Anda di halaman 1dari 10

Karakterisktik Perubahan Hasil Belajar Menurut Pandangan Islam

Oleh: Ayu Gustira


ABSTRACT
  Islam as life system is very necessary to develop a new concept that is more appreciate the
human being. So it’s our duty as Muslim to review and study deeper about modern theories
that already have in Qur’an and Hadits, at least find the parable. So it can be juxtaposed
with other western theories. This article will try to make formulation about the definition of
learning in Islamic perspective, review learning theories in perspective of psychology and
Islam, also search the juxtaposed of learning theory in Qur’ran and Hadiths. If learning
activity is similar with the pursuit of knowledge process, then at least three words have
identical meaning with learning or teaching in Qur’ran. That as tafaqquh fiddin,.

ABSTRAK
Posisi Islam sebagai sebuah sistem kehidupan sangat diperlukan untuk mengembangkan
gagasan baru yang lebih menghargai keberadaan manusia. Sehingga sudah menjadi
kewajiban muslim untuk menggali dan mengkaji teori-teori modern yang sebenarnya telah
ada dalam al-Quran dan Hadits, atau paling tidak menemukan padanannya. Sehingga dapat
disandingkan antara konsep barat dan konsep yang berbasis al-Quran dan Hadits. Artikel
ini akan mencoba memformulasi pengertian belajar dalam perspektif Islam, mengkaji teori-
teori belajar dalam perspektif psikologi dan Islam, serta mencari padanan teori-teori belajar
tersebut di dalam al-Quran dan Hadits. Jika aktivitas belajar identik dengan proses
pencarian ilmu, maka di dalam al-Quran setidaknya terdapat tiga kata yang memiliki arti
yang identik dengan belajar maupun pengajaran yaitu tafaqquh fiddin, 

PENDAHULUAN
 Islam merupakan agama besar dengan pemeluk terbanyak di seluruh belahan dunia yang
telah menorehkan berbagai prestasi dan memberikan kontribusi besar bagi kemajuan
peradaban dunia sebagaimana tertuang dalam catatan sejarah perjalanan panjangnya. Akan
tetapi dalam beberapa abad terakhir ini, jika dibandingkan dengan dunia barat, Islam
mengalami kemunduran dan ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan tak terkecuali
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Posisi Islam sebagai sebuah sistem kehidupan
sangat diperlukan untuk mengembangkan gagasan baru yang lebih menghargai keberadaan
manusia.
 Pada permulaan abad ke-15 H, kalangan umat Islam menguatkan semangat untuk kembali
kepada ajaran Islam yang berlandaskan alQuran dan Sunnah. Oleh karena itu, muncullah
keinginan para ilmuan muslim untuk menggali al-Quran dan Hadits sebagai sumber
pengembangan ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah
Ismail Raji al-Faruqi dan Syeh Muhammad Naquib al-Attas. Sebagaimana menurut pendapat
AlFaruqi yang dikutip oleh Fuad Nashori bahwa umat Islam lebih bangga dan suka meniru-
niru budaya Barat. 
Dengan demikian, secara tidak langsung hal tersebut memberikan isyarat pada umat Islam
untuk memberikan gagasan baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan tidak terkecuali
dalam bidang psikologi dan pendidikan. Bukan tidak mungkin jika teori-teori ilmu
pendidikan dan psikologi modern ada dalam al-Quran dan Hadits. Sebagai kitab pedoman
bagi umat Islam, sudah selayaknya seorang muslim menggali, mengkaji, dan menggunakan
teori-teori modern yang sebenarnya telah ada dalam al-Quran dan Hadits, atau paling tidak
menemukan padanannya. Sehingga dapat disandingkan antara konsep-konsep barat dan
konsepkonsep yang berbasis al-Quran dan Hadits. Kedua kitab pedoman umat Islam ini
sudah seharusnya menjadi background dalam pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan
termasuk pendidikan dan psikologi. Sebagai umat Islam, terobosan dan inovasi-inovasi dalam
berbagai bidang pengembangan ilmu harus dilakukan dengan berdasarkan alQuran dan
Hadits.
Oleh karena itu, tujuan dalam penulisan artikel ini adalah mengembangkan teori-teori
psikologi pendidikan berbasiskan al-Quran dan Hadits supaya dapat disandingkan dengan
dengan teori-teori yang dikemukakan oleh ilmuanilmuan barat. Untuk memperoleh data
dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan (library reseach).
Dalam hal ini, penulis mencoba untuk mencari dan menghimpun teks-teks dalam al-Qur’an
dan Hadits yang menjelaskan tentang belajar sebagai sumber utamanya. Berdasarkan apa
yang telah dijelaskan diatas, maka topik bahasan yang akan dikaji dalam artikel ini adalah
teori-teori belajar dalam perspektif Psikologi dan Islam (al-Quran dan Hadits). Dengan kata
lain, penulis berusaha mengupas teori-teori belajar dalam perspektif psikologi 

