Anda di halaman 1dari 17

REFERENSI ARTIKEL

SINDROM KOMPARTEMEN

DISUSUN OLEH:

Kalayfa Nabilah Tazakka G992108033

PERIODE: 4 Oktober - 10 Oktober 2021

PEMBIMBING:
dr. Rieva Ermawan, Sp.OT (K)

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik


Ilmu Bedah, substase Bedah Orthopedi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret - RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Referensi artikel dengan judul :

SINDROM KOMPARTEMEN

Oleh:
Kalayfa Nabilah Tazakka
G992108033

Hari, tanggal: Kamis, 7 Oktober 2021

Mengetahui dan Menyetujui,

Pembimbing

dr. Rieva Ermawan, Sp.OT(K)


NIP. 19811026201212100
BAB I
Pendahuluan

Susunan otot manusia terdiri dari kelompk-kelompok otot yang dipisahkan


oleh sebuah lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-kelompok otot ini
terletak di ruangan yang dikenal dengan istilah kompartemen. Apabila tekanan
dalam ruang tertutup ini meningkat sampai tingkat tertentu, akan muncul tanda
dan gejala yang disebut sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana tekanan perfusi
dibawah jaringan tertutup mengalami penurunan. Kondisi ini disebabkan oleh pen
ingkatan tekanan interstisial dari suatu edema progresif di dalam kompartemen bai
k dari dalam maupun dari luar kompartemen yang secara anatomis mengganggu si
rkulasi otot-otot dan saraf intra kompartemen sehingga dapat menyebabka
n kerusakan jaringan didalamnya. Ketika tekanan intra kompartemen
meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam
kompartemen akan menjadi iskemik. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi
maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi permanen.
Berdasarkan penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya
gejala, sindrom kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu akut dan
kronik. Penyebab umum terjadinya sindrom kompartemen akut adalah penurunan
volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen akibat
fraktur, trauma jaringan lunak, luka bakar, dan balutan yang terlalu ketat. Sindrom
kompartemen akut merupakan suatu kegawatdaruratan bedah dan mengakibatkan
komplikasi serius apabila tidak terdiagnosis dengan tepat dan diterapi dengan
efektif. Sedangkan sindrom kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas
yang berulang seperti lari.
Sindrom kompartemen sering terjadi antara lain pada regio lengan atas, len
gan bawah, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua cedera
dapat menyebabkan sindrom ini. Tanda klinis yang umum adalah nyeri,
parastesia, paresis, denyut nadi yang hilang, serta terbatasnya range of motion (R
OM), pembengkakkan dan ketegangan pada ekstremitas. Perlu diwaspadai jika
terdapat 5P pada pasien, yaitu pain, poikilothermia, pallor, paresthesias, pulseless
ness. Pulselessness merupakan gejala terakhir (late sign) setelah terjadi kerusakan
yang signifikan.
Kesalahan diagnosis atau terapi sindrom kompartemen akut dapat
menyebabkan kehilangan fungsi tungkai, nekrosis jaringan sampai amputasi
tungkai. Apabila sindroma kompartemen telah terjadi lebih dari 8 jam, maka dapat
mengakibatkan nekrosis dari saraf dan otot dalam kompartemen. Iskemik berat
yang berlangsung selama 6-8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus
yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkman. Sedangkan,
komplikasi sistemik yang dapat diakibatkan oleh sindrom kompartemen meliputi
gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang
fatal jika trjadi kegagalan organ secara multi sistem. Maka dari itu sindrom ini
penting untuk dibahas lebih jauh dimulai dari penegakkan diagnosis hingga
tatalaksana yang tertuang dalam referat ini.
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. DEFINISI
Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi
saat tekanan dalam ruag tertutup kompartemen otot meningkat sampai
tingkat berbahaya. Peningkatan tekanan dalam kompartemen otot
biasanya diawali proses trauma yang disertai fraktur. Peningkatan ini
dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian tindakan
selama penanganan fraktur (Aprianto, 2017).
Menurut Michael S. Bednar et al, sindrom kompartemen adalah
kondisi yang terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang anatomi
yang sempit, yang secara akut menggangu sirkulasi dan yang kemudian
dapat menggangu fungsi jaringan didalam ruang tersebut.
Menurut Stephen Wallace, sindrom kompartemen adalah sindro
m yangditandai dengan gejala 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi, pallor
(pucat), puffiness (kulityang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi),
paralisis, dan poikilotermis (dingin).
Menurut Andrew L. chen, diagnosis sindrom kompartemen dapa
t ditegakkan jikapada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakomparteme
n yang meningkat di atas 45mmHg atau selisihnya dengan tekanan diast
olik kurang dari 30 mmHg.
Dapat disimpulkan bahwa sindrom kompartemen adalah
sindrom yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema
progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan
bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki)
yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-
saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakan
jaringan di dalam kompartemen tersebut dan pada pemeriksaan
ditemukan tekanan intra kompartemenyang meningkat di atas 45 mmHg
atau selisihnya dari tekanan diastolik kurang dari 30mmHg.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot,
saraf, dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta
otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh epimysium. Anterior ko
mpartemen terdiri dari muskulus brachialis, biceps brachii, coracobrac
hialis. Neurovascular terdiri dari nervus musculocutaneus, nervus medi
anus, nervus radialis serta arteri brachialis. Sedangkan posterior kompa
rtemen terdiri dari musculus triceps brachii.

