Email: harrysinaga98.haps15@gmail.com
Abstrak
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin antara pasien malaria falciparum dan malaria vivax di Rumah Sakit Dian
Harapan tahun 2018.
Metode Penelitian: jenis penelitian ini adalah analitik dengan menggunakan desain penelitian
cross-sectional. Populasi ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi berjumlah 429 dan berdasarkan
teknik simple random sampling didapatkan jumlah sampel sebanyak 207 rekam medik pasien.
Pengumpulan data dengan melakukan observasi pada rekam medik pasien dan dianalisis melalui
uji T-test independent jika distribusi data normal dan Mann-Whitney jika distribusi data tidak normal.
Hasil: Pada analisis statistik univariat didapatkan malaria falciparum menyebabkan penurunan
hematokrit dan hemoglobin lebih rendah daripada malaria vivax, namun nilai rata-rata hematokrit
dan hemoglobin pada malaria vivax sedikit lebih rendah daripada malaria falciparum. Pada analisis
statistik bivariat, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai hematokrit dengan p=0,740
(p>0,05) dan nilai hemoglobin p=0,889 (p>0,05).
Kesimpulan: nilai hematokrit dan hemoglobin pada malaria vivax tidak lebih rendah signifikan
daripada malaria falciparum.
Meskipun malaria falciparum merupakan penyebab utama kejadian malaria berat, namun penting
juga mewaspadai malaria vivax yang juga dapat menimbulkan anemia berat yang merupakan salah
satu bentuk komplikasi dari malaria berat.
1
DIFFERENCES IN HEMATOCRIT AND HEMOGLOBIN EXAMINATION
RESULTS BETWEEN PATIENTS WITH FALCIPARUM AND VIVAX MALARIA IN
DIAN HARAPAN HOSPITAL IN 2018
Email: harrysinaga98.haps15@gmail.com
Abstract
Objective: This study aimed to determine the differences in hematocrit and hemoglobin examination
results between patients with falciparum malaria and vivax malaria in Dian Harapan Hospital in 2018.
Research Methods: this type of research is analytical using cross-sectional research design. The
population was determined based on inclusion criteria totaling 429 and based on simple random
sampling technique, the number of samples was 207 medical records of patients. Data collection by
observing the patient's medical record and analyzed through an independent T-test if the data
distribution is normal and Mann-Whitney if the data distribution is not normal.
Results: In univariate statistical analysis, falciparum malaria caused a decrease in hematocrit and
hemoglobin lower than malaria vivax, but the mean value of hematocrit and hemoglobin in vivax
malaria was slightly lower than falciparum malaria. In bivariate statistical analysis, there were no
significant differences in hematocrit values with p = 0.740 (p> 0.05) and hemoglobin values p = 0.889
(p> 0.05).
Conclusion: hematocrit and hemoglobin values in vivax malaria were not significantly lower than
falciparum malaria.
Although falciparum malaria is a major cause of severe malaria, it is also important to be aware of
malaria vivax which can also cause severe anemia, which is one form of complication from severe
malaria.
2
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa darah dari genus
Plasmodium (Fitri, 2017). Parasit ini akan ditularkan kepada orang-orang melalui gigitan
dari nyamuk Anopheles betina yang disebut juga sebagai "vektor malaria". Ada 5 spesies
parasit yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu Plasmodium falciparum (P.
falciparum), Plasmodium vivax (P. vivax), Plasmodium ovale (P. ovale), Plasmodium
malariae (P. malariae), dan dalam perkembangan selanjutnya, ditemukan satu spesies baru
yang dapat menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium knowlesi (P. knowlesi). P. falciparum
dan P. vivax merupakan dua spesies yang menimbulkan ancaman terbesar bagi manusia
di antara kelima jenis Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria (WHO, 2018).
