Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS FARMASI RUMAH SAKIT

“INFEKSI SALURAN KEMIH”

Dosen Pengampu:
apt. Meta Kartika U., M. Sc.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK B3/3

Luthfi Dinar Hudaya 2120414632


Maria Hurlatu 2120414633

PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS SETIA BUDI

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. Infeksi Saluran Kemih

A. Pengertian infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang biaknya
bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada anak, gejala klinis
ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga gejala yang berat yang dapat
menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi dan
sering tidak spesifik, penyakit ini sering tidak terdeteksi hingga menyebabkan komplikasi
gagal ginjal. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan gejala demam karena
ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan pada anak selain infeksi saluran
nafas akut dan infeksi saluran cerna. Diagnosis pasti ISK ditegakkan berdasarkan biakan
urin, sedangkan biakan urin baru diperoleh setelah beberapa hari kemudian, sehingga perlu
mengenal manifestasi klinis ISK sebelum diperoleh hasil biakan urin agar dapat diberikan
terapi awal secara empiris. Antibiotik sebagai terapi ISK diberikan jika ada kecurigaan
terhadap ISK tanpa menunggu hasil biakan urin. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal atau acute kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka panjang
menyebabkan pembentukan jaringan parut ginjal, hipertensi, dan penyakit ginjal kronik
stadium akhir.
B. Etiologi
Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri, virus, dan
jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri lain yang juga
menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus mirabilis, Providencia stuartii,
Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan Pseudomonas
sering dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan instrumentasi, dan infeksi nosokomial.
Bakteri patogen dengan virulensi rendah maupun jamur dapat sebagai penyebab ISK pada
pasien dengan imunokompromais. Infeksi Candida albicans relatif sering sebagai penyebab
ISK pada imunokompromais dan yang mendapat antimikroba jangka lama.

C. Patofisiologi
Secara umum, organisme masuk ke saluran kemih melalui tiga rute yang mungkin:
jalur naik, hematogen (menurun), dan limfatik. Uretra betina biasanya dijajah oleh bakteri
yang diyakini berasal dari flora tinja. Panjang pendek uretra betina dan kedekatannya
dengan daerah perirectal membuat kolonisasi uretra kemungkinan. Faktor lain yang
mempromosikan kolonisasi uretra termasuk penggunaan spermisida dan diafragma sebagai
metode kontrasepsi. Meskipun ada bukti pada wanita bahwa infeksi kandung kemih
mengikuti kolonisasi uretra, mode pendakian mikroorganisme tidak sepenuhnya dipahami.
Pijatan uretra betina dan hubungan seksual memungkinkan bakteri mencapai kandung
kemih. Setelah bakteri mencapai kandung kemih, organisme dengan cepat berkembang biak
dan dapat naik ureter ke ginjal. Urutan peristiwa ini lebih mungkin terjadi jika refluks
vesicoureteral (refluks urin ke dalam ureter dan ginjal saat voiding) hadir. Fakta bahwa UTI
lebih umum pada wanita daripada pada laki-laki karena perbedaan anatomi di lokasi dan
panjang uretra cenderung mendukung rute infeksi naik sebagai rute akuisisi utama.
Infeksi ginjal oleh penyebaran mikroorganisme hematogen biasanya terjadi sebagai
akibat dari penyebaran organisme dari infeksi primer yang jauh dalam tubuh. Infeksi
melalui rute menurun jarang terjadi dan melibatkan sejumlah kecil patogen invasif.
Bakteriemia yang disebabkan oleh S. aureus dapat menghasilkan abses ginjal. Organisme
tambahan termasuk Candida spp., Mycobacterium tuberculosis, Salmonella spp., dan
enterococci. Yang menarik, sulit untuk menghasilkan pyelonephritis eksperimental dengan
secara intravena mengelola organisme gram negatif umum seperti E. dan P. aeruginosa.
Secara keseluruhan, kurang dari 5% UTI yang didokumentasikan dihasilkan dari
penyebaran mikroorganisme hematogen.
Tampaknya ada sedikit bukti yang mendukung peran penting untuk limfatik ginjal
dalam patogenesis UTI. Ada komunikasi limfatik antara usus dan ginjal, serta antara
kandung kemih dan ginjal. Namun, tidak ada bukti bahwa mikroorganisme dipindahkan ke
ginjal melalui rute ini. Setelah bakteri mencapai saluran kemih, tiga faktor menentukan
perkembangan infeksi: ukuran inokulum, virulensi mikroorganisme, dan kompetensi
mekanisme pertahanan inang alami. Sebagian besar UTI mencerminkan kegagalan dalam
mekanisme pertahanan tuan rumah.

