Kemiskinan Moneter Dan Multidimensi Pada Penyandang Disabilitas Di Indonesia Tahun 2019
Kemiskinan Moneter Dan Multidimensi Pada Penyandang Disabilitas Di Indonesia Tahun 2019
Abstrak
Penyandang disabilitas adalah salah satu kelompok marginal yang rentan mengalami
kemiskinan. Berdasarkan pendekatan moneter, tingkat kemiskinan penyandang disabilitas di
Indonesia lebih tinggi dibandingkan nondisabilitas. Pendekatan moneter hanya mengukur
sedikit masalah kemiskinan, sehingga perlu menggunakan pendekatan multidimensi. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik serta mengidentifikasi
determinan kemiskinan moneter dan multidimensi penyandang disabilitas di Indonesia. Data
yang digunakan adalah Susenas kor 2019 dengan cakupan penyandang disabilitas usia 6-64
tahun. Variabel respon yang digunakan yaitu status miskin moneter dan status miskin
multidimensi, sedangkan variabel prediktor dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal.
Data dianalisis menggunakan regresi logistik biner bivariat. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hampir seluruh variabel memengaruhi status miskin moneter maupun miskin multidimensi.
Pendidikan penyandang disabilitas menghasilkan kecenderungan paling besar untuk
mengalami kemiskinan. Pemerintah harus menggalakkan dan merealisasikan wajib belajar bagi
penyandang disabilitas setidaknya wajib belajar 9 tahun untuk memenuhi hak pendidikan
mereka..
Abstract
People with disabilities are marginalized groups who are vulnerable to poor. Based on
monetary approach, poverty rate for people with disabilities in Indonesia is higher than
nondisabled. The monetary approach only measures a few poverty problems, so need to use a
multidimensional approach. Therefore, this study aims to identify determinants of monetary and
multidimensional poverty among people with disabilities in Indonesia. Data used is Susenas
Kor 2019 with the coverage is people with disabilities aged 6-64 years. The dependent variabel
used was monetary poor status and multidimensional poor status, while the independent
variabels consist internal and external factors. Data were analyzed using bivariate binary
logistic regression. Results show that almost all variabels affect the monetary and
multidimensional poor status. The education of people with disabilities has greatest tendency to
experience poverty. Government must realize compulsory education for people with disabilities
at least 9 years to fulfill their education.
.
Keywords— poverty, disability, bivariate binary logistic
1
ISSN: 1978-1520
1. PENDAHULUAN
30
25
20
15 Nondisabilitas
10 Disabilitas
5
0
Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5
- (miskin) - (kaya)
2
IJCCS ISSN: 1978-1520
logistik biner menunjukkan jenis disabilitas buta dan mengurus diri, disabilitas yang diderita
sejak lahir, modal sosial, ukuran rumah tangga, klasifikasi wilayah, penggunaan listrik, status
kepemilikan rumah status menikah dan lama sekolah KRT berpengaruh signifikan.
Penelitian Roncancio et al., (2020) bertujuan menganalisis kemiskinan multidimensi
penyandang disabilitas menggunakan data survey disabilitas di Kamerun tahun 2013, India
tahun 2014, dan Guatemala tahun 2016. Hasil analisis menunjukkan penyandang disabilitas
yang miskin multidimensi di ketiga negara paling terdeprivasi pada indikator akses perawatan
kesehatan, pencapaian sekolah dan pekerjaan.
Penelitian Kang (2014) bertujuan menganalisis kemiskinan penyandang disabilitas di
Korea Selatan menggunakan data survey disabilitas Korea Selatan tahun 2005. Berdasarkan
hasil analisis multilevel, variabel yang berpengaruh signifikan adalah jenis kelamin, usia,
pendidikan, status kesehatan, pekerjaan KRT, daerah tempat tinggal, jumlah ART, jenis
disabilitas, dan faktor diskriminasi pekerjaan.