P. falciparum diketahui merupakan parasit malaria paling lazim di benua Afrika, dan
parasit ini yang juga menjadi penyebab kematian terkait kebanyakan kasus malaria secara
global. P. vivax juga diketahui merupakan parasit malaria yang dominan di sebagian besar
negara di luar Afrika sub-Sahara (WHO, 2018). Malaria masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia karena angka morbiditas dan mortalitasnya masih
tinggi terutama di daerah luar Jawa dan Bali (Masriadi, 2017).
Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Indonesia, secara
nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2009–2017 cenderung menurun yaitu dari
1,8 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 menjadi 0,99 per 1.000 penduduk pada tahun
2017, tetapi kita akan menemukan fakta lain jika melihat data API secara spesifik di masing-
masing daerah. Berdasarkan data hasil tinjauan menurut Annual Paracite Incidence (API),
pada tahun 2016 provinsi Papua merupakan provinsi dengan API tertinggi, yaitu 45,85 per
1.000 penduduk dan meningkat menjadi 59,00 per 1.000 penduduk pada tahun 2017.
Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa angka kesakitan malaria per 1.000 penduduk di Provinsi Papua yang dikenal
sebagai wilayah endemis malaria justru semakin meningkat dan tentunya akan semakin
banyak orang yang berpeluang terinfeksi penyakit malaria dan terkena komplikasi yang
disebabkan oleh infeksi penyakit malaria.
Komplikasi penyakit akibat malaria dapat dihindari dengan melakukan penegakkan
diagnosis sedini mungkin serta memberikan pengobatan secara cepat, namun pada saat
tertentu, diagnostik mikroskopis untuk mengkonfirmasi adanya penyakit malaria tidak dapat
diandalkan serta memerlukan keahlian teknis sehingga pada penelitian yang dilakukan oleh
Smita dan Harish Chandra menemukan adanya peran parameter hematologis sebagai
indikator infeksi malaria akut. Hal ini juga berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati di RS. Perjan. Dr. M. Djamil Padang bahwa dalam hal status hematologis,
ditemukan perbedaan bermakna status hematologi antara penderita malaria serebral
dengan penderita malaria tanpa komplikasi dalam hal nilai hematokrit dan jumlah leukosit.
Meskipun malaria akibat Plasmodium falciparum adalah penyebab utama malaria
berat dan kematian, semakin banyak bukti baru-baru ini telah muncul bahwa Plasmodium
vivax dan Plasmodium knowlesi juga dapat parah dan bahkan menjadi fatal (Bartoloni &
Lorenzo Zammarchi, 2012). Afdhal (2014: 418), pada penelitian yang dilakukan di Padang
menemukan bahwa kejadian anemia, leukopenia, leukositosis dan trombositopenia lebih
banyak terjadi pada malaria falciparum. Selain itu, nilai median hemoglobin dan hematokrit
pada malaria falciparum lebih rendah daripada malaria vivax. Perubahan status
hematologis ini sering dilaporkan berperan terhadap terjadinya kasus-kasus komplikasi
pada malaria.
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, penulis merasa perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin
antara pasien malaria falciparum dan malaria vivax di Rumah Sakit Dian Harapan tahun
2018.
3
METODE
Jumlah total pasien rawat inap yang terdiagnosis malaria falciparum dan malaria
vivax di Rumah Sakit Dian Harapan adalah 653 pasien, akan tetapi yang memenuhi kriteria
inklusi dari penelitian ini adalah 429 populasi dan ditetapkan 207 data rekam medik pasien
untuk dijadikan sampel penelitian.
