net/publication/237048234
CITATIONS READS
26 10,264
1 author:
Wilman Septina
University of Hawaiʻi at Mānoa
48 PUBLICATIONS 1,179 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Wilman Septina on 22 May 2014.
Oleh :
1. Judul Kegiatan : Pembuatan Prototipe Solar Cell Murah dengan Bahan Organik-
Inorganik (Dye-sensitized Solar Cell)
Bidang Kegiatan : Penelitian Energi
2. Ketua Pelaksana Kegiatan/Penulis Utama
a. Nama Lengkap : Wilman Septina
b. NIM : 13303022
c. Jurusan : Teknik Fisika
d. Universitas/Institut : Institut Teknologi Bandung
e. Alamat Rumah & No tel : Jl. Mig 2 No 39, Cimahi Selatan, (022) 6010645 /
08121476364
f. Alamat email : wilman_s85@yahoo.com
3. Anggota Pelaksana : 2 orang
4. Dosen Pendamping :
a. Nama lengkap dan Gelar : Dr. Brian Yuliarto
b. NIP : 132320061
5. Biaya Kegiatan Total
a. Rekayasa Industri : Rp. 4.850.000,-
6. Jangka Waktu Pelaksanaan : 6 bulan
i
ABSTRAK
Konversi energi surya menjadi energi listrik merupakan solusi yang ideal untuk
menghasilkan energi yang bersih dan murah. Namun sekarang ini harga sel surya silikon,
sel surya yang mendominasi pasar, masih relatif mahal dan membutuhkan teknologi yang
tinggi dan proses produksi yang sulit. Dye-sensitized solar cell (DSSC), sebagai
teknologi sel surya yang berkembang karena kebutuhan akan sel surya berefisiensi tinggi
dan proses produksinya yang simpel, merupakan alternatif sel surya murah dimasa yang
akan datang. Dye-sensitized solar cell merupakan sel surya yang berbasis
fotoelektrokimia dimana proses absorbsi cahaya dilakkan oleh molekul dye dan proses
separasi muatan oleh bahan inorganik semikonduktor TiO2.
Pada peneltian ini telah berhasil dilakukan pembuatan prototipe dye-sensitized solar cell
dengan menggunakan dye bahan organik jenis anthocyanin dye dari ekstraksi buah
delima, dan semikonduktor nanopori TiO2 yang disintesis dengan menggunakan metoda
sol-gel dengan bantuan block copolymer sebagai template pori. Dari hasil pengujian
struktur nanopori TiO2 didapat bahwa TiO2 yang disintesis cocok untuk diaplikasikan
dalam DSSC karena mempunyai luas permukaan yang tinggi dan kristalinitas yang baik,
dan dari pengujian absorbsi cahaya dye ekstraksi buah delima diketahui bahwa dye dapat
menyerap spektrum cahaya pada panjang gelombang 562 nm. Selain itu ketika sel surya
disinari dengan cahaya matahari, sel surya dapat mengkonversi energi surya menjadi
energi listrik dengan tegangan 162,4 mV dan arus listrik sebesar 0,07 mA untuk area aktif
seluas 0.6 cm2.
Kata kunci
Dye-sensitized solar cell (DSSC), Titanium dioxide (TiO2), nanopori, metoda sol-gel,
anthocyanin dye.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat meyelesaikan penelitian dan laporan akhir penelitian yang
berjudul “Pembuatan Prototipe Solar Cell Murah dengan Bahan Organik-Inorganik (Dye-
sensitized Solar Cell)”.
Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka “Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa ITB Bidang
Energi” yang seluruhnya dibiayai oleh PT. Rekayasa Industri. Penelitian ini lakukan di
Laboratorium Proses Material Teknik Fisika ITB. Penulis melakukan penelitian dibidang
energi surya karena penulis melihat potensi dari pengembangan sel surya di Indonesia
sangat besar namun dalam kondisi sekarang masih belum optimal, dan nanoteknologi
sebagai bidang yang penulis geluti saat ini mempunyai prospek untuk berkontribusi
dalam perkembangan sel surya yaitu dengan munculnya sel surya generasi terbaru yang
disebut dye-sensitized solar cell (DSSC). Penulis melihat DDSC mempunyai prospek
yang baik untuk dikembnagkan di Indonesia baik dalam hal riset maupun produksi karena
berbasis kepada proses produksi yang simpel dan murah..
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu penelitian tugas akhir ini sehingga laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan
yaitu :
1. PT. Rekayasa Industri selaku pemberi biaya penelitian ini.
2. Bapak Dr. Brian Yuliarto selaku pendamping penelitian ini.
3. Bapak Yakob dari PT. Wika Trading yang telah memberikan sampel block
copolymer kepada penulis.