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ISK pada anak bervariasi, tergantung pada usia, tempat infeksi
dalam saluran kemih, dan beratnya infeksi atau intensitas reaksi peradangan. Sebagian
ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik dan umumnya ditemukan pada anak umur
sekolah, terutama anak perempuan. Umumnya ISK asimtomatik tidak berlanjut menjadi
pielonefritis.
Pada bayi, gejala klinik ISK juga tidak spesifik dan dapat berupa demam, nafsu
makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi abdomen, penurunan
berat badan, dan gagal tumbuh. Infeksi saluran kemih perlu dipertimbangkan pada semua
bayi dan anak berumur 2 bulan hingga 2 tahun dengan demam yang tidak jelas
penyebabnya. Infeksi saluran kemih pada kelompok umur ini terutama yang dengan
demam tinggi harus dianggap sebagai pielonefritis.
Pada anak besar gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala lokal
saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol. Dapat juga
ditemukan sakit perut, sakit pinggang, atau demam tinggi.8 Setelah episode pertama, ISK
dapat berulang pada 30-40% pasien terutama pada pasien dengan kelainan anatomi, seperti
refluks vesikoureter, hidronefrosis, obstruksi urin, divertikulum kandung kemih, dan lain
lain. (Pardede, 2018)

E. Terapi farmakologi

Idealnya, agen antimikroba yang dipilih harus ditoleransi dengan baik, diserap dengan
baik, mencapai konsentrasi uriner yang tinggi, dan memiliki spektrum aktivitas yang
terbatas pada patogen yang dikenal atau dicurigai. Tabel 114–3 mencantumkan agen yang
paling umum digunakan dalam perawatan UTI bersama dengan komentar mengenai
penggunaan umum mereka. Tabel 114–4 menyajikan ikhtisar berbagai opsi terapeutik
untuk terapi rawat jalan UTI. Tabel 114–5 menjelaskan rejimen pengobatan empiris untuk
situasi klinis yang dipilih. Manajemen terapeutik UTI paling baik dicapai dengan terlebih
dahulu mengkategorikan jenis infeksi: sistitis akut yang tidak rumit, bakteriuria tanpa
gejala, bakteriuria asimptomatik, rumit UTI, infeksi berulang, atau prostatitis. Dalam
memilih terapi antibiotik yang tepat, penting untuk mewaspadai meningkatnya resistensi E.
dan patogen lainnya terhadap banyak antimikroba. Resistensi terhadap E. setinggi 30%
untuk amoksisilin dan sefalosporin. Secara keseluruhan, trimethoprim-sulfamethoxazole
tetap rentan, meskipun resistensi setinggi 22% telah dilaporkan di berbagai tempat. Namun,
infeksi resisten masih dapat diobati dengan sukses dengan trimethoprim-sulfamethoxazole,
kemungkinan besar karena konsentrasi urinernya yang tinggi. Paparan antibiotik saat ini
atau terbaru adalah faktor risiko paling signifikan yang terkait dengan resistensi E.. Terapi
antibiotik harus ditentukan berdasarkan pola resistensi geografis reseptor, serta riwayat
paparan antibiotik pasien baru-baru ini.
F. Terapi no farmakologi