LANDASAN TEORI
Konsep Belajar dalam Perspektif Islam 
Konsep belajar dalam Islam bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan
perkembangan rasional saja, tetapi harus meliputi seluruh kebutuhan jasmani dan rohani
secara seimbang, tidak melihat unsurunsur psikologinya secara dikotomis. Konsep inilah
yang sebenarnya melahirkan fikir dan dzikir menjadi satu arah, dan menempatkan manusia
sesuai dengan harkat dan martabat manusia, baik sebagai individu, sosial ataupun makhluk
spiritual. Sehingga tujuan belajar untuk menempatkan manusia pada posisinya yang paling
mulia dapat tercapai. Manusia sejak lahir memiliki fitrah (potensi-potensi) yang harus
senantiasa dikembangkan. Belajar merupakan media utama untuk mengembangkannya. Islam
telah menjelaskan secara rinci dan operasionalmengenaiproses belajar,(pemahamandan
pengetahuan) Proses kerja sistem memori (akal) dan proses penguasaan pengetahuan dan
keterampilan.
Al-qur’an hanya memberikan indikasi-indikasi yang sekiranya bisa menjelaskan
tentang ketiga proses tersebut. Islam memberikan penekanan pada signifikansi fungsi kognitif
(aspek akliah) dan sensori (inderaindera) sebagai alat penting untuk belajar dengan sangat
jelas. Ada beberapa kata kunci yang termaktub dalam al-Qur’an yaitu: ya’qiluun,
Yatafakkaruun, yubsiruun, dan yasma’uun. 18 Dalam beberapa ayat al-Qur’an yang secara
eksplisit ataupu implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan
sebagaimana firman Allah Swt: 

 ‫قل هل يستوى ألذي يعلمون و ألذي ال يعلمون أمنا يتذكر أولوأ أاللباب‬
Artinya:”...Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-
orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakalah yang mampu
menerima pelajaran”
Agar manusia tidak kosong akalnya maupun jiwa raganya, maka perlu adanya
pengisian melalui belajar. Manusia lahir dalam keadaan kosong, maka Allah Swt
memberikan bekal potensi yang bersifat jasmaniah untuk belajar dengan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan manusia. Potensi-potensi tersebut dalam
organ fisiopsikis manusia berfungsi sebagai alat penting untuk melakukan kegiatan belajar
yang berupa, indera penglihatan fungsinya untuk menerima informasi visual,
inderapendengaran,fungsinyauntukmenerima informasi verbal, akal potensi kejiwaan
manusia, yang merupakan sistem psikis yang komplek untuk menyerap, mengelola,
menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah
kognitif).
Konsep Allah dalam mengajarkan dan memperkenalkan-nama-nama mengandung
arti bahwa, segala benda yang ada di muka bumi termasuk lingkungan sebagai salah satu
sumber pengetahuan. Adapun mengenai konsep dan pengertian dapat diungkapkan melalui
bahasa. Pada taraf pengenalan tersebut, sebenarnya Adam telah mampu menguasai simbol,
sehingga Adam mampu memiliki sarana untuk berfikir dan berkomunikasi untuk menerima
transfer ilmu dan memperoleh transformasi nilai sekaligus melakukan telaah ilmiah. Salah
satu hal yang paling urgen dalam proses belajar adalah kemampuan individu untuk
memproduksi hasil belajarnya. Sebenarnya proses belajar yang dilakukan Adam pada
mulanya telah sampai pada sebuah tahap pra eksplorasi fenomena alam, yaitu dengan
pengetahuan mengenal sifat, karakteristik, dan pengetahuan alam. 
Adam telah membuktikan dengan kemampuannya, yaitu dengan menerangkan, dan
menyebutkan nama-nama yang diajarkan Allah melalui malaikat. Mempelajari nama-nama
benda mempunyai arti mempelajari kata-kata yang merumuskan konsepsi atau pengertian.
Sebuah nama melambangkan konsepsi tertentu yang meliputi pengetahuan akan sifat dan
karakteristik seluruh individu yang tercakup dalam konsepsi tersebut. 28 Proses belajar yang
telah dilakukan oleh Adam, sebenarnya juga terjadi dalam generasi-genari manusia setelah
Adam. Sejak kecil manusia dengan indera penglihatannya mampu mengamati benda, yaitu
bahwa setiap benda mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan beberapa karakteristik,
tetapi pemahaman ini tidaklah menjadi sempurna, tanpa adanya latihan yang terus menerus.
Maka disinilah proses belajar menempati fungsi urgennya untuk menyempurnakan
pemahaman manusia