Berdasarkan data dari hasil penelitian ini yang dilakukan di Rumah Sakit Dian
Harapan, didapatkan sampel kasus pasien malaria falciparum sebanyak 123 (59,4%) dan
pasien malaria vivax sebanyak 84 (40,6%). Total pasien yang terinfeksi penyakit malaria
falciparum dan vivax berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki (56%) dan pasien perempuan
(44%). Selain itu juga, berdasarkan usia <20 tahun (33,8%), 20-40 tahun (46,9%), dan >40
tahun (19,3%) (lihat tabel 1.), yang jika rincian tersebut dikelompokkan pada masing-
masing spesies Plasmodium malaria falciparum dan vivax, juga didapatkan kesimpulan
pola statistik yang sama seperti distribusi keseluruhan pasien (lihat tabel 2.). Menurut
peneliti, lebih dominannya penyakit malaria yang diderita oleh pasien berjenis kelamin laki-
laki dibandingkan perempuan diakibatkan karena aktivitas pada laki-laki yang lebih banyak
melakukan pekerjaan dan aktivitas di luar rumah terutama dengan pekerjaan-pekerjaan
yang yang aktivitasnya berhubungan dengan lingkungan (Mayasari et al., 2015). Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan penting
dalam transmisi dan kejadian malaria, yaitu faktor lingkungan. Pada penelitian yang
dilakukan RISKESDAS tahun 2018 juga didapati bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak
yang terkena infeksi malaria (0,63) dibanding perempuan (0,57).
Selain itu, distribusi penderita malaria berdasarkan usia, didapatkan dominannya
pasien pada rentang usia 20-40 tahun, hal ini sejalan dengan analisis data yang dilakukan
RISKESDAS 2013 yang menunjukkan bahwa rentang usia 25-34 merupakan usia yang
4
termasuk paling beresiko terkena malaria, dimana berkaitan dengan usia produktif yang
mampu untuk bekerja di luar rumah dan bepergian ke daerah endemis malaria (Irawan,
2017). Dominannya pasien malaria falciparum di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Dian
Harapan juga disebabkan oleh sifat dari parasit P. falciparum yang mempunyai
patomekanisme yang memungkinkan menyebabkan keadaan pasien jatuh ke keadaan
malaria berat sehingga dokter dan tenaga kesehatan menyarankan pasien dengan infeksi
P. falciparum untuk rawat inap (Irawan, 2017). Hasil ini serupa dengan data DEPKES RI
dalam Masriadi (2017) yang menyatakan bahwa spesies parasit malaria yang paling
banyak ditemukan adalah P. falciparum, dan sisanya adalah P. vivax dan malaria campuran
P. falciparum dan P. vivax.
Masing-masing data nilai hemoglobin dan nilai hematokrit kemudian dilakukan uji
normalitas data menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan nilai
signifikansi (p) pada nilai hematokrit adalah 0,088 (p>0,05), dan nilai signifikansi (p) pada
nilai hemoglobin adalah 0,200 (p>0,05) sehingga berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-
Smirnov data pada nilai hematokrit maupun hemoglobin berdistribusi normal. Variabel yang
berdistribusi normal dapat dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji T- test independent
untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan pada hasil pemeriksaan hematokrit dan
5
hemoglobin antara pasien malaria falciparum dan malaria vivax di Rumah Sakit Dian
Harapan.
