Anda di halaman 1dari 12

TEKNIK MITIGASI BENCANA

LONGSOR DAN TEKNIK MITIGASI BENCANA LONGSOR

OLEH

MELLYANA FALEEN
18136123

GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
LONGSOR DAN TEKNIK MITIGASI BENCANA LONGSOR

A. Definisi Longsor
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air
yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut
menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah
menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.

B. Proses terjadinya tanah longsor


1. Proses Meresapnya Air ke Tanah
Proses pertama terjadinya tanah longsor adalah proses resapan air
hujan ke dalam tanah. Dimana peristiwa meresapnya air ini nantinya akan
mempengaruhi beban dalam tanah yang nantinya tanah akan berada diambang
batas maksimal dalam menampung air.
2. Perubahan Tekstur Tanah
apabila air yang secara terus menerus menerjang tanah sampai suatu
ketika dapat menembus ke bagian tanah yang kedap air serta berperan sebagai
bidang penggelincir maka tanah akan menjadi licin. Tanah yang licin inilah
nantinya akan akan mengalami pergerakan yang amat cepat menuju ke bawah
apabila hujan deras terjadi.
3. Tanah Mengalami Pelapukan
Tanah yang berada di permukaan akan mengalami pelapukan, begitu
juga struktur lapisan tanah yang berada di bawahnya begitu sampai dasar dari
tanah. Pada peristiwa pelapukan inilah yang nantinya akan menyebakan tanah
bergerak mengikuti lereng dan kemudian keluar lereng sehingga terjadilah
tanah longsor.

C. Jenis-jenis tanah longsor


1. Longsor Translasi
Longsor ini terjadi karena bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsor Rotasi
Longsoran ini muncul akibat bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok terjadi karena perpindahan batuan yang bergerak pada
bidang gelincir berbentuk rata. Longsor jenis ini disebut juga longsor translasi
blok batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi saat sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak kebawah dengan cara jatuh bebas. Biasanya, longsor ini terjadi pada
lereng yang terjal sampai menggantung, terutama di daerah pantai.
5. Rayapan Tanah
Longsor ini bergerak lambat serta jenis tanahnya berupa butiran kasar
dan halus. Longsor ini hampir tidak dapat dikenal. Setelah beberapa lama terjadi
longsor rayapan, posisi tiang-tiang telepon, dan rumah akan miring kebawah.
6. Aliran bawahan rombakan
Longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air dan
terjadi di sepanjang lembah yang mencapai ratusan meter jauhnya. Kecepatan
bergantung pada kemiringan lereng, volume air, tekanan air dan jenis
materialnya.

D. Penyebab terjadinya tanah longsor


1. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan
menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah
besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga
terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.
Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah
dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan
yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah
menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena
melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar
lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di
permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh
tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
2. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.
Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut,
dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180
apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis
ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.
Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi
lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan
tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan
umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya
terjadi di daerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,
getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya
adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan
lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi
longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan
kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di
sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya
penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.
9. Pengikisan atau erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu
akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi
terjal.
10. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya
dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada
lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di
bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang
kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi
pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat
atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :
 Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
 Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena
tanahnya gembur dan subur.
 Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
 Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
 Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran
kecil pada longsoran lama.
 Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan
longsoran kecil.
 Longsoran lama ini cukup luas.
12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
 Bidang perlapisan batuan
 Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
 Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
 Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan
yang tidak melewatkan air (kedap air).
 Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
 Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi
sebagai bidang luncuran tanah longsor.
13. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul
dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
14. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah
dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah
dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang
lebih meninggal.

E. Dampak tanah longsor


Dampak terhadap masyarakat yang terjadi akibat bencana tanah longsor, yaitu
sebagai berikut (Pan American Health Organization, 2006) :
1. Peningkatan Morbiditas
Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana dibagi dalam 2
katagori, yaitu:
 Kesakitan primer, adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung dari
kejadian bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena trauma fisik,
termis, kimiawi, psikis dan sebagainya.
 Kesakitan sekunder, kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan usaha
penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan karena sanitasi
lingkungan yang buruk, kekurangan makanan dan sebagainya.

2. Tingginya angka kematian


Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu:
 Kematian primer, adalah kematian langsung akibat terjadi bencana, misalnya
tertimbun tanah longsor.
 Kematian Sekunder, adalah kematian yang tidak langsung disebabkan oleh
bencana, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyelamatan terhadap
penderita cedera berat, seperti. kurangnya persediaan darah, obat-obatan, tenaga
medis dan para medis yang dapat bertindak cepat untuk mengurangi kematian
tersebut.

