Anda di halaman 1dari 31

EVALUASI PENERAPAN KONTRAK LUMP SUM DARI SUDUT

PANDANG KONTRAKTOR PADA PROYEK


PEMBANGUNAN JALAN TOL
(Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang-Batang)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada
Jurusan Magister Teknik Sipil

Oleh:

RATO
S 100 160 005

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

EVALUASI PENERAPAN KONTRAK LUMP SUM DARI SUDUT


PANDANG KONTRAKTOR PADA PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL
(Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang-Batang)

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

RATO
S 100 160 005

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing I

Ir. Sri Sunarjono, MT, PhD

i
HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI PENERAPAN KONTRAK LUMP SUM DARI SUDUT


PANDANG KONTRAKTOR PADA PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL
(Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang-Batang)

OLEH

RATO
S 100 160 005

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Program Studi Magister Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Selasa, 30 Januari 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D (……………)


(Anggota I Dewan Penguji)
2. Ir. Muh Nursahid, M.T., MM (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
3. Mochamad Solikin, ST., MT PhD (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)

Direktur,

Prof. Dr. Bambang Sumardjoko

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka

akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, Januari 2018


Penulis

RATO
S 100 160 005

iii
EVALUASI PENERAPAN KONTRAK LUMP SUM DARI SUDUT PANDANG
KONTRAKTOR PADA PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL
(Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang-Batang)

Abstrak

Penerapan kontrak lump sum pada proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang-Batang
dengan lingkup dan risiko yang tinggi telah menimbulkan berbagai permasalahan.
Permasalahan yang ada diakibatkan oleh ketidakpastian yang meliputi pembebasan
lahan, kepastian pembayaran dan banyaknya pekerjaan tambah. Oleh karena itu perlu
dilakukan evaluasi dengan penelitian kualitatif melalui observasi langsung dan
wawancara dalam pengumpulan datanya.
Kontrak lump sum merupakan kontrak dengan harga pasti tanpa penambahan volume,
sehingga tidak cocok diterapkan pada proyek dengan risiko tinggi. Risiko yang
diakibatkan oleh ketidakpastian dalam pengadaan lahan dan penambahan bangunan
yang dikarenakan tuntutan warga memaksa untuk dilakukan addendum penambahan
volume. Konsep lump sum yang masih mengikuti konsep unit price seperti penyusunan
bill of quantities (BOQ) yang menjabarkan struktur dalam bentuk material
penyusunnya perlu disusun secara lump sum dalam satu item struktur.
Hasil dari evaluasi dalam penelitian ini adalah proyek jalan tol lump sum harus
memiliki lahan yang bebas 100% sebelum memulai pekerjaan, kepastian pembayaran
harus dilakukan selambat-lambatnya 30 hari setelah serah terima pertama, dan tidak
boleh ada penambahan volume. Konsep perhitungan progres harus sesuai dengan BOQ
lump sum yang lebih kepada bentuk fisik dan fungsi. Kemudian addedendum
pekerjaan tambah hanya dapat dilakukan di luar lingkup kontrak.

Kata kunci: kontrak, lump sum, proyek jalan tol

Abstract

The implementation of lump sum contracts on Semarang-Batang toll road project with
wide scope and high risk has caused various problems. Problems are caused by
uncertainties such as land acquisition, payment certainty and the number of jobs
added. Therefore it is necessary to evaluate with qualitative research through direct
observation and interview in the completion of the data.
The lump sum contract is a fixed-price contract with no additional volume, so it is not
suitable for high-risk projects. The risk caused by uncertainty in land acquisition and
the addition of buildings due to demands of citizens to force addendum to add volume.
The concept of lump sum that still follow the concept of unit price such as the
preparation of bill of quantities (BOQ) which describes the structure in the form of its
constituent material needs to be arranged in a lump sum in one item of structure.

1
The result of the evaluation in this study is that the lump sum toll road project should
have 100% free land prior to commencement of work, the certainty of payment must
be made no later than 30 days after the first handover, and there should be no volume
increase. The concept of progress calculation must be in accordance with BOQ lump
sum which is more to the physical form and function. Then addedendum added work
can only be done outside the scope of the contract.

Keywords: contract, lump sum, toll road project

1 PENDAHULUAN
Infrastruktur jalan raya merupakan salah satu prasarana perhubungan darat yang memiliki
peran penting dalam distribusi barang dan jasa serta mobilitas untuk masyarakat dan sektor
ekonomi lainnya. Oleh karena itu pembangunan jalan raya sangat berperan penting dalam
pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Pemerintah indonesia tahun 2014-2019 saat ini telah fokus
dalam pembangunan infrastruktur jalan guna menumbuhkan ekonomi yang kuat. Salah satu
pembangunan jalan yang sedang difokuskan oleh pemerintah saat ini adalah pembangunan jalan
Tol Trans Jawa yang membentang dari Jakarta hingga Surabaya.
Pembangunan jalan Tol Trans Jawa dibagi dengan beberapa ruas jalan tol, dan salah
satunya adalah pembangunan jalan Tol Batang - Semarang yang membentang sepanjang +/- 74,2
kilometer dari Batang hingga ke Semarang Jawa Tengah. Tol Batang-Semarang melintasi 3
kabupaten di jawa tengah yaitu kabupaten Batang, kabupaten Kendal dan Kota Semarang.
Proyek pembangunan ini terbagi dalam 5 seksi yaitu seksi I yaitu Batang – Tulis panjang 3,20
km, seksi II Tulis hingga Weleri sepanjang 36,35 km, seksi III dari Weleri- Kendal dengan
panjang 11,05 km, Seksi IV dari Kendal hingga Kaliwungu sepanjang 13,50 Km dan terakhir
seksi V berlokasi di Kaliwungu- Semarang dengan panjang 10,10 km.
Pelaksanaan pembangunan jalan tol Semarang Batang menggunakan sistem kontrak
lumpsum dengan nilai Fix Price dengan sistem pembiayaannya adalah Contractor’s Full
Prefinanced (CPF). Sistem ini secara pelaksanaan bagi owner akan meringankan dari sisi biaya,
mengingat pembiayaan dibebankan kepada kontraktor 100 %. dan dibayarkan 30 hari setelah
berita acara PHO ditanda tangani kedua belah pihak. ( Kontrak TOL JSB )
Model kontrak lumpsump ini merupakan salah satu yang pertama digunakan di proyek
jalan tol. Umumnya pelaksanaan kontrak lumpsum ini digunakan di proyek gedung yang
memiliki tingkat keakurasian dan kepastian yang tinggi. Berbeda dengan proyek gedung, proyek
jalan memiliki unsur ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan proyek gedung.

