Anda di halaman 1dari 12

2.1.

2 Mutasi Virus
Virus AI memiliki tingkat laju kesalahan yang tinggi ketika terjadi transkripsi
genom karena rendahnya ketepatan RNA polimerase. 131 Virus influenza dapat
mengalami mutasi titik (antigenic drift) pada protein permukaan atau mengalami
reassortant dengan segmen virus yang berbeda pada satu sel yang menyebabkan
terbentuknya strain virus baru dengan HA (dan NA) yang tidak pernah terlihat
sebelumnya (antigenic shift).
Terdapat tiga karakter utama yang berkontribusi besar terhadap evolusi dari
virus ini, yaitu populasi inang yang besar, waktu replikasi yang singkat dan laju mutasi
yang tinggi.132 Integritas nukleotida yang salah sering terjadi selama proses replikasi
virus dengan laju kesalahan 10-3-10-4 yang menghasilkan tingkat mutasi yang tinggi.132
Siklus replikasi virus secara sempurna di dalam sel inang hanya membutuhkan
beberapa jam dan menghasilkan ribuan virus, sedangkan RNA Polimerase tidak
memiliki fungsi proofreading sehingga kesalahan virus RNA dapat mencapai 1000x dari
virus DNA.133 Mutasi yang berasal dari dua jenis variasi antigenik terjadi pada virus
influenza tipe A, yaitu antigenic drift dan antigenic shift.134 Variabilitas genetik yang
tinggi dari virus ini adalah hasil dari kapasitas mutagenik dan potensinya untuk bertukar
segmen genetik ketika dua atau lebih virus menginfeksi sel yang sama. Keduanya, baik
antigenic shift dan drift merupakan strategi yang sangat penting untuk virus influenza
mengalami evolusi dan transmisi serta menyebabkan infeksi pada manusia.129 Antigenic
shift dan drift merupakan tantangan bagi perkembangan vaksin serta obat antiviral.135

1. Antigenic Drift
Terdapat dua macam variasi antigenik yang dihasilkan oleh virus influenza yaitu
antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift menyebabkan perubahan nukleotida
dalam gen yang mengkode antigenik site dari HA dan NA.136 Antigenic drift dapat terjadi
baik pada virus influenza A maupun influenza B meskipun bentuk evolusinya sangat
tergantung dari strain virus.137 Antigenic drift melibatkan perubahan secara bertahap
pada antigen permukaan virus influenza yang membuat virus terhindar dari antibodi
inang.133 Antigenic drift dapat terjadi ketika genom mengalami replikasi.138 Jika
determinan antigenik membran glikoprotein HA/NA atau keduanya terpengaruh oleh
sistem imun secara terus menerus, proses tersebut dapat memicu terjadinya antigenic
drift.138
Antigenic drift rata-rata terjadi setiap 2-8 tahun akibat respon dari tekanan
seleksi sistem imun inang melalui proses yang tenang (tidak disadari), termasuk mutasi
titik dalam situs pengikat antibodi pada protein permukaan virus.137 Protein HA adalah
protein permukaan virus yang bertanggungjawab terhadap masuknya virus ke dalam sel
inang dan merupakan stimulus utama yang dikenali oleh sel imun inang.139 Berkaitan
dengan fungsinya yang krusial dalam pengenalan reseptor dan penempelan, HA
dianggap sebagai penentu utama dari variasi jenis inang. Mutasi pada protein HA
mampu mengubah preferensi ikatan reseptor yang memungkinkan virus H5N1 pada
unggas dapat ditransmisikan antar mamalia.132 Antigenic drift pada protein HA dapat
diamati pada virus HPAI H5N1 pada unggas di Mesir pada tahun 2008.140 Mutasi
dianggap penting untuk adaptasi pada lingkungan baru, terhindar dari tekanan sistem
imun serta resisten terhadap obat antiviral.141 Subtitusi tunggal asam amino dapat
mengubah spesifisitas reseptor virus H5N1 secara signifikan dan memberi kemampuan
virus dalam pengikatan reseptor secara optimal.142
Antigenic drift menyebabkan epidemi yang berkaitan dengan perubahan minor
protein HA atau NA.143 Laju mutasi dan variabilitas struktur protein permukaan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan gen yang mengkode protein dan tidak terpapar oleh sel
