


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan, yang salah
satu dilakukan dalam tahap pengkajian keperawatan ini adalahpengumpulan
data. Pengumpulan data yang dikumpulkan meliputi data pasiensecara holistik,
yakni meliputi aspek biologis, psikologis, social dan spiritual. Seseorang
diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awareness),
kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik,
dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart, 2017).
Aspek yang harus dikaji selama proses pengkajian meliputi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart, 2017).
Secara lebih terstruktur proses pengkajian keperawatan jiwa adalah
sebagai berikut :
a. Identitas Klien
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang : Nama perawat, Nama klien, Tujuan yang akan
dilakukan, Waktu, Tempat pertemuan, serta Topik yang akan datang.
2) Usia dan No. Rekam Medik.
3) Agama.
4) Alamat.
5) Informasi keluarga yang bisa dihubungi.
b. Keluhan Utama/Alasan Masuk
Tanyakan pada keluarga klien alasan klien dibawa kerumah sakit jiwa,
apa yang sudah dilakukan keluarga terhadap klien sebelum klien dibawa ke
rumah sakit jiwa serta hasilnya. Pada umumnya klien dengan gangguan
persepsisensori : halusinasi pendengaran dibawa kerumah sakit jiwa karena
keluarga merasa tidak mampu merawat klien, keluarga merasa terganggu
karena perilaku klien dan gejala yang tidak normal yang dilakukan klien
seperti mengarahkan telinga pada sumber tertentu, berbicara atau tertawa
sendiri, marah-marah tanpa sebab, dan klien biasanya sering menutup
telinganya, sehingga keluarga berinisiatif membawa klien kerumah sakit
jiwa.
c. Faktor Predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga :
1) Apakah pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, karena pada
umumnya apabila klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran walaupun sebelumnya pernah mendapat perawatan di
rumah sakit jiwa, tetapi pengobatan yang dilakukan masih
meninggalkan gejala sisa, sehingga klien kurang dapat beradaptasi
dengan lingkungannya. Gejala sisa ini disebabkan akibat trauma yang
dialami klien, gejala ini cenderung timbul apabila klien mengalami
penolakan didalam keluarga atau lingkungan sekitarnya.
2) Apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik.
3) Apakah pernah mengalami penolakan dari keluarga dan lingkungan.
4) Apakah pernah mengalami kejadian/trauma yang tidak menyenangkan
pada masa lalu.
2. Pemeriksaan fisik
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada
umumnya yang dikaji meliputi TTV (Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan dan
suhu), Tinggi badan, serta keluhan fisik lainnya.
3. Psikososial
a. Genogram
Genogram pada umumnya dibuat dalam 3 generasi yakni
mengambarkan garis keturunan keluarga klien, apakah anggota keluarga ada
yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien, pola
komunikasi klien, pola asuh serta siapa pengambilan keputusan dalam
keluarga.
b. Konsep diri
Konsep diri meliputi sebagai berikut :
1) Citra tubuh
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai dan tidak disukai. Pada umumnya klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran tidak ada keluhan mengenai
persepsi klien terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak
disukai.
2) Identitas diri
Tanyakan kepuasan klien dengan jenis kelaminnya, kepuasan klien
dengan statusnya didalam keluarga dan masyarakat. Pada umumnya
klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
merupakan anggota dari suatu masyarakat dan keluarga. tetapi karena
klien mengalami gangguan jiwa dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran maka interaksi klien dengan keluarga maupun
masyarakat tidak efektif sehingga klien merasa tidak puas akan status
ataupun posisi klien sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
3) Peran diri
Tanyakan pada klien tentang tugas/peran yang dilakukannnya dalam
keluarga di lingkungan masyarakat. Pada umumnya klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran kurang dapat
melakukan peran dan tugasnya dengan baik sebagai anggota keluarga
dalam masyarakat.
4) Ideal diri
Tanyakan pada klien harapan terhadap penyakitnya. Pada umumnya
klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran ingin
cepat pulang serta diperlakukan dengan baik oleh keluarga ataupun
masyarakat saat pulang nanti sehingga klien dapat melakukan perannya
sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat dengan baik.
5) Harga diri
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain
sehingga klien merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
c. Hubungan sosial
Tanyakan kepada klien siapa orang terdekat dalam kehidupannya,
tempat mengadu, dan tempat bicara, serta tanyakan kepada klien kelompok
apa saja yang diikutinya dalam masyarakat. pada umumnya klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung dekat dengan
kedua orang tuanya, teutama dengan ibunya. Karena klien sering marah-
marah , bicara kasar, melempar atau memukul orang lain, sehingga klien
tidak pernah berkunjung kerumah tetangga dan klien tidak pernah mengikuti
kegiatan yang ada dilingkungan masyarakat.
d. Spiritual
1) Nilai keyakinan