2
Kontrak lumpsum yang digunakan di proyek jalan tol ini pada saat pelaksanaannya
mengalami banyak permasalahan. Permasalahan yang terjadi meliputi pembebasan lahan, proses
desain dan proses konstruksi dimana ketiga hal tersebut berjalan bersamaan dengan pelaksanaan
proyek. Kendala yang terjadi akibat kondisi tersebut salah satunya adalah dari sisi data yang
sering berubah sehingga menimbulkan kesulitan pada saat proses mendesain.
Permasalahan lain yang terjadi adalah gambar basic desain yang dijadikan pedoman
dalam menetukan nilai kontrak lumpsum dalam penerapannya masih banyak perbedaan data.
Sehingga pada saat pelaksanaannya banyak desain yang mengalami perubahan dan beberapa
bangunan tambahan. Hal ini menjadi persoalan tersendiri yang dihadapi oleh penguna jasa dari
sisi ruang lingkup pekerjaan dan volume yang disepakati dalam kontrak. Proses perhitungan
kemajuan progres di kontrak lumpsum pada proyek tol ini juga menjadi permasalahan, karena
belum dipahami secara pasti perhitungan progresnya dan masih berpedoman pada perhitungan
progres di kontrak unit price.
Banyaknya permasalahan yang terjadi dalam penerapan kontrak lumpsum pada proyek jalan
tol Batang-Semarang memerlukan evaluasi yang lebih lebih detail. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kontrak lumpsum yang telah diterapkan di proyek jalan tol dengan mengetahui
bagaimana penerapannya, cara perhitungan progres dan penanganan pekerjaan tambah sehingga
dengan permasalahan yang terjadi dapat memperoleh solusi yang tepat baik secara legal maupun
pelaksanaannya di lapangan.

2 Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Kontrak
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa
Belanda, disebut dengan overeenkoinst (perjanjian). Pengertian kontrak atau perjanjian diatur Pasal
1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih."
Kontrak merupakan kesepakatan antara pihak pengguna jasa dan pihak penyedia jasa untuk
melakukan transaksi berupa kesanggupan antara pihak penyedia jasa untuk melakukan sesuatu
bagi pihak penggunajasa, dengan sejumlah uang sebagai imbalan yang terbentuk dari hasil
negosiasi dan perundingan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini kontrak harus memiliki
dua aspek utama yaitu saling menyetuju dan ada penawaran serta penerimaan (Soeharto, 2001)
Terdapat beberapa unsur yang terdapat pada suatu kontrak yang mengikat antara kedua
pihak, antara lain unsur-unsur tersebut adalah: para pihak yaitu pihak pengguna barang/jasa dan

3
pihak penyedia barang/jasa, adanya kesepakatan dari para pihak, dan obyek perjanjianya itu
barang/jasa.

Secara umum, kontrak konstruksi dibagi menjadi dua yaitu kontrak lump sum dan kontrak
unit price. Berikut adalah pengertian kontrak lump sum dengan unit price
2.1.1 Definisi Kontrak Lump sum
Secara umum, kontrak Fixed Lump Sum Price atau Kontrak Lumpsum adalah suatu kontrak
dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang atau dalam
bahasa Inggris: “ A Fixed Lump Sum Price Contract is a Contract where the Bill of Quantites is
not subject to remeasurement “ (Asiyanto, 2005)
Peraturan Pemerintah (PP No. 29/ 2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi
memberikan batasan/ definisi mengenai bentuk kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan
Lump Sum sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 21 ayat (1) sebagai berikut:
“Kontrak Kerja Konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum sebagaimana dimaksud dalam
pasal 20 ayat (3) huruf a angka 1 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia
jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah” Dalam Kontrak Lumpsum, risiko biaya
bagi pengguna jasa menjadi minimal (kecil) dan memberi cukup pengawasan atas pelaksanaan
dan pengikatan. (Gilbreath, 1992)
2.1.2 Definisi Kontrak Unit Price
Secara umum, Kontrak Unit Price adalah kontrak dimana volume pekerjaan yang
tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan
volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan (Asiyanto, 2005).
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/ 2000 Pasal 21 ayat (2) berbunyi: “Kontrak kerja
konstruksi dengan bentuk imbalan Harga Satuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 20 ayat (3)
huruf a angka 2 merupakan kontrak jasa ata penyelesaian seluruh penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/
unsur pekerjaan dengan sepsifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil
pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan penyedia jasa”
Kontrak Harga Satuan menggambarkan variasi dari kontrak lumpsum. Mengingat
lumpsum meliputi satu harga pasti/tetap untuk semua atau beberapa bagian pekerjaan, harga

4
satuan hanya menetapkan harga satuan dari satuan atau volume. Total nilai kontrak ditetapkan
dengan mengalikan harga satuan dengan volume pekerjaan yang dilaksanakan (Gilbreath, 1992).
Dalam Kontrak Harga Satuan, Penyedia Jasa dibayar suatu jumlah yang pasti untuk setiap
satuan pekerjaan yang dilaksanakan. Untuk mneghindari sengketa mengenai berapa pekerjaan
yang sesungguhnya dilaksanakan, setiap satuan pekerjaan harus ditentukan dengan tepat
(Stokes, 1977).

2.2 Contractor’s Full Prefinanced


Bentuk kontrak dengan sistem pembayaran Pra Pendanaan Penuh atau Contractor’s Full
Prefinanced, penyedia jasa harus mendanai terlebih dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak.
Setelah pekerjaan selesai 100% dan diterima balik oleh pengguna jasa barulah penyedia jasa
mendapatkan pembayaran secara sekaligus. Bisa jadi pada saat itu yang dibayarkan oleh pengguna
jasa adalah sebesar 95% dari nilai kontrak, karena yang 5% ditahan (retention money) selama masa
tanggung jawab atas cacat atau pembayaran penuh 100%. Tetapi penyedia jasa harus memberikan
jaminan lain satu dan lain hal sesuai ketentuan kontrak (Yasin, 2009)
Perbedaan sistem pra pembiayaan ini dibanding dengan sistem lain adalah bahwa pengguna
jasa tidak perlu mencari investor atau pinjaman bank untuk membiayai pelaksanaan proyek karena
penyedia jasa atau kontraktor lah yang mencari investor atau pinjaman bank. Kemudian pinjaman
ini akan menjadi tanggung jawab pengguna jasa setelah proyek selesai dan serah terima kepada
pengguna jasa. Hal tersebut sesuai kesepakatan pengguna jasa atau owner dengan pihak bank
(Abednego & Ogunlana, 2006).

2.3 Kontrak Rancang Bangun (Design and Built)


Proyek dengan kontrak design and built adalah dimana penyedia jasa (kontraktor) harus
menyediakan semua jasa termasuk jasa desain dan konstruksi. Penyedia jasa yang tidak memiliki
perencana sendiri juga dapat menunjuk perencana yang di luar pekerjaan konstruksi sesuai
kesepakatan dengan pengguna jasa (Chan & Yu, 2005).
Kontrak rancang bangun menuntut kontraktor untuk tidak hanya bertanggung jawab dalam
proses konstruksi namuin juga pada proses perencanaan atau desain. Oleh karena itu pihak yang
terkait harus yakin dengan bangunan yang akan dibangun dan diajukan dengan pernyataan yang
sangat jelas, sehingga dokumen kontrak pada kontrak rancang bangun akan berbeda dengan
kontrak secara umum (Ndekugri & Turner, 1994).