2. METODOLOGI
Kemiskinan Moneter
Kemiskinan moneter dapat dilihat dari sisi pendapatan dan pengeluaran. Menurut Bank
Dunia (2015), seseorang dianggap miskin ketika memiliki penghasilan kurang dari standar
pendapatan tertentu. Adapun BPS mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan nonmakanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. BPS mengukur kemiskinan moneter menggunakan garis kemiskinan yang
diperoleh dari penjumlahan garis kemiskinan makanan dan nonmakanan. Seseorang dikatakan
miskin apabila memiliki pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
Kemiskinan Multidimensi
Konsep kemiskinan multidimensi berawal dari pertanyaan “who is poor” oleh Sen
(1976). Kemudian Sen menggagas pendekatan kapabilitas yang menekankan kondisi
kesejahteraan. Pendekatan ini terdiri atas dua konsep dasar yakni functioning dan capability.
Functioning adalah aktivitas yang berharga yang membentuk kesejahteraan seseorang seperti
keadaan sehat dan gizi cukup, keadaan aman, berpendidikan, pekerjaan yang layak,
mengunjungi orang lain, dan lain-lain. Sementara capability seseorang merujuk pada kombinasi
alternatif fungsi yang semuanya layak untuk mereka capai. Pendekatan ini lalu dikembangkan
oleh Alkire-Foster dalam penyusunan MPI (Multidimensional Poverty Index). Menurut Alkire
dan Santos (2011), MPI sangat fleksibel dan dapat digunakan dengan dimensi, indikator,
penimbang, dan cut off yang berbeda untuk menciptakan ukuran spesifik sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dialami.
3
ISSN: 1978-1520
disabilitas masih redah karena pertumbuhan setiap anak berbeda-beda, sementara fungsi tubuh
pada individu usia lebih dari 64 tahun cenderung telah berkurang karena pengaruh faktor usia.
Sumber data yang digunakan adalah Susenas kor 2019 dan diperoleh sebanyak 17.851 sampel
penelitian.
Variabel prediktor dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Sementara
variabel responnya yaitu status miskin moneter (Y1) dan status miskin multidimensi (Y2).
Rincian variabel penelitian terdapat pada Lampiran 1. Pengukuran status miskin moneter
menggunakan cut off garis kemiskinan provinsi menurut daerah perdesaan dan perkotaan.
Sementara penentuan status miskin multidimensi mengacu pada metode Alkire Foster. Berikut
langkah-langkah penentuan status miskin multidimensi :
1. Menentukan unit analisis.
Unit analisis penelitian ini adalah penyandang disabilitas usia 6-64 tahun.
2. Memilih dimensi dan indikator.
Penelitian ini menggunakan tiga dimensi dan 11 indikator yang mengadopsi dari Alkire &
Santos (2011), Igei (2017), dan Rincancio et al., (2020).
3. Menentukan cut off deprivasi indikator.
Jika cut off indikator dinotasikan zi, maka individu ke-i terdeprivasi jika capaiannya pada
indikator ke-i berada di bawah cut-off yaitu jika xi < zi.
4. Menentukan penimbang indikator ( .
Penelitian ini menggunakan equal weight pada dimensi maupun indikator. Rincian dimensi,
indikator, dan penimbang dapat dilihat pada Lampiran 2.
5. Menghitung skor deprivasi
Skor deprivasi dihitung menggunakan jumlah tertimbang, yang dirumuskan sebagai:
(1)
∑
Ii = 1 jika terdeprivasi pada indikator ke-i, dan Ii = 0 jika tidak.
6. Menentukan cut off kemiskinan multidimensi (k).
Cut off kemiskinan multidimensi ditetapkan sebesar 0,4 yang mengacu pada penelitian
Trani et al., (2015), Igei (2017), dan Rincancio et al., (2020).
7. Menentukan status miskin multidimensi.
Penyandang disabilitas ke-i mengalami miskin multidimensi apabila > k.