Hasil dari penelitian pada nilai hematokrit didapatkan nilai p=0,740 (p>0,05), maka
H0 dalam penelitian ini diterima dan Ha dalam penelitian ini ditolak yang berarti kedua rata-
rata populasi adalah identik (rata-rata populasi nilai hematokrit pasien malaria falciparum
dan pasien malaria vivax adalah sama). berdasarkan rata-rata kedua kelompok, nilai
hematokrit pasien malaria vivax (37,40%) lebih rendah daripada pasien malaria falciparum
(37,72%) dimana secara statistik rata-rata nilai hematokrit pada pasien malaria falciparum
tidak benar-benar berbeda dengan rata-rata nilai hematokrit malaria vivax. Selain itu juga
pada nilai hemoglobin didapati nilai p=0,889 (p>0,05), yang berarti H0 dalam penelitian ini
diterima (rata-rata populasi nilai hemoglobin malaria falciparum dan malaria vivax adalah
sama) dan Ha dalam penelitian ini juga ditolak. Berdasarkan data dari rata-rata kedua
kelompok, juga didapati bahwa nilai hemoglobin pasien malaria vivax (12,24 gr%) lebih
rendah daripada pasien malaria falciparum (12,30 gr%) yang secara statistik juga berarti
bahwa rata-rata nilai hemoglobin pada pasien malaria falciparum tidak benar-benar
berbeda dengan rata-rata nilai hematokrit malaria vivax. Hasil yang didapatkan peneliti
pada penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis berdasarkan teori yang peneliti dapatkan
dari literatur. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Miftahul di RSUP M. Djamil,
Padang yang menemukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara nilai median
hematokrit dan hemoglobin antara malaria falciparum dan vivax, dimana nilai median
hemoglobin pada malaria falciparum lebih rendah daripada malaria vivax. Namun sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Irawan di RSK Lindimara, Sumba Timur, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada gambaran hematologik eritrosit dan hemoglobin antara pasien
dengan infeksi P. falciparum dan P. vivax yang dapat dipengaruhi oleh proses pengambilan
data yang hanya dilakukan satu kali.
Tabel 4. Gambaran Nilai Hematokrit dan Hemoglobin Pasien Malaria falciparum dan vivax
Nilai Hematokrit Rata-rata
Jenis Malaria Median p
dan Hemoglobin ± SB
Nilai Hematokrit Malaria 38,40 37,72 ± 6,56 0,740
(Hct) falciparum
Malaria vivax 37,00 37,45 ± 5,00
Berdasarkan rerata juga didapati bahwa nilai hematokrit dan nilai hemoglobin pada
pada malaria vivax justru lebih rendah daripada malaria falciparum. Berkaitan dengan sifat
P. falciparum, di mana deformabilitas sel darah merah baik yang terinfeksi dan yang tidak
terinfeksi menjadi terganggu dan menjadi kaku, deformabilitas serta kerapuhan sel darah
merah yang terinfeksi P. vivax justru meningkat. Peningkatan deformabilitas sel darah
6
merah yang terinfeksi P. vivax membuat sekuestrasi dan obstruksi aliran darah menjadi
tidak mungkin, dan memungkinkan P. vivax untuk menghindari kerusakan ketika melalui
sinusoid limpa, tetapi peningkatan kerapuhan sel darah merah yang terinfeksi dan yang
tidak terinfeksi dapat menyebabkan anemia berat pada malaria akibat P. vivax (Malaria
Site, 2019).
Meskipun rerata hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada penelitian ini
justru terdapat pada pasien malaria vivax, tetapi didapatkan perbedaan pada angka
minimum kadar hematokrit dan hemoglobin pada malaria falciparum (Hct 15%; Hb 4,40
gr%) justru lebih rendah daripada malaria vivax (Hct 26%; Hb 7,60 gr%), yang membuktikan
bahwa anemia berat cenderung disebabkan oleh malaria falciparum dan kerusakan eritrosit
cenderung lebih banyak pada malaria falciparum (Irawan, 2017). Kerusakan eritrosit yang
berdampak pada penurunan kadar hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada
infeksi P. falciparum diakibatkan oleh sifat P. falciparum yang cenderung menyerang semua
sel darah merah yang muda sampai yang tua (Rodriguez, 2017). Selain itu, dibandingkan
dengan spesies Plasmodium lainnya, hanya P. falciparum yang mengalami sekuestrasi
yang terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan di dalam tubuh. Sekuestrasi
diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat (Setiati, S. et al., 2017).