4. Teman-teman penulis semua yang ada di Laboratorium Komputasi dan Proses
Material.
5. Dan terakhir rekan-rekan penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu atas inspirasi dan dukungan moralnya baik langsung maupun tidak
langsung.
iii
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa sebagai manusia biasa kami tidak lepas dari segala
kekurangan dan keterbatasan baik itu dalam pelaksanaan maupun penyusunan laporan
tugas akhir ini. Untuk itu segala saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan. Akhir
kata, penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat untuk khalayak umum.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Hal.
LEMBAR PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Luaran yang Diharapkan 3
1.5. Kegunaan Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Energi Surya 5
2.2. Sel Surya 6
2.2.1. Umum 6
2.2.2. Prinsip Kerja Sel Surya Kovensional Silikon 6
2.2.3. Performansi Sel Surya 8
2.2.4. Pasar Fotovolataik Dunia 9
2.2.5. Potensi Pengembangan Sel/Panel Surya di Indonesia 11
2.3. Dye-sensitized Solar Cell 12
2.3.1. Umum 12
2.3.2. Cara Kerja 13
2.3.3. Material DSSC 14
2.3.4. Fabikasi DSSC 17
2.3.5. Status DSSC 19
BAB 3 PELAKSANAAN PENELITIAN 24
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 24
3.2. Alat dan Bahan 24
3.3. Preparasi Komponen-komponen DSSC 25
v
3.3.1. Pembuatan Bubuk Nanopori TiO2 25
3.3.2. Pembuatan Pasta TiO2 26
3.3.3. Preparasi Larutan Dye 27
3.3.4. Preparasi Elektrolit 27
3.3.5. Preparasi Counter-Elektroda Karbon 27
3.4. Assembly DSSC 27
3.5. Pengujian 29
3.5.1. Pengujian Nanopori TiO2 29
3.5.2. Pengujian Absorbsi Dye 30
3.5.3. Pengujian Sel Surya 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 31
4.1. Analisis Nanopori TiO2 31
4.1.1. Hasil TG-DTA 31
4.1.2. Hasil XRD 31
4.1.3. Hasil SEM 32
4.1.4. Hasil N2 adsorption 34
4.2. Analisis Absorbsi Dye Buah Delima 34
4.3. Analisis Sel surya 36
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 41
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kemurnian tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Berbeda
dengan sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan material silicon
itu sendiri, pada DSSC absorbsi cahaya dan separasi muatan listrik terjadi pada
proses yang terpisah. Absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan separasi
muatan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai bandgap
lebar.
2
pigmen anthocyanin yang bisa didapat dari alam melalui buah delima. Walaupun
DSSC komersial dengan menggunakan dye sintetis yaitu jenis ruthenium complex
sebagai dye telah mencapai efisiensi 10%, namun ketersedian dan harganya yang
mahal tidak memungkinkan untuk pengembangan penelitian ini sehingga pada
penelitian ini akan digunakan anthocyanin dye yang lebih mudah didapat.
Berdasarkan survei yang dilakukan, publikasi mengenai jenis sel surya ini sangat
minim di Indonesia dan tidak ada penelitian secara intensif untuk
pengembangannya lebih lanjut. Penelitian ini diharapkan dapat lebih
memasyarakatkan dye-sensitized solar cell sebagai sel surya murah di Indonesia
dan juga sebagi studi awal untuk penelitian lebih lanjut dengan harapan agar
dimasa mendatang bisa dikomersialisasikan di Indonesia.
2. Dilakukan penelitian DSSC lebih lanjut secara intensif baik oleh peneliti ITB
maupun peneliti di Indonesia pada umumnya dengan kolaborasi berbagai
disiplin ilmu karena kajian mengenai DSSC merupakan kajian yang
multidisiplin.