Tanyakan pada klien tentang pandangan serta keyakinan klien
terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang
dianut klien. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran tampak menyakini agama yang dianutnya
dengan dibuktikan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
2) Kegiatan ibadah
Tanyakan pada klien tentang kegiatan ibadah yang dilakukannya
dirumah, baik secara individu maupun secara kelompok.
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran tampak kurang (jarang) melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.
4. Status mental
a. Penampilan
Mengamati/mengobservasi penampilan klien dari ujung rambut sampai
ujung kaki seperti : rambut acak acakkan, kancing baju tidak tepat, resleting
tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-ganti serta penggunaan
pakaian yang tidak sesuai. Pada umumnya klien dengangangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran tampak berpenampilan kurang rapi, rambut
acak-acakan, mulut dan gigi kotor, serta bau badan.
b. Pembicaraan
Mengamati/men gobservasi pembicaraan klien apakah cepat, keras,
gagap, membisu, apatis, lambat serta pembicaraan yang berpindah- pindah
dari satu kalimat ke kalimat lain. Pada umumnya klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran berbicara lambat dan tidak mampu
memulai pembicaraan.
c. Aktivitas Motorik
Mengamati/mengobservasi kondisi fisik klien. Pada umumnya klien
terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dengan gerakan mulut yang seakan-
akan sedang berbicara
d. Alam perasaan
Mengamati/mengobservasi kondisi perasaan klien. Pada umumnya
klien merasakan sedih, putus asa, gembira yang berlebihan, serta marah
tanpa sebab.
e. Afek
Mengamati/mengobservasi kondisi emosi klien. Pada umumnya klien
mempunyai emosi labil tanpa ada sebab. Tiba tiba klien menangis dan
tampak sedih lalu diam menundukkan kepala.
f. Interaksi selama wawancara
Mengamati/mengobservasi kondisi klien selama wawancara. Pada
umumnya klien memperlihatkan perilaku yang tidak kooperatif, lebih
banyak diam diri, pandangan mata melihat kearah lain ketika diajakbicara.
g. Persepsi
Mengamati/mengobservasi jenis halusinasi yang terjadi pada klien.
Pada umumnya klien cenderung mendengar, melihat, meraba, mengecap
sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui dan tidak nyata.
h. Proses pikir
Mengamati/mengobservasi proses pikir klien selama wawancara. Pada
umumnya klien cenderung apabila akan menjawab pertanyaan terdiam dulu,
seolah olah sedang merenung lalu mulai menjawab, kemudian jawaban
belum selesai diutarakan, klien diam lagi kemudian meneruskan jawabannya
dengan singkat.
i. Isi pikir
Mengamati/mengobservasi isi pikiran klien selama wawancara. Pada
umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul dengan orang lain.
Saat diajak untuk duduk-duduk dan berbincang- bincang dengan klien yang
lain, klien menolak dengan menggelengkan kepala.
j. Tingkat kesadaran
Mengamati/mengobservasi tingkat kesdaran klien. Pada umumnya klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran tingkat
kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan motorik seperti kekakuan,
gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien dengan sikap yang
canggung serta klien terlihat kacau.
k. Memori
Mengamati/mengobservasi gangguan daya ingat klien. Pada umumnya
klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran memiliki
memori yang konfabulasi. Memori konfabulasi merupakan pembicaraan
yang tidak sesuai dengan kenyataan (memasukkan cerita yang tidak benar
yang bertujuan untuk menutupi gangguan yang dialaminya).
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mengamati/mengobservasi tingkat konsentrasi dan kemampuan
berhitung klien selama wawancara.
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran cenderung tidak mampu berkonsentrasi, klien tidak dapat
menjelaskan kembali pembicaraannya dengan dibuktikan selalu meminta
agar pernyataan yang diucapkan oleh seseorang untuk diulangkan kembali.
m. Kemampuan penilaian
Mengamati gangguan kemampuan penilaian klien, apakah gangguan
kemampuan penilaian ringan yakni dapat mengambil keputusan yang
sederhana dengan bantuan orang lain seperti : berikan kesempatan kepada
klien untuk memilih mandi dahulu sebelum makan atau makan dahulu
sebelum mandi yang sebelumnya diberi penjelasan terlebih dahulu dan
klien dapat mengambil keputusan.
Mengamati gangguan kemampuan penilaian bermakna yakni tidak
mampu mengambil keputusan walaupun dibantu oleh orang lain seperti :
berikan kesempatan kepada klien untuk memilih mandi dahulu sebelum
makan atau makan dahulu sebelum mandi yang sebelumnya diberi
penjelasan terlebih dahulu dan klien tetap tidak dapat mengambil keputusan.
Biasanya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
cenderung memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti jika disuruh
untuk memilih mana yang dilakukan dahulu antara berwudhu dengan sholat,
maka klien akan menjawab berwudhu terlebih dahulu.
n. Daya tilik diri
Mengamati/mengobservasi klien tentang penyakit yang di deritanya.
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran menyadari bahwa ia berada dalam masa pengobatan untuk
mengendalikan emosinya yang labil.