5
2.4 Daftar Volume Pekerjaan (Bill of Quantities)
Kontraktor yang mengikuti tender akan menghitung volume pekerjaan yang terdapat dalam
gambar tender yang telah disediakan oleh pemilik proyek. Perhitungan volume tiap item pekerjaan
ini akan dirangkum menjadi sebuah daftar volume pekerjaan (bill of quantities). Bagian di dalam
kontraktor yang menghitung atau mengestimasi volume disebut quantity surveyor (QS). Para QS
ini akan menyiapkan daftar volume pekerjaan sesuai dengan gaya dan metode perhitungan mereka
masing-masing. Nilai perkiraan pekerjaan didapat setelah semua volume pekerjaan selesai
dihitung dan dikalikan dengan harga satuan untuk masing-masing item pekerjaan. Nilai perkiraan
inilah yang akan menjadi harga penawaran kontraktor untuk pelaksanaan sebuah proyek
konstruksi (Yasin, 2009).

2.5 Klaim/ Tuntutan


Dokumen kontrak konstruksi mengikat kedua belah pihak antara penyedia jasa dan
pengguna jasa semenjak disepakati dan ditandatangani bersama. Namun proses konstruksi yang
kompleks menyebabkan kemungkinan adanya perselisihan semakin tinggi. Baik pemilik proyek
maupun kontraktor sebagai pelaksana konstruksi seringkali mengalami masalah atau kejadian
menyangkut perbedaan kepentingan atau sasaran yang ingin dicapai. Perubahan-perubahan
terhadap kontrak yang telah disepakati sering terjadi baik karena faktor kesengajaan maupun
ketidaksengajaan. Seringnya terjadi keterlambatan waktu penyelesaian, perbedaan spesifikasi,
perubahan desain dari yang disepakati dalam kontrak dengan yang terjadi di lapangan berpotensi
menjadi klaim (Putri, Adnyana, & Wiranata, 2012).
Klaim akan muncul manakala satu pihak yakin telah dirugikan pihak lain yang melakukan
kelalaian atas kewajiban kontraktualnya yang oleh karenanya perlu mendapatkan kompensasi
(Kululanga, 2000). . Dalam pengertian luas klaim merupakan klaim dari salah satu pihak yang
menuntut, tergantung pada haknya, penyesuaian atau inteprestasi atas kontrak, pembayaran,
perpanjangan waktu, atau hal-hal meringankan lain dari kontrak, klaim bisa berasal dari pemilik
atau pemasok (Cox, 1997). Dalam konteks yang lebih sempit, pengertian klaim lebih ditunjukkan
kepada permintaan kontraktor untuk mengkompensasi kerugian atau menghindari liquidated
damages (Seeley, 1994).

Klaim yang tidak disetujui dapat menimbulkan sengketa (Despute). Sengketa (dispute) atau
perselisihan adalah ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan
hubungan atau kerjasama. Perselisihan dapat terjadi antara dua pihak atau lebih. Walaupun para

6
pihak telah saling setuju untuk saling mengikatkan diri dalam perjanjian namun dalam
perjalanannya para pihak sering menemukan kesulitan atau permasalahan. Permasalahan yang
timbul apabila tidak ditangani dengan baik maka mungkin akan memunculkan perselisihan atau
sengketa antar pihak. Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan
pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak tersebut dalam suatu kontrak konstruksi
(Taurano, 2013).

3 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, artinya peneliti akan
menggali permasalahan yang ada mengenai penerapan kontrak lumpsum di proyek pembangunan
jalan tol Semarang-Batang. Peneliti berperan aktif dalam memuat rencana penelitian, dan proses
pelaksanaan penelitian, serta menjadi faktor penentu dari keseluruhan proses dan hasil penelitian.
Sehingga dengan kata lain hasil dari penelitian ini adalah dari hasil pembahasan data yang
diperoleh dari data mengenai penerapan kontrak lumpsum di lapangan. Tahapan penelitian
dilakukan dalam tiga tahap yaitu pra penelitian, pelaksanaan penelitian, dan analisis data. Ketiga
tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Mulai

Kajian Pustaka Latar Belakang Observasi Lapangan

Merumuskan Masalah

Menentukan Tujuan

Pra Penelitian Menentukan Batasan Masalah

Pengumpulan Data

Data Sekunder:
Data Primer:
Dokumen Kontrak dan
Wawancara
Sistem Pembiayaan
Proses Penelitian
Analisis Data:
Fakta Lapangan
Membandingkan Kontrak Unit
Price dan Lump Sum
Observasi Langsung

Analisis Data Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Presentasi Data
Proyek jalan tol Semarang-Batang memiliki bentuk kontrak lump sum yang tertera pada
Kontrak Jasa Pemborong Design and Build Paket 1: Pembangunan Jalan Tol Semarang Batang
(STA. 375+000 – STA 449+200) nomor: 021/KONTRAK/JSB/7-2016 tanggal 25 Juli 2016. Jenis
kontrak pada proyek ini adalah Design and Build dimana kontraktor bertanggung jawab atas desain
dan pelaksanaan kontruksi di lapangan. Sistem pembayaran yang digunakan adalah contractor’s
Pre-Financing (CPF), yaitu kontraktor harus membiayai seluruh pekerjaan sampai selesai dan
akan dibayarkan setelah berita acara serah terima pertama (PHO).
Total nilai kontrak Rp. 6.422.751.800.000,- (Enam triliun empat ratus dua puluh dua miliar
tujuh ratus lima puluh satu juta depalan ratus ribu rupiah), sudah termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Jangka waktu pelaksanaan adalah selama 793 (tujuh ratus sembilan puluh tiga) hari
kalender, dan untuk masa pemeliharaan adalah selama 1095 hari kalender terhitung sejak
ditandatanganinya berita acara serah terima (PHO) hasil pekerjaan yang terdiri dari 3 tahap masa
pemeliharaan yang dibagi masing-masing 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari kalender sampai
ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima Akhir Hasil Pekerjaan (FHO).
4.2 Analisa Penerapan Kontrak Lump Sum
4.2.1 Pengadaan Lahan untuk Proyek Jalan Tol
Pengadaan lahan untuk proyek jalan tol Semarang-Batang masih ada yang belum dibebaskan
pada saat awal pelaksanaan proyek. Termasuk tanah wakaf yang berupa pemakaman umum,
masjid, dan fasilitas umum lainnya yang sulit dalam proses pembebasannya. Kondisi ini
menimbulkan risiko dari segi biaya dan waktu. Apabila lahan belum bebas maka pekerjaan akan
terhambat untuk dikerjakan sehingga waktu pengerjaan akan mundur dan biaya sewa alat dan biaya
lainnya akan bertambah. Untuk menyiasati kondisi tersebut, kontraktor harus menyewa lahan yang
belum bebas agar pekerjaan tidak terhambat dengan pertimbangan adalah biaya sewa tidak
melebihi dari biaya yang ditimbulkan akibat keterlambatan pekerjaan. Oleh karena itu
direkomendasikan dalam penerapan kontrak lump sum pada jalan tol dapat berjalan lancar dari
segi lahan harus bebas seluruhnya.

