Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kasus

I. Unsur – unsur

Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “

Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tersebut
adalah :

1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai
pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia.
Menurut doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya

Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan
pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu :

a. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1) KUHP),
melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah (pasal 51 ayat
(2) KUHP)
b. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa
dalam arti sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2) KUHP),
dan perintah jabatan tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)

Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Harun, sebab dia merupakan
pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Fahmi, dan Harun tidak
memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III
KUHP tersebut

1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat
tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh pemenuhan
nafsu (motif)

Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk memukulkan martil ke kepala
Harun agar Harun mati sebab didorong oleh motif ingin mengetahui kebenaran pengakuan Harun
yang menyatakan dirinya memiliki ilmu kebal dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam
pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan
tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu
baru diikuti dengan tindakannya.
Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun
dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku mempersiapkan alat yaitu martil terlebih dahulu yang
menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan
kronologis kejadian sejak korban dibangunkan dari tidur hingga korban dikelabui untuk
mengikuti pelaku ke semak-semak untuk kemudian dibunuh, merupakan kronologis yang terjadi
akibat sebelumnya telah dipikirkan terlebih dahulu

Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam Center, Kelurahan Baloi
Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan warga ke kantor
kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu berada
dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan
aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan.

Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian
tulang hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. “Di dalamnya kita
tak temukan sisa jaringan organ dalam,” kata Novita. “Di betis juga terdapat irisan.” Sehari
kemudian, identitas jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30).

Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala
Polsekta Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara
kerumunan warga yaitu Harun.

Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi
mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji
coba dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas
malam. Waktu itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya
untuk mengintip orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka,
kawasan perumahan liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. “Dia bangun
dan ikut saya. Saat itu dia cuma pake celana pendek, nggak pake baju”, ujar Harun.

Harun mengajak Fahmi ke semak-semak. Fahmi beberapa kali bertanya tentang posisi orang
yang sedang pacaran. Harun pura-pura mundur. Dengan posisi itu, Harun yang sebelumnya
sudah mempersiapkan martil, leluasa memukuli kepala Fahmi. “Dia langsung jatuh, sempat
teriak sekali, darahnya kena muka saya. Terus saya pergi cuci muka dulu”, ungkap Harun.
Setelah cuci muka, Harun kembali dan memukuli kepala Fahmi sebanyak tiga kali

Harun mengaku menghabisi nyawa korban, Oktober 2009 silam. Setelah membunuh, tersangka
kemudian mengambil organ tubuh bagian dalam Fahmi untuk dimakan. Selama beberapa bulan
hingga ditemukan 3 Maret 2010, pelaku menyimpan mayat korban.

Organ tubuh tersebut dimakannya setiap malam Jumat yang menurut Harun berguna untuk
meningkatkan ilmu kebal serta kesaktian. “Saya pukul pakai martil sekali, lalu saya sembunyi di
sumur, saya tunggu setengah jam dia diam saja, terus saya belah perutnya, dan saya ambil hati
dan jantung untuk saya makan” kata Harun.
Kepolisian Daerah Kepulauan Riau kemudian menghadirkan tenaga psikiater untuk memeriksa
kejiwaan Harun. Pada awalnya, polisi meragukan kejiwaan tersangka. Dari hasil pemeriksaan,
Harun memakan organ tubuh Fahmi dalam kondisi sehat alias normal. Atas perbuatannya itu,
Harun dijerat pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.

Sementara jenazah Fahmi dimakamkan di kampung halamannya di Desa Pagerbarang, Tegal,


Jawa Tengah, 10 Maret lalu. Korban yang menyandang gelar sarjana muda kesehatan ini dikenal
sebagai pribadi yang baik serta supel kepada tetangga. Keluarga mengaku ikhlas dan berharap
tersangka mendapat hukuman yang setimpal.(BOG)
Analisis Kasus Antasari, Konspirasi Politik atau Kehormatan?