Berbeda dengan P. falciparum, P. vivax lebih suka menginvasi retikulosit yang
masih muda atau sel darah merah yang belum matang (Rodriguez, 2017) dan dapat
menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit dimana dapat menjadi aktif dan
menimbulkan relaps bila imunitas menurun (Masriadi, 2017). P. vivax, biasanya dianggap
sebagai infeksi "jinak" yang mendapat prioritas lebih rendah dari para peneliti, pemerintah,
dan lembaga-lembaga yang mendanai penelitian. Meskipun prioritas penelitian pada P.
falciparum merupakan langkah yang tepat, tetapi perhatian pada malaria vivax juga
sebaiknya tidak tidak boleh disepelekan karena menyebabkan korban yang signifikan pada
hampir 40% populasi dunia (Price, R. N. et al., 2007). Meskipun P. falciparum lebih dikenal
sebagai penyebab utama malaria berat, pada beberapa tahun terakhir telah ditemukan
kasus-kasus malaria berat yang disebabkan juga oleh P. vivax, sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Getachew Geleta and Tsige Ketema (2016) dimana kejadian malaria
berat yang terkait dengan P. vivax memperkuat fakta bahwa parasit ini tidak lebih ringan,
melainkan bisa menyebabkan beberapa komplikasi yang mengancam jiwa terutama anak-
anak di daerah endemis malaria.
Tabel 5. Karakteristik Nilai Hematokrit dan Hemoglobin Pasien Malaria falciparum dan
Malaria vivax
Malaria Malaria
Nilai Hematokrit
falciparum vivax
dan Hemoglobin
(n=123) (n=84)
Nilai Hematokrit Rata-rata 37,72 ± 6,56 37,45 ± 5,00
(Hct) ± SB
Nilai Range 15,00 - 50,10 26,00 - 50,00
7
KESIMPULAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa
sebagian besar kejadian malaria di Rumah Sakit Dian Harapan pada tahun 2018 adalah
malaria falciparum daripada malaria vivax. Baik pada pasien malaria akibat P. falciparum
dan P. vivax didapatkan pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan pasien wanita
dengan rentang usia 20-40 tahun menjadi populasi terbanyak, diikuti pasien dengan usia
<20 tahun, dan usia >40 tahun yang merupakan usia penderita dengan jumlah kejadian
paling rendah. Berdasarkan uji statistik, diketahui tidak terdapat perbedaan bermakna nilai
rata-rata hematokrit dan hemoglobin antara malaria falciparum dan malaria vivax.
Berdasarkan penelitian ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik
penderita malaria vivax sebagai penyakit yang juga berpotensi mempengaruhi hasil
pemeriksaan hematologis dalam kaitannya dengan kriteria komplikasi malaria berat.
DAFTAR PUSTAKA
Bartoloni, A., dan Lorenzo Zammarchi. (2012). Clinical Aspects of Uncomplicated and
Severe Malaria. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2012; 4(1) : e2012026.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3375727/.
Getachew G. & Ketema, T. (2016). Severe Malaria Associated with Plasmodium falciparum
and P. vivax among Children in Pawe Hospital, Northwest Et. Hindawi Publishing
Corporation. Malaria Research and Treatment. Volume 2016, Article ID 1240962, 7
pages
Irawan, R., Merry, M. S., Wuryaningsih, Y. N. S., Baskoro T. (2017). Profil Hematologik
Berdasarkan Jenis Plasmodium pada Pasien Malaria Rawat Inap di RSK Lindimara,
Sumba Timur. Volume: 02 – Nomor 02 – April 2017. ISSN : 2460-9684. Hal. 393-
401
KEMENKES RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. xxxv + 276 hlm.
Mayasari, R., Andriayani, D., & Sitorus, H. (2015). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013). Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol. 44, No. 1, Maret 2016 : 13-24
8
Price, R. N., Tjitra E., Guerra, C. A., Yeung, S., White N. J., & Anstey N. M., (2007). Vivax
Malaria: Neglected and Not Benign. The American Society of Tropical Medicine and
Hygiene. 77(Suppl 6), 2007, pp. 79–87.
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo A. W., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., & Syam A. F. (2017).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta Pusat: Interna Publishing. xlv
+ 1425 hlm.