Gambar 1. Kompartemen pada regio ekstremitas bawah.


Gambar 2. Kompartemen pada regio antebrachii.

Pada ekstremitas inferior, tepatnya di tungkai atas, kompartemen


anterior terdiri dari muskulus quadriceps, vastus lateralis-intermedius,
dan rectus femoris. Kompartemen posterior terdiri dari biceps femoris,
semitendinous, semimembranosus dan nervus sciaticus. Kompartemen
medial terdiri dari muskulus adductor magnus-brevis, gracillis, arteri d
an vena femoralis

Gambar 3. Kompartemen pada regio kruris. Terbagi menjadi


kompartemen anterior, lateral, superficial posterior serta deep
posterior
Kompartemen tungkai bagian bawah terbagi menjadi empat komp
artemen. Kompartemen anterior yang terdiri atas muskulus tibialis ant
erior, ekstensor halluces longus-digitorum longus, peroneus tertius, ne
rvus deep peroneal, dan arteri-vena tibialis anterior. Kompartemen late
ral terbentuk oleh muskulus peroneus longus dan brevis serta nervus p
eroneal superficial. Kompartemen superficial posterior terdiri dari mus
kulus gastrocnemius, solues dan plantaris. Sedangkan muskulus tibiali
s posterior, flexor halluces longus-digitorum longus, popliteus, nervus
tibialis, arteri dan vena tibialis serta peroneus membentuk kompartem
en deep posterior

C. EPIDEMIOLOGI
Insidensi sindrom kompartemen yang akut diperkirakan sebesar
7.3 dari 100.000 pada pria dan 0.7 100.000 pada wanita, dengan
sebagian besar kasus disebabkan karena trauma. Fraktur tibia
merupakan penyebab utama yang paling sering dari sindrom
kompartemen., dimana 1 dari 10% insiden dari sindrom kompartemen
akut. Sindrom ini terjadi lebih banyak pada laki-laki dibawah 35 tahun,
dikarenakan massa otot intrakompartemen yang relatif lebih besar dan
lebih tingginya kemungkinan terjadinya trauma dengan energi tinggi
(Torlincasi, Lopez, Waseem, 2021). Ditemukan bahwa 6% dari pasien
dengan open fraktur tibia berkembang menjadi sindrom kompartemen
sedangkan pada closed fraktur tibia hanya1,2%. Insidensi sindrom
kompartemen yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari yang dilap
orkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang keada
anya sangat buruk. Prevalensinya juga lebih besar pada pasien
dengan kerusakan vascular.
Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan, 19% pasien denga
n kerusakan vaskulermemerlukan fasiotomi, namun pada pasien
tanpa fasiotomi diperkirkan angkakejadiannya sekitar 30%. Insiden
yang sesungguhnya mungkin tidak akan diketahuikarena banyak ahl
i bedah melakukan profilaksis fasiotomi ketika melakukanperb
aikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi.
Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindrom kompartemen
belum diketahui ;namun sebuah penelitian menemukan angka ke
jadian anterior chronic exertional compartment syndrome (CECS) s
ebesar 14% pada individual yang mengeluhkan nyeri tungkai bawah.
Laki-laki dan perempuan presentasinya adalah sama dan biasanya
bilateral meskipun dapat juga unilateral.
Chronic exertional sindrom kompartemen (CECS) biasanya terja
di pada atlet yang sehat dan lebih muda dari 40 tahun. Atlet dengan CE
CS yang meningkatkan latihannya dengan hebat dapat meningkatkan ri
siko terjadinya eksaserbasi akut, demikian pula pada orang yang tidak
aktif yang kemudian memulai latihan yang serius. Secara internasional,
prevalensi sindrom kompartemen belum diketahui.