imun (NSP). Sedikit perubahan struktur yang terjadi pada protein-protein permukaan
membuat perlindungan sistem imun inang tidak lagi efektif melawan virus. Sebagai
konsekuensinya sistem imun tidak akan mampu untuk mengidentifikasi variasi virus
baru dan bentuk pengenalan Ag-Ab tidak akan berfungsi lagi.144 Subtitusi asam amino
yang terjadi pada protein HA dapat berpengaruh pada reseptor dari virus influenza,
perubahan antigenik dan transisi cluster.132,135 Akumulasi perubahan asam amino pada
protein HA dikatakan mengalami antigenic drift apabila terdapat perubahan dari satu
bentuk yang semula dikenali oleh antibodi inang menjadi bentuk yang kurang dikenali
oleh antibodi inang. Hal tersebut menjadikan strain virus yang dihasilkan memiliki
kemampuan lebih baik dalam bertahan dan menyebar akibat konsentrasi antibodi
spesifik populasi yang rendah serta menyebabkan strain virus baru hasil antigenic drift
mampu menimbulkan epidemi.143 Jika dikaitkan dengan vaksinasi, antigenic drift
menyebabkan penurunan efikasi vaksin karena lebih berhasil menginfeksi inang baik
yang sebelumnya telah divaksinasi maupun inang yang belum divaksin.139
Di Indonesia, virus avian influenza subtipe H5N1 yang mengalami antigenic drift
mulai terdeteksi pada tahun 2004 dengan mutasi yang terjadi pada epitop A dan B.
Contoh mutasi antigenic drift pada virus avian influenza H5N1 periode 2004-2006
adalah virus A/Ck/West Java/Pwt-Wij/2006 dan A/Ck/West Java/Smi-Pat/06. Beberapa
virus tahun 2006 menunjukkan adanya multiple basic asam amino dengan subtitusi
asam amino arginin (R) menjadi serin (S) pada posisi-6 (HA1) pada daerah cleavage
site gen HA.15
Sepanjang tahun 2010 sebagian besar virus AI subtipe H5N1 yang diisolasi
menunjukkan mutasi yang serupa dengan virus genetic drift 2006 yaitu A/Ck/West
Java/Pwt-Wij/2006. Virus-virus tersebut memiliki substitusi 18-19 asam amino pada aras
protein HA. Pemetaan genetika virus AI subtipe H5N1 tahun 2010 memperlihatkan
bahwa penyebaran virus genetic drift telah meluas karena telah ditemukan di Pulau
Sumatera, Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur. Menyebarnya virus genetic drift
tersebut belum diketahui secara pasti, kemungkinan terjadi akibat tekanan vaksinasi
atau telah meluasnya penggunaan vaksin yang menggunakan seed vaksin A/West
Java/ Pwt-Wij/2006.145
Mutasi R292K pada protein NA strain virus H7N9 terjadi pada pasien setelah
pemberian terapi obat di China pada tahun 2013. 132 Subtitusi diketahui menyebabkan
peningkatan resistensi terhadap oseltamivir yang merupakan obat anti-influenza yang
sering digunakan. Antigenic drift adalah alasan utama terbentuknya variasi virus baru
yang menyebabkan wabah influenza tahunan pada manusia dan membuat adanya
revaksinasi berulang dengan strain virus yang telah teradaptasi. Meskipun perubahan
tersebut tidak menyebabkan pandemi, antigenic drift yang melampaui waktu tertentu
dapat membuat strain virus baru sangat berbeda dengan virus pandemi asli.132 Delesi
sekuens dan glikosilasi pada NA dapat mempengaruhi patogenitas dan transmisi virus.
Beberapa mutasi pada situs aktif enzim NA dapat menyebabkan timbulnya resistensi
obat antiviral seperti oseltamivir dan zanamivir yang memiliki target pada protein NA.135
Mutasi pada M2 juga menyebabkan resistensi obat antiviral yang memiliki target
pada M2 seperti adamantane. Beberapa dekade sebelumnya, lebih dari 95% resistensi
obat antiviral terjadi akibat 3 mutasi pada protein M2 yaitu pada L26F,V27A dan
S31N.135
Identifikasi mutasi lainnya adalah pada sebuah posisi asam amino protein PA
dari komplek RNA polimerase virus influenza A yang dibutuhkan untuk aktivitas
endonuklease.146 Mutasi dari histidine menjadi alanin pada asam amino posisi ke 510
menghasilkan hambatan aktivitas transkripsi polimerase kompleks secara in vivo.