4.2.2 Kepastian Pembayaran


Disebutkan dalam kontrak bahwa pembayaran secara sskaligus selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja setelah ditandatanganinya PHO. Hal tersebut merujuk pada cara pembayaran
yang telah disepakati kedua belah pihak yaitu Contractor’s Pre Financing dimana kontraktor harus

8
membiayai seluruh pelaksanaan pekerjaan terlrbih dahulu dan akan dibayarkan oleh owner ketika
proyek sudah selesai 100%.Hal tersebut harus benar ditaati oleh owner agar tidak menimbulkan
permasalahan penambahan cash-flow oleh kontraktor.

4.2.3 Tidak Adanya Pekerjaan Tambah


Pada dasarnya kontrak lump sum tidak memperbolehkan pekerjaan tambah pada lingkup
kontrak, namun kenyataan yang ada pada penerapan kontrak ini banyak terjadi penambahan
volume. Penambahan volume telah diatur dalam kontrak, dimana pekerjaan tambah dapat
dilakukan apabila di luar lingkup lump sum dan disetujui oleh kedua belah pihak. Namun proses
addendum untuk pekerjaan tambah ini menimbulkan pembengkakan biaya dan proses yang lama
berisiko menimbulkan keterlambatan.

4.3 Perbandingan Kontrak Lumpsum dengan Unit Price


4.3.1 Aspek Biaya
Nilai kontrak lump sum pada umumnya lebih tinggi dari unit price, hal tersebut disebabkan
penambahan biaya akibat risiko. Sebagai perbandingan, berikut adalah perbandingan nilai kontrak
lump sum dengan unit price pada jalan tol.

Tabel 1 Perbandingan nilai kontrak lump sum dan unit price pada jalan tol
Nilai Kontrak + PPN
Panjang
Proyek Jalan Tol Jenis Kontrak (NK) NK/ m1
(m1)
(Rp)
Batang
Semarang Lump Sum 6.422.751.500.000 74.200 86.559.993

Solo Ngawi 2A Unit Price 1.174.394.100.000 28.000 41.942.646

Solo Ngawi 2B Unit Price 872.317.600.000 15.000 58.154.507

Solo Ngawi 1A Unit Price 1.148.583.700.000 23.000 49.938.422


Pejagan
Pemalang 3 Unit Price 1.259.462.600.000 30.000 41.982.087

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat perbandingan nilai kontrak, dimana nilai kontrak lump
sum pada proyek jalan tol Semarang Batang memiliki nilai kontrak yang lebih tinggi. Selisih biaya
tersebut mengalokasikan biaya risiko meliputi antara lain pembebasan lahan, pekerjaan tanah dan
biaya desain.

9
4.3.2 Aspek Risiko
Aspek risiko pada proyek jalan tol dengan kontrak lump sum, paling besar adalah
penambahan volume yang sulit dipastikan terutama pada pekerjaan tanah. Penambahan volume
pada kontrak lump sum tidak dapat diakui karena sudah dianggap risiko, namun di sisi lain kontrak
lump sum memiliki keuntungan untuk melakukan efisiensi asalkan tidak menyalahi fungsi yang
disebut dengan value engineering. Berikut adalah ilustrasi value engineering dan risiko
penambahan volume yang telah dilakukan di proyek jalan tol Semarang-Batang.

Gambar 2 Ilustrasi Value Engineering dan Risiko Penambahan Volume

Gambar 2 menunjukkan pada kondisi (1) kontraktor yang mampu melakukan efisiensi
selama tidak menyalahi fungsi sehingga dapat menambah margin. Sedangkan kondisi (2)
menunjukkan risiko teknis yang berkaitan dengan kesalahan desain awal dan metode sehingga
harus dilakukan penambahan volume yang mengakibatkan penambahan biaya. Pada awalnya
risiko tersebut sudah diperhitungkan dan mengakibatkan nilai kontrak lump sum lebih tinggi dari
kontrak unit price. Berikut adalah analisa harga pada salah satu item pekerjaan pada kontrak lump
sum yang memperhitungkan berbagai macam risiko.

10
Tabel 2 Analisa Harga Satuan pada Proyek Lump Sum dengan Penambahan Overhead Biaya
Akibat Risiko

Real Cost
Pekerjaan Sat Vol Harsat Real Cost Jumlah
a b c=bxa
Pemadatan m3 1,00 7.500,00 7.500,00
Tanah Quarry m3 1,00 12.000,00 12.000,00
Loading tanah m3 1,00 6.000,00 6.000,00
Hauling km/m3 13,00 1.900,00 24.700,00
Total Real Cost (RC) 50.200,00

Perhitungan Faktor Overhead


Biaya Lainnya Nilai Jumlah
d e=dxRC
Risiko Teknik 0,05 2.510,00
Risiko Desain 0,07 3.514,00
Risiko Pelaksana 0,045 2.259,00
Bunga Bank 0,08 4.016,00
Profit 0,1 5.020,00
Jumlah 17.319,00
Real Cost + Biaya Lainnya (T1) 67.519,00
Pajak PPh Final 3% (P1=3%xT1) 2.025,57
Total Penawaran (T2=T1+P1) 69.544,57
Faktor Overhead (f=T2/RC) 1,38535

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa faktor overhead akibat risiko pada kontrak lump
sum yaitu 1,38535. Angka tersebut mempresentasikan penambahan biaya akibat risiko yang telah
diperhitungkan, antara lain risiko tersebut adalah: risiko teknik (berkaitan dengan metode
pelaksanaan di lapangan), risiko desain (desain yang dapat berubah akibat kesalahan estimasi
sebelumnya), dan risiko pelaksanaan (ketidakpastian di lapangan seperti cuaca, medan di
lapangan, dan faktor lainnya).

4.3.3 Perbandingan Kontrak Lump sum dengan Unit Price Menggunakan Analisa SWOT
Perbedaan antara kontrak lump sum dengan unit price dari segi kelebihan dan kekurangan
dapat dilakukan dengan menggunakan analisa SWOT. Analisa SWOT digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan strength (Kekuatan), weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang),
dan Threat (Ancaman atau Risiko). Kontrak konstruksi baik lump sum dan unit price memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing bagi kontraktor. Kontrak lump sum dengan nilai kontrak
yang tetap atau fix priced memberikan peluang kepada kontraktor untuk melakukan efisiensi di
lapangan dan dibayar dengan harga yang tetap selama tidak menyalahi fungsi. Berbeda dengan
kontrak unit price dimana yang dibayarkan adalah sesuai dengan volume dikerjakan sehingga
setiap ada penambahan volume di lapangan akan dapat dibayarkan. Berdasarkan kelebihan dan

11
kekurangan masing-masing berikut ini adalah analisa swot kontrak lump sum dengan kontrak unit
price dapat dilihat dari Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Analisa SWOT Kontrak Lump Sum dan Kontrak Unit Price

No Uraian Lump sum Unit Price


1 Kelebihan • Harga Pasti • Pekerjaan Tambah dapat
(Strenght) • Risiko masuk ke dalam diakui.melalui addendum
harga satuan kontrak.
• Cocok untuk pekerjaan • Cocok untuk pekerjaan
typical (Proyek gedung). dengan risiko tinggi.
2 Kelemahan • Tidak ada Addendum • Realisasi pekerjaan yang
(Weakness) • Tidak cocok untuk berbeda sedikit dengan
pekerjaan dengan kontrak tidak diakui.
ketidakpastian tinggi.
3 Peluang • Efisiensi pekerjaan selama • Penambahan pekerjaan dapat
(Opportunities) memenuhi spesifikasi akan diakui, sehingga dengan
dibayarkan sesuai kontrak penambahan pekerjaan dapat
sehingga margin di kontrak menambah margin.
lump sum lebih besar.
4 Risiko (Threat) • Penambahan volume di • Kenaikan harga yang tidak
lingkup lump sum tidak dapat diprediksi
dapat diakui.