5. Kebutuhan persiapan pulang


a. Makan
Tanyakan dan mengobservasi tentang porsinya, frekuensinya,
variasinya, dan jenis makanan pantangan klien dalam makan, serta
kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan. Klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran makan 3 x sehari
dengan porsi (lauk pauk, nasi, sayur, serta buah).
b. BAB/BAK
Mengamati/mengobservasi kemampuan klien untuk defekasi dan
berkemih, seperti pergi ke wc, membersihkan diri.
c. Mandi
Tanyakan dan mengobservasi tentang frekuensi, cara mandi, menyikat
gigi, cuci rambut, gunting kuku, dan bercukur serta observasi kebersihan
tubuh dan bau badan klien. Klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran mandi 2 x sehari dan membersihkan rambut 1 – 2
x/hari kecuali ketika emosi labil
d. Berpakaian
Mengamati/mengobservasi kemampuan klien untuk mengambil,
memilih, dan mengenakan pakaian serta alas kaki klien serta observasi
penampilan dan dandanan klien. Klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran mengganti pakaiannya setiap selesai mandi dengan
menggunakan pakaian yang bersih.
e. Istirahat dan tidur
Tanyakan dan observasi lama waktu tidur siang/malam klien, apa
aktivitas yang dilakukan sebelum tidur serta aktivitas yang dilakukan setelah
tidur.
f. Penggunaan obat
Tanyakan dan observasi pada klien dan keluarga tentang pengunaan
obat yang dikonsumsi serta reaksi yang ditimbulkannya. Klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran minum obat 3 x sehari
dengan obat oral serta reaksi obat dapat tenang dan tidur (sesuai advis
dokter).
g. Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan pada klien dan keluarga tentang apa, bagaimana, kapan dan
tempat perawatan lanjutan serta siapa saja sistem pendukung yang dimiliki
(keluarga, teman, dan lembaga pelayanan kesehatan) serta cara
penggunaannya
h. Kegiatan di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam merencanakan, mengolah dan
menyajikan makanan, merapikan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu dan
mengepel), mencuci pakaian sendiri serta mengatur kebutuhan biaya sehari-
hari.
i. Kegiatan di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan seharihari,
(melakukan perjalanan mandiri yaitu dengan berjalan kaki, menggunakan
kendaraan pribadi, dan kendaraan umum), serta aktivitas lain yang dilakukan
diluar rumah (bayar listrik/telepon/air/kekantorpos/dan ke bank).

6. Mekanisme koping
Mekanisme koping pada klien dengan masalah gangguan persepsi sensori
:halusinasi pendengaran dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, antara
lain:
a. Regresi
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung
akan menghindari masalah yang di hadapinya.
b. Proyeksi
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung
menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung
sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal yang di
rasakannya.
7. Masalah psikososial dan lingkungan
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran memiliki masalah dengan psikososial dan lingkungannya, seperti
pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat karena
perilaku pasien yang membuat orang disekitarnya merasa ketakutan.

8. Pengetahuan
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
biasanya memiliki pengetahuan yang baik dimana dia bisa menerima keadaan
penyakitnya dan mengalami perawatan.

9. Aspek medis
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran biasanya
mendapatkan pengobatan seperti : Chlorpromazine (CPZ) 2 x 10 mg,
Trihexipendil (THZ) 2 x 2 mg, dan risperidol 2 x 2 mg.

Analisa Data Keperawatan


1. Analisa Data
Analisa data halusinasi pendengaran menurut (Yosep, 2016) meliputisebagai
berikut :

Tabel 2.2 Analisa Data Halusinasi Pendengaran


Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji

Gangguan Persepsi Subjektif


Sensori : Halusinasi 1. Klien mengatakan mendengar suara atau
Pendengaran kegaduhan
2. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajaknya untuk bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang
menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya
4. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengancam dirinya atau orang lain
Objektif
1. Klien tampak bicara sendiri
2. Klien tampak tertawa sendiri
3. Klien tampak marah-marah tanpa sebab
4. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah
tertentu
5. Klien tampak menutup telinga
6. Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu
7. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri
2. Pohon Masalah Keperawatan

Resiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Skema 2.2 Pohon Masalah


Halusinasi Sumber : Dermawan dan
Rusdi (2013)

3. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Yosep, 2016)meliputi
sebagai berikut :
a. Resiko perilaku kekerasan.
b. Gangguan persepsi sensor : halusinasi pendengaran.
c. Gangguan isolasi sosial : menarik diri.
d. Harga Diri Rendah.
e. Koping Individu Tidak Efektif.
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan
keperawatan diimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat
ini (here and now) (Yusuf dkk. 2015).
Dalam asuhan keperawatan jiwa, untuk mempermudah pelaksanaan
tindakan keperawatan maka perawat perlu membuat strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan yang meliputi SP pasien dan keluarga (Trimeilia,
2011). SP dibuat menggunakan komunikasi terapeutik yang terdiri dari fase
orientasi, fase kerja, dan terminasi (Yusuf dkk. 2015).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, mempunyai tujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien (Farida dan Yudi, 2010). Terdapat 3 fase dalamdalam komunikasi
terapeutik, dimana fase pertama yaitu fase orientasi yang menggambarkan
situasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, kontrak waktu dan tujuan
pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi beberapa pertanyaan yang
akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian tambahan, penemuan
masalah bersama dan/atau penyelesaiantindakan. Fase terminasi merupakan
saat untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai
keberhasilan atau kegagalan dan merencanakan untuk kontrak waktu
pertemuan selanjutnya. (Yusuf dkk. 2015).
Tabel 2.3 Strategi Pelaksanaan Halusinasi Pendengaran

Dx Kep. STRATEGI PELAKSANAAN

Gangguan SP 1 :
Persepsi 1. Bantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,
Sensori: frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi).
Halusinasi 2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4. Peragakan cara menghardik.
5. Minta pasien memperagakan ulang.
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 2 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1), Berikan Pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi bercakap-cakap dengan
orang lain saat terjadi halusinasi.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
dan bercakap-cakap.
SP 3 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, dan SP 2), Berikan Pujian.
2. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
3. Diskusikan kegiatan/kemampuan positif yang biasa
dilakukan oleh klien.
4. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
harian (mulai 2 kegiatan).
5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
SP 4 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP 2, dan SP 3), Berikan
Pujian.
2. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
3. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
4. Jelaskan akibat bila putus obat.
5. Jelaskan prinsip 6B (jenis, guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat).
6. Latih klien minum obat.
7. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
bercakap-cakap, kegiatan harian dan minum obat.
Rencana keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti, 2014)
adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Halusinasi


Pendengaran
Dx Kep. Perencanaan Intervensi
Tujuan Kriteria
Evaluasi
Gangguan TUM Setelah Bina hubungan saling percaya
Persepsi Klien tidak dilakukan 2 x 20 dengan mengungkapkan
Sensori: mencederai menit interaksi prinsip komunikasi terapeutik:
Halusinasi diri, orang diharapkan klien
Pendengar lain, dan dapat BHSP 1. Sapa klien dengan ramah
an lingkungan dengan K.H : baik verbal maupun
nonverbal.
TUK 1. Ekspresi 2. Perkenalkan diri dengan
1. Klien wajah sopan.
dapat bersahabat. 3. Tanyakan nama lengkapdan
membina 2. Ada kontak nama panggilan yang
hubungan mata. disukai klien.
saling 3. Mau berjabat 4. Jelaskan tujuan pertemuan
percaya tangan. 5. Tunjukkan sikap empati dan
4. Mau menerima klien apa adanya.
menyebutkan 6. Buat kontrak waktu, topik
nama dan tempat setiap kali
5. Mau berinteraksi dengan klien.
menjawab
salam
6. Mau
mengutaraka
n masalah
yang
dihadapinya
TUM Setelah 1. Adakan kontak sering dan
Klien tidak dilakukan 2 x 20 singkat secara bertahap.
mencederai menit interaksi 2. Observasi tingkah laku
diri, orang diharapkan klien klien yang terkait dengan
lain, dan dapat halusinasinya : bicara dan
lingkungan mengetahui tertawa tanpa sebab,
halusinasinya memandang ke kiri/ke
TUK dengan K.H : kanan/ke depan seolah-
1. Klien olah ada teman bicara.
dapat 1. Klien dapat 3. Bantu klien mengenal
mengenal menyebutkan halusinasinya :
halusinas waktu, isi, a. Jika menemukan klien
Inya dan frekuensi sedang berhalusinasi :
timbulnya tanyakan apakah ada
halusinasi. suara yang di
2. Klien dapat dengarnya.
mengungkap b. Jika klien menjawab
kan ada, lanjutkan : apa
bagaimana yang di katakan suara
perasaannya itu.
terhadap c. Katakan bahwa
halusinasi perawat percaya klien
tersebut. mendengar suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi).
d. Katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien.
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan
halusinasi (jika sendiri,
jengkel, atau sedih).
b. Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore, dan
malam, terus-menerus,
atau sewaktu-waktu).
5. Diskusikan dengan klien
tentang apa yang
dirasakannya jika terjadi
halusinasi (marah, sedih,
takut, atau senang), beri
kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan
perasaannya
TUM Setelah 1. Identifikasi bersama klien
Klien tidak dilakukan 2 x 20 tindakan yang dilakukan
mencederai menit interaksi jika terjadi halusinasi
diri, orang diharapkan klien (tidur, marah,
lain, dan dapat menyibukkan diri).
lingkungan menyebutkan 2. Diskusikan manfaat dan
cara mengontrol cara yang digunakan
TUK halusinasi klien jika bermanfaat,
1. Klien dengan K.H : Beri Pujian kepada klien.
dapat 3. Diskusikan dengan klien
mengontr 1. Menyebutkan tentang cara baru
ol tindakan yang mengontrol halusinasinya
halusinasi biasanya :
nya dilakukan a. Menghardik/mengusir/
untuk tidak memedulikan
mengendalika halusinasinya.
n b. Bercakap-cakap dengan
halusinasinya. orang lain jika
2. Menyebutkan halusinasinya muncul.
cara baru c. Melakukan kegiatan
mengontrol sehari-hari.
halusinasi. d. Minum obat secara
3. Mendemonstra teratur
sikan cara 4. Beri contoh cara
menghardik/ menghardik halusinasi :
mengusir/ “Pergi-pergi, kamu suara
tidak palsu jangan ganggu
memperdulika saya”
n 5. Minta klien mengikuti
halusinasinya. contoh yang diberikandan
minta klien
mengulanginya.
6. Beri pujian atas
keberhasilan klien
7. Susun jadwal latihan klien
dan minta klien untuk
mengisi jadwal kegiatan
harian.
8. Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan Tn.
B setelah menghardik?
Apakah halusinasinya
berkurang?”Berikan
pujian.
TUM Setelah 1. Beri contoh percakapan
Klien tidak dilakukan 2 x 20 dengan orang lain :“Suster
mencederai menit interaksi saya dengar suara- suara,
diri, orang diharapkan klien temani saya bercakap-
lain, dan dapat cakap.
lingkungan. mengontrol 2. Minta klien mengikuti
Halusinasi
TUK dengan K.H : contoh percakapan dan
Klien dapat mengulanginya.
mengontrol 1.Mengontrol 3. Beri pujian atas
halusinasinya halusinasi keberhasilan klien.
dengan 4. Susun jadwal klien untuk
bercakap-cakap melatih diri, mengisi
dengan orang kegiatan untuk bercakap-
lain. cakap.
5. Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan
Tn.B setelah latihan
bercakap-cakap? Apakah
halusinasinya berkurang?”
Berikan pujian.