Adanya mutasi pada protein PA menyebabkan peningkatan patogenitas, virulensi dan
adaptasi virus. Sedangkan mutasi pada 522S protein PA mampu memperluas
penularan antar spesies (species barrier).135
Terjadinya mutasi (mutation site) pada protein-protein virus influenza dapat
terjadi di beberapa lokasi. Mutasi pada protein HA dapat terjadi pada situs pengikatan
reseptor, glikosilasi dan proteolitik cleavage. Lokasi mutasi pada protein NA terjadi di
domain stalk yang mengalami delesi, di domain stalk yang mengalami glikosilasi, dan
permukaan active site. Mutasi pada potein M2 terjadi di amantadine-ressistant mutation
V27A, S31N dan L26F. Mutasi pada protein NP terjadi di NP-309K dan 50G
temperature sensitive mutation. Mutasi protein PB1 terjadi pada PB1-105S. Mutasi pada
protein PB2 terjadi pada PB2-627k, 701N dan 591K. Mutasi pada protein PA terjadi di
PA 552S, 224P dan 383D dan protein NS1 terjadi pada NS1-S42P, D92E, V149A NS 1-
103L dan 106I. Mutasi pada proteolitik cleavage protein HA mampu mempengaruhi
patogenitas virus influenza, seperti virus LPAI H5 dan H7 yang dapat berevolusi
menjadi HPAI H5 dan H7 dengan mutasi insersi asam amino polibasik di situs cleavage
protein HA.134 (From variation)
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kejadian antigenic drift antara lain
penurunan imunitas yang menyebabkan penyakit menyebar lebih luas dan lebih parah
serta perlunya pengembangan vaksin lebih lanjut. Disamping mutasi, variabilitas musim
juga dianggap berpengaruh dalam efektivitas vaksin.137,147 Virus mutasi ini akan

diteruskan ke generasi berikutnya sehingga dapat terdistribusi lebih luas.132

2. Antigenic Shift
Perubahan genetik yang lebih besar terjadi ketika dua strain virus influenza
melakukan pertukaran segmen genom melalui mekanisme reassortment. Kejadian
136
tersebut menghasilkan antigenic shift ketika melibatkan gen HA dan NA Antigenic
shift menghasilkan virus baru dengan antigen HA atau NA yang berbeda, hal tersebut
bisa diperoleh dengan mutasi dan genetic reassortment.148 Proses pembentukan virus
subtipe baru dapat terjadi dengan perolehan protein HA dan protein NA dari subtipe
yang berbeda.149 Antigenic shift hanya dapat terjadi di bawah kondisi tertentu, relatif
jarang terjadi dan dianggap sebagai penyebab kejadian pandemi.137-138 Sejarah
terjadinya antigenic shift diprediksi terjadi setiap 3 kali dalam 100 tahun, hal ini sejalan
dengan ditemukannya kasus pandemik avian influenza pada manusia pada abad ke-20,
yakni pandemi tahun 1918, 1957 dan 1968.137
Ada tiga mekanisme yang berkaitan dengan antigenic shift dan terbentuknya
strain virus influenza pandemi yaitu (1) genetic reassortment yang terjadi diantara strain
virus unggas dan disertai dengan sirkulasi strain virus manusia. Meskipun genetic
reassortment juga terjadi pada antigenic drift, namun proses tersebut umumnya lebih
bertanggungjawab atas kejadian antigenic shift.137 (2) Pemindahan secara langsung
virus unggas/mamalia ke manusia dan (3) recycling virus yang telah ada sebelumnya.143
Terjadinya virus AI baru pada manusia, babi, unggas dan spesies lain lebih
dihubungkan dengan kejadian atau proses reassortment dari dua atau lebih strain
virus.150
Pandemi influenza yang terjadi pada tahun 1957 (H2N2) dan 1968 (H3N2)
adalah hasil dari kejadian reassortment yang menghasilkan antigenic shift. Genetic
reassortment sangat penting dalam evolusi virus A/H3N2 sehingga perlu adanya
analisis komprehensif dari virus influenza.137 Kejadian pandemi pada tahun 1968 (H3N2)
berbeda dengan kejadian pandemi yang terjadi pada tahun 1957 (H2N2). Perbedaan ini
terletak pada subtitusi protein PB1 dan HA dengan gen yang hampir pasti berasal dari
unggas, hal ini mengarahkan ke pernyataan bahwa antigenic shift adalah hasil dari
kejadian reassortment.151
Virus yang mengalami antigenic shift tetap rentan terhadap kejadian antigenic
drift yang biasa terjadi pada virus influenza lainnya. Carrat dan Flahault (2007)