D. KLASIFIKASI
Pembagian sindrom kompartemen dibedakan menjadi acute
compartment syndrome dan chronic compartment syndrome (Rasul,
2020).
1. Acute compartment syndrome terjadi ketika tekanan pada
jaringan dengan kompartemen otot melebihi tekanan perfusi
dan mangakibatkan iskemia pada otot dan saraf. Pada
umumnya hal ini terjadi pasca kejadian trauma, yang
biasanya terdapat fraktur. lebih dikhawatirkan dan membutuh
kan penanganan urgensi. Kompartemen sindrom akut umumn
ya berhubungan dengan terjadinya peningkatan volume dala
m ruang tertutup dan pembatasan ekspansi kompartemen. Ko
ndisi akut lebih berbahaya, apabia tidak dilakukan dekompres
i dalam delapan jam paska onset akan timbul nekrosis.
2. Chronic compartment syndrome (CCS) merupakan sinrom
berulang selama olahraga atau bekerja. CCS dikarakteristikan
berdasarkan nyeri dan disabilitas yang mereda ketika
aktivitas berulang atau repetisi dihentikan, tetapi kembali
ketika aktivitas tersebut kembali dilakukan. Walaupun pada
umumnya CCS lebih banyak terjadi pada kompartemen
anterior pada tungkai bawah, pada atlet dan pembalap motor
CCS sering terjadi di lengan bawah. Kondisi ini dapat didiag
nosis dari riwayat pasien dan dikonfirmasi dengan pengukura
n tekanan pada kompartemen sebelum dan setelah berolah ra
ga. Apabila diagnosis terlewat, CECS dapat menyebabkan isk
emik dan infark.

E. ETIOLOGI
Dikutip dari Aprianto (2021), penyebab sindrom kompartemen
secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang
kompartemen tetap; dapat disebabkan oleh:
- Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah
sehingga darah mengisi ruang intra-kompartemen
- Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan
pembengkakan
- Luka bakar yang menyebabkan perpinahan cairan ke ruang
intra-kompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-
kompartemen yang tetap.
- Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
- Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi
jaringan ikat sehingga mengurangi ruang kompartemen.

F. PATOFISIOLOGI
Sindrom kompartemen diawali dengan beberapa kondisi berupa
fraktur, cedera pembulih darah, olahraga berlebih, penekanan tungkai
dalam waktu yang lama atau benturan. Sindrom ini dapat disebabkan o
leh dua hal yaitu peningkatan voume di dalam kompartemen atau resti
ksi dari ruang kompartemen. Peningkatan tekanan dalam ruang fibro-o
sseous, menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Struktur yang paling
sering terkena adalah otot rangka dan nervus di dalam kompartemen te
rsebut. Peningkatan tekanan intrakompartemen menyebabkan kolaps d
ari venula sehingga terjadi penurunan gradien hidrostatik. Peningkatan
permeabilitas kapiler akan memicu terjadinya edema yang membuat te
kanan interstitial meningkat. Faktor-faktor ini akan membentuk suatu s
iklus, yang sulit terputus. Kerusakan jaringan, perdarahan, akumulasi c
airan dan proses inflamasi berperan dalam peningkatan tekanan intrako
mpartemen. Proses inflamasi ditandai dengan peningkatan sitokin anti
inflamasi pada sindrom kompartemen
Perkembangan proses sindrom kompartemen dipengaruhi beberap
a faktor antara lain durasi peningkatan tekanan, tissue’s metabolic rate,
tonus pembuluh darah, dan beratnya kerusakan jaringan lunak disekitar
nya. Hasi akhir dari sindrom kompartemen adalah hipoksia seluler yan
g merupakan kelanjutan dari iskemik, dan memicu terjadinya nekrosis
myoneural

