http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/7474/f.%20BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/10969/1/026bd413d242dd2b7d182308537f3ada.pdf
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan
kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan
mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak sama sekali bentuk netralnya yang
diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk
bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan karena bentuk ini tidak
mudah diserap kembali oleh tubulus ginja
Dosis Maksimum Obat Anastesi Lokal
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/42063/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
Dosis anestetikum lokal dihitung berdasarkan miligram per unit berat badan yaitu miligram per
kilogram (mg / kg) atau miligram per pon (mg / lb). Pemberian dosis maksimum tergantung
pada usia, berat badan, jenis anestetikum yang digunakan dan apakah menggunakan
vasokonstriktor atau tidak. Disarankan agar dokter mengevaluasi kebutuhan perawatan gigi
setiap pasien dan menyusun rencana perawatan yang memperhitungkan dosis yang minimal
dari anestesi lokal pada setiap pasien.
Alergi adalah suatu hipersensitivitas akibat terpajan suatu alergen. Reaksi alergi mencakup
berbagai manirestasi klinis mulai dari respons ringan dan yang timbul 48 jam setelah terpajan
alergen sampai dengan reaksi yang timbul dengan cepat dan fatal yang timbul dalam beberapa
detik setelah terpajan alergen. Kemungkinan yang menjadi alergen dalam pemberian anestetik
lokal adalah obatnya (anestetik), lateks, dan bahan pengawet (metilparaben atau antioksidan
sulfit).
Anestetik golongan amida dilaporkan menunjukkan tingkat alergi yang rendah sedangkan
golongan ester sebaliknya. Walaupun demikian, terdapat laporan adanya reaksi alergi terhadap
lateks yang terdapat pada kartrid. Sejak dihilangkannya metilparaben dari komponen anestetik
lokal belum pernah dilaporkan adanya reaksi alergi. Kemungkinan alergen lain adalah natrium
bisulfit yang digunakan untuk mencegah reaksi oksidasi nonenzimatik terhadap vasokonstriktor,
yakni epinefrin dan levonordefrin. Pemberian antioksidan ini akan memperpanjang umur
vasokonstriktor. Antioksidan sulfit (sulfur dioksida, sulfit, bisulfit, dan metabisulfit) dosis tinggi
bisa mensensitisasi pasien yang menderita asma. Diperkirakan bahwa 5% penderita asma
berisiko alergi terhadap preparat sulfit. Untuk pasien seperti ini, biasanya dipilihkan anestetik
tanpa vasokonstriktor.
Tanda alergi biasanya berupa erupsi kulit dan urtikaria, atau respons anafilaktik seperti dispnea
dan hipotensi. Reaksi terhadap sulfit yang pernah dilaporkan adalah urtikaria, angioedema,
bronkospasme, takhipnea, nausea, dan sesak napas. Pernah dilaporkan juga terjadinya syok
anafilaktik.
Upaya yang dilakukan untuk mencegahnya adalah melakukan anamnesis dengan baik guna
mengungkap kemungkinan alergi di masa lalu, terutama riwayat asma jika dicurigai ada
sensitivitas terhadap sulfit.
Tindakan yang bisa diambil jika terjadi reaksi alergi adalah pemberian antihistamin baik per oral
atau intramuskuler, 25-50 mg. Reaksi anafilaktik harus segera diatasi dengan epinefrin 0,3-0,5
mg intramuskular atau subkutan.
Toksisitas Lokal
Rasa terbakar pada injeksi
Penyebab terjadinya rasa terbakar pada injeksi adalahpH larutan melampaui batas, injeksi
larutan cepat, kontaminasi larutan catridge dengan larutan sterilisasi, larutan anestesi yang
hangat. Bisa terjadi iritasi jaringan dan jaringanakan menjadi rusak.Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah menggunakan anestesi lokal yang pH 5. Injeksikan larutan perlahan-lahan
(1ml/menit) dan cartridge disimpan pada suhu kamar agar tetap steril.
Rasa sakit pada injeksi
Penyebab rasa sakit pada injeksi adalah karenateknik injeksi yang salah, jarum tumpul, deposit
larutan cepat, jarum mengenai periosteum. Cara untuk mencegah agar tidak terjadinya rasa
sakit adalahpenyuntikan yang benar, pakai jarum yang tajam, pakai larutan anestesi yang steril,
injeksi jarum dengan perlahan, hindari penyuntikan yang berulang-ulang.
Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi) Penyebab parastesi atau kelainan saraf akibat anestesi
adalah trauma (iritasi mekanis pada nervus akibat injeksi jarum atau larutan anestetik
sendiri).Injeksi yang tepat serta penggunaan cartridge yang baik dapat mencegah terjadinya
parastesi. Sekiranya terjadi parastesi, tenangkan pasien.
Trismus (gangguan membuka mulut)
Terdapat banyak penyebab terjadinya trismus antaranya adalahtrauma pada otot untuk
membuka mulut, iritasi larutan, pendarahan, infeksi rendah pada otot.Cara pencegahannya
adalah pakai jarum suntik tajam, asepsis saat melakukan suntikan, hindari injeksi berulang-
ulang, volume anestesi yang minimal.Sekiranya pasien mengalami trismus, penanganan yang
bisa dilakukan adalah terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap jam. Analgetik
obat relaksasi otot, fisioterapi (buka mulut 5- 10 menit tiap 3 jam), mengunyah permen karet,
bila ada infeksi beri antibiotik alat yang digunakan untuk membuka mulut saat trismus.
Hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler)
Penyebab hematoma adalah robeknya pembuluh darah vena/ arteri akibat penyuntikan,
tertusuknya arteri/ vena, dan efusi darah. Pencegahan hematoma dengancara injeksi harus
diketahui sesuai dengan indikasi, jumlah penetrasi jarum seminimal mungkin. Penanganan
hematoma adalahpenekanan pada pembuluh darah yang terkena, diberi analgetik bila nyeri
dan aplikasikan pada hari berikutnya Infeksi Penyebab infeksi adalahjarum dan daerah operasi
yang tidak steril, infeksi mukosa masuk kedalam jaringan dan teknik pemakaian alat yang salah.
Pencegahan supaya tidak terjadi infeksi adalah pastikanjarum yang digunakan steril.
Edema (Pembengkakan Jaringan)
Penyebab edemaadalah karena trauma selama injeksi, infeksi, alergi, pendarahan dan iritasi
larutan analgesik.Pencegahan edema adalahmemakai alat untuk anestesi lokal yang betul,
injeksi atraumatik, teliti pasien sebelum pemberian larutan analgesik. Penanganan untuk pasien
yang edema adalah dengan mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila edema
berhubungan dengan pernafasan maka dirawat dengan epinefrin 8,3 mg IV/Im, antihistamin
IV/im. Kortikosteroid IV/ IM, supinasi, berikan basic life support, tracheastomy apabila sumbat
nafas dan evaluasi pasien.
Lesi intra oral pasca anestesi
Penyebab lesi adalah karenastomatitis apthosa rekuren, herpes simpleks.Penanganan untuk lesi
oral akibat anestesi adalahsimptomatik, kumurkumur dengan larutan dipenhidramin dan susu
magnesium
Mengelupas pada jaringan
Penyebab mengelupas pada jaringan karena epitel yang deskuamasi dan abses
steril.Pencegahan untuk pengelupasan adalah gunakan topikal anestesi danapabila memakai
vasokonstriktor pastikan tidak berlebihan. Penanganansecara simptomatik, rasa sakit bisa
diobati dengan analgesik (aspirin/ kodein secara topical)