menyatakan bahwa virus influenza yang bersirkulasi saat ini adalah virus yang berasal
137
dari hasil variasi antigenic drift strain influenza pandemi sebelumnya. Hal ini
memungkinkan jika virus influenza yang sangat patogen mengalami antigenic drift
kemungkinan dapat ditransmisikan antar manusia dan menyebabkan pandemi pada
manusia di seluruh dunia.137 Fenomena antigenic shift lebih sering tampak pada unggas
air, khususnya itik. Meskipun unggas air jarang menunjukkan gejala klinis setelah terjadi
infeksi, namun virus akan dikeluarkan lewat feses untuk beberapa bulan lamanya.138

3. Mekanisme Reassortment dalam antigenic shift


Mekanisme pembentukan strain virus baru dari kombinasi dua segmen virus AI
yang berbeda disebut sebagai reassortment.152 Hal ini dapat terjadi jika dua strain yang
berbeda menginfeksi sel sama/ko-infeksi. (Steel and Lowen, 2014). Struktur dari genom
virus dapat saling bertukar diantara delapan segmen RNA ketika terjadi koinfeksi virus
pada sebuah sel,153 sedangkan menurut Shao et al (2017) reassortment terjadi jika
genom virus influenza saling bertukar segmen RNA diantara virus influenza yang
berbeda secara genotip sehingga menghasilkan strain/subtipe baru. Dengan adanya
infeksi ganda pada sebuah sel dengan dua virus influenza yang berbeda, sebanyak 16
segmen RNA dapat mengalami reassortment dan mampu menghasilkan maksimal 254
individu baru hasil reassortment dengan perbedaan dalam karakter biologis. 154
Reassortment dapat terjadi ketika proses perakitan virus dimana kesalahan dalam
kombinasi segmen terjadi karena sistem tidak dapat membedakan segmen RNA mana
berasal dari subtipe dari virus yang mana. Reassortant virus dihasilkan dari subtipe
virus yang berbeda dan dapat menghasilkan virus baru yang mampu menghindari
pengenalan dari sistem imun inang. Hal ini menyebabkan transmisi dapat terjadi secara
efisien dan virus baru memiliki kemampuan dalam menyebabkan pandemi.153
Reassortment adalah strategi variasi antigenik yang diketahui berperan penting
dalam epidemiologi virus influenza.152 Reassortment pada protein NS1 virus influenza
dapat mengubah respon inang dan virulensi virus tanpa didahului dengan adaptasi.155
Mutasi yang terjadi pada NS1 mampu meningkatkan patogenitas virus, sebagaimana
mutasi pada F103L dan M106I H5N1 isolat asal manusia dapat menyebabkan
peningkatan replikasi dan virulensi virus.135
Dasar dari mekanisme reassortment adalah segmentasi dari genom RNA virus
influenza A dan B menjadi 8 fragmen yang masing-masing mengkode untuk 1 atau 2
dari 10 protein virus. Pada sel yang mengalami koinfeksi dengan virus influenza A
dengan materi genetik yang berbeda maka kemungkinan akan terdapat pertukaran
segmen gen yang dapat menciptakan virus reassortant yang stabil.152 Proses
reassortment mungkin dikontrol oleh perbedaan sinyal tertentu dalam menginisiasi
packaging segmen RNA. Kondisi yang optimal untuk reassortment dan perubahan
segmen dapat dipengaruhi oleh strain virus150 namun belum diketahui secara pasti
faktor apa saja yang mengontrol terjadinya reassortment.136
Faktor penting yang membatasi perpindahan virus dari unggas air ke manusia
adalah rendahnya potensi virus asal unggas air untuk tumbuh di primata. Untuk
mengatasi keterbatasan tersebut, virus mampu menginfeksi inang antara seperti babi.
Babi diketahui bertindak sebagai inang antara karena peka terhadap virus unggas
maupun virus manusia. Hal tersebut karena babi memiliki reseptor virus asal unggas
dan manusia pada saluran pernapasannya.128 Oleh karena kepekaan babi terhadap
kedua jenis virus tersebut, maka genetic reassortment diantara virus manusia dan
unggas dapat terjadi ketika koinfeksi virus terjadi pada seekor babi.159 Babi disebut
sebagai “Mixing Vessels” karena mampu meningkatkan kemampuan replikasi virus
influenza asal unggas dan asal manusia.164
Manusia dapat terinfeksi virus AI tanpa adanya reseptor virus influenza spesifik.