3
1.5. Kegunaan Penelitian
2. Sel surya yang dihasilkan dari penelitian ini bisa menjadi alat peraga bagi
pelajar/mahasiswa untuk lebih memahami proses kerja sel surya, bahkan
pelajar/mahasiswa bisa melakukan eksperimen pembuatan sel surya ini di
laboratorium dengan mengacu pada penelitian ini.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam kaitannya dengan sel surya, perangkat yang mengkonversi radiasi sinar matahari
menjadi listrik, terdapat dua paramater dalam energi surya yang paling penting : pertama
intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada permukaan per luas
area, dan karakteristik spektrum cahaya matahari. Intensitas radiasi matahari diluar
atmosfer bumi disebut konstanta surya, yaitu sebesar 1365 W/m2. Setelah disaring oleh
atmosfer bumi, beberapa sepktrum cahaya hilang, dan intensitas puncak radiasi menjadi
sekitar 1000W/m2. Nilai ini adalah tipikal intensitas radiasi pada keadaan permukaan
tegak lurus sinar matahari dan pada keadaan cerah. Sebagai contoh apabila seseorang
mengikuti pergerakan matahari dalam delapan jam, maka rata-rata intensitas radiasi surya
yang diterima per hari kira-kira 1000 (8/24) = 333 W/m2. Pada permukaan yang diam,
nilai tipikal pada keadaan cerah yaitu antara 180-270 W/m2. Data energi surya untuk
kepentingan ekonomis umumnya direpresentasikan dalam unit insolation. Hubungan
antara rata-rata intensitas radiasi dan insolation dirumuskan dengan persamaan[1],
kWh 24 jam 10 −3 kW
insolation = radiasi. . (2.1)
hari.m 2 hari W
Sebagai contoh untuk intensitas radiasi 250 W/m2, nilai insolation yaitu 6 kWh/hari/m2.
Radiasi surya dipancarkan dari fotoshpere matahari pada temperatur 6000K, yang
memberikan distribusi spektrumnya mirip dengan distribusi spektrum black body.
Dengan melalui atmosfer bumi, radiasi surya diatenuasikan oleh berbagai partikel
diantaranya molekul udara, aerosol, partikel debu, dll sehingga menghasilkan spektrum
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
5
Gambar 2.1. Standar Spektrum Radiasi Surya.
6
Gambar 2.2. Struktur Sel Surya Silikon pn-junction.[4]
Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V
sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain
semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron
valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut
mengalami kontak maka kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p. Sehingga
area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif.
Medan elektrik yan terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan
hole ke daerah-p. Pada proses ini terlah terbentuk p-n junction. Dengan menambahkan
kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda.
7
Ketka junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar
pita energi materia tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita
konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat
bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila
ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali
ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema
cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (ISC)
dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir
8
sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open-circuit. (VOC). Titik pada
kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum
(MPP). Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan
persamaan,
VMPP .I MPP
FF = (2.2.)
VOC .I SC
Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari
persamaan,
PMAX = VOC .I SC .FF (2.3.)
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel
( PMAX ) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang ( PCahaya ) :
PMAX
η= (2.4.)
PCahaya
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi
suatu sel surya.
Sedangkan produksi sel surya dunia telah mencapai angka 2.204 MW tahun 2006,
meningkat dari 1,656 MW tahun sebelumnya. Perusahaan Jepang masih mendominasi
produksi sel surya global dengan menguasai 40% sel surya yan beredar didunia saat ini,
turun dari tahun sebelumnya yaitu 46%. Hal ini menunjukkan bahwa pasar sel surya
dunia semakin kompetitif dan terus mengalami kenaikan pasar yang signifikan.
Membuktikan bahwa kebutuhan sel surya dunia akan terus meningkat dan implikasinya
akan menurunkan harga dari modul surya itu sendiri.
9
a)
b)
Gambar 2.5. (a) Status PV(fotovoltaik) yang terinstall sampai tahun 2003 beserta tipe sel
suryanya. (b) Status Instalasi PV sampai tahun 2006
Sekarang ini pasar sel surya masih didominasi oleh sel surya silikon, baik mono maupun
multi-crystal silikon. Dari total 2.204 MW produksi fotovoltaik/sel surya pada tahun
2006, 0,22 GW merupakan teknologi sel surya berbasisi non-silikon[6]. Pasar sel surya
non-silikon diperkirakan akan naik menjadi 13% dari total produksi sel surya 10 tahun
yang akan datang. Kenaikan pasar sel surya non-silikon ini diakibatkan oleh kebutuhan
10
akan sel surya berbasis tanpa silikon, efisiensi lebih tinggi, harga yang lebih murah, dan
juga proses produksniya yang lebih simpel. Sel surya non-silikon ini diantaranya sel
surya berbasis lapisan tipis atau thin film solar cell, sel surya organik & polimer, dan dye-
sensitized solar cell.
