Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SUCTION OROFARINGEAL, ETT, DAN TRACHEOSTOMI

PRINSIP SUCTION (4A)


1. Aseptik : Segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi
2. Asianotik : Tindakan yang tidak boleh menimbulkan sianosis
3. Afektif : Tindakan yang dilandaskan gaya atau makna yang menunjukan perasaan
dan emosi
4. Atraumatik : Tindakan yang mencegah terjadinya trauma

SUCTION OROFARINGEAL
A. Kriteria
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran selang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan selang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital

B. Pengertian
Suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via
mulut, nasofaring atau trakeal.

C. Tujuan
a. Mengeluarkan sekret: obstruksi jalan napas.
b. Mempermudah ventilasi jalan napas proses pendihan gas keluar dan ke dalam paru.
c. Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnostic.
d. Mencegah terjadinya infeksi akibat penumpukan sekret.
D. Indikasi
a. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan
mengeluarkan atau menelan
b. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral

E. Persiapan
a. Lingkungan
 Penjelasan pada keluarga
 Pasang skerem/ tabir
 Pencahayaan yang baik
b. Klien
 Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
 Atur posisi klien :
Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan posisi
fowler dengan leher ekstensi (nasal suction)
Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana
tindakan (oral/nasal suction)
c. Alat – alat
 Regulator vakum set
 Kateter penghiap steril sesuai ukuran
 Air steril/ normal salin
 Hanscoon steril
 Pelumas larut dalam air
 Selimut/ handuk
 Masker wajah
 Tong spatel k/p

F. Pelaksanaan
a. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/validasi
3. Kontrak
b. Fase kerja
Suction via Nasofaringeal dan Orofaringeal
1. Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien
2. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
3. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien)
4. Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien
5. Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat
6. Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril
7. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum
8. Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien
9. Basahi ujung kateter dengan larutan steril
10.Penghisapan :
Nasofaringeal : masukkan kesalah satu lubang hidung dan jagan didorong paksa.
Bila lubang satu tidak paten, pindah kelubang hidung yang lainnya.
Orofaringeal : masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring
dengan perlahan
11.Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat
menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12.Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress
pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13.Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11
14.Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara
penghisapan.
15.Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan nasofaringeal dan
orofaringeal.
16.Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon
17.Cuci tangan

Nasotrekeal :
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Atur posisi klien semi fowler atau fowler
3. Mencuci tangan
4. Gunakan masker wajah
5. Pasang handuk atau selimut steril (bila tersedia) diatas dada klien
6. Isi mangkok kecil dengan 100 ml NaCl 0,9%
7. Pasang handscoon steril
8. Ambil kateter penmghisap dan hubungkan dengan selang penghubung.
9. Pastikan peralatan berfungsi dengan baik, dengan menghisap sejumlah kecil
cairan NaCl 0,9%
10.Oleskan bagian distal 6-8 cm kateter dengan pelumas
11.Lepaskan slang oksigen bila terpasang, tanpa memberikan hisapan masukkan
secara perlahan ke dalam hidung agak ke bawah
12.Penghisapan trakeal :
Lakukan suction intermitten 10 detik dengan meletakkan dan melepaskan ibu jari
pada “port” ventilasi kateter dan dengan perlahan tarik kateter dengan cara
memutar kedepan dan kebelakang, bantu klien untuk batuk, pasang selang oksigen
kembali bila perlu
13.Bilas kateter dengan NaCl 0,9 %
14.Tindakan penghisapan dapat diulangi sesuai kebutuhan
15.Monitor status kardiopulmonal klien diantara suction
16.Bila telah selesaikan berskan alat-alat
17.Cuci tangan
c. Fase Terminasi
1. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang

G. Pendokumentasian
Pengkajian sebelum dan sesudah suction, ukuran kateter, lama tindakan, secret (warna,
bau, jumlah dan konsistensi), toleransi klien terhadap tindakan yang dilakukan.
SUCTION ETT