Teori Belajar Kognitif dan Padanannya dalam Al-Quran atau Hadits


 Belajar merupakan proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung
secara progresif Belajar dalam pandangan teori ini tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon saja. Namun, merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir
secara kompleks. Artinya terdapat aktivitas kompleks di dalam otak individu, selama proses
belajar berlangsung. Oleh karena itu teori belajar kognitif ini memandang bahwa belajar
adalah sebuah proses berpikir yang mementingkan proses belajar itu sendiri dari pada hasil
belajarnya 
Dimana dalam konteks psikologi proses berfikir ini disebut sebagai aktivitas mental,
dan dalam konteks pendidikan disebut dengan belajar. Al-Quran sangat menekankan pada
proses berfikir Ada banyak ayat yang memberikan stimulus agar manusia berfikir. Misalnya
dalam surat al-Ghasyiyah ayat 17- 21, dari ayat tersebut cukup memberikan rangsangan
kepada manusia untuk merenung dan berfikir. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan
unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan. Maka berilah peringatan,
karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan”. (QS. alGhasyiyah:
17-21) 
Ayat di atas menunjukkan betapa Allah merangsang manusia untuk merenungkan
bagaimana proses biologis unta diciptakan. Memberikan stimulus kepada setiap manusia
untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekitarnya seperti langit, gunung, bahkan bumi yang
kita injak, dan yang lainnya.. Dalam hal ini, sejalan dengan pendapat Piaget dalam
Sulistyorini (2009: 24) yang mengemukakan bahwa ada empat faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan kognitif, yaitu faktor lingkungan fisik, kematangan,
lingkungan sosial, dan ekuibilitas (interaksi individu dengan lingkungan maupun pengalaman
fisik). Perenungan manusia terhadap lingkungan itu adalah bagian dari “aktivitas mental”
(istilah yang menjadi fokus kajian psikologi)
Namun yang menarik dari ayat di atas (QS. al-Ghasyiyah), stimulasi untuk berfikir
itu disertai dengan perintah untuk mengingatkan (‫ ف@@ذكر‬.(Mengingatkan adalah aktivitas
seseorang untuk merangsang orang lain agar ia mengingat sesuatu. Mengingat juga
merupakan sebuah aktivitas mental yang mana dalam istilah psikologi disebut memory.
Kemudian dalam firman Allah surat az-Zumar ayat 9 disebutkan yang artinya, “Apakah kamu
hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktuwaktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran” (QS. Az-Zumar: 9). Dari ayat tersebut dapat diketahui tentang betapa pentingnya
akal manusia sebagai alat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat memberikan
manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain
 Karena tidak sama antara orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Orang
yang berilmu derajatnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu.
Sedangkan ilmu tersebut hanya akan didapat melalui proses belajar. Oleh karena itu,
kedudukan akal manusia di sini sangatlah penting untuk belajar melalui proses berpikir. Ini
sebabnya Allah mewajibkan manusia untuk belajar. Banyak ayat-ayat lain yang juga
merangsang manusia untuk berfikir dengan berbagai istilah yang berbeda seperti: ‫)افال تعقلون‬
apakah kamu tidak berakal), ‫ )اف@@ال تتفك@@رون‬apakah kamu tidak berfikir), ‫ت@@ر الم‬, ‫)اف@ال تبص@@رون‬
apakah kalian tidak melihat) dan masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis dalam al-Quran
yang dapat memberikan rangsangan kepada manusia untuk berfikir. Salah satu
pengembangan dari teori belajar kognitif ini adalah, teori kontruktivisme.
 Tokoh-tokohnya anatara lain adalah: John Dewey, Jean Piaget, Lev Vygosty, dan
lain-lain. Menurut pendapat Jean Piaget dalam Adri Efferi menyatakan bahwa proses belajar
akan memberikan hasil yang baik jika adanya penyesuaian pelajaran dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Guru hendaknya memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bereksplorasi dalam berpikir dengan memberi rangsangan atau stimulus,
misalnya melalui pertanyaan yang ditujukan untuk peserta didik supaya peserta didik mampu
mengkonstruk sistem kognisinya. Dengan demikian, peserta didik akan mengalami
perkembangan dalam kemampuan kognitifnya. Teori kontruktivistik mempercayai
kemampuan individu dalam membentuk dan menyusun sendiri pengetahuanya. Dalam
mengkonstruk pengetahuannya, tentu individu mengolah informasi yang didapat baik melalui