Sebagai gambaran di negara lain, berdasarkan studi yang dilakukan Ketut Astawa, Eropa
telah mencanangkan pengunaan energi terbarukan sekita 25% dari seluruh kebutuhan
energinya pada tahun 2025 Sedangkan Jerman dan Amerika menjalankan program 1juta
roof (instalasi sel surya di atap rumah). Jepang sebagai negara terdepan di dunia dalam
hal memproduksi dan memakai sel surya bahkan telah mengambil pajak keuntungan
mulai 2003 lalu dari setiap penggunaan sel surya oleh masyarakatnya, setelah bertahun-
tahun sejak tahun 80-an mensubsidi besar-besaran untuk penggunaan sel surya. Bahkan
dalam roadmapnya, dicanangkan bahwa pada tahun 2030 kontribusi sel surya akan
sebanyak 10% terhadap total elektrifikasi, belum juga kontribusi dai energi terbarukan
yang lain. China tidak kurang belasan manufaktur sel surya yang
tengah pemproduksi rata-rata 20-50 MW sel surya pertahunnya, India memiliki tidak
kurang 8 manufaktur sel surya yang telah berproduksi mulai akhir tahun 90-an. Di Asia
Tenggara, Thailand telah mengembangkan sel surya dan memiliki 3 manufaktur dengan
kapasitas produksi 15-20 MW pertahun. Negara ini, saat ini juga mengembangkan sel
11
surya langsung untuk mensuplai listrik air condition (AC) untuk gedung-gedung
pemerintahannnya. Philipina mendapat kesempatan mengembangkan sel surya, dimana
UNI Solar USA, telah memindahkan salah satu cabang manufakturnya dari Amerika
Malaysia satu manufaktur sel suryanya telah memproduksi 15MW per tahun dan satu
manufaktur lainnya tengah dikerjakan untuk produksi sekitar 30MW pertahun.
Pemerintah Indonesia sendiri mencanangkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan
berkontribusi sekitar 4% terhadap total konsumsi energi lokal dimana 0,02% nya berasal
dari energi surya. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan investasi baik dalam
hal riset maupun untuk produksi massal melalui misalnya subsidi bagi perusahaan yang
berminat mengembangkan sel surya dan juga konsumen pemakai sel surya. Dalam hal
riset untuk sel surya silikon terutama harus difokuskan pada proses pengolahan pasir
silika yang tersedia banyak di Indonesia menjadi wafer silikon yang bisa digunakan untuk
sel surya. Selain itu riset mengenai jenis sel surya berbasis teknologi murah seperti dye-
sensitized solar cell (DSSC) juga perlu mulai dikaji untuk pengembangannya di
Indonesia, karena jenis sel surya ini tidak memerlukan peralatan yang berteknologi tinggi
untuk proses fabrikasinya sehingga dengan kondisi tersebut para peneliti di Indonesia
bisa juga ikut ambil bagian dalam perkembangan DSSC dunia dan juga untuk
kemungkinan produksi massal lokal.
Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia
sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Selain elektrolit,
DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopori TiO2, molekul dye
12
yang teradsorpsi di permukaan TiO2, dan katalis yang semuanya dideposisi diantara dua
kaca konduktif, seperti terlihat pada Gambar 2.6.
Pada bagian atas dan alas sel surya merupakan glass yang sudah dilapisi oleh TCO
(Transparent Conducting Oxide) bianya SnO2, yang berfungsi sebagai elektroda dan
counter-elektroda. Pada TCO counter-elektroda dilapisi katalis untuk mempercepat reaksi
redoks dengan elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya dipakai yaitu I-/I3-
(iodide/triiodide). Pada permukaan elektroda dilapisi oleh nanopori TiO2 yang mana dye
teradsorpsi di pori TiO2. Dye yang umumnya digunakan yaitu jenis ruthenium complex.
13
Gambar 2. 7. Skema Kerja dari DSSC[8]
Substrat
Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide)
yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu sendiri berfungsi
sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi sebagai tempat muatan
mengalir.
Material yang umumnya digunakan yaitu flourine-doped tin oxide (SnO2:F atau FTO)
dan indium tin oxide (In2O3:Sn atau ITO) hal ini dikarenakan dalam proses pelapisan
material TiO2 kepada substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur 400-500oC
14
dan kedua material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak mengalami
defect pada range temperatur tersebut.
Nanopori TiO2
Penggunaan oksida semikonduktor dalam fotoelektrokimia dikarenakan kestabilannya
menghadapi fotokorosi[9]. Selain itu lebar pita energinya yang besar (> 3eV), dibutuhkan
dalam DSSC untuk transparansi semikonduktor pada sebagian besar spektrum cahaya
matahari. Selain semikonduktor TiO2, yang digunakan dalam penelitian ini,
semikonduktor lain yang digunakan yaitu ZnO, CdSe, CdS, WO3, Fe2O3, SnO2, Nb2O5,
dan Ta2O5. Namun TiO2 masih menjadi material yang sering digunakan karena efisiensi
DSSC menggunakan TiO2 masih belum tertandingi.
Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan brookite seperti
ditunjukkan struktur kristalnya. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan
merupakan fasa yang disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses
Becher, oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi
dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan
kemurnian 91-93%. Titania pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel
kurang dari 11 nm, fasa brookite pad ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile diatas 35
nm[10]
Untuk aplikasinya pada DSSC, TiO2 yang digunakan umunya berfasa anatase karena
mempunyai kemampuan fotoaktif yang tinggi. Selain itu TiO2 dengan struktur nanopori
yaitu ukuran pori dalam skala nano akan menaikan kinerja sistem karena struktur
nanopori mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi sehingga akan menaikan
jumlah dye yang teradsorp yang implikasinya akan menaikan jumlah cahaya yang
terabsorb.
15
Dye
Seperti telah dijelaskan diatas, fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang
teradsorpsi pada permukaan TiO2. Dye yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi
paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex.
Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup
tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil
berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye dari buah-buahan, khususnya dye
antocyanin. Antocyanin ini yang menyebabkan warna merah dan ungu pada banyak buah
dan bunga. Salah satu pigmen cyanin yang memegang peranan penting dalam proses
absorbsi cahaya yaitu cyanidin 3-O-β-glucoside , struktur kimianya ditunjukkan pada
Gambar 2.8.
Elektrolit
Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide (I3-) sebagai
pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan redoks untuk elektrolit
DSSC yaitu[11],
1. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan potensial
redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal.
2. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang tinggi
dari muatan pada elektrolit.
3. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa yang
efisien.
16
4. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tempak untuk
menghindari absorbsi cahaya daatng pada elektrolit.
5. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi mauun teroksidasi.
6. Mempunyai reversibilitas tinggi.
7. Inert terhadap komponen lain pada DSSC.
Walapun mempunyai kemampuan katalitik yang tinggi, platina merupakan material yang
mahal. Sebagai alternatif, Kay & Gratzel (1996) mengembangkan desain DSSC dengan
menggunakan counter-elektroda karbon sebagai lapisan katalis[12]. Karena luas
permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi
triiodide yang menyerupai elektroda platina.
Selain itu Kay dan Gratzel (1996) mengembangkan tiga lapisan struktur sel monolithic
(Gambar 2.9), untuk mengadaptasi proses produksi sel surya lapisan tipis sehingga lebih
mudah mencapai tahap komersialisasi. Pada struktur monolithic, semua lapisan dari sel
dapat dideposisikan masing-masing diatas yang lainnya pada satu kaca yang dilapisi
17
TCO, sedangkan satu kaca lain yang berlawanan hanya berfungsi sebagai pelindung dan
enkapsulasi.
Gambar 2.9. Skema dari Dua Struktur Umum sel DSSC (atas) dan modul (bawah) (a)
Struktur Sandwich, (b) Struktur Monolithic [4]
Gambar 2.10. menunjukan alur produksi dari modul DSSC yang dikembangkan oleh
Fraunhofer ISE [13]. Proses produksinya berdasarkan teknologi screen printing dan
metoda thermal yang sering digunakan pada industri gelas. Selain itu proses produksinya
relatif simpel karena menggunakan teknologi yang sudah umum.
18
Gambar 2.10. Proses Pembuatan DSSC yang Dikembangkan Fraunhofer ISE.[13]
Efisiensi
Tingginya efisiensi konversi energi surya menjadi listrik dari DSSC merupakan salah
satu daya tarik berkembangnya riset mengenai DSSC di berbagai negara akhir-akhir ini,
selain dari proses produksi yang simpel dan biaya produksi yang murah. Tabel 4.1.
menunjukkan beberapa hasil penelitian dari peneliti-peneliti DSSC.
19
Tabel 4.1. Beberapa Hasil Penelitian DSSC dalam Skala Laboratorium.[4]
Selain itu juga terdapat beberapa penelitian yang mencoba alternatif pengganti TiO2
dengan semikonduktor dengan pita energi lebar yang lain contohnya, SnO2, ZnO, dan
Nb2O5 seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2. Secara umum performansi TiO2 masih belum
tergantikan.
20
Kemudian Tabel 4.3. menunjukkan penelitian DSSC dalam skala modul dengan struktur
sandwich dan monolithic.
Harga
Berdasarkan literatur yang didapat, hanya sedikit publikasi mengenai perkiraan harga
dye-sensitized solar cell. Dan beberapa mengestimasi harga yang cukup berbeda dengan
yang lain. Penemu sel surya ini, Gratzel (1994), merujuk kepada estimasi harga yang
dikeluarkan Research Triangle Institute (USA) dengan perkiraan harga US $0,60/Wp.
