Di susun Oleh
Kelompok 9 ( Sembilan )
i
KATA PENGANTAR
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga
kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin.
Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu
terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang
penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
i
Tanjung Pura, Oktober 2019
DAFTAR IS
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................1
BAB III....................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
B. Iffah...............................................................................................................3
C. Zuhud............................................................................................................5
D. Tawadhu........................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini moral bangsa ini semakin hancur dan hilang hal ini terbukti
dengan adanya perilaku-perilaku amoral yang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia terutama kaum muda. Sikap amoral yang sekarang semakin merajalela
di kehidupan masyarakat dan malah sudah dianggap biasa dan wajar dalam
kehidupan masyarakat.
Salah satu kunci utama dalam membenahi akhlak bangsa ini yaitu dengan
menitikberatkan pada lingkungan keluarga dan perlu penyadaran terhadap setiap
keluarga bahwasanya pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak penting
untuk diajarkan dan ditanamkan dalam diri seorang anak. Dalam proses
penanaman nilai akhlak ini haruslah pertama kali ditanamkan nilai-nilai akhlak
terhadap diri sendiri karena semua hal itu dimulai dari diri kita sendiri, setelah diri
kita benar-benar tertanam nilai akhlak maka secara otomatis dapat menjalar dalam
aspek-aspek kehidupan yang lain.
Pada makalah ini dibahas mengenai akhlak terhadap diri sendiri ,semoga
dengan adanya makalah ini dapat mempermudah kita dalam berakhlak kepada diri
kita, dan dapat menjadikan kita menjadi orang yang benar-benar berakhlak dan
menjadi seorang muslim yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana aklak terhadap diri sendiri ?
b. Bagaimana konsep iffah dalam kehidupan?
c. Bagaimana konsep tawaduk dalam islam ?
d. Bagaimana konsep juhud dalam Islam ?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui aklak terhadap diri sendiri .
b. Untuk mengetahui konsep iffah dalam kehidupan.
1
c. Untuk mengetahui konsep tawaduk dalam islam .
d. Untuk mengetahui konsep juhud dalam Islam .
BAB III
PEMBAHASAN
A. Akhlak Pada Diri Sendiri
Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab اخالقbentuk jamak
dari mufradnya khuluq خلقyang berarti “budi pekerti”. Sedangkan menurut
terminologi, kata “budi pekerti”, budi adalah yang ada pada manusia,
berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, ratio. Budi
disebut juga karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena
didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour.Jadi, budi pekerti adalah
perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah
laku manusia.1
1
Abudin Nata, . 2002. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Radjagrafindo Persada. h. 121
2
Jadi, yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap
seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau rohani . Kita
harus adil dalam memperlakukan diri kita , dan jangan pernah memaksa diri kita
untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya
kita melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu
banyak bergadang, sehingga daya tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat
menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi obat terlarang dan minuman
keras yang dapat membahyakan jantung dan otak kita. Untuk itu kita harus bisa
bersikap atau beraklak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu yang dapat
membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki , munafik dan
lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu
merupakan penyakit hati yang harus kita hindari.
B. Iffah
Secara bahasa, iffah adalah menjauhkan (menahan) dari yang tidak halal. Juga
berarti kesucian tubuh. Iffah secara istilah adalah memelihara kehormatan diri
dari segala hal yang akan merendahkan diri, merusak dan menjauhkannya. Atau
dengan kata lain menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah
haramkan. Dengan demikian, seorang yang afif adalah orang yang bersabar dari
perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara
tersebut dan menginginkannya. 2
Iffah adalah akhlak yang mulia, perbuatan yang baik, apabila seseorang
menghiasi dirinya dengan iffah maka Allah akan mencintainya dan ia akan
dicintai oleh semua manusia. Keutamaan iffah, menjaga manusia dari perbuatan
dosa yang dilakukan tangannya, lisannya atau dengan segala sesuatu yang tidak
halal baginya, dan mungkin bisa mencegahnya dari perilaku maksiat.