Virus H7N9 dengan mutasi Q226 pada protein HA dapat mempertahankan spesifisitas
reseptor unggas, namun jika dikombinasikan dengan mutasi lain akan meningkatkan
spesifisitas reseptor manusia dan meningkatkan laju pengikatan reseptor untuk
manusia sehingga meningkatkan prevalensi penyakit pada manusia. Menurut penelitian
Gao et al 2013 dan Liu D et al 2013 sebanyak enam gen internal virus H7N9 berasal
dari strain H9N2 atau dari reassortment virus H9N2 yang terpisah. Gen NS diperoleh
dari strain H9N2 Jiangzu sedangkan gen M, NP, PA, PB1, dan PB2 berasal dari strain
H9N2 Zhejiang. Reassortment memungkinkan virus untuk mengubah arsitektur genetik
secara cepat sehingga dapat meningkatkan kapasitasnya untuk menginfeksi
161
manusia.
Reassortment tunggal pada protein NS virus HPAI subtipe H7 dengan segmen
NS yang berbeda subtipe dapat mengubah karakteristik replikasi dan respon sel inang
pada unggas.155 Meskipun tidak semua mutasi bermanfaat untuk replikasi virus,
hebatnya adalah virus influenza mampu menghadapi hambatan ini. Sebagai contoh,
virus H3N2 yang memiliki kemampuan replikasi yang rendah namun memiliki
kemampuan yang signifikan dalam meningkatkan pengikatannya pada reseptor.134
Reassortant NS pada HPAI bervariasi pada karakteristik pertumbuhan dan
155
kemampuannya dalam menetralkan respon imun dapatan inang. Mutasi pada PB2
dipengaruhi oleh keadaan tertentu. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan
aktivitas polimerase ketika terjadi subtitusi tunggal asam amino Q591K pada segmen
PB2 pada isolat H9N2 untuk bereplikasi di sel manusia, sedangkan pada segmen AK08
PB2 yang membawa mutasi Q591K tidak menimbulkan peningkatan aktivitas
polimerase ketika dikombinasikan dengan segmen PB1, PA, NP dari virus H3N2 yang
telah diadaptasikan pada manusia. 163 Mutasi PB2, 627K dan 701N baik sendiri maupun
disertai dengan NP dapat meningkatkan aktivitas polimerase pada virus AI sehingga
mampu meningkatkan replikasi, virulensi dan transmisi dari virus H5N1 dan H7N9.135 (zhu)
Di Indonesia, virus reassortant pertama kali dilaporkan pada tahun 2011. Virus
Pessel/BPPVRII/07 yang diisolasi pada ayam disekitar kasus H5N1 pada manusia ini
memiliki gen NS1 yang sama dengan virus H3N2 (HK/497/97 dan HK/498/97)
sedangkan gen NA, HA dan M masuk kedalam kluster yang sama dengan virus H5N1
asal manusia. Virus Pessel/BPPVRII/07 tersebut memiliki 8 asam amino yang sama
dengan virus Hong Kong H3N2 pada posisi 22, 70, 81, 114, 127, 207, 215 dan 227.
Virus Pessel/BPPVRII/07 memiliki motif influenza manusia yaitu motif RSEV pada
protein NS. 205
Virus reassortant antara HPAI dan LPAI kemudian berhasil dideteksi pada tahun
2012. Virus reassortant tersebut adalah A/muscovy duck/East Java/SB29/2012,
A/muscovy duck/East Java/LM47/2012 dan A/chicken/East Java/BP21/2012. Gen HA,
NA, PA, NP, dan M dari virus tersebut memiliki kesamaan dengan virus A H5N1,
sedangkan gen PB1, PB 2 dan NS1 berasal dari virus LPAI. Virus A/muscovy duck/East
Java/SB29/2012 memiliki kedekatan dengan A/goose/Eastern China/17/2010 (H6N6)
pada PB1, A/duck/Mongolia/47/2001 (H7N1) pada PB2 dan A/mallard
duck/Netherlands/08/2000 (H3N8) pada NS. Virus A/muscovy duck/East
Java/LM47/2012 memiliki kedekatan dengan A/goose/Eastern China/17/2010 (H6N6)
pada PB1, A/duck/Mongolia/47/2001 (H7N1) pada PB2 dan A/mallard
duck/Netherlands/08/2000 (H3N2) pada NS sedangan virus A/chicken/East
Java/BP21/2012 memiliki kedekatan dengan A/goose/Eastern China/17/2010 (H6N6)
pada PB1, A/duck/Mongolia/47/2001 (H7N1) pada PB2 dan A/mallard
duck/Netherlands/08/2000 (H3N2) pada NS. Gambar 2.1 menunjukkan virus
163
reassortant avian influenza asal Indonesia.