Kesimpulan Margin di kontrak lump sum Margin di kontrak unit price


lebih besar, namun risiko yang tidak sebesar pada kontrak lump
harus diperhitungkan sangat sum namun risiko yang harus
besar terutama terhadap diperhitungkan lebih rendah.
penambahan volume Sehingga kontrak ini akan cocok
pekerjaan yang tidak dapat apabila diterapkan di proyek
diakui. Sehingga kontrak lump dengan risiko yang tinggi karena
sum akan lebih cocok apabila setiap penambahan volume
diterapkan di proyek dengan dapat diakui.
risiko yang rendah.

Pada Tabel 3 dapat disimpulkan berdasarkan analisa SWOT perbandingan kontrak lump sum
vs unit price bahwa margin di kontrak lump sum lebih besar namun risikonya tinggi sedangkan
kontrak unit price memliki margin yang lebih kecil namun secara risiko lebih rendah. Oleh karena
itu kontrak lump sum akan cocok diterapkan di proyek dengan ketidakpastian yang lebih rendah
seperti pekerjaan yang typical di proyek gedung sedangkan kontrak unit price akan lebih cocok
diterapkan di proyek dengan ketidakpastian yang tinggi seperti pekerjaan tanah.

4.4 Cara Perhitungan Progres Kontrak Lump Sum


4.4.1 Perhitungan Progres yang Dilakukan Saat Ini di Proyek
Laporan progres pekerjaan berfungsi untuk mengetahui sejauh mana progres pekerjaan di
lapangan sehingga kontraktor dapat mengendalikan jalannya proyek agar tidak terlambat.

12
Perhitungan progres didasarkan pada volume yang telah diraih di lapangan dibandingkan dengan
BOQ kontrak. Perhitungan berawal dari merekapitulasi setiap pekerjaan yang dilakukan selama
satu minggu, kemudian menghitung setiap volumenya hingga ditampilkan dalam bentuk
prosentase di laporan progres mingguan. Kemudian ilustrasi perhitungan progres di proyek ini
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Ilustrasi Perhitungan Progres Proyek Jalan Tol Semarang Batang

Berdasarkan Gambar 3 perhitungan progres kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel


berdasarkan item pekerjaan dan progres pekerjaan. Agar lebih jelasnya bentuk laporan progres
pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 4 Laporan Progres Item Struktur Beton Proyek Jalan Tol Semarang-Batang

13
Pada Gambar 4 menunjukkan bagaimana progres mingguan dilaporkan dengan susunan
yang masih menyerupai pada progres proyek unit price. Pada proyek lump sum item BOQ yang
digunakan sebagai pedoman perhitungan progres seharusnya tidak menunjukkan volume material
yang digunakan seperti beton kelas c, besi beton dan lain sebagainya. Melainkan menampilkan
setiap bagian struktur seperti balok dan kolom dengan diameter tertentu secara typical.

4.4.2 Usulan Cara Perhitungan Progres secara Lump Sum.


Penyusunan BOQ pada proyek lump sum, bangunan di sepanjang trase harus disimulasikan
secara typical seperti halnya penyusunan BOQ lump sum pada proyek hedung seperti item balok
dan kolom. Agar lebih jelasnya berikut adalah ilustrasi bagaimana menentukan item pekerjaan
salah satu bangunan pada proyek jalan tol secara kontrak lump sum dan unit price dapat dilihat
pada Gambar 5.

Gambar 5 Ilustrasi Perbedaan Penyusunan BOQ Lump Sum dengan Unit Price

Perhitungan progres tergantung pada BOQ yang digunakan sebagai patokan, BOQ pada
proyek ini masih mengadaptasi BOQ unit price sehingga hal tersebut tidak akan relevan
mengingan sifat kontrak adalah lump sum. berikut adalah maping bagaimana penyusunan BOQ
dan perhitungan progres dengan menerapkan kontrak lump sum pada pekerjaan struktur jembatan
dan timbunan.

4.4.2.1 Identifikasi Struktur dan Bill of Quantity


Identifikasi secara lump sum pada sebuah bangunan struktur jembatan yang ada di jalanan
tol dibagi berdasarkan item bagian dari jembatan secara satu kesatuan. Agar lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

14
Gambar 6 Identifikasi Item pada Struktur Jembatan

Kemudian untuk item lain di proyek jalan tol, yaitu pekerjaan timbunan tanah, identifikasi
itemnya dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7 Identifikasi Item Timbunan Tanah

4.4.2.2 Progres Pekerjaan


Progres dihitung berdasarkan dari BOQ lump sum yang telah disusun sebelumnya, semua
pekerjaan dinyatakan dalam prosentase dengan satuan masing-masing adalah lump sum. Berikut
adalah ilustrasi bagaimana proses perhitungan item pekerjaan struktur dan pekerjaan tanah

1. Progres Pekerjaan Struktur


Pekerjaan struktur jembatan dikerjaan dari struktur bawah yaitu pilecap hingga finishing,
kemudian progres pekerjaan di lapangan akan dilaporkan setiap hari dan direkap dalam satu
minggu. Berikut ini adalah sketsa progres pekerjaan di lapangan.

15
Gambar 8 Sketsa Progres Pekerjaan Struktur Jembatan

2. Progres Pekerjaan Tanah

Progres pekerjaan tanah dihitung per section yaitu setiap 100 m dan ketinggian rata-rata adalah
6 meter. Agar lebih jelasnya sketsa progress pekerjaan tanah dapat dilihat pada Gambar 9
berikut ini.