Di dalam kamus Al- Munjid kata iffah berasal dari kata
J ترك الشهوات الدنيوية, عفا معنها طهارة الجسد- العفة
Iffah maknanya membersihkan jiwa, meninggalkan nafsu keduniawian.
2
Asmaran, As. 2007. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Radjagrafindo Persada. h, 312
3
Secara terminologi iffah adalah diperolehnya kesadaran jiwa yang mampu
mengendalikan diri dari syahwat dan hawa nafsu.
Dasar Iffah
Secara bahasa 'iffah adalah menahan dan menjaga. Adapun secara istilah;
menahan diri dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian
seorang yang 'afif adalah orang yang bersabar dari perkara-perkara yang
diharamkan walaupun jiwanya menginginkannya. Misalkan saja menahan diri dari
hawa nafsu untuk minta-minta kepada orang lain (tidak mau berusaha untuk
memenuhi kebutuhan). Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 273
Firman Allah swt:
“Orang yang tidak tahu menyangka mereka (orang-orang fakir) itu adalah orang-
orang yang berkecukupan karena mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-
minta kepada manusia).” (Al-Baqarah: 273).
3
Ibid. h. 314
4
Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk menjaga kehormatan diri,
di antaranya:
1. Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakan sunnah
Rasulullah,
2. Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yang jelas
akhlaknya,
3. Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan berpakaian secara
Islami,
4. Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang diperolehnya,
5. Menundukkan pandangan mata (gaḍḍ al-baṣhar) dan menjaga kemaluannya,
6. Tidak khalwat (berduaan) dengan lelaki atau perempuan yang bukan
mahramnya,
7. Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang fitnah.
'Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt. Oleh sebab
itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki
kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan- keinginan yang tidak semua
harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa. Dari sifat 'iffah akan
lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji
lainnya.
Ketika sifat 'iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, akan membawa
pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup oleh nafsu
syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah,
mana baik dan buruk, yang halal dan haram.
C. Zuhud
Secara etimologis, zuhud berarti ragaban ‘ ansyai’in watarakahu, artinya
tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti
mengosongkan diri dari kesenagan dunia untuk ibadah.4
Berbicara tentang zuhud secara terminologis, maka tidak bisa di lepaskan
dari dua hal: yang pertama zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
tasawuf. Kedua zuhud sebagai moral (akhlak) islam dan gerakan protes.
4
Mahjudin. 2001. Kuliah Akhlak-Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.h. 112
5
Menurut istilah zuhud memiliki beberapa pengertian :
a. Ibnu Taimiyah, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat
demi kehidupan akhirat”.
b. Imam Al Qusyairy, ”Zuhud adalah tidak merasa bangga terhadap kemewahan
dunia yang dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta”.
d. Hasan Al-Bashri, ”Zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau
menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih
mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di
tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama
saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan
yang mencelamu dalam kebenaran”.
Dari empat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa zuhud adalah suatu
sikap hidup di mana seseorang tidak terlalu mementingkan harta kekayaan dunia
atau dunia. Harta kekayaan atau dunia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan
hakiki yakni kehidupan akhirat.
5
Mustofa. 2009. Akhlak-Tasawuf. Bandung: Cv. Pustaka Setia.h,31
6
1) Zuhud Awam, dengan meninggalkan barang yang haram,
2) Zuhud Khawas, dengan meninggalkan barang yang halal,
3) Zuhud ’Arif, dengan meninggalkan apa saja yang menghalanginya dari
Allah SWT.
1) Zuhud Mubtadi’ (tingkat pemula), yakni orang yang tidak memiliki sesuatu
dan hatinya-pun tidak ingin memilikinya.
2) Zuhud Mutahaqqiq (tingkat orang yang telah mengenal hakekat zuhud),
yakni orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan pribadi dari
harta benda duniawi karena tahu dunia tidak mendatangkan keuntungan
baginya.