Gambar 2.1 Pohon filogenetika virus reassortant avian influenza HPAI subtipe H5N1
163
dengan LPAI (a), virus reassortant subtipe H3N8 (b)

4. Peran reassortant virus AI dalam pandemi


Sebagai virus influenza yang memiliki genom tersegmentasi, reassortment
merupakan hal penting dalam menghasilkan virus baru. Varian baru tersebut kemudian
memiliki kemampuan untuk terhindar dari sistem imun inang.138 Mekanisme pertukaran
materi genetik dalam reassortment antara strain virus AI belum sepenuhnya diketahui
dan masih belum jelas dimana letak terjadinya. Hal tersebut mungkin bisa terjadi di
nukleus ketika terjadi replikasi maupun ketika pengeluaran RNA dari nukleus ke
membran sel, di sitoplasma sel setelah pelepasan segmen progeni RNA, atau ketika
perakitan virion progeni.149
Terjadinya pandemi influenza adalah hasil dari banyaknya perubahan genetik
mayor virus AI. Modifikasi tersebut berkaitan dengan kesalahan mekanis ketika terjadi
replikasi RNA Polimerase virus, tekanan evolusi, lingkungan inang yang baru, tekanan
imun dan tekanan obat antiviral. Dua dari tiga pandemi influenza yang terjadi pada
manusia tahun 1957 (H2N2) dan 1968 (H3N2) serta pada tahun 2009 berkaitan dengan
reassortment diantara virus influenza A pada manusia dan spesies inang lain,132,159
sedangkan untuk virus 1918 dinyatakan bukan dari hasil reassortment tetapi mengarah
kepada avian-like virus yang melewati spesies barrier tanpa inang perantara dan
mampu menginfeksi serta teradaptasi pada manusia.148 Seleksi dari highly pathogenic
reassortant dapat terjadi dibawah kondisi alami seperti pada kasus influenza yang
menyebabkan kematian pada anjing laut tahun 1979 dan dianggap sebagai hasil
reassortant diantara 2 strain unggas.154
Pandemi influenza tahun 1918 disebabkan oleh subtipe H1N1 yang bermutasi
dari virus avian murni. Kejadian tersebut adalah kejadian terburuk sejauh ini, sebanyak
40 juta orang di seluruh dunia terbunuh, termasuk 675.000 orang di USA. Angka rata-
rata harapan hidup di USA menurun lebih dari 10 tahun. Pandemi tahun 1975
disebabkan oleh subtipe H2N2 yang merupakan hasil dari reassortment genetik virus
influenza unggas dan manusia. Kejadian tersebut menyebabkan kematian sebanyak
70.000 orang di USA. Pandemi tahun 1968 disebabkan oleh subtipe H3N2 yang
merupakan produk reassortment genetik dan telah menyebabkan kematian sebanyak
34.000 orang di USA.148 Virus pandemi Asia tahun 1957 dan Hong Kong 1968
merupakan virus reassortant yang berasal dari unggas dan manusia dengan protein
PB1 dan protein HA/NA diketahui berasal dari unggas.136,160 Virus influenza A H1N1 dan
H3N2 telah bersirkulasi dalam populasi manusia sejak kejadian pandemi tahun 1918
dan hal tersebut mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya genetik reassortment.
Protein HA, NA dan PB1 dari strain pandemi H2N2 tahun 1957, serta fragmen protein
HA dan PB1 dari strain pandemi H3N2 tahun 1968 adalah strain virus yang berasal dari
unggas, dan fragmen lain yang tersisa berasal langsung dari strain pandemi 1918. 132
Selama terjadi antigenic shift tahun 1968 hanya gen HA dari strain manusia yang
dirubah untuk menghasilkan reassortant pandemi H3N2.154
Sejak wabah pandemi virus influenza 1918, reassortment dari virus influenza
terjadi diantara virus unggas dan virus manusia. Adanya wabah H5N1 tahun 1997 dan
H1N1 pada tahun 2009 dihubungkan dengan adanya mutasi dan reassortment genom
virus AI yang mampu membentuk subtipe virus influenza baru dan menghasilkan
pandemi yang menyebar secara luas. Hal tersebut diperparah dengan rendahnya
sistem imun inang dalam menghadapi patogen.132 Strain pandemi dihasilkan dengan
cara reassortment diantara virus manusia yang sebelumnya bersirkulasi dan paling
tidak mengandung 1 virus asal hewan.159 Segmen gen novel untuk pandemi H2N2 dan
H3N2 tampaknya berasal dari inang unggas, tetapi sumber zoonosis dari pandemi 1918
masih belum diketahui. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebuah virus
reassortment baru akan memiliki kemampuan untuk bertransmisi antar manusia.160

cari literatur tentang wabah H1N1 2009.