3. Masalah kesehatan lingkungan


Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan,
tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih,
tempat pembuangan tinja dan air bekas, tempat pembuangan sampah, tenda
penampungan dan kelengkapannya, kepadatan dari tempat penampungan, dan
sebagainya.

4. Suplai bahan-bahan makanan dan obat-obatan


Apabila kekurangan suplai bahan makanan dan obat-obatan untuk membantu
korban bencana, maka kemungkinannya akan menimbulkan berbagai masalah,
diantaranya:
 Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur
 Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan (GED), infeksi
pernapasan akut seperti influensa, penyakit kulit.

F. Cara pencegahan tanah longsor


1. Pencegahan tingkat pertama
a) Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor, terutama
pada lereng dan kaki bukit
b) Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya dapat
mengikat tanah secara kuat
c) Tidak menebang atau merusak hutan
d) Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul
e) Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng pada
lokasi rawan longsor
f) Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di wilayah longsor
tentang cara menghindari bencana longsor.

2. Pencegahan tingkat kedua


Yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah penyelamatan dan pertolongan
korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Secara operasional, pada tahap ini
diarahkan pada kegiatan :
a) Penanganan korban bencana termasuk mengubur koban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka.
b) Penanganan pengungsian
c) Pemberian bantuan darurat
d) Pelayanan kesehatan, sanitasi, dan air bersih
e) Penyiapan penampungan sementara
f) Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta memperbaiki
sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan pelayanan yang memadai
untuk para korban.

3. Pencegahan tingkat ketiga


 Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi,
dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik
pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi
korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
 Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak
menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah
longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah
longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan, perlindungan dan perbaikan yang bisa
ditambah untuk tempat-tempat hunian antara lain :
a) Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap)
b) Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan)
c) Vegetasi kembali lereng-lereng dan beton-beton yang menahan tembok mungkin
bisa menstabilkan hunian.
G. Teknik mitigasi bencana longsor
1. Identifikasi Kerawanan Tanah Longsor
Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan massa
tanah) yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat
secara tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus). Tanah longsor terjadi
jika dipenuhi 3 (tiga) keadaan, yaitu: (1) lereng cukup curam, (2) terdapat
bidang peluncur yang kedap air dibawah permukaan tanah, dan (3) terdapat
cukup air dalam tanah di atas lapisan kedap (bidang luncur) sehingga tanah
jenuh air.
Untuk mengidentifikasi daerah yang rentan tanah longsor digunakan
formula kerentanan tanah longsor (Paimin et.al., 2006) Faktor alami penyusun
formula tersebut adalah :
(1) hujan harian kumulatif 3 hari berurutan,
(2) lereng lahan
(3) geologi/batuan
(4) keberadaan sesar/patahan/gawir
(5) kedalaman tanah sampai lapisan kedap
Sedangkan faktor manajemen meliputi :
(1) penggunaan lahan
(2) Infrastruktur
(3) kepadatan pemukiman.
Prosedur yang harus dilakukan untuk identifikasi kerawanan tanah
longsor adalah sebagai berikut:
a. Dengan menggunakan peta RBI skala 1 : 25.000, deliniasi kelas kelerengan
lahan dilakukan seperti klasifikasi lereng. Klasifikasi lereng ini sama seperti
pada klasifikasi lereng daerah potensi (pasokan) air banjir hanya kelas
lereng >45% dibagi lagi menjadi kelas 45-65% dan >65%, sedangkan kelas 0-
8% digabung menjadi satu dengan kelas 8-15%. Pembagian kelas lereng dapat
digunakan sebagai unit peta.
b. Padukan peta Geologi (contoh Gambar 5), pada peta kelas lereng untuk
memperoleh data jenis batuan (geologi) dan keberadaan garis sesar/patahan/
gawir.
c. Dengan peta jenis tanah dapat diperkirakan kedalaman tanah (regolit)
sampai lapisan kedap air.
d. Dengan menggunakan peta RBI skala 1 : 25.000 diidentifikasi jenis
penutupan lahan dan keberadaan infrastruktur. Untuk memperoleh data
penutupan lahan terkini perlu dikoreksi dengan hasil analisis citra satelit
(penginderaan jauh), terutama dengan resolusi yang cukup tinggi seperti
SPOT.4 dan atau 5, atau IKONOS atau Quick Bird.
e. Dipadukan peta penutupan lahan dengan peta penggunaan lahan (land use)
agar diperoleh kejelasan pemangku lahan terkait, dan ancaman tanah longsor
terhadap pemukiman.
f. Apabila data demografi desa tersedia maka kepadatan pemukiman pada unit
peta tersebut dapat dihitung yakni nilai nisbah/rasio jumlah penduduk dibagi
luas pemukiman pada wilayah desa yang bersangkutan.
g. Analisis data hujan harian dari catatan data curah hujan harian sepuluh
tahun terakhir untuk memperoleh data curah hujan tiga hari berurutan terbesar.