- Minum air putih dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga
meningkat (merangsang diuresis).
- Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin
naik ke uretra.
- Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing agar
bakteri tidak mudah berkembang biak.
- Diet rendah garam untuk membantu menurunkan tekanan darah.
- Mengkonsumsi jus anggur atau cranberry untuk mencegah infeksi saluran kemih
berulang.
- Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, misalnya buah-buahan, daging
tanpa lemak dan kacang-kacangan.
- Tidak menahan bila ingin berkemih.
2. GASTRITIS
A. Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan suatu inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung.Secara histopatologi dapat ditemukan infiltrasi sel-sel radang
padalapisan tersebut. Hampir 10 persen penduduk dunia menderita
gastritis.Berdasarkan penelitian WHO, insiden gastritisdi dunia mengalami
peningkatan mencapai sekitar 1,8-2,1 juta jiwa per tahun.Sekitar empat juta
penduduk Amerika Serikat mengalami gangguan asam lambung dengan tingkat
mortalitas sekitar 15.000 orang per tahun, di Indonesia pada tahun 2009 tercatat
30.154 penderita gastritis yang menjalani rawat inap di rumah sakit, yang terdiri
dari 12.378 orang laki-laki dan 17.396 orang perempuan.
Gastritis dapat terjadi akibatadanya ketidakseimbangan antara faktor
penyebab iritasi lambung atau disebut juga faktor agresif (pepsin dan HCl) dan
faktor defensif(mukus bikarbonat).Penyebab ketidakseimbangan faktor
agresif-defensif tersebut antara lain adanya infeksi Helicobacter pylori yang
merupakan penyebab tersering (30–60%).
Gastritis ditandai dengan adanya radang pada mukosa yang ditandai
dengan infiltrasi sel netrofil atau infiltrasi sel limfosit, sel palasma dan eosinofil
dengan atau tanpa simtom
Sedangkan menurut Harrison 2000, gastritis adalah inflamasi mukosa
lambung dan bukan merupakan penyakit yang tunggal, atau lebih tepatnya suatu
kelompok penyakit yang mempunyai perubahan peradangan pada mukosa
lambung yang sama tetapi ciri klinis, karakteristik histologi dan patogenitas yang
berlainan. (Maulidiyah, 2006)

B. Patofisiologi gastritis
Gastritis Lambung mempunyai faktor agresif (asam lambung dan pepsin)
dan faktor defensif (produksi lendir, bikarbonat mukosa dan prostaglandin
mikrosirkulasi), gangguan penyaki gastritis dapat terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif dalam tubuh kita.
(Maulidiyah, 2006)
Akibat adanya ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif
menyebabkan HCL dalam lambung meningkat. Kadar HCL normal dalam
lambung 0,4 %,kelebihan kadar HCL dalam cairan lambung dapat merusak
jaringan selaput lendir lambung dan jaringan halus usus 12 jari, jaringan yang
rusak akan menjadi luka bernanah yang ada di dalan lambung dan menyebabkan
keradangan (Laylawati, 2000)

C. Gejala
Gejala yang dirasakan dapat berbeda pada tiap penderita. Akan tetapi,
kondisi ini bisa juga tidak selalu menimbulkan gejala. Beberapa contoh gejala
gastritis adalah:
1. Nyeri yang terasa panas dan perih di perut bagian uluhati.
2. Perut kembung.
3. Cegukan.
4. Mual.
5. Muntah.
6. Hilang nafsu makan.
7. Cepat merasa kenyang saat makan.
8. Buang air besar dengan tinja berwarna hitam.
9. Muntah Darah

D. Faktor resiko
1. Stress
2. Sering mengkonsumsi makanan pedas
3. Faktor usia
4. Kelelahan
5. Merokok dan meminum alkohol

E. Terapi
1. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang dilakukan terhadap Gastritis bergantung pada
penyebabnya. Pada banyak kasus Gastritis, pengurangan asam lambung
dengan bantuan obat sangat bermanfaat. Antibiotik untuk menghilangkan
infeksi. Penggunaan obat-obatan yang mengiritasi lambung juga harus
dihentikan. Pengobatan lain juga diperlukan bila timbul komplikasi atau akibat
lain dari Gastritis.
Kategori obat pada Gastritis adalah :
a. Antasid : Basa lemah yang digunakan untuk menetralisir atau mengikat
asam lambung yang berlebihan
b. Golongan Proton Pump Inhibitor : Menghambat sekresi asam lambung
dengan menghambat aktifitas transporter K+/H+ATPase (kita kenal
dengan nama pompa proton). Contoh obat; Omeprazol
c. Golongan H-2 Receptor Antagonis : Menghambat reseptor H- 2 pada sel
parietal lambung, sehingga menghambat sekresi asam lambung. Jika
histamin menduduki reseptornya maka akan mengakhifasi adenilat siklase
dan terjadi peningkatan CAMP (cyclic adenosine monophospate) jika
CAMP meningkat maka akan mengaktifasi pompa proton pada sel parietal
lamnbung untuk mensekresi iom H+. Contoh obat; Ranitidin.