Gambar 4. Patofisiologi sindrom kompartemen. Akibat peningkat


an voume di dalam kompartemen atau restriksi dari ukuran ruang kom
partemen

G. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Aprianto (2017), pertama-tama akan muncul gejala
sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa nyeri terasa di bagian dalam otot
tungkai bawah dan akan terasa lebih nyeri saat digerakkan. Nyeri harus
dibedakan dari nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala lain yang
sering adalah rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat
terjepitnya saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada
jari pertama an jari kedua kaki.
Gejala klasik 5P (pain, pulselessness, paresthesia, pallor, paralys
is) tidak selalu dikenali. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penti
ng, pada anak-anak tampak gelisah dan memerlukan terapi analgesik le
bih banyak dari sebelumnya. Pallor atau pucat diakibatkan oleh menur
unnya perfusi ke daerh tersebut. Pulselesness yaitu menurun atau hilan
gnya denyut nadi. Paresthesia atau rasa kesemutan. Paralysis merupak
an late sign akibat menurunnya sensasi saraf. Gejala klasik ini sering
muncul terlambat saat golden perioe penanganan sindrom
kompartemen sudah terlewati. Harus diperhatikan tanda khusus yaitu
massa jaringan lunak pada sepertiga bawah tungkai akibat herniasi dan
pergeseran otot serta jaringan lemak saat tekanan meningkat. Riwayat
trauma wajib ditelusuri lebih lanut; luka tenbus; luka tergilas yang
menyebabkan kerusakan beberapa lapisan jaringan (crush injury),
fraktur baik terbuka ataupun terturup, dapat digunakan sebagai data
penunjang untuk mengenali tanda dan gejala awal sindrom
kompartemen (Aprianto, 2017).

H. DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom kompartemen akut sebaiknya dilakukan sesege
ra mungkin setelah onset dan idealnya sebelum kerusakan ireversibel t
erjadi. Nekrosis otot ireversibel terjadi secepat 3 jam setelah onset iske
mia dan memburuk. Diagnosis sindrom kompartemen akut dengan
anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh dan dengan
bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda
khas dari sindorm kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat
membantu menegakkan diagnosis.
Hasil anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri
hebat setelah kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat
dijadikan dasar untuk mendiagnosis sindrom kompartemen akut yaitu
nyeri dan parestesia namun gejala klinis parestesia onsetnya lama.
Pemeriksaan fisik mencari tanda-tanda fisik yang terkait dengan s
indrom kompartemen akut, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar,
penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagi
an distal didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melema
h) akibat menurunnya perfusi ke jaringan. Pemeriksaan fisik penting u
ntuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri p
ada saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah tert
entu, terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecuriga
an kita dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom komparteme
n akut. Nyeri tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian
analgesik termasuk morfin. Bandingkan daerah yang terkena dan daera
h yang tidak terkena. Nyeri yang dikeluhkan pasien, harus kita pantau
dan pertimbangkan apakah ada saraf yang terkena, saraf sensoris mulai
hilang kemampuannya, diikuti oleh syaraf motorik.