TUM Setelah 1. Diskusikan dengan klien


Klien tidak dilakukan 2 x 20 tentang kegiatan harian
mencederai menit interaksi yang dapat dilakukan di
diri, orang diharapkan klien rumah dan dirumah sakit.
lain, dan dapat 2. Latih klien untuk
lingkungan mengontrol melakukan kegiatan yang
halusinasi di sepakati dan masukkan
TUK dengan K.H : kedalam jadwal kegiatan.
Klien dapat 3. Tanyakan kepada klien :
mengontrol 1.Mengontrol “Bagaimana perasaan
halusinasinya halusinasi Tn.B setelah melakukan
dengan kegiatan harian? Apakah
melakukan halusinasinya berkurang?”
kegiatan harian. Berikan Pujian.
TUM Setelah 1. Diskusikan dengan klien
Klien tidak dilakukan 2 x 20 tentang jenis obat yang
mencederai menit interaksi diminum (nama, warna
diri, orang diharapkan klien dan besarnya) waktu
lain, dan dapat minum obat, dosis dancara
lingkungan mengontrol pemakaian obatnya.
halusinasi 2. Diskusikan dengan klien
TUK dengan K.H : tentang manfaat minum
Klien dapat obat secara teratur :
mengontrol 1.Mengontrol a. Beda perasaan sebelum
halusinasinya halusinasi dan sesudah minum
dengan minum obat.
obat secara b. Jelaskan bahwa dosis
teratur. hanya boleh diubah
oleh dokter.
c. Jelaskan tentang akibat
minum obat tidak
teratur (penyakit
kambuh).
3. Diskusikan proses minum
obat klien.
4. Tanyakan kepada klien : “
Bagaimana perasaan Tn.B
dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan
marahnya berkurang?”.
TUM Setelah 1. Anjurkan klien untuk
Klien tidak dilakukan 2 x 20 mengikuti terapi aktivitas
mencederai menit interaksi kelompok,orientasi realita,
diri, orang diharapkan klien stimulasi persepsi.
lain, dan dapat
lingkungan mengontrol
halusinasi
TUK dengan K.H :
Klien dapat
mengontrol 1.Mengikuti
halusinasinya TAK.
TUM Setelah 1. Diskusikan pentingnya
Klien tidak dilakukan 2 x 20 peran serta keluarga
mencederai menit interaksi sebagai pendukung klien
diri, orang diharapkan untuk mengatasi
lain, dan keluarga dapat halusinasi.
lingkungan memberi 2. Jelaskan pengertian,
dukungan tanda-tanda, akibat dan
TUK kepada klien cara merawat klien
Klien dalam halusinasi yang dapat
mendapat mengontrol dilakukan oleh keluarga.
dukungan halusinasi 3. Peragakan cara merawat
keluarga dengan K.H : klien halusinasi.
untuk 4. Beri kesempatan keluarga
mengontrol 1.Keluarga dapat untuk memperagakan
halusinasinya menyebutkan ulang, Beri Pujian.
pengertian, 5. Tanyakan perasaan
tanda-tanda dan keluarga setelah mencoba
tindakan untuk cara yang dilatihkan.
mengontrol
halusinasi.
6. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah
dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan mandiri maupun
kolaboratif (Damaiyanti, 2014).
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudahdirencanakan perawat
perlu menvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien pada saat ini (here and now) dan sebelumnya harus dilakukan
kontrak dengan klien.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dalam proses keperawatan. Penilaian
terakhir pada proses keperawatan yang ditetapkan, penetapan keberhasilan asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang sudah
ditetapkan, yaitu terjadi adaptasi pada individu (Nursalam, 2016).
Evaluasi respon umum adaptasi pasien dilakukan setiap akhir tindakan penelitian.
Pada pasien halusinasi yang membahayakan diri, orang lain dan lingkungan evaluasi
meliputi respon perilaku dan emosi lebih terkendali yang pasien sudah tidak
mengamuk lagi, bicara dan tertawa sendiri, sikap curiga, perasaan cemas berat, serta
pasien mempercayai perawatnya, pasien dapat mengontrol halusinasi. Sehingga,
presepsi pasien membaik, pasien dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
(Yusuf, 2015).
Menurut Keliat (2014), evaluasi terhadap masalah keperawatan halusinasi
meliputi kemampuan pasien dan keluarganya serta kemampuan keluarga dalam
merawat pasien halusinasi. Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah sebagai berikut
(Trimelia, 2011):
(1) Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi,
waktu dan frekuensi munculnya halusinasi.
(2) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi
muncul.
(3) Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan empat cara
baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap,
melaksanakan aktivitas terjadwal dan patuh minum obat.
(4) Apakah keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara- cara merawat
pasien halusinasi.
(5) Apakah keluarga dapat merawat pasien langsung dihadapan pasien.
(6) Apakah keluarga dapat membuat perencanaan follow up dan rujukan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar
Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr. AminogondohutomoSemarang.
http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 17 Januari 2017 pukul 13.51
WIB.