Daftar Pustaka

131. Suarez DL. Evolution of avian influenza viruses. Vet. Microbiol. 74, 15–27 (2000).
132. Shao W, Li X, Goraya MU, Wang S & Chen JL. Evolution of influenza a virus by mutation and
re-assortment. International Journal of Molecular Sciences 18, (2017).
133. Freeman S & Herron JC. Evolutionary Analysis. European Cells and Materials 3rd, (2014).
134. Laver WG, Gerhard W, Webster RG, Frankel ME & Air GM. Antigenic drift in type A influenza
virus: peptide mapping and antigenic analysis of A/PR/8/34 (HON1) variants selected with
monoclonal antibodies. Proc Natl Acad Sci U S A 76, 1425–1429 (1979).
135. Zhu W, Wang C & Wang B. From Variation of Influenza Viral Proteins to Vaccine
Development. Int. J. Mol. Sci. 18, 1554 (2017).
136. Downie JC. Reassortment of influenza A virus genes linked to PB1 polymerase gene. Int.
Congr. Ser. 1263, 714–718 (2004).
137. Carrat F & Flahault A. Influenza vaccine: The challenge of antigenic drift. Vaccine 25, 6852–
6862 (2007).
138. Behrens G, Gottschalk R, Gurtler L, Harder TC, Hoffmann C, Kamps BS, Korsman S, Preiser
W, Reyes-Teran G, Stoll M, Werner O, Zyl GV. Avian Influenza report 2006. (2006).
139. Boni MF. Vaccination and antigenic drift in influenza. Vaccine 26, (2008).
140. Cattoli G, Milani A, Temperton N, Zecchin B, Buratin A, Molesti E, Aly MM, Arafa A, Capua I.
Antigenic Drift in H5N1 Avian Influenza Virus in Poultry Is Driven by Mutations in Major
Antigenic Sites of the Hemagglutinin Molecule Analogous to Those for Human Influenza
Virus. J. Virol. 85, 8718–8724 (2011).
141. Mehle A, Dugan VG, Taubenberger JK & Doudna JA. Reassortment and Mutation of the
Avian Influenza Virus Polymerase PA Subunit Overcome Species Barriers. J. Virol. 86, 1750–
1757 (2012).
142. Gambaryan A, Tuzikov A, Pazynina G, Bovin N, Balish A, Klimov A. Evolution of the receptor
binding phenotype of influenza A (H5) viruses. Virology 344, 432–438 (2006).
143. Rao BL. Epidemiology and control of influenza. Natl. Med. J. India 16, 143–9 (2003).
144. Fitch WM, Leiter JM, Li XQ & Palese P. Positive Darwinian evolution in human influenza A
viruses. Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 88, 4270–4274 (1991).
145. Dharmayanti NLPI, Ratnawati A, Hewajuli DA dan Indriani R. 2012. Sirkulasi virus Avian
influenza H5N1 Tahun 2010: Virus genetic drift mirip A/Ck/West Java/Pwt-Wij/2006
ditemukan di beberapa kabupaten di Sumatra dan Jawa. J Biol Indon. 8. 1. : 103-119
146. Fodor E, Crow M, Mingay LJ, Deng T, Sharps J, Fechter P, Brownlee GG. A Single Amino
Acid Mutation in the PA Subunit of the Influenza Virus RNA Polymerase Inhibits
Endonucleolytic Cleavage of Capped RNAs. J. Virol. 76, 8989–9001 (2002).
147. Bragstad K, Nielsen LP & Fomsgaard A. The evolution of human influenza a viruses from
1999 to 2006: A complete genome study. Virol. J. 5, (2008).
148. Skeik N & Jabr FI. Influenza viruses and the evolution of avian influenza virus H5N1. Int. J.
Infect. Dis. 12, 233–238 (2008).