Tabel 4.4. menunjukkan detail harga yang diestimasi oleh Smestad (1994) dan Solaronix
SA (Meyer 1996). Kedua estimasi harga ini meghasilkan nilai yang cukup berbeda jauh.
Tabel 4.5. menunjukkan perbandingan estimasi harga produksi modul DSSC dengan
harga proyeksi sel surya multikrital silikon (mc-Si) dan sel surya lapisan tipis CdTe.
Sebagai catatan hasil yang ditunjukkan merupaan prediksi harga DSSC untuk masa depan
karena teknolgi DSSC sensdiri masih relatif baru sedangkan harga estimasi mc-Si dan
CdTe merupakan harga yang akan diluncurkan dalam jangka pendek ini.
21
Tabel 4.4. Perbandingan Esimasi Harga Produksi DSSC dari Smestad dan Solaronix[4]
Tabel 4.5. Perbandingan Estimasi Harga DSSC dengan Teknologi Sel Surya lain.
Keuntungan DSSC
Salah satu keuntungan utama teknologi DSSC dibandingkan dengan teknologi sel surya
lain yaitu proses fabrikasinya yang relatif simpel, dan peralatan fasilitas yang dibutuhan
22
relatif mudah dan murah. Teknologi lama seperti screen printing dapat digunakan,
dibandingkan dengan fasilitas clean room yang dibutuhkan oleh teknologi sel surya lain.
Kemudian material dari sel dapat menjadi murah untuk produksi massal, karena keadaan
sekarang harga menjadi signifikan akibat harga dye dan platina. Selain itu karena DSC
dapat dilapisi pada substrat yang fleksibel, contohnya polimer, maka sel surya dapat
diproduksi menjadi berbagai bentuk dan diberbagai lokasi.
23
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN
Peralatan :
1. Gelas kimia
2. Tabung ukur
3. Pipet
4. Kaca konduktif (TCO) jenis ITO (Indium tin oxide)
5. Pengaduk magnetik
6. Cawan petri
7. Oven
8. Hot plate
24
9. Tungku listrik
10. Pembersih Ultrasonik
11. Mortar
12. Scotch Tape
13. Multimeter digital
14. Potentiometer
Preparasi bubuk
TiO2
Deposisi TiO2
Pasta TiO2 ke TCO
Preparasi Pengisian
elektrolit elektrolit pada sel
Pengujian Sel
surya
25
1. Block copolymer Pluronic PE 6200 sebanyak 3 gram dilarutkan pada
ethanol sebanyak 30 gram kemudian diaduk selama 30 menit oleh
pengaduk magnetik.
2. Pada larutan tersebut ditambahkan secara perlahan-lahan prekursor TiCl4
sebanyak 5.7 gram kemudian diaduk selama 30 menit, sehingga rasio
molar TiCl4:ethanol:block copolymer adalah 1:21,7:0,0408.
3. Larutan kemudian dilakukan proses aging pada temperatur 40-45°C
selama 6-7 hari pada cawan petri sampai terbentuk dry-gel.
4. Dry-gel yang terbentuk kemudian dikalsinasi pada temperatur 450°C
selama 4 jam dengan kecepatan pembakaran 5-6°C/menit untuk
mendapatkan bubuk TiO2.
Diaduk 30 menit
TiCl2(OR)2
(R = CmH2m+1)
Aging
Temp. 40-45°C
6 – 7 hari
TiO2 dry-gel
Kalsinasi
Temp 450°C 4 jam
Bubuk TiO2
26
1. Tambahkan Polyvinyl Alcohol (PVA) sebanyak 10%berat kedalam air,
kemudian diaduk pada temperatur 80oC. Suspensi ini akan berfungsi
sebagai binder dalam pembuatan pasta.
2. Tambahkan suspensi tersebut kepada bubuk TiO2 sebanyak kurang lebih
10%volume. Kemudian digerus oleh mortar sampai terbentuk pasta yang
baik untuk dilapiskan.
3. Derajat viskositas dari pasta untuk mendapatkan pasta yang optimal
didapatkan dengan mengatur banyaknya binder dan juga bila diperlukan
ditambahkan juga air pada campuran binder dan bubuk TiO2.
27
• Pada TCO yang telah dipotong menjadi ukuran 1,2 x 1,2 cm dibentuk area
tempat TiO2 dideposisikan dengan bantuan Scotch tape pada bagian kaca yang
konduktif sehingga terbentuk area sebesar 1 x 0,6 cm dengan ilustrasi seperti
pada Gambar 3.3. Scotch tape juga berfungsi sebagai pengatur ketebalan
pasta TiO2.