Gambar 9 Sketsa Progres Pekerjaan Timbunan Tanah

Dari Gambar 9 dapat dilihat contoh perhitungan progres timbunan tanah dengan membagi
menjadi lima seksi dengan keterangan sebagai berikut: Seksi 1 (20 %), Seksi 2 (40 %), Seksi
3 (50 %), Seksi 4 (24 %), Seksi 5 (25 %)
Progres pekerjaan tanah minggu ini setelah diambil rata-rata berdasarkan bobot pekerjaan
timbunan tanah secara keseluruhan adalah: 12,72 %

4.4.3 Perbandingan BOQ Lump Sum Usulan dengan Unit Price


Perbedaan utama dari BOQ lump sum dan unit price adalah bagaimana cara menampilkan
item pekerjaan pada masing-masing kontrak. Pada kontrak lump sum item pekerjaan ditampilkan

16
menjadi satu item tanpa menjabarkan setiap material yang ada pada item tersebut. Sedangkan pada
kontrak unit price BOQ menampilkan keseluruhan material sebagai item pekerjaan di lapangan.
Usulan pada proyek ini adalah bagaimana menyusun BOQ lump sum pada bangunan struktur yang
terdapat pada jalan tol. Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan bagaimana menampilkan BOQ
lump sum pada struktur jembatan dan menampilkan setiap prosentase bobot pekerjaan.
Berdasarkan susunan BOQ tersebut akan dibandingkan dan dianalisa prosentase bobot lump sum
dengan unit price. Berikut adalah BOQ unit price pada salah satu struktur jembatan di proyek jalan
tol Semarang-Batang.
Tabel 4 BOQ Unit Price untuk Struktur Jembatan

No Uraian Pekerjaan Volume Satuan Harga Satuan Jumlah Harga Bobot

A Pile Cap Rp 3.014.231.065,85 25,47%


1 Pembersihan Lahan 1.350,05 m2 Rp 4.463,00 Rp 6.025.273,15 0,05%
2 Galian Struktur 3.672,00 m3 Rp 64.695,00 Rp 237.560.040,00 2,01%
3 Tiang Pancang Diameter 60 cm 1.115,46 m1 Rp 6.059.980,00 Rp 994.794,00 0,01%
4 Beton Kelas E (Lean Concrete) 74,36 m3 Rp 1.095.579,00 Rp 81.467.254,44 0,69%
5 Pembesian Pile Cap 90.568,00 kg Rp 11.674,00 Rp 1.057.290.832,00 8,93%
6 Beton Kelas C-1 (Footing) 1.115,46 m3 Rp 1.462.081,00 Rp 1.630.892.872,26 13,78%
B Kolom/ Abutment Rp 2.616.489.465,03 22,11%
1 Pembesian Abutmen Kolom 81.943,00 kg Rp 11.674,00 Rp 956.602.582,00 8,08%
2 Beton Kelas C-1 (Abutment) 909,81 m3 Rp 1.462.081,00 Rp 1.330.215.914,61 11,24%
3 Bearing Pad (350x400x40) 24,00 bh Rp 2.473.573,00 Rp 59.365.752,00 0,50%
4 Pembesian Wing Wall 10.778,00 kg Rp 11.674,00 Rp 125.822.372,00 1,06%
5 Beton Kelas C-1 Wing Wall 98,82 kg Rp 1.462.081,00 Rp 144.482.844,42 1,22%
C Balok Rp 6.015.601.576,29 38,86%
1 PCI Girder L = 40 M 12,00 bh Rp 383.229.283,00 Rp 4.598.751.396,00 38,86%
D Lantai 11,97%
1 Pembesian diapragma 4.356,00 kg Rp 11.674,00 Rp 50.851.944,00 0,43%
2 Beton B-1-2 diapragma 20,14 m3 Rp 1.845.810,00 Rp 37.174.613,40 0,31%
3 Plat Pracetak (Span Deck) 1.037,23 m2 Rp 233.916,00 Rp 242.625.160,51 2,05%
4 Besi Diapragma 4.356,00 kg Rp 11.674,00 Rp 50.851.944,00 0,43%
5 Beton Deck Slabs B-1-1 518,62 m3 Rp 1.996.349,00 Rp 1.035.346.518,38 8,75%
E Finishing Rp 186.985.835,14 1,58%
1 Deck Drain 16,00 bh Rp 957.130,00 Rp 15.314.080,00 0,13%
2 Besi Parapet dan Barrier 49,48 kg Rp 11.674,00 Rp 577.629,52 0,00%
3 Expantion Joint 25,20 m1 Rp 2.066.543,00 Rp 52.076.883,60 0,44%
4 Tack Coat 731,59 kg Rp 14.024,00 Rp 10.259.818,16 0,09%
5 ACWC 115,82 ton Rp 650.023,00 Rp 75.285.663,86 0,64%
6 Pipa Drainase 112,00 m1 Rp 298.855,00 Rp 33.471.760,00 0,28%
Jumlah 11.833.307.942,31 100,00%

Berdasarkan prosentase tiap bagian struktur yang diperoleh dari perhitungan BOQ unit price
maka selanjutnya akan dibandingkan dengan BOQ lump sum untuk mengeanalisa perbedaan
prosentase sehingga dapar diketahui plus minus dari setiap item pekerjaan untuk lump sum.
Analisa perbandingan BOQ lump sum dengan unit price dapat dilihat pada Tabel IV-10 berikut
ini.

17
Tabel 5 Analisa Perbandingan BOQ Lump Sum dengan Unit Price

No. Item Pekerjaan Bobot Selisih Koreksi Bobot


Lump Sum Unit Price
Struktur
A
Jembatan
1 Pile Cap 20,00% 25,47% 5,47% 20 % ± 5,47 %
2 Kolom 25,00% 22,11% -2,89% 25 % ± 2,89 %
3 Balok 40,00% 38,86% 1,14% 40 % ± 1,14 %
4 Lantai 10,00% 11,97% 1,97% 10 % ± 1,97 %
5 Finishing 5,00% 1,58% 3,42% 5 % ± 3,42 %

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bagaimana perbedaan BOQ antara lump sum dengan unit
price, dari prosentase bobot kedua BOQ tersebut memiliki sedikit perbedaan yang selanjutnya
menjadi faktor koreksi pada BOQ lump sum.
4.5 Pekerjaan Tambah di Luar Lingkup Kontrak
4.5.1 Studi Kasus Pekerjaan Tambah
Proyek jalan tol Semarang Batang pada awal kontrak yang disepakati terdapat 38 bangunan
di sepanjang trase namun dalam masa pelaksanaannya muncul permintaan dari warga aatau
pemerintah daerah untuk menambahkan bangunan seperti saluran irigasi dan crossing pada jalan
umum dengan box ataupun underpass. Permintaan warga yang kemudian disetujui oleh Jasa
Marga Semarang Batang (JSB). Oleh karena itu pada rencana MC 100 akan dibangun bangunan
dengan total jumlahnya 76 bangunan yang terdiri dari box, underpass, dan underbridge agar lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

18
Tabel 6 Daftar Bangunan Proyek Jalan Tol Semarang Batang Seksi 3

No Nama Bangunan Sesuai Dokumen Rencana


Tender MC 100%
1 Overpass 3 -
2 Underpass 3 4
3 Underbridge 4 13
4 Box Pedestrian 3 23
5 JPO 2 -
6 Box Culvert 13 35
7 Pipa Culvert 10 1
Total 38 76

Berdasarkan Tabel 6 dengan adanya penambahan struktur maka pada proyek jalan tol ini
harus diadakan addendum kontrak karena pekerjaan tambahan tersebut berada di luar lingkup lump
sum.