( (2)
( )
( ( ) (3)
( ( ( ( ) (4)
Di mana adalah model marginal Y1. adalah model marginal Y2. adalah model
transformasi odds rasio yaitu model interaksi antara Y1 dan Y2. Peluang pengamatan bivariat
( , ( , ( , dan
4
IJCCS ISSN: 1978-1520
[ ] ( (6)
Keterangan:
: Likelihood model yang diperoleh
: Likelihood model saturated
: Jumlah pengamatan, = jumlah parameter
Hipotesis diterima ketika nilai deviance lebih kecil dari ( yang artinya model
yang terbentuk sudah cocok.
4. Pengujian simultan untuk menggunakan Likelihood Ratio (LR) test.
Hipotesis:
̂ (8)
(̂
Hipotesis ditolak saat nilai atau yang menunjukkan
variabel prediktor berpengaruh signifikan terhadap variabel respon secara parsial.
6. Menentukan nilai odds rasio dengan mengeksponensialkan koefisien parameter.
6
IJCCS ISSN: 1978-1520
10,10%
Miskin Moneter
19,2%
Miskin Multidimensi
Keduanya
66,10% 4,60% Tidak miskin
Berdasarkan Gambar 3, diantara penyandang disabilitas usia 6-14 maupun 15-64 yang
mengalami miskin multidimensi, mayoritas terdeprivasi pada indikator pendidikan dan aset.
Tidak terpenuhinya pendidikan mereka mungkin disebabkan karena sang orang tua tidak
memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya. Berdasarkan Statistik SLB Tahun 2019-2020,
data jumlah SLB di Indonesia yang berstatus swasta (1677 sekolah) lebih banyak dibandingkan
yang berstatus negeri (593 sekolah) yang terdiri dari SDLB,SMPLB,SMLB, dan SLB. Karena
biaya sekolah swasta yang lebih mahal, mungkin keputusan untuk menyekolahkan penyandang
disabilitas sangat dipertimbangkan oleh orang tua mereka.
Adapun tingginya deprivasi pada indikator aset sejalan dengan penelitian Palmer et al.,
(2012) dan World Bank (2009) yang menyatakan rumah tangga dengan penyandang disabilitas
memiliki aset yang lebih sedikit dibandingkan dengan rumah tangga lainnya. Ketika rumah
tangga tidak memiliki aset artinya tidak ada sumber daya untuk menghasilkan pendapatan di
masa depan (Choi et al., 2011).
(a) (b)
Sumber : Susenas 2019, diolah.
Gambar 3. Persentase penyandang disabilitas usia 6-14 (a) dan 15-64 (b) yang miskin
multidimensi menurut deprivasi pada indikator.
Tabel 2 menyajikan tabulasi silang antara variabel prediktor dengan status kemiskinan
penyandang disabilitas. Berdasarkan jenis disabilitas, persentase miskin multidimensi pada
kesulitan mengurus diri merupakan yang tertinggi yakni sebesar 30,8%, bahkan persentasenya
mencapai lebih dari dua kali lipat dari persentase miskin moneter. Hal ini mungkin disebabkan
kesulitan mengurus diri termasuk kategori disabilitas berat karena mereka selalu membutuhkan
bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Sementara itu, pada jenis disabilitas
emosi memiliki persentase miskin moneter tertinggi yakni 22,2%, bahkan sedikit melebihi
persentase miskin multidimensi. Menurut Trani dan Loeb (2010), orang dengan disabilitas
7
ISSN: 1978-1520
ganda, kognitif, dan mental lebih mungkin untuk tidak bekerja dibandingkan dengan disabilitas
sensori.