1,2 cm
0,6 cm
1,2 cm
1 cm
• Pasta TiO2 dideposisikan diatas area yang telah dibuat pada kaca konduktif
dengan metoda doctor blade yaitu dengan bantuan batang pengaduk untuk
meratakan pasta. Kemudian lapisan dikeringkan selama kurang lebih 15 menit
dan dibakar/sintering dalam tungku listrik pada temperatur 450oC selama 30
menit.
• Lapisan TiO2 kemudian direndam dalam larutan dye selama kurang lebih 30
menit kemudian lapisan TiO2 akan menjadi berwarna ungu. Pada proses ini
terjadi adsorpsi cyanin ke permukaan TiO2, menggantikan OH- dari struktur
Ti(IV) yang berkombinasi dengan proton dari grup cyanin[14], seperti terlihat
skemanya pada Gambar 3.4.
28
untuk kontak elektrik. Kemudian agar struktur selnya mantap dijepit dengan
klip pada kedua sisi.
• Larutan elektrolit kemudian diteteskan kira-kira sebanyak 2 tetes kepada ruang
antara kedua elektroda. Dan sel surya siap untuk diuji.
3.5. Pengujian
Pada peneltian ini selain melakukan pengujian adanya arus dan tegangan pada sel
surya yang telah dibuat, sebelumnya dilakukan pengujian terhadap karakteristik
bubuk TiO2 dan juga larutan dye.
29
N2 adsorption digunakan untuk menentukan luas area spesifik material
dengan metoda Brunau-Emmett-Teller (BET). Alat yang digunakan yaitu
NOVA 1000 High Speed Gas Sorption Analyzer. Sebelum gas N2
diinjeksikan, sampel terlebih dahulu dipanaskan pada 200°C selama 2 jam
pada keadaan vakum untuk menghilangkan air dan minyak.
Pengujian N2 adsorption dilakukan di Laboratorium Analisis Instrumen,
Program Studi Teknik Kimia, ITB.
• SEM (Scanning Electron Microscopy)
SEM digunakan untuk menganalisa struktur morfologi dari sampel TiO2.
Pengujian SEM dilakukan di BATAN, Serpong.
30
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
31
juga bahwa intnsitas pola difraksi sampel cukup tinggi menandakan TiO2
mempunyai derajat kristalinitas yang baik. Dengan menggunakan persamaan
Scherrer pada indeks bidang miller (101), ukuran kristal yang terhitung yaitu 12,9
nm.
2θ (derajat)
Gambar 4.2. Pola XRD Sampel TiO2
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa TiO2 yang disintesis cocok untuk
diaplikasikan dalam DSSC karena mempunyai fasa kristal anatase yang memiliki
kemampuan fotoaktif yang tinggi. Selain itu derajat kristalinitas sampel ini cukup
baik dilihat dari intensitas puncak difraksi yang tinggi dan tegas, dengan derajat
kristalinitas yang baik maka proses difusi elektron di TiO2 akan lebih cepat yang
implikasinya proses tranfer elektron untuk DSSC secara keseluruhan akan lebih
tinggi sehingga akan menigkatkan efisiensi sel surya.
32
partikel sedangkan struktur pori dalam partikel tidak terlihat karena keterbatasan
resolusi alat.
33
jumlah pori yang banyak yaitu dengan membuat ukurannya menjadi skala nano
maka akan memperbanyak jumlah dye yang teradsorp. Dari gambar SEM terlihat
sampel mempunyai interkoneksi antar partikel yang baik. Interkoneksi partikel ini
dibutuhkan agar jalur difusi elektron menjadi lebih singkat.
34
Gambar 4.4. Grafik UV-VIS dari Dye Buah Delima
Sebagai perbandingan, pada Gambar 4.5. merupakan grafik UV-VIS dari dye
ruthenium complex jenis N719 (C58H86O8N8S2Ru) yang diambil dari penelitian
Jian Zhan, dkk[16]. Dari grafik tersebut terlihat bahwa terdapat dua puncak
absorbsi pada panjang gelombang 550 nm dan 400 nm. Ini menunjukkan bahwa
dye jenis ruthenium complex dapat menyerap spektrum cahaya lebih lebar
sehingga dalam hal performansinya lebih baik
35
4.3. Analisis Sel surya
Sel surya yang telah diassembly dilakukan pengujian langsung kemampuan
konversi energinya dengan iluminansi dari cahaya matahari. Seperti terlihat pada
Gambar 4.6. sel surya berhasil mengkonversi energi surya menjadi listrik
ditunjukkan dengan nilai tegangan pada multimeter sebesar 162,4 mV atau 0,1624
V dan arus listrik sebesar 0,07 mA pada kondisi iluminansi cahaya matahari
cerah.