Bagyono, Tuntas. 2013. Kunci Praktis Untuk Metodelogi Penelitian Kesehatan Promotif-
Preventif. Yogyakarta: Ombak.

Budiman. 2013. Penelitian Kesehatan. Bandung: PT Refika Aditama.

Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Progam Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota
Padang.

Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Halawa, Aristina. 2015. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien
Skizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya.
http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 18 Januari 2017 pukul 13.04
WIB.

Herdman, T. Heather. 2017. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Defenisi &


Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Yosep, Iyus. 2016.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Asuhan Keperawatan Pada Tn. N dengan Gangguan Halusinasi Pendengaran

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien

Nama : Tn. N

Alamat : Jl. Dr. Susilo Raya No. 20 RT.1/RW.3, Grogol, Petamburan, Jakarta
Barat

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Status Perkawinan : Belum menikah

Tanggal MRS : 20 Juli 2021

Tanggal Pengkajian : 8 September 2021

Dx. Medis : Skizofrenia Paranoid

2. Keluhan Utama
Keluarga klien mengatakan 2 minggu sebelum masuk RSJ, klien sering tertawa sendiri
dan menurut klien ada suara laki-laki yang mengajaknya berbicara. Selama dirumah klien
suka menyapu halaman terus-menerus dan pernah tidak mengenakan pakaian apapun saat
berjalan ke depan rumah.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Selama dirawat di ruang Elang 2 RSJ Soeharto Heerdjan, klien masih sering mendengar
suara-suara bisikan atau suara tanpa wujud. Klien sering tertawa sendiri saat diajak
berbincang-bincang, maupun saat melakukan kegiatan. Klien banyak diam dan sulit makan
karena asik dengan halusinasinya.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan dirawat di RSJ
Provinsi Jawa Tengah. Dan pada bulan September 2019, klien juga pernah dirawat di
Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan. Keluarga klien mengatakan klien tidak rutin
minum obat bahkan pernah putus obat karena keluarga tidak tahu jika obat untuk
gangguan jiwa tidak boleh putus.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien memiliki anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.

6. Pemeriksaan Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
didapatkan hasil TD : 110/70 mmHg, N : 78 x/menit, S : 36,5 oC, RR : 16 x/menit. Klien
memiliki tinggi badan 170 cm dan berat badan 60 kg.
7. Psikososial
a. Genogram

X X

Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, klien memiliki 1 adik. Ayah klien sudah
meninggal saat klien duduk di bangku SD (Sekolah Dasar), dan Ibu klien saat ini sedang sakit.
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Anggota keluarga dengan gangguan jiwa

X : Keluarga yang sudah meninggal.

b. Konsep Diri
 Gambaran diri : Klien mengatakan menyukai semua anggota badannya.

 Identitas diri : Klien anak pertama dari dua bersaudara. Klien sebagai
kepala keluarga pengganti Ayahnya.

 Peran diri : Klien lulusan SMA dan pernah kuliah selama 1 semester,
Pernah bekerja sebagai OB.