2. Teknik pengendalian tanah longsor


Berdasarkan pengalaman lapangan, proses tanah longsor bisa dipilah
dalam tiga tingkatan yakni:
a) massa tanah sebagian terbesar telah meluncur ke bawah (longsor),
b) massa tanah bergeser sehingga menimbulkan rekahan/retak (rayapan)
c) massa tanah belum bergerak tetapi memiliki potensi longsor tinggi
(potensial longsor).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada daerah longsor maupun
rawan longsor adalah sebagai berikut:
a) Slope reshaping lereng terjal (pembentukan lereng lahan menjadi lebih
landai) pada daerah yang potensial longsor.
b) Penguatan lereng terjal dengan bronjong kawat pada kaki lereng.
c) Penutupan rekahan/retakan tanah dengan segera karena pada musim
penghujan rekahan bisa diisi oleh air hujan yang masuk ke dalam tanah
sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap.
d) Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan
terhadap retakan tanah dibanding dengan bangunan pasangan batu/bata
pada lahan yang masih akan bergerak.
Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetatif harus dipilahkan
antara bagian kaki, bagian tengah, dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah
diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif) maupun
bangunan. Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain:
jenis tanaman memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran
rapat dan mengikat agregat tanah, dan bobot biomassanya ringan. Pada lahan
yang rawan longsor, kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng. Pada
bagian tengah dan atas lereng diupayakan perbaikan sistim drainase (internal
dan eksternal) yang baik sehingga air yang masuk ke dalam tanah tidak terlalu
besar, agar tingkat kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap
(bidang gelincir) bisa dikurangi bebannya.
Upaya pengendalian tanah longsor metode teknik sipil antara lain
berupa pengurugan/penutupan rekahan, reshaping lereng, bronjong kawat,
perbaikan drainase, baik drainase permukaan seperti saluran pembuangan air
(waterway) maupun drainase bawah tanah. Untuk mengurangi aliran air
(drainase) bawah tanah dilakukan dengan cara mengalirkan air secara
horizontal melalui terowongan air seperti paritan (trench) dan sulingan (pipa
perforasi).
Pada pengendalian tanah longsor diupayakan agar air tidak terlalu
banyak masuk ke dalam tanah yang bisa menjenuhi ruang antara lapisan kedap
air dan lapisan tanah, sedangkan pada pengendalian erosi permukaan air hujan
diupayakan masuk ke dalam tanah sebanyak mungkin sehingga energi
pengikisan dan pengangkutan partikel tanah oleh limpasan permukaan dapat
diminimalkan.
Dengan demikian tindakan mitigasi tanah longsor harus lebih hati-hati
apabila pada tempat yang sama juga mengalami degradasi akibat erosi
permukaan (rill and interrill erosion). Pengendalian erosi permukaan
mengupayakan agar air hujan dimasukkan ke dalam tanah sebanyak mungkin,
sebaliknya pengendalian tanah longsor dilakukan dengan memperkecil air
hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga tidak menjenuhi lapisan tanah
yang berada di atas batuan kedap air.

3. Peringatan dini tanah longsor


a) Adanya retakan-retakan tanah pada lahan (pertanian, hutan, kebun,
pemukiman) dan atau jalan yang cenderung semakin besar, dengan
mudah bisa dilihat secara visual.
b) Adanya penggelembungan/amblesan pada jalan aspal - terlihat secara
visual.
c) Pemasangan penakar hujan di sekitar daerah rawan tanah longsor.
Apabila curah hujan kumulatif secara berurutan selama 2 hari melebihi
200 mm sedangkan hari ke-3 masih nampak telihat akan terjadi hujan
maka masyarakat harus waspada
d) Adanya rembesan air pada kaki lereng, tebing jalan, tebing halaman
rumah (sebelumnya belum pernah terjadi renbesan) atau aliran
rembesannya (debit) lebih besar dari sebelumnya.
e) Adanya pohon yang posisinya condong kearah bawah bukit.
f) Adanya perubahan muka air sumur (pada musim kemarau air sumur
kering, pada musim penghujan air sumur penuh).
g) Adanya perubahan penutupan lahan (dari hutan ke non-hutan) pada
lahan berlereng curam dan kedalaman lapisan tanah sedang.
h) Adanya pemotongan tebing untuk jalan dan atau perumahan pada lahan
berlereng curam dan lapisan tanah dalam.

Anda mungkin juga menyukai