3) Zuhud ‘Alim Muyaqqin (tingkat orang yang memandang bahwa dunia tidak
memiliki nilai), yakni orang yang memandang bahwa dunia ini hanyalah
sesuatu yang dapat melalaikan dari mengingat Allah SWT.
c. Iman Al Ghazali :
7
بُ س َ حْ َ ) ي2( ُعدَّدَهَ و َ مااًل َ ع َ مَ جَ ذي ِ َّ ) ال1( ة ٍ م َز َ ُة لٍ م َز
َ ه ُ ل ِّ ُ ل لِك ٌ ْ ويَ
ما
َ اكَ ما أَدْ َر َ و
َ )4( ة َ َحط
ِ م ُ ْ في ال َّ َ) كَاَّل لَيُنْبَذ3( ُه أخْلَدَه
ِ ن َ َ أَن مال
ُ َ َّ
(ة ِ َفئِدْ َ ع عَلَى اأْل
ُ ِ ) الَّتِي تَطَّل6( ُقدَة ُ ْ ه ال
َ مو ِ َّ ار اللُ َ ) ن5( ة ُ مَ َحط ُ ْ ال
9( ة ٍ َمدَّدَ مُ د ٍ مَ عَ في ِ )8( ٌصدَة َ ؤ ْ مُ م ْ ه َ
ِ ْ ها عَلي َ َّ ) إِن7
D. Tawadhu
8
adalah sikap seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri sendiri
dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Kebaikan yang
dikaruniakan Allah Swt, padanya baik berupa harta, kepandaian,
kecantikan fisik, dan bermacam-macam karunia Allah Swt,
lainnya tidak membuat dirinya lupa. Orang yang bersikap tawadu
senantiasa ingat bahwa semua yang ada padanya adalah milik
Allah Swt, semata. Oleh sebab itu, seorang yang tawadu tak
akan menghina orang lain dengan apa pun yang diamanatkan
Allah Swt kepadanya.
نيِ ِ ِ َ م وٱخ ِفض جنَاح1 م واَل حَتْز ْن علَي ِه1 ك إِىَل ٰ ما متَّعنَا بِِهۦٓ أ َْز ٰوجا ِّمْنه َّ اَل مَتُد
َ ك لْل ُم ْؤمن َ َ ْ ْ َ ْ َْ َ َ ُْ ً َ ْ َ َ َ َّن َعْيَنْي
9
golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah
kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu
terhadap orang-orang yang beriman. (Q.S Al-Hijr 88)
Syarat Tawadhu’
7
Abuddin. Nata, 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Pt. Taja Grafindo Persada.h. 59
10
Tawadhu’ adalah akhlak yang agung dan ia tidak sah kecuali
dengan dua syarat;8
ّ ع ّزوجsemata.
a. Ikhlas karena Alloh ل
ِ ِ وما َتواضع أ
َُح ٌد للَّه إِاَّل َر َف َعهُ اللَّه
َ ََ َ ََ
b. Kemampuan
ِ
ََي ُحلَ ِل اإْلِ ميَان َشاء ِ ُاض ًعا لِلَّ ِه َو ُه َو َي ْق ِد ُر َعلَْي ِه َد َعاهُ اللَّهُ َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َعلَى ُرء
ِّ وس اخْلَاَل ئِ ِق َحىَّت خُيَِّيَرهُ ِم ْن أ َ ََن َتَر َك اللِّب
ُ اس َت َو ْم
َيْلبَ ُس َها
Keutamaan-Keutamaan Tawadhu'
8
Permadi. 2004. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta.h, 78
11
Keutamaan Tawadhu’ akan menghasilkan buah yang
luar biasa baik di dunia maupun di akhirat kelak. Diantaranya
:
2. Meraih Al – Jannah.
12
c. Merendahkan nada suaranya
d. Gemar menolong orang yang membutuhkan pertolongan
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya
baik itu jasmani sifatnya atau rohani . Kita harus adil dalam memperlakukan diri
kita , dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak
baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Iffah adalah akhlak yang mulia, perbuatan yang baik, apabila seseorang
menghiasi dirinya dengan iffah maka Allah akan mencintainya dan ia akan
dicintai oleh semua manusia.
14
DAFTAR PUSTAKA
15