4.5.2 Analisis Pekerjaan Tambah di Luar Lingkup Kontrak


Penambahan bangunan di luar lingkup kontrak dapat diakui oleh JSB apabila disertai
persyaratan tertentu yang dapat menjelaskan bahwa penambahan bangunan tersebut diperlukan.
Persyaratan penambahan ruang lingkup secara detail dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Sketsa Ruang Lingkup Proyek Jalan Tol Semarang Batang

No. Sketsa Penjelasan


1 Jika terjadi permintaan bangunan
dari masyarakat/dinas/pemkot exc.
Permintaan on off ngalian

2 Jika ada instruksi tambahan dari


owner bukan dari evaluasi
engineering WK
3 Kenaikan elevasi diakibatkan oleh
penambahan struktur

19
No. Sketsa Penjelasan
4 Jika ada ketentuan dari dinas untuk
perubahan dimensi mengacu
ketetapan pemkot (RCP- min. Box
1,5 x 1,5)
5 Jika terjadi kejadian tidak terduga
(force Majeur) exc. Banjir

Penambahan ruang lingkup sesuai dengan apa yang ditunjukkan pada Tabel 7 selanjutnya
harus dilengkapi dengan back up yang kuat sebelum diajukan addendum. Penambahan ruang
lingkup pada proyek Jalan Tol Semarang Batang secara signifikan berpengaruh pada volume
tanah. Bangunan baru di luar lingkup lump sum mengakibatkan naiknya elevasi finish grade
sehingga volume timbunan tanah bertambah. Berikut ini adalah ilustrasi bagaimana penambahan
volume timbunan tanah yang diakibatkan penambahan ruang lingkup dapat dilihat pada Gambar
10.

Gambar 10 Ilustrasi Penambahan Ruang Lingkup pada Pekerjaan Timbunan Tanah

Gambar 10 menjelaskan bagaimana detail volume tanah berdasarkan kontrak, MC-0 dan
ruang lingkup. Apabila kontraktor mengerjakan pekerjaan timbunan tanah sesuai dengan kontrak
maka bangunan yang ada tidak akan sesuai dengan fungsi. Kemudian apabila volume pekerjaan
yang dikerjakan adalah volume MC-0 maka bangunan akan berfungsi sesuai spesifikasi namun
selisih volume antara kontrak dengan MC-0 tidak akan dibayarkan karena dianggap sebagai risiko
dari kontraktor. Hal tersebut menjadi tidak adil bagi kontraktor meskipun sudah menjadi risiko
untuk kontrak lump sum. Risiko bagi kontraktor akan semakin besar dengan melihat adanya
penambahan volume akibat penambahan ruang lingkup sehingga dengan kondisi yang ada
kontraktor harus mengajukan penambahan ruang lingkup untuk dijadikan kontrak baru atau
kontrak addendum.

20
4.5.3 Usulan Studi Kasus
Addendum adalah perubahan isi kontrak sesuai dengan persetujuan semua pihak yang
terlibat. Pada proyek ini addendum terjadi akibat adanya perubahan ruang lingkup proyek. Ruang
lingkup yang luas dan melibatkan masyarakat sekitar membuat proyek ini kerap ada penambahan
struktur sesuai permintaan warga. Sesuai alur, warga yang menuntut penambahan bangunan atau
perubahan bangunan mengajukan permintaanya pada owner yaitu Jasa Marga Semarang Batang
(JSB).

Perubahan volume ini menuntut kontraktor untuk mempersiapkan kontrak baru dengan back
up yang lengkap dan kuat agar semua perubahan ruang lingkup benar-benar dapat diakui oleh JSB.
Kontrak baru yang disusun harus sesuai dengan persetujuan konsultan, dan hasil evaluasinya baru
dapat diajukan kepada JSB. Setelah kontrak baru diterima pihak JSB maka selanjutnya akan
diteruskan kepada Panitia Peneliti Kontrak (Papenkon) dan kemudian diteruskan pada Badan
Pengatur Jalan Tol (BPJT). Dengan persetujuan BPJT, kontrak baru akan disetujui JSB dan
addendum dapat disetujui. Agar lebih jelasnya, proses addendum dapat dilihat pada Gambar 11
berikut ini.

DESAIN RTA
Pengajuan/ Penawaran
(Rencana Tahap
Add. Kontrak
Akhir)

Surat Undangan ke
Evaluasi Konsultan
Desa

Negoisasi Team
Sosialisasi Warga
Papenkon
Desa

Berita Acara Add.


Joint Survey dengan Kontrak bersama JSB
Warga Desa

Evaluasi BPJT
Surat Permohonan
Desa ke Waskita
Karya

Tidak
Surat Waskita Karya
Ke DPUPR

Joint Inspection Ya
disertai Berita Acara
Berita Acara Add.
Kontrak BPJT

Surat Permohonan ke Kontrak Penambahan/


Owner/ JSB Addendum

Gambar 11 Proses Addendum Kontrak pada Proyek Jalan Tol Semarang Batang

21
Berdasarkan Gambar 11 di atas dapat dilihat bagaimana proses addendum pada proyek Jalan
Tol Semarang Batang. Pada dasarnya penambahan bangunan sebagai dasar addendum adalah
permintaan dari warga atau pemda. Addendum yang terjadi di proyek jalan tol Batang Semarang
adalah dengan penambahan ruang lingkup pekerjaan, ruang lingkup pada proyek ini bertambah
akibat dari permintaan pemerintah daerah yang menuntut untuk menambah beberapa struktur
bangunan di sepanjang trase untuk kepentingan masyarakat sekitar. Oleh karena itu kontraktor
harus menyiapkan back up yang mendukung agar semua pekerjaan tambah dapat diakui oleh
owner dan sebagai syarat untuk mengajukan addendum.

4.6 Potensi Pengajuan Klaim


Penambahan ruang lingkup pada proyek ini merupakan salah satu bentuk addendum seperti
yang tertera pada pasal 11 pada kontrak. Addendum dapat dilakukan apabila ada pekerjaan tambah
di luar lingkup lump sum sesuai dengan kesepakatan para pihak. Namun penambahan lingkup ini
dapat menjadi masalah sensitif antara kontraktor dengan owner seperti perbedaan interpretasi/
pandangan/ sudut pandang ataupun perubahan substansi-substansu yang sebelumnya telah
disetujui oleh para pihak. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan perselisihan yang
mengakibatkan pada munculnya klaim.

Perselisihan atau sengketa dapat terjadi apabila permasalahan yang timbul akibat perbedaan
pandangan tidak ditangani dengan baik. Beberapa faktor penyebab terjadinya perselisihan adalah
dari klaim yang tidak disetujui. Klaim yang berpotensi terjadi pada proyek ini hingga terjadi
perselisihan dapat dilihat pada Gambar IV-21 berikut ini.