I. TATALAKSANA
Aprianto (2017) menyebutkan bahwa tatalaksana harus sesegera
mungkin. Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen adalah
dekompresi. Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam
kompartemen dapat dilakukan dengan cara:
- Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai
- Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena
posisi lebih tinggi dari jantung pat menurunkan aliran darah
arterial ke otot dan akan memperburuk keadaan iskemia.
- Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks;
dengan menyangga kaki dalam posisi sedikit fleksi plantaris
(kaki condong ke arah bawah)
- Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada
indikasi. Banyak peneliti menyatakan indikasi dekompresi
dengan fasiotomi adalah apabila tekanan kompratemen naik
mejadi 30mmHg. Prosedur ini harus dilakukan sesegera
mungkin karena kerusakan permanen otot akan teradi dalam
4-12 jam dan kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam
12-24 jam sejak terjadinya peningkatan tekanan intra-
kompartemen.
Tindakan fasciotomy merupakan terapi definitif dari sindrom kom
partemen, dan harus segera dilakukan setelah tegak diagnosis. Selama
menunggu proses operasi, gips atau constricting dressing yang terpasa
ng harus dilepaskan. Operasi untuk dekompresi tidak diindikasikan pa
da sindrom kompartemen yang lebih dari 48 jam maupun kondisi dim
ana tidak ada lagi fungsi sisa dari komponen di dalam kompartemen te
rsebut
Gambar 5. Algoritma tatalaksana sindrom kompartemen. Pasien y
ang sadar dengan pasien penurunan kesadaran memiliki pendekata
n diagnosis yang berbeda
Pada region femur (thigh) terbagi menjadi tiga kompartemen
(anterior, posterior dan medial). Insisi anterior lateral digunakan un
tuk menangani sindrom kompartemen anterior dam posterior. Sayat
an dimulai dari ruang introchanter ke kondilus lateral femur, fascia
yang membungkus muskulus vastus lateralis akan terbuka dan men
urunkan tekanan kompartemen anterior. Terdapat beberapa teknik f
asiotomi pada tungkai bawah regio cruris (leg), antara lain single i
ncision fasciotomy dengan fibulektomi, single incision fasciotomy t
anpa fibulektomi, dan two-incision fasciotomy (anterilateral dan po
steromedial)

J. KOMPLIKASI
Tekanan yang tidak teratasi dapat menyebabkan terjadinya nekros
is jaringan akibat hipoperfusi. Hal ini dapat meningkatkan Volkman co
ntracture. Bila semakin parah dan tidak teratasi maka akan terjadi rha
bdomyolisis dan kidney failure. Sindrom kompartemen akut dapat
menyebabkan komplikasi antara lain kerusakan saraf yang permanen, s
epsis, deformitas kosmetik akibat fasiotomi, kehilangan anggota tubuh,
dan kematian.

K. PROGNOSIS
Prognosis sindrom kompartemen bergantung pada waktu penegak
kan diagnosis dan pengambilan tindakan. Hal lain yang juga mempeng
aruhi adalah tempat terjadinya sindrom kompartemen, dan penggunaan
ekstremitas tersebut pada kehidupan sehari-hari. Sindrom komparteme
n akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk
terjadinya iskemia adalah 4-6 jam. Kerusakan ireversibel dapat terjadi
setelah 8 jam. Jika diagnosis terlambat, dapat menyebabkan cedera sar
af dan hilangnya fungsi otot. Meskipun fasiotomi dilakukan lebih awal,
sekitar 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persi
sten.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aprianto, P. 2017. Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah. CDK-


253: vol. 44 no. 6.
2. Bowyer MW. Lower extremity fasciotomy: Indications and technique. Cur
r Trauma Rep 2015;1:35-44.
3. Jose, A. 2014. Comprtment Syndrome. In: Sabiston Textbook of Surgery,
19th ed.
4. Mahapatra, A. Raza, H. 2015. Acute Syndrome Compartemen in Orthoped
ics: Causes, Diagnosis, and Management. Review article, Advances in Ort
hopedics 2015;1-8.
5. Medlineplus. Compartment Syndrome. Diunduh dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001224.htm. Diakses
pada 6 Oktober 2021.
6. Netter FH, Machado C. Arms, Forearm, Thigh/Hip, Leg/Knee. In: Thomps
on JC, editors. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2 nd ed. China: Else
vier:2010.p.131-315.
7. Paula, R. (2015). Compartment Syndrome, extremity. [online]:
http://www.emedicine.com. Diakses pada 6 Oktober 2021.
8. Rasul, A. T. 2020. Acute Compartment Syndrome. [online] Medscape: h
ttps://emedicine.medscape.com/article/307668-overview. Diakses pada 5
Oktober 2021.
9. Smith J. sindrom kompartemen. JAAPA 2013;26(9):48-49.
10. Torlincasi, A. M. Lopez, R. A. Waseem, M. 2021. Acute Compartment
Syndrome. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing.
11. Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal Syst
em; edisike-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 464, 468-
476.

Anda mungkin juga menyukai