2. Terapi Non Farmakologi

a. Ketika sedang sakit, makanlah makanan yang lembek yang mudah dicerna
dan tidak merangsang asam lambung
b. Hindari makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung, seperti
makanan pedas, makanan yang asam, tinggi serat, zat tepung
c. Hindari minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung seperti
teh kopi, alkohol
d. Makan secara teratur
e. Hindari stress fisik dan psikologis
BAB II
PEMBAHASAN

Cara masuk RS : diantar keluarga


Tanda vital pasien
Tanda vital Nilai normal 10/5/20 11/5/20
TD (mmHg) 90/60-140/90 110/70 110/70
0
Suhu ( C) 36,8 ± 0,7 37 37
Nadi (x/menit) 60-100 80 93
Nafas (x/menit) 16-24 20 20

Hasil laboratorium:
Pemeriksaan Normal 10/5/20
Hb (g/dL) 13,2-17,3 13,6
Hematokrit (%) 40-54 37,3
Leukosit (ribu/mmk) 4,5-11,5 13
Eosinofil (%) 2-4 1,4
Basophil (%) 0-1 0,2
Neutrophil segmen 50-70 70,5
(%)
Limfosit (%) 18-42 22,5
Monosit (%) 2-8 5,4
Jumlah eritrosit 4,40-6,20 4,48
(juta/mmk)
MCV (fL) 80-94 83,3
MCH (pg) 26-32 30,4
MCHC (g/dL) 32-36 36,5
Trombosit 50-450 ribu 13,5
(ribu/mmk)
Ureum (mg/dL) 14-40 13,3
Bakteria urin +2
Ph 4,5-8 2,5

Pengobatan pasien:
No Nama obat Aturan Rute 9/3/19 10/3/19
pakai
1 Levofloxacin 1x250mg IV √ √
2 Pantoprazole 1x1 fl IV √ √
80mg
3 Buscopan plus 3x1 PO √ √
4 Vometa FT 3x1 PO √ √
5 Sucralfat syr 3x1 PO √

Hasil kultur bakteri : Escherichia coli


Amoksisilin R
Sulbenisilin I
Fosfomisin S
Karbenisilin S
Levofloksazin R
Seftriakson S
Gentamisin I
Kotrimoksazol I
Nitrofurantoin R
Siprofloksazin R
Klaritromisin I
Oksasilin I
Sefepim S

FORMULIR PEMANTAUAN TERAPI OBAT


Nama pasien : Ny. E Pekerjaan : IRT

Umur : 40 tahun BB/TB : 40 kg


Jenis Kelamin : Perempuan No. RM: 1234

Alamat : jl. Bukit Diagnosis : Gastritis, ISK

● Riwayat Kesehatan saat ini


kondisi lemas, pucat, sejak 3 hari lalu mengeluh mual, muntah, nyeri perut dan saat BAK
nyeri. Sudah pernah mendapatkan perawatan sebelumnya tetapi tidak sembuh. Pasien tidak
memiliki riwayat merokok maupun minum akohol.

● Penggunaan obat saat ini


No Nama obat Indikasi obat Aturan pakai Rute 9/3/19 10/3/19
1 Levofloxacin Antibiotik 1x250mg IV √ √
2 Pantoprazole Pengobatan refluks 1x1 fl IV √ √
80mg sedang-berat (GERD)
atau refluks non erosif
3 Buscopan plus Terapi tambahan Gastritis 3x1 PO √ √
dan saluran kemih,
ditandai dengan spasmus
polos
4 Vometa FT Mual muntah 3x1 PO √ √
5 Sucralfat syr Membentuk lapisan dan 3x1 PO √
melindungi tukak dari
asam lambung