Tabel 2. Tabulasi silang antara variabel prediktor dengan status kemiskinan
Miskin moneter (%) Miskin multidimensi (%)
Variable Kategori
Tidak Miskin Tidak Miskin
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Ganda 83,2 16,8 76,5 23,5
Penglihatan 88,7 11,3 75,7 24,3
Komunikasi 84,7 15,3 73,6 26,4
Jenis
Konsentrasi 84,3 15,7 72,3 27,7
disabilitas
Emosi 77,8 22,2 78,4 21,6
Gerak 87,6 12,4 79,8 20,2
Mengurus diri 86,4 13,6 69,2 30,8
Jenis kelamin Laki-laki 85,2 14,8 76,9 23,1
Individu Perempuan 85,4 14,6 75,5 24,5
Pendidikan ≥ SMP sederajat 90,4 9,6 98,5 1,5
individu ≤ SD sederajat 82,9 17,1 65,6 34,4
Klasifikasi Perkotaan 89,2 10,8 83,6 16,4
wilayah Perdesaan 83,0 17 71,9 28,1
Pendidikan ≥ SMA sederajat 93,2 6,8 90,6 9,4
KRT ≤ SD sederajat 82,2 17,8 69,2 30,8
SMP sederajat 87,8 12,2 87,7 12,3
Pekerjaan Nonpertanian 88,1 11,9 76,4 23,6
KRT Tidak bekerja 84,4 15,6 80,9 19,1
Pertanian 77,5 22,5 68,5 31,5
Sumber: Susenas 2019, diolah.
Regresi logistik biner bivariat digunakan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi
kemiskinan moneter dan multidimensi penyandang disabilitas. Sebelum masuk ke analisis,
dilakukan uji independensi antarvariabel responnya. Hasil uji chi-square diperoleh nilai chi-
square hitung sebesar 95,679 yang lebih besar dibandingkan = 3,84 (Lampiran 3),
sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kemiskinan moneter dan multidimensi.
Selanjutnya dilakukan uji kesesuaian model menggunakan uji deviance (Lampiran 4), dan
diperoleh nilai deviance sebesar 30313,35 yang lebih kecil dari = 54047,22 sehingga
diputuskan gagal tolak H0 dan disimpulkan model sudah fit (cocok).
Uji simultan dengan LR test menghasilkan nilai G sebesar 4090,2 yang lebih besar dari
= 58,12 sehingga disimpulkan terdapat minimal satu variabel prediktor yang
memengaruhi variabel respon. Uji parsial dengan uji Wald menunjukkan bahwa dengan taraf uji
5 persen, seluruh variabel kecuali jenis kelamin signifikan memengaruhi kemiskinan moneter.
Sementara itu, seluruh variabel kecuali jumlah penyandang disabilitas signifikan memengaruhi
kemiskinan multidimensi.
Pada model transformasi odds rasio tidak ada variabel yang signifikan memengaruhi
interaksi antara kemiskinan moneter dan multidimensi. Hal ini mungkin disebabkan karena
penyandang disabilitas yang mengalami miskin moneter sekaligus multidimensi hanya sedikit
yakni 4,60 persen, sehingga dianggap belum mampu menjelaskan pengaruh interaksi
kemiskinan moneter dan multidimensi.
Selanjutnya yaitu penjelasan pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon
beserta interpretasi odds rasio. Nilai odds rasio atau exp( ) menunjukkan kecenderungan
penyandang disabilitas untuk mengalami miskin moneter atau miskin multidimensi berdasarkan
suatu varibel prediktor dibandingkan kategori referensi.
1. Jenis disabilitas
Jenis disabilitas memengaruhi kemiskinan moneter maupun multidimensi. Penyandang
disabilitas penglihatan, komunikasi, gerak, konsentrasi, emosi, mengurus diri berturut-turut
memiliki kecenderungan 0,66 kali, 0,86 kali, 0,74 kali, 0,95 kali, 1,36 kali, 0,88 kali untuk
miskin moneter dibandingkan penyandang disabilitas ganda. Sementara itu penyandang
disabilitas penglihatan, komunikasi, gerak, konsentrasi, emosi, mengurus diri berturut-turut
9
ISSN: 1978-1520
memiliki kecenderungan 1,33 kali, 1,12 kali; 0,98 kali, 1,39 kali, 1,26 kali, dan 1,83 kali untuk
miskin multidimensi dibandingkan penyandang disabilitas ganda.
Secara umum kecenderungan seluruh jenis disabilitas untuk miskin berada di sekitar
satu. Artinya, baik penyandang disabilitas penglihatan, komunikasi, gerak, konsentrasi, emosi,
mengurus diri, maupun ganda di Indonesia memiliki peluang yang sama untuk miskin.