Gambar 4.6. Pengujian Tegangan Sel Surya dengan Iluminansi Cahaya Matahari
Pengujian tegangan sel surya juga dilakukan didalam ruangan yaitu menggunakan
cahaya OHP. Seperti terlihat pada Gambar 4.7(a), dengan iluminansi cahaya
OHP, sel surya menghasilkan tegangan 0,004 V atau 40 mV. Sedangkan ketika sel
surya dalam keadaan tanpa iluminansi cahaya OHP (Gambar 4.7(b)), tidak ada
tegangan yang terukur pada sel surya.
Nilai tegangan yang lebih besar dari iluminansi cahaya matahri disebabkan cahaya
matahri mempunyai intensitas cahaya yang lebih tinggi selain itu spektru cahaya
36
yang dipancarkan lebih lebar. Oleh karena itu cahaya matahari merupakan sumber
iluminansi yang paling efektif untuk pengujian.
a)
b)
Gambar 4.7. Pengujian Tegangan Sel Surya didalam ruangan, (a) Dengan
iluminansi cahaya OHP, (b) Tanpa iluminansi cahaya OHP
37
Kemudian dilakukan juga pengujian sel surya dengan menghubungkannya pada
potentiometer dengan nilai resistansi yang dirubah-rubah. Namun karena ternyata
stabilitas sel surya yang kurang baik sehingga hasil yang didapatkan kurang
optimal untuk mendapatkan kurva I-V yang baik (nilai efisiensi sel surya). Hal ini
diakibatkan enkapsulasi sel surya yang masih belum optimal sehingga larutan
elektrolit cepat sekali menguap oleh panas dari sumber cahaya. Oleh karena itu
untuk penelitian lebih lanjut dalam waktu dekat ini akan difokuskan pada
optimalisasi enkapsulasi sel surya untuk menjaga stabilitas performansi sel.
38
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan pembuatan prototipe dye-
sensitized solar cell (DSSC) dengn menggunakan kombinasi bahan
inorganik TiO2 dengan bahan organik dye dari ekstraksi buah delima.
2. DSSC yang dibuat berhasil mengkonversi energi surya menjadi energi
listrik.
3. Karakteristik-karakteristik yang menentukan performansi sel surya
diantaranya struktur TiO2, jenis dye (karakteristik absorbsi cahaya), dan
enkapsulasi sel surya.
4. Secara umum teknologi pembuatan DSSC dalam penelitian ini relatif
cukup murah dan tidak membutuhkan peralatan yang besar dan mahal.
5.2. Saran
1. Perlu dikaji lebih jauh mengenai pengaruh berbagai karakteristik
komponen DSSC terhadap performansi sel surya.
2. Perlu dilakukan penelitian DSSC oleh peneliti-peneliti pada berbagai
disiplin ilmu agar kajian yang dilakukan lebih spesifik.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai desain sel yang optimal
untuk menjaga performansi sel surya.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
[13] Wolfbauer, G., et al., 2001, “A channel flow cell system specifically
designed to test the efficiency of redox shuttles in dye sensitized solar
cells”, Solar Energy Materials & Solar Cells, 70, 85-101.
[14] Nerine J. Cherepy, Greg P. Smestad, Michael Gra1tzel, and Jin Z.
Zhang,1997, “Ultrafast Electron Injection: Implications for a
Photoelectrochemical Cell Utilizing an Anthocyanin Dye-Sensitized TiO2
Nanocrystalline Electrode” J. Phys. Chem. B, 101, 9342-9351.
[15] Qing Dai and Joseph Rabani, 2001, “Photosensitization of nanocrystalline
TiO2 films by pomegranatepigments with unusually high efficiency in
aqueous medium”, Chem. Commun., 2142–2143.
[16] Jian Zhan, Peng Sun, Shan Jiang, Xiaohang Sun, “An investigation of the
performance of dye-sensitized nanocrystalline solar cell with anthocyanin
dye and ruthenium dye as the sensitizers”, 2006, Roskilde University
Project.
41
LAMPIRAN
Gambar 1. Dye-sensitized Solar cell (DSSC) yang dibuat dalam Penelitian ini.
40
Gambar 3. Bahan-bahan untuk Pembuatan TiO2
41
Gambar 5. Tungku Listrik
42
Gambar 7. Biji Buah Delima
43