Skandal tewasnya Nasrudin, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) 14 Maret 2009 setelah
bermain golf di Modernland Tangerang masih membuat penasaran masyarakat, karena
menyangkut tokoh penting yakni Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar
yang dituding menjadi inspirator pembunuhan tersebut.

Sejauh ini polisi masih menahan Antasari atas tuduhan pembunuhan Nasrudin yang diduga
sementara bermotif asmara. Rani Juliani, sang caddy girl di Padang Golf Modernland disebut-
sebut menjadi pemicu skandal triangle love.

Berbagai teori pun bermunculan terkait isu tersebut. Ada yang menyebutnya kasus ini
merupakan kejahatan konspirasi tingkat tinggi, ada yang menyebutnya kasus ini murni kasus
pribadi antara Antasari dan Nasrudin. Berita update di media massa, pihak Polda Metro Jaya
mengaku sudah memiliki kartu truff bukti keterlibatan Antasari.

Dua teori ini menjadi isu besar yang belum terungkap kebenarannya. Pihak keluarga Nasrudin
memegang bukti atas Antasari salah satunya adalah hasil rekapan pesan singkat Antasari kepada
Nasrudin melalui SMS (short message service). Pengacara Nasrudin menuding Antasari
membunuh Nasrudin karena kredibilitasnya sebagai Ketua KPK akan terancam karena dia
(Antasari) tidak ingin kasus perselingkuhannya dengan Rhani dibuka ke publik. Pakar intelejen
dan para pejabat internal KPK membenarkan teori pembunuhan Nasrudin adalah perkara pribadi
antara Antasari dan Nasrudin, tidak ada kaitannya dengan kejahatan konspirasi tingkat tinggi.

Berbagai Keganjilan

Yang jelas ada berbagai keganjilan dalam perkara tersebut. Jika disimak deretan perkembangan
kasus tersebut dimulai dari 2008 lalu dimana Nasrudin dan Antasari berkenalan hingga 14 Maret
2009, terjadi kejanggalan. Pertama, keterlibatan dua orang penting seperti pengusaha Sigid
Haryo Wibisono dan Williardi Wizar, mantan kapolres berpangkat komisaris besar yang diduga
membantu Antasari dalam kasus pembunuhan Nasrudin menjadi salah satu alasan munculnya
teori kejahatan konspirasi tingkat tinggi.

Jika memang skandal buram ini sekedar pembunuhan triangle love, pertanyaanya  mengapa
kedua orang yang telah memiliki nama besar di negeri ini justru mau terlibat dalam kasus
pembunuhan berlatar belakang kasus pribadi tersebut?

Kedua, munculnya isu bahwa para eksekutor dalam kasus tersebut dijanjikan akan menjadi
anggota Badan Intelejen Negara (BIN) jika mereka berhasil menyelesaikan misi pembunuhan
tersebut.

Di samping itu, para eksekutor sendiri merupakan orang-orang yang dalam perekrutannya telah
terlatih untuk mengeksekusi target. Buktinya, eksekutor penembak mampu menyarangkan dua
peluru tepat di kepala Nasrudin. Pembunuhan berencana tersebut terkesan sangat rapih.

Pertanyaanya adalah mengapa seorang pejabat seperti Antasari mau mengeluarkan dana sebesar
500 juta perak hanya untuk menyelesaikan misi pembunuhan tersebut, padahal ada banyak
pembunuh profesional bayaran yang telah terlatih di negeri ini yang bisa dibayar dengan harga
yang lebih murah dan pekerjaannya lebih rapih?

Ketiga, pengakuan istri Antasari, Ida Laksmiwati, yang mengaku sering mendapat ancaman dari
pihak-pihak yang tidak diketahui terkait kasus korupsi serta sikapnya selama Antasari ditahan
oleh polisi menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.

Pertanyaan lain kembali muncul, seandainya berita tersebut benar, mengapa istri Antasari masih
mau membela sang suami tercinta padahal, cintanya telah “dimadu” oleh Antasari, bahkan masih
setia saja mengunjungi ke sel tahanan?