4. Klasifikasi wilayah
Klasifikasi wilayah signifikan positif memengaruhi miskin moneter dan multidimensi.
Penyandang disabilitas yang tinggal di perdesaan berkecenderungan 1,36 kali lebih tinggi untuk
mengalami miskin moneter dan 1,43 kali untuk miskin multidimensi. Menurut Kang (2014),
penduduk perdesaan lebih miskin karena mereka memiliki lebih sedikit kesempatan kerja, upah
yang lebih rendah, bisnis dan lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilas lebih terbuka di
perkotaan. Selain itu, fasilitas perkotaan yangg lebih baik menyebabkan mereka lebih mudah
untuk beraktivitas dan berpartisipasi di berbagai kegiatan. Adapun penelitian Prakosa (2005) di
sebuah komunitas pedesaan di DIY menemukan bahwa masyarakat menganggap disabilitas
sebagai penyakit keturunan atau kutukan, lalu menyebarluaskan representasi mereka melalui
percakapan sehari-hari dengan masyarakat lain. Sikap masyarakat pedesaan terhadap disabilitas
yang demikian membuat mereka lebih terkucilkan.
6. Pendidikan KRT
Pendidikan KRT berpengaruh signifikan positif terhadap miskin moneter. Penyandang
disabilitas dengan KRT berpendidikan ≤ SD berkecenderungan 2,12 kali untuk miskin moneter,
sementara ketika KRT berpendidikan SMP kecenderungannya menurun menjadi 1,71 kali.
Semakin tinggi pendidikan KRT, maka mereka akan mendapat penghasilan yang lebih besar.
10
IJCCS ISSN: 1978-1520
KRT yang berpendidikan ≤SD signifikan positif memengaruhi miskin multidimensi dengan
kecenderungan 1,66 kali untuk miskin mutidimensi dan menurun menjadi 1,12 kali ketika KRT
berpendidikan SMP. Menurut Lamichhane dan Kawakatsu (2015), tingkat pendidikan KRT
berhubungan positif dengan partisipasi sekolah anak disabilitas mereka. Semakin tinggi
pendidikan KRT, maka ia akan cenderung menyekolahkan anaknya.
7. Pekerjaan KRT
KRT yang tidak bekerja perpengaruh positif terhadap miskin moneter, namun
berpengaruh negatif terhadap miskin multidimensi. Apabila dilihat odds rasionya, Penyandang
disabilitas dengan KRT yang tidak bekerja memiliki kecenderungan 1,35 kali untuk miskin
moneter, dan 0,71 kali lebih kecil untuk miskin multidimensi dibandingkan KRT yang bekerja
di nonpertanian. Berdasarkan data penelitian, diantara penyandang disabilitas dengan KRT yang
tidak bekerja, terdapat 49 persen yang berusia lebih dari 60 tahun. Karena usia KRT sudah tua,
kemungkinan mereka memiliki aset-aset yang diperoleh pada masa mudanya sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan standar hidup mereka saat ini. Sementara itu, sektor pertanian
berpengaruh signifikan positif terhadap miskin moneter. Menurut Bella (2015) produktivitas
pekerja di sektor pertanian rendah, sehingga penghasilan mereka juga rendah. Berdasarkan
laporan International Fund for Agricultural Development atau IFAD (2019) di Eutopia rumah
tangga dengan penyandang disabilitas yang menanam tanaman pertanian cenderung tidak
menggunakan benih unggul sehingga kualitas hasil panen rendah.
4.2. Saran
1. Pemerintah sebaiknya memberikan bantuan berupa alat bantu bagi setiap penyandang
disabilitas tanpa terkecuali.