● Pemantauan SOAP
1. Subjektif
kondisi lemas, pucat, sejak 3 hari lalu mengeluh mual, muntah, nyeri perut dan saat
BAK nyeri.
2. Objektif
3. Assesment
a) Antibiotik Levofloxacin tidak tepat karena berdasarkan hasil kultur bakteri
menunjukan bahwa Levofloxacin telat resistensi.
b) Pengunaan banyak obat untuk terapi gastrointestinal (Pantoprasol 80mg,
Buscopan plus, Vometa VT, dan Sucralfat syr).
c) Kadar trombosit pasien mengalami penurunan atau disebut dengan
trombositopenia yang belum diberi terapi.
4. DRP
a) Pemilihan terapi antibiotic belum tepat
b) Penggunaan beberapa obat dengan indikasi yang sama
c) Indikasi penyakit tanpa terapi
5. Plan
a) Mengganti Levofloksasin dengan Cotrimoksasol 1Ds tablet 2x1 PO selama
10-14 hari
b) Menghentikan penggunaan Sucralafat Syr, kerena sudah ada pantoprazole,
Buscopan plus, dan Vometa VT dalam mengobati Gastritis pasien
c) Menambah terapi non farmakologi untuk meningkatkan kadar trombosit
seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran.

Terapi Non Farmakologi


1. Konsumsi makanan yang kaya akan zat besi seperti bayam, bit, anggur, apel, tomat,
daging, susu, telur, kacang-kacangan, konsumsi buah.
2. Hindari mengkonsumsi alkohol, kopi, makanan pedas yang dapat mengiritasi
lambung.
3. Minum air putih yang banyak.
4. Menjaga kebersihan organ reproduksi dan sesekali menggunakan antiseptik agar
terhindar dari infeksi.
5. Jangan menunda berkemih karena dapat menjadi faktor resiko ISK.
6. Membasuh sampai bersih setelah buang air kecil.

CATATAN PENGEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI (CPPT)


Nama pasien : Ny. E Pekerjaan : IRT

Umur : 40 tahun BB/TB : 40 kg


Jenis Kelamin : Perempuan No. RM: 1234
Alamat : jl. Bukit Diagnosis : Gastritis, ISK

TANGGAL S.O.A.P TERINTEGRASI INSTRUKSI


10/05/20 Subjektif : Lemas, pucat, mual, Penggantian levofloxacin dengan
muntah nyeri perut saat BAK, tidak kotrimoksazol 1Ds tablet 2x1 PO
memiliki riwayat merokok maupun selama 10-14 hari
minum alkohol.
Objektif :
TTV :
-TD : 110/70 mmHg
-Suhu : 37 0C
-Nadi : 80 x/menit
-Nafas : 20 x/menit
Hasil Lab :
- Hb : 13,6 g/dL
- Hematokrit : 37,3%
-Leukosit: 13 ribu/mmk
-Eosinofil : 1,4 %
- Basophil : 0,2%
- Neutrophil : 70,5%
- Limfosit : 22,5%
- Monosit: 5,4%
- Jumlah eritrosit: 4,48 juta/mmk
- MCV : 83,3 Fl
- MCH : 30,4 pg
- MCHC : 36,5 g/dL
Trombosit:13,5ribu/mk
- Ureum : 13,3 mg/dL
- Bakteria urin : +2
- pH : 2,5

Plan :
1. Penggantian levofloxacin
dengan kotrimoksazol 1Ds
tablet 2x1 PO selama 10-14
hari
2. Menghentikan penggunaan
Sucralafat Syr, kerena sudah
ada pantoprazole, Buscopan
plus, dan Vometa VT dalam
mengobati Gastritis pasien
3. Menambah terapi non
farmakologi untuk
meningkatkan kadar trombosit
seperti mengkonsumsi
makanan yang banyak
mengandung zat besi misalnya
buah-buahan dan
sayur-sayuran.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro et al, 2016. Pharmacotherapy principles and practice, USA.


Pardede, S. O. (2018). 1342-3712-2-Pb. 19(6).

Amrulloh, F. M., & Utami, N. (2016). Hubungan Konsumsi OAINS terhadap Gastritis.
Majority, 5(5), 18–21.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/917/731

Maulidiyah, U. (2006). Hubungan antara Stress dan Kebiasaan Makan Dengan Terjadinya
Kekambuhan Penyakit Gastritis. Jurnal Universitas Airlangga, 1–105.

Anda mungkin juga menyukai