Kejadian lain yang agak janggal, belum terbukti Antasari bersalah, pihak keluarga Nasrudin
malah mencak-mencak “menyuruh” agar Antasari mengakui perbuatannya. Kejadian ini memicu
kesimpulan meskipun agak empiris, seolah-olah ada pihak “ketiga” yang sengaja memanasi
pihak keluarga Nasrudin. Seandainya pihak keluarga Nasrudin bijak apalagi diselimuti suasana
duka seharusnya mereka membuat statement bahwa mereka sepenuhnya percaya kepada pihak
penegak hukum untuk memprosesnya. Bagaimanapun, azas praduga tak bersalah adalah salah
satu hakekat penting dunia hukum kita. Publik makin bertanya-tanya ada apakah yang
sebenarnya?

Ancaman bagi seorang penegak kebenaran di negeri ini masih menjadi isu besar yang tidak
pernah terungkap di negeri ini. Salah satunya adalah kasus almarhum Munir, walaupun
pemerintah mengaku telah menangkap pelaku pembunuhan tersebut namun, publik masih
menganggap kasus tersebut masih floating alias mengambang.

Teori Kemungkinan

Teori-teori kemungkinan selalu muncul menarik dalam setiap kasus apapun yang terjadi di dunia
ini. Pengkambinghitaman, misalnya, menjadi salah satu alasan munculnya teori kemungkinan
skandal tewasnya Nasrudin. Peluang Antasari sebagai kambing hitam dari semua ini bisa saja
terjadi, namun semestinya kita tetap mewaspadai rumor besar di balik semua isu skandal
pembunuhan tersebut.

Bagi publik intelektual pasti akan menilai, pada saat Ketua KPK tersandung kasus ini
sesungguhnya kredibilitas pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) otomatis
juga dipertanyakan, apalagi menyangkut upaya pemberantasan korupsi di negeri kita tercinta
yang dianggap masih menempati urutan pertama negara terkorup di Asia.

Di sisi lain, perlu diwaspadai, perkembangan teknologi saat ini sudah sangat pesat, alat bukti apa
pun bahkan bisa direkayasa/disembunyikan seperti foto, video, rekaman penyadapan suara,
bahkan, tidak menutup kemungkinan pesan singkat melalui SMS pun bisa dimanipulasi bahkan
data-data teknis lainya disembunyikan atau dieksploitasi. Di era digital supercepat saat ini,
hampir tidak ada yang mustahil untuk dilakukan.

Kedua teori di atas secara prinsip saling bertolak belakang, masih belum diketahui kebenarannya.
Namun demikian, setidaknya kita bisa sekilas menggambarkan skematik teori kemungkinan pada
“otak” si pelaku sesungguhnya. Kita sebagai masyarakat hendaknya tidak bersikap apriori
namun, dari kasus ini kita mesti tetap terus kembali mengawasi dan membantu tugas utama KPK
yakni pemberantasan korupsi serta tetap mewaspadai isu besar di balik kasus pembunuhan ini,
tidak menutup kemungkinan isu ini hanya merupakan pengalihan dari isu besar yang mungkin
ingin disembunyikan dari publik.

Namun, kita tidak menutup mata dan telinga atas berita yang beredar. Negeri ini tidak hanya
sekali menghadapi kasus ini. Zaman Orde Baru sering kali ditemui kasus yang serupa bahkan
banyak yang belum terungkap hingga saat ini. Esensi benar dan tidaknya skandal pembunuhan
tersebut hendaknya tidak meruntuhkan kepercayaan kita kepada KPK sebagai organisasi milik
rakyat yang sudah kepalang tanggung “diakui dan dipercayai” eksistensinya.

Mudah-mudahan pendapat Jaksa Agung Hendarman Supandji yang pernah menyatakan kasus
Antasari tidak serumit kasus Munir, betul-betul demikian adanya. Maknanya, semoga kasus
tewasnya Nasrudin dan status Antasari secepatnya tuntas jangan sampai menimbulkan conflict of
interest atau malah mengambang lagi.