Selang atau pipa Endotrakheal (ETT) merupakan alat yang digunakan untuk membantu
mensekresi hipersekresi mukus pada area trakea bagian dalam dengan prinsip pengisapan guna
mempertahankan kepatenan jalan napas. Kateter suction yang akan digunakan untuk
membersihkan jalan nafas biasanya mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda idealnya
kateter suction yang baik adalah efektif menghisap sekret dan resiko trauma jaringan yang
minimal. Diameter kateter suction bagian luar tidak boleh melebihi setengah dari diameter
bagian dalam lumen tube diameter kateter yang lebih besar akan menimbulkan atelectasis
sedangkan kateter yang terlalu kecil kurang efektif untuk menghisap sekret yang kental. Yang
penting diingat adalah setiap kita melakukan suction,bukan sekretnya saja yang dihisap tapi
Oksigen di paru juga dihisap dan alveoli juga bisa kolaps. Oleh karena itu, penting kiranya untuk
memeperhatikan waktu atau durasi ketika dilaksanakan prosedur pengisapan dengan rasional
dapat menyebabkan kolaps pada paru.
A. Tujuan pelaksanaan pemasangan suction ETT
 Memelihara kepatenan jalan napas
 Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
 Menjamin tercapainya volume tidal yang diinginkan
 Mencegah teriadinya aspirasi
 Mempermudah penghisapan lendir di trakea
 Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi
B. Indikasi pemasangan ETT
 Henti jantung
 Pasien sadar yang tidak mampu bernapas dengan baik (edema paru, Guillan-Bare
syndrom, sumbatan jalan napas)
 Perlindungan jalan napas tidak memadai (koma, arefleksi)
 Penolong tidak mampu memberi bantuan napas dengan cara konvensional
C. Peralatan dan Prosedur
1. Peralatan
a. Pipa endotrakeal (ETT) dengan ukuran:
 Perempuan : No. 7,0 ; 7,5 ; 8,0
 Pria : No. 8,0 ; 8,5
 Emergensi : No. 7,5
b. Stilet (mandrin)
c. Forsep margil
d. Jeli
e. Spuit 20 atau 10 cc
f. Stetoskop
g. Bantal
h. Plester dan gunting
i. Alat penghisap lendir
2. Prosedur
a. Prainteraksi
1) Siapkan diri perawat:
 Cuci tangan
 Kaji status klien
2) Siapkan Alat
b. Orientasi
Jelaskan tujuan dan prosedur Suction ETT
c. Kerja
1) Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik sambil dilakukan sellick manuver
2) Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah cuff
3) Letakkan bantal setinggi  10 cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap
ekstensi
4) Bila perlu lakukan pengisapan lendir pada mulut dan faring
5) Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
6) Masukkan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah
ke kiri. Masukkan bilah sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah
atau bibir tidak terjepit diantara bilah dan gigi pasien.
7) Angkat laringoskop keatas dan kedepan dengan kemiringan 30-40, jangan
sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
8) Bila pita suara sudah terlihat, masukkan ETT sambil memperhatikan bagian
proksimal dari cuff ETT melewati pita suara  1-2 cm atau pada orang dewasa
kedalaman ETT  19-23 cm
9) Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
10) Lakukan ventilasi dengan menggunakan bagging dan lakukan auskultasi
pertama pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil
memperhatikan pengembangan dada.
11) Bila terdengar suara gargling pada lambung dan dada tidak mengembang,
lepaskan ETT dan lakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik kemudian
lakukan intubasi kembali
12) Kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan
volume secukupnya sampai tidak terdengar lagi suara kebocoran dimulut
pasien saat dilakukan ventilasi.
13) Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
14) Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit ETT jika mulai sadar
15) Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 (aliran 10-12 liter/menit)
SUCTION TRAKEOSTOMI

A. Pengertian
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakhea untuk
benafas. Traheostomi adalah tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke paru-
paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (adams, 1997)
Menurut letah stoma trakheostomi dibedakan letak tinggi dan letak rendah. Batas letak ini
adalah cincin trakhea ketiga.

B. Indikasi
Indikasi dari trakeostomi antara lain:
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi (dead air spase) di saluran nafas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen
yang hirupnya akan masuk ke dalam paru tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu.
Hal ini berguna pada penderita dengan kerusakan paru yang kapasitas vitalnya
berkurang.
3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus dari penderita yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik misalnya pada penderita dalam keadaan
koma.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan)
5. Untuk mengambil benda asing dari subgiotik apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi.

C. Fungsi
Fungsi dari trakheostomi antaralain:
1. Mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml.
Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10 sampai 50% tergantung pada
ruang hampa fisiologik tiap individu
2. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan
yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi
cukup besar (paling sedikit pipa 7)
3. Proteksi terhadap aspirasi
4. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien
dengan gangguan pernafasan
5. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
6. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
7. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh
tekanan negative intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal

D. Anatomi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal
dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada
esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada
karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral
dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah
depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin
trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus.
Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra
sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.
E. Indikasi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non
obstruksi yang mengubah ventilasi.
Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas:
1. Timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di
bawah rima glotis terjadinya retraksi pada insisura suprasternal dan supraklavikular.
2. Pasien tampak pucat atau sianotik
3. Disfagia
4. Pada anak-anak akan tampak gelisah

Tindakan trakeostomi akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru hingga 50
persennya. Sebagai hasilnya, pasien hanya memerlukan sedikit tenaga yang dibutuhkan
untuk bernafas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal ini juga sangat tergantung
pada ukuran dan jenis pipa trakeostomi.

Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi:


1. terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada
pasien dalam keadaan koma.
3. untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. apabila terdapat benda asing di subglotis.
5. penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
6. mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan kerusakan paru,
yang kapasitas vitalnya berkurang.

Indikasi lain yaitu:


1. Cedera parah pada wajah dan leher
2. Setelah pembedahan wajah dan leher
3. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

F. Pembagian Trakeostomi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan dan
penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak
yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika
dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi dalam
trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi
berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.

G. Jenis Tindakan
1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena
lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan
tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

H. Jenis Pipa
1. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko
timbulnya aspirasi
2. Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai
risiko aspirasi
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul
dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes
Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak
perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga
penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian
terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.

I. Alat-alat
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi obat
analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem
arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran sesuai.

J. Teknik
Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan
kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini
leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit
leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain
steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal
secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah
krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada
pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari
dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima
sentimeter.

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis
demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang
berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini
dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan.
Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas
supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua
tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda
tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan
aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan
terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan
gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul
difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.

Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu
pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.

K. Komplikasi
1. Perdarahan lanjutan pada arteri inominata
2. Infeksi
3. fistula trakeoesofagus
4. stenosis trakea
DAFTAR PUSTAKA

Amirullah, R. “Penatalaksanaan Pneumotoraks di dalam Praktek”, di akses dari


file:///G:/stapilo/09_PenatalaksananPneumotoraksdiDalamPraktek.html. pada tanggal 30
September 2021.
Nuracman, Elly. (1999). Buku Saku Prosedur Keperawatan Bedah. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., dan Perry, A.G. (2006). Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik,
Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
http://www.perpustakaandepkes.org:8180/bitstream/123456789/1304/9/09hal%2036-45.pdf.

Anda mungkin juga menyukai