 Ideal diri : Klien ingin cepat sembuh dan berharap dapat segera
bekerja untuk membantu ibunya yang sakit.

 Harga diri : Klien merasa tidak dihargai dan merasa tidak dapat
bertanggung jawab terhadap keluarganya.

Masalah keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


c. Hubungan Sosial
 Orang yang berarti : orang yang berarti dalam kehidupan klien adalah Ibunya.

 Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Klien mengatakan tidak aktif


dalam kegiatan baik dirumah maupun saat kuliah.

 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien memiliki masalah terhadap
lingkungannya dimana klien merasa keluarganya menganggapnya negatif karna
klien mengalami gangguan jiwa.

d. Status Mental

 Penampilan

Penjelasan : Klien berpenampilan tidak rapi, baju tidak dikancing

 Pembicaraan

Penjelasan : Klien masih dapat menjawab pertanyaan perawat dengan lambat dan
inkoheren, sering berbicara sambil tertawa sendiri.
 Aktivitas Motorik

Penjelasan : Klien memiliki emosi yang sedih.

 Suasana perasaan

Penjelasan : Klien sering merasa sedih dan kecewa, suka diam dan menyendiri
Masalah keperawatan : Isolasi social
 Interaksi selama wawancara
Penjelasan : Klien tidak kooperatif, kontak mata tidak dapat dipertahankan,
sedikit bicara, tidak fokus saat diajak bicara, dan klien tidak dapat menceritakan
suatu kejadian dengan alasan lupa.

 Persepsi

Penjelasan : Klien mengatakan sering mendengar suara – suara bisikan atau suara
tanpa wujud, terkadang suara yang didengar hanya suara dengung.
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
 Proses Pikir
Penjelasan : klien kurang mampu menjawab apa yang ditanya oleh lawan bicara.
 Isi pikir
Penjelasan : Klien kurang dapat mengontrol isi pikirnya karna klien berpikiran
negatif terhadap keluarganya.

 Memori

Penjelasan : Klien kurang mampu mengingat kejadian dimasa lalu dan dia tidak
mampu mengingat nama teman-temannya.
 Tingkat kesadaran
Penjelasan : Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali
waktu,orang dan tempat.

8. Mekanisme Koping
Klien memiliki mekanisme koping yang maladaptif yaitu klien tidak dapat berbicara
dengan baik dengan orang lain dan kurang kooperatif.

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan tidak memiliki masalah dukungan kelompok, tidak aktif mengikuti
kegiatan dilingkungan rumah maupun diluar rumah.

10. Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Klien tidak mengetahui tentang pengobatan pada gangguan jiwa.

B. ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah keperawatan
1. DS: Gangguan Persepsi
- Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering Sensori : Halusinasi
tertawa sendiri Pendengaran
- Klien sering mendengarkan suara – suara laki-
laki yang mengajaknya berbicara, suara
bisikan, suara dengung
- Klien mengatakan suara – suara tersebut
muncul kapan saja dan dimana saja
- Klien mengatakan sering mendengar suara itu
- Klien hanya diam dan mendengarkan jika
suara itu muncul
DO:
- Klien sering berbicara dan tertawa sendiri

- Klien tampak tidak fokus saat diajak bicara


kadang melamun sambil tertawa sendiri
2. DS: Isolasi Sosial: Menarik
- Klien mengatakan bahwa klien lebih senang Diri
untuk menyendiri.
- Klien mengatakan bahwa klien tidak aktif
dalam kegiatan baik dirumah maupun saat
kuliah.
- Klien mengatakan memiliki masalah
dengan lingkungannya dimana klien merasa
keluarganya menganggap negatif karna klien
memiliki gangguan jiwa.

DO:
- Tampak menyendiri dalam ruangan dan
kurang mampu berinteraksi dengan baik
- Klien tampak melamun dan susah untuk
berkomunikasi
- Klien kurang mampu untuk mengekpresikan
perasaan kesedihan dan kontak mata tidak
tetap
3 DS : Gangguan Konsep Diri :
- Klien mengatakan merasa tidak dihargai dan Harga Diri Rendah
merasa tidak dapat bertanggung jawab
terhadap keluarga.
DO :
- Klien tampak murung
- Lebih banyak diam
C. Masalah Keperawatan
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
Isolasi Sosial : Menarik Diri

D. Pathway

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri

E. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Gangguan Persepsi Setelah dilakukan interaksi - Identifikasi isi,


Sensori : Halusinasi selama 1x30 menit, klien frekuensi, waktu
Pendengaran dapat mengatasi gangguan terjadi, situasi
persepsi sensori: halusinasi pencetus, perasaan
pendengaran dengan kriteria daan respon
hasil: halusinasi.
1. Klien dapat - Bina hubungan saling
mengungkapkan perasaanya percaya dengan klien
secara verbal. - Kontrol halusinasi
2. Klien dapat membedakan dengan menghardik.
hal yang nyata dan tidak - Kontrol halusinasi
nyata. dengan minum obat
3. Klien dapat menyebutkan secara teratur.
tindakan yang biasa - Kontrol halusinasi
dilakukan bila sedang dengan bercakap-
berhalusinasi. cakap dengan orang
4. Klien dapat minum obat lain.
secara teratur sesuai aturan - Kontrol halusinasi
dan indikasi. dengan melakukan
kegiatan terjadwal