149. Chen J & Deng YM. Influenza virus antigenic variation, host antibody production and new
approach to control epidemics. Virol. J. 6, 30 (2009).
150. Urbaniak K, Markowska-Daniel I, Kowalczyk A, Kwit K, Pomorska-Mól M, Frącek B, Pejsak Z.
Reassortment process after co-infection of pigs with avian H1N1 and swine H3N2 influenza
viruses. BMC Vet. Res. 13, (2017).
151. Fang R, Min JW, Huylebroeck D, Devos R & Fiers W. Complete structure of
A/duck/Ukraine/63 influenza hemagglutinin gene: Animal virus as progenitor of human H3
Hong Kong 1968 influenza hemagglutinin. Cell 25, 315–323 (1981).
152. De Jong JC, Rimmelzwaan GF, Fouchier RAM & Osterhaus ADME. Influenza virus: A master
of metamorphosis. Journal of Infection 40, 218–228 (2000).
153. Lu L, Lycett SJ & Leigh Brown AJ. Reassortment patterns of avian influenza virus internal
segments among different subtypes. BMC Evol. Biol. 14, (2014).
154. Scholtissek C. Molecular evolution of influenza viruses. Virus Genes 11, 209–15 (1995).
155. Petersen H, Wang Z, Lenz E, Pleschka S & Rautenschlein S. Reassortment of NS segments
modifies highly pathogenic avian influenza virus interaction with avian hosts and host cells. J
Virol 87, 5362–5371 (2013).
156. Fusaro A, Monne I, Cattoli G, De Nardi R, Salviato A, Moreno Martin A, Capua I, Terregino C.
Gene segment reassortment between Eurasian and American clades of avian influenza virus
in Italy. Arch. Virol. 155, 77–81 (2010).
157. Koehler AV, Pearce JM, Flint PL, Franson JC & Ip HS. Genetic evidence of intercontinental
movement of avian influenza in a migratory bird: The northern pintail (Anas acuta). Mol. Ecol.
17, 4754–4762 (2008).
158. Hewajuli DA dan Dharmayanti NLPI. Genetic reassortment antara virus influenza (avian
influenza, human influenza dan swine influenza) pada babi. Wartazoa. 22 (4), 149-160
(2012).
159. Smith GJ, Vijaykrishna D, Bahl J, Lycett SJ, Worobey M, Pybus OG, Ma SK, Cheung CL,
Raghwani J, Bhatt S, Peiris JS, Guan Y, Rambaut A. Origins and evolutionary genomics of
the 2009 swine-origin H1N1 influenza a epidemic. Nature 459, 1122–1125 (2009).
160. Ma W, Lager KM, Vincent AL, Janke BH, Gramer MR, Richt JA. The role of swine in the
generation of novel influenza viruses. in Zoonoses and Public Health 56, 326–337 (2009).
161. Zhang L, Zhang Z & Weng Z. Rapid reassortment of internal genes in avian influenza
A(H7N9) virus. Clinical Infectious Diseases 57, 1059–1061 (2013).
162. Tan KX, Jacob SA, Chan KG & Lee LH. An overview of the characteristics of the novel avian
influenza A H7N9 virus in humans. Front. Microbiol. 6, 140 (2015).
163. Hussein ITM, Ma EJ, Hill NJ, Meixell BW, Lindberg M, Albrecht RA, Bahl J, Runstadler JA. A
point mutation in the polymerase protein PB2 allows a reassortant H9N2 influenza isolate of
wild-bird origin to replicate in human cells. Infect. Genet. Evol. 41, 279–288 (2016).
164. Dharmayanti NLPI, Thor SW, Zanders N, Hartwan R, Ratnawati A, Jang Y, Rodriguez M,
Suarez DL, Samaan G, Pudjiatmoko and Davis CT. Attenuation oh highly pathogenic avian
influenza A (H5N1) viruses in Indonesia following the reassortment and acquisition of genes
from low pathogenicity avian influenza A virus progenitors. Emerging microbes and infections
7,147 (2018) (tambahan)
164. Nidom CA, Takano R, Yamada S, Sakai-Tagawa Y, Daulay S, Aswadi D, Suzuki T, Suzuki Y,
Shinya K, Iwatsuki-Horimoto K, Muramoto Y, Kawaoka Y. Influenza a (H5N1) viruses from
pigs, Indonesia. Emerg. Infect. Dis. 16, 1515–1523 (2010).

Anda mungkin juga menyukai