2. Sebaiknya pemerintah menggalakkan wajib belajar bagi penyandang disabilitas
setidaknya 9 tahun untuk dapat keluar dari kemiskinan. Pemerintah juga perlu
mensosialisasi kepada orang tua penyandang disabilitas terkait arti penting pendidikan
bagi anaknya. Selain itu, Universitas di Indonesia dapat berpartisipasi dengan
mengadakan program “Mengajar Disabilitas” bagi kalangan mahasiswa pada kegiatan
Kuliah Kerja Nyata (KKN).
3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan data primer agar bisa mengukur
kemiskinan multidimensi pada penyandang disabilitas dengan melibatkan indikator lain
yang lebih erat dengan disabilitas misalnya seperti perilaku dikriminasi dan hubungan
sosial di lingkungan masyarakat.
11
ISSN: 1978-1520
DAFTAR PUSTAKA
Bella, A., & Dartanto, T. (2016). A Bad Luck : People with Disabilities (PWD) and Poverty in
Indonesia. LPEM-FEBUI, 1-11.
Castaneda, A., Doan, D., Cong, M., Hiroki, N., Joao, U., & Azeyedo, P. (2016). Who Are the
Poor in the Developing World? Poverty and Shared Prosperity Report 2016: Taking on
Inequality Background Paper. World Bank Policy Research Working Paper.
Cessie, & Houwelingen. (1994). Logistic Regression for Correlated Binary Data. Journal of the
Royal Statistical Society, 43(1), 95-108.
Choi, G., Suh, B., & Kwon, J. (2011). Measurement of Multidimensional Poverty by Counting
Approach. Korean Journal of Social Welfare, 63(1), 85-111.
Elwan, A. (1999). Poverty and Disability: A Survey of the Literature. World Bank.
Filmer, D. (2008). Disability, Poverty and Schooling in Developing Countries: Results from 14
Household Surveys. The World Bank Economic Review, 22(1), 141-163.
Irwanto, Fransiska, A., Kasim, E., & Lusli, M. (2010). Analisis Situasi Penyandang Disabilitas
di Indonesia: Sebuah Desk Review. Jakarta: Pusat Kajian Disabilitas Universitas
Indonesia.
Kang, D. (2014). Factors affecting poverty among people with disabilities and antipoverty
policies in South Korea. Asia Pacific Journal of Social Work and Development, 24(4),
210-226.
Lamichhane, K., & Kawakatsu, Y. (2015). Disability and Determinants of Schooling: A Case
from Bangladesh. International Journal of Educational Development, 40(1), 98-105.
Mitra, S., Posarac, A., & Vick, B. (2012). Disability and Poverty in Developing Countries: A
Snapshot from the World Health Survey. SSRN Electronic Journal.
12
IJCCS ISSN: 1978-1520
Palmer, M., Thuy, N., Quyen, Q., Duy, D., Huynh, H., & Berry, H. (2012). Disability Measures
as an Indicator of Poverty: A Case Study from Vietnam. Journal of International
Development, 53-68.
Pinilla-Roncancio, Mactaggart, I., Kuper, H., Dionicio, C., Naber J., Murthy, G., et al. (2020).
Multidimensional Poverty and Disability: A Case Control Study in India, Cameroon,
and Guatemala. SSM - Population Health, 1-34.
Trani, J., Bakhshi, P., Tlaplek, S., Lopez, D., & Gall, F. (2015). Disability and Poverty in
Morocco and Tunisia: A Multidimensional Approach. Journal of Human Development
and Capabilities, 1-24.
Trani, J. F., & Loeb, M. M. (2010). Poverty and Disability : A Vicious Circle? Evidence from
Afghanistan and Zambia. Brown School Faculty Publication, 1-42.
Winters, P. (2019). Economic Activities of Persons with Disabilities in Rural Areas : New
Evidence and Opportunities for IFAD Engagement. IFAD, 1-12.
World Bank. (2009). People with Disabilities in India: From Commitments to Outcomes.
Washington DC: World Bank.
World Bank. (2015). Poverty, Inequality, and Evaluation : Changing Perspectives. Whasington
DC: World Bank.
LAMPIRAN
Lampiran 1.Variabel penelitian
13
ISSN: 1978-1520
14
IJCCS ISSN: 1978-1520
15