JAKARTA, KAMIS - Kuasa hukum Muchdi Pr, Achmad Cholid mengakui kliennya menerima
surat panggilan dari Mabes Polri dengan statusnya sebagai tersangka. Pasal yang disangkakan
kepada mantan Deputi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) bidang Penggalangan itu adalah
Pasal 340 jo pasal 55 KUHP, terkait dugaan turut serta melakukan pembunuhan berencana.

Cholid menambahkan, surat panggilan tersebut diterima 3 hari yang lalu. "Surat panggilan kita
terima sekitar 3 hari yang lalu, dengan status yang tercantum dalam surat itu sebagai tersangka.
Pasal yang disangkakan, pasal 340 jo pasal 55 tentang pembunuhan berencana," kata Cholid.

Hingga berita ini diturunkan Muchdi masih menjalani pemeriksaan. Senada dengan Cholid,
jurubicara Tim Advokasi Muchdi, Zaenal Ma'arif  pun mengakui kliennya datang sebagai
tersangka. "Beliau tidak ditangkap tapi datang atas panggilan polisi. Seharusnya Muchdi datang
sekitar pukul 10.00. Namun, beliau tidak bisa datang karena ada kepentingan keluarga. Beliau
baru datang sekitar pukul 19.00 ditemani anggota tim advokasi, M Ali,"kata Zaenal.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Abubakar Nataprawira yang dihubungi secara terpisah,
membenarkan pasal sangkaan tersebut. Ancaman hukumannya, minimal 5 tahun penjara dan
maksimal seumur hidup. Mengenai ditahan atau tidaknya Muchdi masih menunggu waktu
pemeriksaan yang dimiliki pihak kepolisian, yaitu 1 x 24 jam. "Kalau diperiksa, sesuai UU, Pak
Muchdi bisa diperiksa 1 x 24 jam. Setelah itu Mabes akan menetapkan dia ditahan atau tidak,"
ujarnya.
Cholid sempat menyatakan keyakinannya bahwa kliennya tidak akan ditahan, meski tak
menyebutkan apa yang menjadi dasar keyakinan. "Bukti permulaan boleh saja, itu hak polisi.
Tapi saya yakin klien saya bebas," kata dia.

Zaenal pun mengatakan belum bisa memastikan apakah kliennya akan ditahan atau tidak.
Berdasarkan aturan hukum, kliennya baru bisa ditahan setelah pemeriksaan 1x24 jam. Bila
ternyata dalam jangka waktu itu kliennya ditahan, maka ia akan mempertanyakannya pada polis

SURABAYA – Tersangka kasus pembunuhan polisi lalu lintas Polsek Sukolilo, Bangkalan,
Briptu Erik Setya Widodo, yakni Aiptu Sunarto dan anaknya Arif WBS, akan dijerat dengan
Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.

“Setelah melakukan rekonstruksi pada Sabtu (17/12) lalu, kami memastikan akan menjerat
tersangka dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dan pasal 55 dan 56 tentang ikut serta,” kata
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Rachmat Mulyana di Surabaya, Senin (19/12).

Ia meyakini kedua tersangka itulah yang melakukan pembunuhan terhadap Briptu Erik. Karena
itu pihaknya sudah mempersiapkan pasal pembunuhan untuk Aiptu Sunarto dan untuk anaknya
dengan pasal 55 dan 56 tentang turut serta melakukan.

“Aiptu Sunarto terbukti berperan sebagai eksekutor dalam rekonstruksi itu, sedangkan anaknya
terbukti turut serta membantu dan mengetahui atas kasus itu, karena itu ia dijerat dengan pasal 55
dan 56 tentang ikut serta,” ujarnya.

Terkait dengan pemberkasan kasus untuk diajukan ke kejaksaan setempat, ia menyatakan, berkas
diupayakan sudah dapat diselesaikan dalam minggu, sehingga kasus itu sesegera mungkin dapat
dilimpahkan ke Kejaksaan.

“Kami upayakan pemberkasan akan selesai secepatnya, paling tidak dalam minggu ini, karena
rekonstruksi kan sudah selesai,” katanya.

Terkait kemungkinan adanya temuan fakta baru dalam rekonstruksi, ia menyatakan tidak ada.
Rekonstruksi sudah sesuai dengan keterangan tersangka dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

Namun, pembunuhan yang dilakukan oleh tersangka bukan kategori pembunuhan berencana.
Pasalnya perbuatan yang dilakukan pelaku bersifat spontan akibat emosi atau ketersinggungan
tersangka dengan korban.

“Kami tidak menemukan unsur perencanaan pembunuhan dalam kasus ini. Kalau perencanaan
untuk memalak memang ada, karena ia sudah mempersiapkan segala sesuatunya, seperti
mengganti kepangkatan dan menguntit korbannya,” katanya.
Tentang hasil tes kejiwaan yang dilakukan kepada tersangka, Rachmat menyatakan tersangka
dikategorikan masih normal alias tidak ada kelainan jiwa, sehingga kedua tersangka dapat
diproses sebagaimana mestinya.

Sebelumnya, Aiptu Sunarto beserta anaknya ditangkap jajaran Polda Jatim setelah terindikasi
kuat sebagai pelaku pembunuhan Briptu Erik SW. Kasus ini sendiri tidak sengaja terkuak, karena
pelaku menghadang mobil pengangkut uang (uang ATM) di Sidoarjo.

Melihat tersangka, anggota Brimob yang mengawal mobil tersebut curiga dan akhirnya
melaporkan ke Bidang Propam Polda Jatim, sehingga kedua tersangka akhirnya ditangkap.

Jakarta, (Analisa). Mabes Polri mulai menjatuhkan sanksi kepada polisi yang terbukti terlibat
dalam kasus kekerasan di Mesuji, Lampung. Dali lima polisi yang kena sanksi, 3 orang
diantaranya terancam dijatuhi hukuman pidana.
"Kalau sudah diberikan sanksi disiplin bukan berarti menghilangkan kasus-kasus pidananya,"
kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution ketika dihubungi wartawan, Rabu
(4/1).

Lima anggota yang dikenai sanksi ini didasarkan pada hasil investigasi internal Mabes Polri.
Dari lima orang ini, dua di antaranya adalah perwira pertama dan menengah yang bertugas di
Polda Lampung.

Masing-masing lima orang ini adalah AKBP PW yang dikenai sanksi teguran tertulis dan mutasi
demosi (penurunan pangkat), AKP WH yang dikenai penahanan 14 hari dan penundaan kenaikan
gaji satu periode, dan mutasi demosi.

Juga ada Ipda H dikenai sanksi teguran tertulis dan menunda pendidikan dua periode, Aipda DP
disanksi penahanan 14 hari, penundaan kenaikan gaji satu periode, dan mutasi demosi.
Sementara Bripda S diberi sanksi penahanan 14 hari, dan penundaan mengikuti pendidikan
dalam satu periode.

Dari jumlah yang disanksi, tiga orang kini berkasnya telah masuk dalam tingkat penyidikan
untuk diproses secara pidana. "AKP WH melanggar pasal 359 KUHP akibat kelalaiannya yang
mengakibatkan hilangnya nyawa org lain," tutur Saud.

"AKBP P dikenai pasal 351 ayat 2, dan ayat 1 atau 349 ayat 2 KUHP," tambah Saud. Sementara
untuk Bripda S, dikenai pasal 51 ayat 1dan 48 KUHP.

Bila kelak pihaknya mendapatakn bukti-bukti pelanggaran tindak pidana, maka Polri akan
memproses hukum meski masih dalam satu korps.

"Kalau ada bukti-buktinya kita akan proses karena Polri sekarang ini transparan, akuntabel, dan
siap diaudit. Kalau ada penyimpangan kita akan proses," tegasnya. (dtc)

Anda mungkin juga menyukai