Gambar 12 Proses Klaim Hingga Terjadinya Perselisihan

22
Seperti yang telah dijelaskan pada Gambar IV-21 di atas mengenai bagaimana perselisihan
dapat terjadi akibat klaim yang tidak disetujui. Permasalahan penyebab klaim yang terjadi di
proyek ini adalah desain yang tidak tepat sehingga pada pelaksanannya sering terjadi perubahan
dan berujung pada penambahan item pekerjaan, mengingat kontrak yang digunakan adalah lump
sum maka penambahan item tidak semudah pada kontrak unit price.

Penyelesaian perselisihan, seperti yang disebutkan pada pasal 18 pada kontrak ini maka
tahap pertama dalam penyelesaian perselisihan akan dilakukan melalui musyawarah untuk
mufakat antara kedua belah pihak. Apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam
waktu 60 hari maka penyelesaian perselisihan akan dilakukan di pengadilan negeri dan mengikuti
hukum yang berlaku di Republik Indonesia.

5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari evaluasi penerapan kontrak lump sum pada
Proyek Jalan Tol Semarang Batang antara lain adalah:
1) Usulan solusi permasalahan yang timbul dalam penerapan kontrak lump sum pada Jalan Tol
Semarang-Batang dapat disimpulkan pada beberapa poin sebagai berikut:
a. Sebelum memulai pekerjaan direkomendasikan lahan harus 100% bebas
b. Kepastian akan dibayar adalah 30 hari setelah Berita Acara Serah Terima Sementara
(PHO)
c. Tidak adanya pekerjaan tambah/ addendum sehingga nilai proyek tetap.
d. Nilai kontrak lump sum untuk jalan tol cenderung lebih tinggi dibanding unit price.
e. Risiko kontrak lump sum sangat tinggi dibandingkan kontrak unit price, untuk risiko
pelaksanaan dirumuskan dalam analisa teknis include di analisa harga satuan pekerjaan.
2) Pelaksanaan Kontrak Lumpsum dibandingkan kontrak unit price di tinjau dari sudut Pandang
kontraktor dapat di simpulkan :
a. kontrak lump sum Margin lebih besar dengan benefit 1.38 s/d 2 kali lebih besar dari unit
price namun risiko yang harus diperhitungkan sangat besar terutama terhadap
penambahan volume pekerjaan yang tidak dapat diakui. Sehingga kontrak lump sum akan
lebih cocok apabila diterapkan di proyek dengan risiko yang rendah.

23
b. kontrak unit price Margin tidak sebesar pada kontrak lump sum namun risiko yang harus
diperhitungkan lebih rendah. Sehingga kontrak ini akan cocok apabila diterapkan di
proyek dengan risiko yang tinggi karena setiap penambahan volume dapat diakui.
3) Perhitungan progres di kontrak Lumpsum dapat di simpulkan :
a. Progres di kontrak lump sum dapat ditampilkan lebih sederhana dan mampu
memunculkan angka yang pasti. Namun risiko overbudget lebih tinggi. Sedangkan pada
kontrak unit price memiliki progres dengan BOQ yang sangat detail dan penambahan
biaya akibat risiko teknik lebih rendah dibanding lump sum.
b. Perhitungan progres pekerjaan untuk kontrak lump sum di jalan tol harus sesuai dengan
BOQ yang disusun secara lump sum (satu kesatuan dalam satu item, sudah termasuk
bahan, material, dan alat), dimana BOQ lump sum lebih kepada bentuk fisik dan fungsi.
4) Pekerjaan tambah kurang atau Addendum di proyek ini dapat dilakukan apabila ada
pekerjaan di luar ruang lingkup kontrak dan disetujui owner. Proses addendum berawal dari
permintaan warga atau pemda yang menuntut perubahan atau penambahan bangunan kepada
owner dan diusulkan menjadi kontrak baru disertai dengan backup teknis hingga akhirnya
disetujui oleh owner

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan dari hasil evaluasi penerapan kontrak lump sum di
Proyek Jalan Tol Semarang Batang adalah sebagai berikut:
1) Kontraktor
a. Kejelasan suatu dokumen penawaran ruang lingkup dan spesifikasi teknis harus jelas dulu
di awal sebelum mulai pekerjaan dan potensi resiko harus sudah di hitung dalam
penawaran agar tidak berpotensi dispute di kemudian hari
b. Segala perbedaan dan perselisihan rujukan utamanya adalah Kontrak dimana ketidak
cocok dan pola penyelesaian wajib tertulis di kontrak sehingga jika terjadi perselisihan
maka pengajuan Klaim kedua belah pihak di anjurkan demi mendapatkan hak sesuai
kontrak sesuai putusan pengadilan atau badan Atbitrase (BANI )
2) Owner/ Investor
Memberikan nilai kontrak yang pasti sehingga secara bisnis plan tidak berubah
3) Pemerintah
a. Pembebasan tanah harus tuntas terlebih dahulu agar waktu tidak molor dan biaya tidak
bengkak

24
b. Memberikan nilai kontrak yang pasti sehingga effisiensi biaya bisa terkendali
c. Memberikan jaminan kepastian dalam setiap tahapan
4) Penelitian selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya dapat ditinjau dari sudut pandang owner dan investor
b. Penggunaan kontrak lump sum pada proyek jalan tol masih belum konsisten, berdasarkan

hasil evaluasi dari penelitian ini masih menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan
menggunakan pola pikir unit price. Oleh karena itu untuk kedepannya perlu pengkajian
yang lebih lanjut terkait dengan kontrak lump sum untuk proyek berisiko tinggi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abednego, M. P., & Ogunlana, S. O. (2006). Good Project Governance for Proper Risk
Allocation in Public-Private-Partnership in Indonesia. International Journal of Project
Management.

Asiyanto. (2005). Manajemen Produksi Untuk Jasa Konstruksi. Jakarta: Pradnya Paramita.

Chan, E. H., & Yu, A. T. (2005). Contract Strategy for Design Management in The Design and
Bilt System. International Journal of Project Management.

Cox, H. P. (1997). Managing change orders and claims. Journal of management in engineering.

Gilbreath, R. D. (1992). Managing Construction Contracts: Operational Controls for


Commercial Risks, 2nd Edition. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.

Kululanga, G. K. (2000). Construction contravtor's claim process framework. Journal of


Construction Engineering and Management.

Ndekugri, I., & Turner, A. (1994). Building Procurement By Design and Built Approach.
Journal of Construction Engineering and Management.

Putri, I. T., Adnyana, I. R., & Wiranata, A. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Pengajuan Klaim Pelaksanaan Konstruksi Oleh Kontraktor. Jurnal Ilmiah Elektronik
Infrastruktur Teknik Sipil .

Seeley, I. V. (1994). Civil Engineering Contract Administration and Control. Londond:


Macmillan Press.

Soeharto, I. (2001). Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional). Jakarta:


Erlangga.

Stokes, M. (1977). Construction Law In Contractor Language. New York: Hill Book Company.

Taurano, G. A. (2013). Analisis Faktor Penyebab Klaim pada Proyek Konstruksi yang
Menggunakan FIDIC Conditions of Contract for Plant and Design Build . Jurnal
Konstruksia.

26
Yasin, H. N. (2009). Kontrak Konstruksi di Indonesia (edisi kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

27

Anda mungkin juga menyukai