2 Isolasi Sosial: Menarik Setelah dilakukan interaksi 1. Jelaskan


Diri selama 1x30 menit, keuntungan dan
diharapkan klien tidak kerugian mempunyai
menarik diri dengan kriteria banyak teman atau
hasil: relasi dan kerugian
1. Klien dapat menerima mempunyai teman
kehadiran perawat. 2. Latih klien
2. Klien dapat menyebutkan berkenalan dengan 2
penyebab menarik diri orang atau lebih
3. Klien dapat menyebutkan 3. Latih klien
cara berhubungan dengan bercakap-cakap
orang lain yaitu membalas dengan merespon
sapaan, menatap mata lawan bicara
4. Klien dapat memelihara 4. Latih klien
hubungan dengan keluarga melakukan kegiatan
harian
5. Latih klien
berbicara secara social
F. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Rabu, 8 Gangguan Persepsi - Mengidentifikasi isi, S :
September Sensori : Halusinasi frekuensi, waktu terjadi, - Klien mengatakan
2021 Pendengaran situasi pencetus, perasaan mendengar suara-
Jam 14.00 daan respon halusinasi. suara bisikan tanpa
Wib - Membina hubungan saling wujud
percaya dengan klien - Klien berbicara dan
- Mengontrol halusinasi tertawa sendiri.
dengan menghardik. O:
- Mengontrol halusinasi Klien mampu
dengan minum obat secara menghardik
teratur. halusinasinya dengan
- Mengontrol halusinasi motivasi perawat.
dengan bercakap-cakap Klien berbicara
dengan orang lain. dengan lambat
- Mengontrol halusinasi Klien mau diajak
dengan melakukan kegiatan ngobrol.
terjadwal A : Masalah halusinasi
pendengaran teratasi
Sebagian.
P: Lanjutkan
Intervensi
- Mengenal halusinasi
2x/hari
- Latihan cara
menghardik halusinasi
secara bertahap
- Minum obat 2x/hari
Rabu, 8 Isolasi Sosial : - Menjelaskan keuntungan S:
September Menarik Diri dan kerugian mempunyai Klien membalas
2021 banyak teman atau relasi sapaan perawat
Jam 15.00 - Melatih klien berkenalan Klien mau
Wib dengan 2 orang atau lebih menyebutkan nama
- Melatih klien bercakap- dan nama panggilan
cakap dengan merespon O:
lawan bicara Klien tampak
- Melatih klien melakukan melamun dan
kegiatan harian menyendiri
Melatih klien berbicara Klien kurang
secara sosial kooperatif dalam
merespon lawan bicara
Kontak mata tidak
dipertahankan
A: Masalah isolasi
sosial: menarik diri
belum teratasi
P: Lanjutkan
intervensi
Melatih klien dalam
berkenalan dengan
orang lain
Melatih klien dalam
berbicara secara sosial
DAFTAR PUSTAKA

Aji, W. M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa Halusinasi


Dengar Dalam Mengontrol Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/n9dgs

Avidha, M., & Fitriani, D. R. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Jiwa pada
Klien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi dengan Intervensi Inovasi Terapi
Penerimaan dan Komitmen (Acceptance And Comitment Therapy) Terhadap
Tanda dan Gejala Halusinasi di Ruang Punai RSUD Atma Husada Mahakam
Samarinda. https://dspace.umkt.ac.id//handle/463.2017/201

Damaiyanti &Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.


Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ellina, A. (2012). Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sessi
1-3 Terhadap Kemampuan Mengendalikan Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia
Hebefrenik. Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(1), 56-62. Retrieved from
https://sjik.org/index.php/sjik/article/view/22

Fadhillah H. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP, PPNI
http://repo.unikadelasalle.ac.id/index.php?p=show_detail&id=12909

Fadli, S. M., & Mitra, M. (2013). Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga serta
Frekuensi Kekambuhan Penderita Skizofrenia. Kesmas: National Public
Health Journal, 7(10), 466-470. doi:
http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v7i10.6

Fitri, N. Y. (2019). Pengaruh Terapi Okupasi terhadap Gejala Halusinasi Pendengaran


Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Rawat Inap di Yayasan Aulia Rahma
Kemiling Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, 7(1),
33-40. https://doi.org/10.47218/jkpbl.v7i1.58

Hafizudiin. “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.a Dengan Masalah


Halusinasi Pendengaran.” OSF Preprints, 15 Mar. 2021. Web.
10.31219/osf.io/9xn25

Keliat B, dkk. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Nyumirah, S. (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan
perilaku) melalui penerapan terapi perilaku kognitif di rsj
dr amino gondohutomo

Anda mungkin juga menyukai