pendengaran, ingatan, penglihatan maupun keyakinan hatinya. Dalam hal ini, pendengaran,
ingatan, penglihatan, maupun hati tersebut adalah fasilitas yang diberikan oleh Allah untuk
manusia belajar yang semata-mata agar mereka dapat bersyukur. Hal ini menunjukan bahwa
teori belajar kognitif dan lebih spesifik teori konstruktivistik ini juga cukup relevan dengan
kandungan QS. An-Nahl  aaayat 78.
kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya
mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu : 
 Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi
merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga
dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya
telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau
keterampilannyasemakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu
proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang Konseling
pendidikan Islam. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang
Konseling pendidikan Islam. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh
sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi
Pendidikan
 Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).Bertambahnya pengetahuan atau
keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan
dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan
pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah
belajar Konseling Pendidikan Islam tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti
perkuliahan “Strategi Pembelajaran”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya
tentang “Hakikat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti
perkuliahan “Strategi Pembelajaran”. 
 Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk
kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa
belajar tentang Konseling Pendidikan Islam, maka pengetahuan dan keterampilannya
dalam Konseling Pendidikan Islam dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan
mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan
perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. 
 Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan
menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang
Konseling Pendidikan Islam menganggap bahwa dalam dalam Proses Belajar
Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau
perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti
pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk
menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. 
 Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang
bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin
memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa
tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi
pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya. 
 Perubahan yang bersifat permanen.Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses
belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan
keterampilan mengoperasik-an komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam
diri mahasiswa tersebut
 Perubahan yang bertujuan dan terarah.Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada
tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun
jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan
yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh
pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan
dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang
memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
 Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya
sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula
perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang
“Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang
“Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru
menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam
menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Sedangkan Sukmadinata (2009) menjelaskan prinsip umum belajar sebagai berikut: 
1. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.
2. Belajar berlangsung seumur hidup. 
3. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor
lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri.
4. Belajar mencakup semua aspek kehidupan
5. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu. 
6. Belajar berlansung dengan guru ataupun tanpa guru.
7. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi. 
8. Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai yang sangat
kompleks. 
9. Dalam belajar dapat terjadi hambatanhambata.
10. Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bantuan dari
orang lain. Maka belajar merupakan kegiatan mental-psikis yang tidak dapat
disaksikan dari luar. 
Apa yang sedang terjadi dalam diri seorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui
secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajarnya pun tidak
langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang
telah diperoleh melalui belajar  
Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang
telah belajar. Maka berdasarkan tingkah laku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa seseorang telah belajar. Misalnya, sikap menghormati Sang Merah Putih pada waktu
upacara kenaikan bendera, menyatakandiri dalam posisi tubuh tegak lurus, sambil
mengarahkan pandangan ke bendera yang sedang dikibarkan. Dari perilaku ini dapat
diketahui dan disimpulkan bahwa orang tersebut telah belajar suatu sikap. Sikap itu adalah
kemampuan internal yang bersifat mental/psikis. Karena itu, tidak mungkin diketahui secara
pasti apakah kemampuan internal itu ada, kecuali orang itu bertindak atau berbicara. 
Dalam pandangan Islam, manusia telah dibekali dengan berbagai karunia yaitu
karunia tanggapan pancaindera, kemampuan berpikir serta kesiapan alamiah untuk belajar,
memperoleh pengetahuan, kemahiran dan keterampilan teknik yang meningkatkan
kemampuannya untuk memikul tanggungjawab memakmurkan bumi agar bisa mencapai
kesempurnaan insani yang dikaruniakan Allah.
Karunia Allah yang terbesar untuk manusia juga yang membedakannya dengan hewan
adalah kemampuannya untuk mempelajari bahasa. Bahasa merupakan sarana utama manusia
dalam berpikir dan memperoleh ilmu pengetahuan. Bahasa merupakan simbol konsep-konsep
yang memungkinkan manusia untuk membahas semua konsepsi dalam pemikirannya secara
simbolis. Hal ini sangat mendukung manusia dalam merealisasikan kemajuan yang sangat
luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Belajar memiliki tiga arti penting
menurut Al-Qur’an.
 Pertama, bahwa orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapa digunakan
untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia. Kedua, manusia
dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci
orang yang tidak memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang
diperbuat akan dimintai pertanggungjawabannya. Ketiga, dengan ilmu yang dimilikinya,
mampu mengangkat derajatnya di mata Allah. Menurut Bersken dan Wettersten yang
diterjemahkan Zaman (2003), belajar merupakan kebutuhan dan berperan penting dalam
kehidupan manusia. Hal ini disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya
dibekali potensi jasmaniah dan rohaniah (QS. An-Nahl:78). Maka sangat beralasan jika
mengapa dan bagaimana manusia itu dipengaruhi oleh bagaimana ia belajar. 
KESIMPULAN
Kegiatan atau usaha yang disadari untuk meningkatkan kualitas kemampuan atau
tingkah laku dengan menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap.
Singkatnya, belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. 
Belajar adalah kunci penting dalam usaha pendidikan, pada hakekatnya belajar
adalah proses jiwa bukan proses pisik. Oleh karena itu hakekat belajar itu sendiri sulit di
ketahui. Belajar bisa diketahui dari hasilnya saja. Karena belajar merupakan proses panjang
sehingga menghasilkan perubahan-perubahan, tingkah laku manusia melalui fase-fase
tertentu. Belajar sangat penting dalam perkembangan manusia, karena dengan belajar
manusia menjadi lebih dewasa dan lebih sempurna dalam memahami sesuatu. 
Proses belajar mengajar dalam islam telah terjadi sejak diciptakannya Adam dan
diturunkannya ia ke muka bumi. Dengan proses pengenalan namanama benda dan
komunikasi bahasa. Maka tidaklah mengherankan jika ayat pertama turun adalah tentang
membaca (al-‘Alaq; 1-5). Belajar dalam perspektif Islam meliputi tiga metode; peniruan.,
Trial and error, dan berfikir. Ketiga metode tersebut memang harus dilalui oleh manusia
dalam tingkatannya.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. (1998) Al-Qur’an dan Terjemah.
Winkel, W.S. (2007) Psikologi Pengajaran. Media Abadi. Yogyakarta
Ramayulis (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia. Jakarta
Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja
RosdaKarya.
Purwanto, M. Ngalim. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai