Anda di halaman 1dari 21

Nama: Rismayanti Widianingsih

Kelas : D3KP1A

NIM: 2006018

Tugas : KMBII

RESUME MASALAH KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN


KEBUTUHAN AKTIFITAS PATOLOGIS SISTEM MUSKULOSKLETAL :

1. OSTEOMIELITIS
2. OSTEOPOROSIS
3. OSTEOARTHRITIS
4. FRAKTUR,
5. AMPUTASI

1. Osteomyelitis
A. Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos
infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi,
infeksi saluran nafas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya
terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah,
kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya :
ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak,
pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu,
pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi
sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi
hematoma pascaoperasi.

TUJUAN TEORI

A. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001). Beberapa ahli memberikan
defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
· Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang
disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae
(Depkes RI, 1995).
· Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
· Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh
staphylococcus (Henderson, 1997).

B. Anatomi dan Fisiologi


Pada umumnya penyusun tulang diseluruh tubuh kita semuanya berasal dari
material yang sama. Dari luar ke dalam kita akan dapat menemukan lapisan-lapisan
berikut ini:
a .Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum.
Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung
osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah.
Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan
berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak.
b. Tulang Kompak (Compact Bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini
teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih
banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang
menjadi padat dan kuat
c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa. Sesuai dengan
namanya tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut diisi oleh
sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari
kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum
tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini
dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang
spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita karena berfungsi
memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.
C. Klasifikasi osteomyelitis
1. Osteomielitis menurut penyebarannya terbagi menjadi 2 yaitu ;
 Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui
sirkulasi darah.
 Osteomyelitis Sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya
akibat dari bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer, 2000).
2. Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas ;
a. Osteomyelitis akut
 Nyeri daerah lesi
 Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
 Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
 Pembengkakan local
 Kemerahan
 Suhu raba hangat
 Gangguan fungsi
 Lab = anemia, leukositosis

b. Osteomyelitis kronis
 Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
 Gejala-gejala umum tidak ada
 Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
 Lab = LED meningkat

D.   Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
1.      Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus
aureus (70% - 80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli,
Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
2.      Virus
3.      Jamur
4.      Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara, yaitu:


1. Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran
darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan.
Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan
panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di
mana terdapat trauma.
2. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka,
cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda
yang tercemar yang menembus tulang.
3. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah
beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang
mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di
kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang
terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan
adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan
cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani
dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang
akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan
osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun
virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu,
pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
menjalani  pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga
beresiko mengalami osteomyelitis.

E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, Suzanne (2001), Staphylococcus aureus merupakan penyebab
terbesar infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada
osteomielitis meliputi Haemophylus influenza, bakteri colli, salmonella thyposa,
proteus, pseudomonas. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin,
nosokomial, gram negative dan anaerobic. Awitan osteomilitis setelah pembedahan
ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut fulminan stadium 1 ) dan sering
berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan
lambat ( stadium 2 ) terjadi antara 4 - 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis
awitan lama ( stadium 3 ) biasanya akibat penebaran hematogen dan terjadi 2 tahun
atau lebih setelah pembedahan. Respons inisial tahap infeksi adalah salah satu dari
inflamasi, peningkatan faskularisasi dan edema, setelah 2 atau 3 hari, thrombosis
pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan
nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medulla.
Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan
dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi disekitarnya. Kecuali bila proses infeksi
dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan
alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih sering harus dilakukan
insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya,
jaringan tulang mati ( sequestrum ) tidak mudah mencair dan mengalir ke luar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan
lunak. Terjadi pertumbuhan luka baru ( involukrum ) dan mengelilingi sequestrum.
Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan namun sequestrum infeksius
kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien.
Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

F.  MANIFESTASI KLINIS
1.      Infeksi dibawa oleh darah
         Biasanya awitannya mendadak.
         Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
      tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
2.      Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
         Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.

3.      Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi


langsung
         Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4.      Osteomyelitis kronik
         Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami
periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.

G. Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap
lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.

Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu.
Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi
superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
3. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang, kerusakan kulit
4. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ;
imobilisasi

2. Osteoporosis

A. Pengertian
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi
keropos dan rapuh. “Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos.
Tulang yang mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang
paha, dan tulang pergelangan tangan (Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan
perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya
fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Menurut konsesus di Kopenhagen 1990, osteoporosis didefinisikan sebagai
suatu penyakit dengan karakteristik massa tulang yang berkurang dengan
kerusakan mikroarsitektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang dan
resiko fraktur yang meningkat (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang
per unit volume,sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya
fraktur terhadap trauma minimal (Kholid Rosyidi : 2013).

B. Etiologi
Osteoporosis post menopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-
75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis post menopause,
pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam. (Lukman, 2009 : 142)
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan
penurunan massa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada usia di atas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan post menopause. (Lukman,
2009 : 142)
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturate, anti kejang, dan hormone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini. (Lukman,
2009 : 142)

C. Patofisiologi
Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang secara
keseluruhan, merupakan suatu keadaan tidak mampu berjalan/bergerak, sering
merupakan penyakit tulang yang menyakitkan yang terjadi dalam proporsi
epidemic. Walaupun osteoporosis paling sering ditemukan pada wanita, pria juga
berisiko untuk mengalami osteoporosis. Hilangnya substansi tulang menyebabkan
tulang menjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk mengalami fraktur,
baik fraktur spontan maupun fraktur akibat trauma minimal. Ketika kemampuan
menahan berat badan normal menurun atau tidak ada sebagai konsekuensi dari
penurunan atau gangguan mobilitas, akan terjadi osteoporosis karena tulang yang
jarang digunakan, aktivitas osteoklastik, reabsorbsi tulang, dan pelepasan kalsium
dan fosfor kemudian dipercepat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan massa tulang.
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai faktor
antara lain :
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang
lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat daripada bangsa Kaukasia.
Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam
Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung
dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang
berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
2. Determinan pengurangan massa tulang (bone loss)
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada lanjut
usia yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporotik, pada dasarnya sama
seperti pada faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang, yaitu :
a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan
sifat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila
individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan
massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari
pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang
terpenting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
penting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi/hormonal. Pada
umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia, dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.

D. Pencegahan
Pencegahan terjadinya osteoporosis dapat dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak
pada massa pertumbuhan/dewasa muda. Pencegahan osteoporosis pada usia muda,
mempunyai tujuan :
1. Mencapai massa tulang dewasa (proses konsolidasi) yang optimal.
2. Mengatur makanan dan kebiasaan gaya hidup yang menjamin seseorang
tetap bugar.
Contoh :
1. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
2. Latihan teratur tiap hari
3. Hindari :
a. Makanan tinggi protein
b. Minum alkohol
c. Merokok
d. Minum kopi
e. Minum antasida yang mengandung aluminium
3. OSTEOARTHRITIS
A. Pengertian
Osteoartritis   yang   dikenal   sebagai   penyakit   sendi   degeneratif   atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi ) merupakan kelainan sendi yang
paling   sering   ditemukan   dan   kerapkali   menimbulkan   ketidakmampuan (disabilitas).
(Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini
jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60
tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto,
1994, Solomon, 1997).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis
merupakan   kelainan   sendi   non   inflamasi   yang   mengenai   sendi   yang   dapat
digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik
berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial
dan tepi-tepi tulang yang membentuk  sendi,
sebagai   hasil   akhir   terjadi   perubahan   biokimia,   metabolisme,   fisiologis   dan
patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang
yang membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
B.Etiologi
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1. Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis,
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh
membran sinovial dan sel-sel radang.
7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

C.KLASIFIKASI
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer ( idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long, C
Barbara, 1996 hal 336)

D.  PATOFISIOLOGI
Penyakit   sendi   degeneratif   merupakan   suatu   penyakit   kronik,   tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan,
rawan   sendi   mengalami   kemunduran   dan   degenerasi   disertai   dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan
unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein
yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung
berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal
dan proksimasi.
Osteoartritis  pada beberapa kejadian  akan mengakibatkan  terbatasnya gerakan. Hal
ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. 
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi
atau nodulus. ( Soeparman ,1995).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila
sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Biasanya akan berlangsung 15 – 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang
Kekakuan dan keterbatasan gerak
sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang
semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya
pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan
tungkai atas.
Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui
penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan
cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan perubahan otot.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri
5. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan Auskuloskeletal:
Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
6. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum.
4. FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di
absorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau
patologis. Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang
menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan
patah tulang. (Oswari , 2005 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 : 840).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat
truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
Pasien datang dengan paha yang membesar, mengalami deformitas dan nyeri sekali
dan tidak dapat menggerakan pinggul maupun lututnya. Fraktur dapat transversal,
oblik, spiral maupun kominutif. Sering pasien mengalami syok, karena kehilangan
darah 2 sampai 3 unit kedalam jaringan, sering terjadi pada faktur ini
B. Jenis-Jenis Fraktur
a.Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
b. Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
c. Fraktur terbuka: bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
d. Fraktur tertutup: bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit (Rahmad, 1996).

C. Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas.Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, cidera olah raga.Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan (Rahmad, 1996 ).
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas dikemiliteran.

D. Patofisiologi
Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya,
seperti di ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh darah, oleh karena itu
pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu dilakukan tindakan operasi.
Tanda dan Gejala :
a. Nyeri hebat ditempat fraktur
b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
sepsis pada fraktur terbuka dan deformitas

E. Manifestasi Klinik
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal

F. Proses Penyembuhan Tulang


a. Tahap Hematoma.
Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers sehingga masuk
ke area fraktur setelah 24 jam terbenutk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke
area fraktur, terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan
granulasi.
b. Tahap Poliferasi.
Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang
berubah menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.
c.Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus.
Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus. Prakalus mencapai ukuran
maksimal pada 14 sampai 21 hari setelah injuri.
d. Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum
dan korteks), kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3
sampai dengan minggu ke-10 kalus menutupi lubang.
e. Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami
proses tulang sesuai dengan hasilnya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :


a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Tipe fraktur dan area fraktur
d. Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan
dengan tulang kompak.
e. Keadaan gizi klien.
f. Asupan darah dan hormon – hormon pertumbuhan yang memadai.
g. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
h. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih
lama.
i. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.

G. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik fokus
Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkan keluhan
nyeri pada luka terbuka.
1) Look : pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha
dengan deformitas yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang
terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan
apakah terdapatnya kerusakan pada jaringan beresiko meningkat respon syok
hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat yang
mengantarkan pada resiko tinggi infeks.
Pada fraktur femur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi,deformitas,
pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi otot, kripitasi, pembengkakan, dan
perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa
setelah cedera.
2) Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan adanya kripitasi
3) Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan
memberika respon trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang
yang patah (Muttaqin, 2009: 303).
5.AAMPUTASI

A. PENGERTIAN

Amputasi berasal dari bahasa latin yaitu amputate yang berarti pancung. Dalam ilmu
kedokteran diartikan sebagai membuang sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang
menonjol atau tonjolan alat (organ) tubuh (Soelarto Reksoprodjo, 1995 : 581)Amputasi
adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap (Syamsuhidayat, 1997 :1282 )

Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.

Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel –
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)

Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor
atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien
Vol. 3. 1998)

Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh


seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan
sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

B.       Jenis – Jenis Amputasi

1.      Amputasi guillotine (terbuka)

Amputasi ini dilakukan pada saat darurat jika penyembuhan primer luka tidak mungkin
berlangsung karena kontaminasi atau infeksi berat. Dimana pemotongan dilakukan pada
tingkat yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih
dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.

2.      Amputasi definitive (tertutup)

Amputasi hanya dilakukan pada kasus anggota badan yang sudah hancur. Pada metode ini
kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit
pada daerah yang diamputasi

v  Berdasarkan Tempat Amputasi :

a.       Amputasi pada superior

·         Jari tangan
·         Setinggi / sekitar pergelangan tangan (amputasi transkarpal)

·         Lengan bawah

      Bagian distal

      1/3 proksimal

·          Lengan atas

      Daerah suprakondiler

      Daerah proksimal suprakondiler

·         Bahu

b.      Amputasi pada ekstremitas inferior

·         Paha

·         Lutut

·         Kaki

C.       Etiologi

Penyebab amputasi adalah  kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM,


Gangren, cedera, dan tumor ganas.

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :

 Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.


  Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
  Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
  Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
  Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
  Deformitas organ

D.  Patofisiologi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar
terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak
terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena
trauma amputasi.

E.   Tingkatan Amputasi
Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang
lainnya yang melibatkan tangan.

Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang
menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi
yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic
limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler
perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama
diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket
dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari
stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

F.    Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis amputasi adalah sebagai berikut

Dampak masalah terhadap sistem tubuh

Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metablisme basal.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar ke ruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypothalamus
posterior untuk menghambat pengleuaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

1.      Sistem respirasi

a.       Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercostal
relative kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi
paksa.

b.      Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme
(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c.       Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mucus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris
normal.

2.      Sistem Kardiovaskuler

a.       Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifetsasi klinik berpengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan
immobilisasi.

b.      Penurunan cardiac reserve

Di bawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolic memendek dan penurunan isi sekuncup.

c.       Orthostatik hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, di mana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang daripada vasokontriksi
sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke
otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur
serta dapat juga merasakan pingsan.
3.      Sistem muskuloskeletal

a.       Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai oksigen
dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

b.      Atrofi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atrofi dan paralisis otot.

c.       Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atrofi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.

d.      Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

4.      Sistem pencernaan

a.       Anoreksi

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b.      Konstipasi

Meningkatnya jumlah adregenik akan menghambat peristaltic usus dan sfingter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan feses lebih keras
dan orang sulit buang air besar.

5.      Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kemih berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan
urine sehingga dapat menyebabkan:

a.       Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

b.      Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.

6.      Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal
ini dibiarkan akan terjadi iskemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

G. Prinsip Dasar Amputasi


Dengan kemajuan dibidang prostesis maka pemilihan tempat amputasi dengan
tujuan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak sepenuhnya
benar. Hal ini berlaku pada amputasi ekstremitas superior. Aturan yang
menyatakan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak dapat
diterapkan pada amputasi ekstremitas inferior. Meskipun begitu sedapat mungkin
lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna secara fungsional.
Masalah weight bearing dan menyisakan soft tissue untuk menutupi stump sangat
mempengaruhi pemilihan tempat amputasi pada ekstremitas inferior. Pada
amputasi below knee stump yang terlalu panjang tidak disarankan karena akan
mempersulit penggunaan prostesa. Batas anterior tibia harus di bevel dan harus
tersedia soft tissue yang cukup untuk menutupinya dengan cara membuat flap di
posterior lebih panjang. Amputasi setinggi pergelangan kaki mempunyai indikasi
yang cukup jarang, umumnya pada trauma. Amputasi Syme bermanfaat untuk end
weight bearing prosthesis. Untuk amputasi telapak kaki kesepakatan umum yang
dipakai adalah trans metatarsal.
H. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi:
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu di kamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
immobilisasi atau tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan
jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung
stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi dengan mobilisasi segera, mobilisasi
setelah luka sembuh. Setelah 2-3 minggu setelah luka stump dan mature.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvesional, maka digunakan pembalut
steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup.
Harus dperhatikan penggunaan elastik perban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat
tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab
akan menyebabkan fleksi kontraktur . Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan
pasien diijinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengijinkan.
Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10-14 hari post operasi. Pada amputasi di
atas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal di bawah stump,
hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
I. . Diagnosa Keperawatan
1. Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
3. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
4. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan otot.
5. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
7. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
8. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

PERTANYAAN
1. Apakah osteomyelitis bisa disembuhkan?
2. Apakah osteomyelitis bisa menular?
3. Apakh osteomyelitis dapat terjadi pada anak-anak?
4. Bagaimana cara penyembuhan luka amputasi?
5. Apakah luka diabetes harus selalu di amputasi?
6. Bagaimanakah proses terjadinya osteoporosis?
7. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya osteoporosis?
8. Osteoporosis terjadi akibat tulang kekurangan mineral dan vitamin?
9. Mengapa pada wanita menopause lebih mudah terkena osteoarthritis?
10. Apa perbedaan osteoporosis dan osteoarthritis?

Anda mungkin juga menyukai