KIMIA KLINIK
MODUL I
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT
Disusun Oleh:
Kelompok 4/B
Sintya Suherlan 10060317067
Nur Ariska Melanti 10060317068
Rizki Agung Muhamad N 10060317069
Fitri Nuraeni 10060317070
Ade Ridwan Septiawan 10060317071
Ryani Amelia Ibrahim 10060317074
Syahrizal Nazala 10060317075
Nama Asisten : Humairani Rahman, S.Farm.
Tanggal Percobaan : 30 Oktober 2020
Tanggal Laporan : 07 Oktober 2020
I. TUJUAN
1.1 Memiliki keterampilan dalam menentukan kadar asam urat dalam sampel.
1.2 Memahami metode penentuan kadar asam urat.
1.3 Memahami peranan pemeriksaan kadar asam urat dalam menegakkan diagnosis
kondisi patologis.
6.2 Perhitungan
Diketahui:
Konsentrasi standar = 5 mg/dL
0,120+0,122+0,122
Rata-rata absorbansi standar = 3
= 0,121
Rumus:
𝑚𝑔 𝐴𝑢
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑢𝑟𝑎𝑡 ( ) = × 𝐶𝑠
𝑑𝐿 𝐴𝑠
VI. PEMBAHASAN
Keterangan:
Au = Absorbansi uji
As = Absorbansi standar
Cs = konsentrasi standar
0,063 𝑚𝑔
• Sampel Uji 1 = 0,121 × 5 ⁄𝑑𝐿
= 2,603 mg/dL
0,064 𝑚𝑔
• Sampel Uji 2 = 0,121 × 5 ⁄𝑑𝐿
= 2,645 mg/dL
0,065 𝑚𝑔
• Sampel Uji 3 = 0,121 × 5 ⁄𝑑𝐿
= 2,686 mg/dL
2,603+2,645+2,686
Rata-rata (X̄) = 3
= 2,645 mg/dL
𝑆𝐷
RSD = × 100%
𝑥̃
0,042 𝑚𝑔/𝑑𝐿
= 2,645 𝑚𝑔/𝑑𝐿 × 100%
= 1.588%
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pemeriksaan kadar asam urat. Pemeriksaan
kadar asam urat sangat penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis, pemantauan
terapi, menilai komplikasi maupun sebagai salah satu pemeriksaan kesehatan yang rutin
dilakukan. Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan dan menghitung
kadar asam urat dalam serum darah dan menginterpretasikan datanya
Asam urat adalah hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini
biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dalam kondisi normal. Namun dalam
kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara seimbang,
sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk
dan tertimbun pada persendian-persendian dan tempat lainnya termasuk di ginjal itu
sendiri dalam bentuk kristal-kristal (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004).
Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti
perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang
teramat sangat bagi penderitannya. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau
lebih dikenal dengan penyakit asam urat (Andry, 2009).
Untuk menganalisis kadar asam urat, terdapat tiga metode yaitu enzimatik,
kalorimetri dan metode kimia dimana masing masingnya memilik kelebihan serta
kekurangan. Metode kolorimetri bersifat tidak spesifik karena terganggung oleh zat-zat
lain seperti bilirubin dan senyawa pereduksi seperti asam askorbat, metode kimia dinilai
memiliki presisi yang baik, lebih akurat dibandingkan dengan metode yang lain, lebih
sensitive, tetapi memiliki harga yang mahal. Pada percobaan ini digunakan metode
enzimatik yang memiliki kelebihan dibanding pemeriksaan secara kalorimetri dan
metode kimia, kelebihannya yaitu lebih spesifik, sensitif, akurat serta bebas dari
gangguan senyawa lain. Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah
Uricase memecah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida. Kemudian adanya
peroksidase, peroksida, DHBS, dan 4-aminoantipirin akan memberikan warna
quinoneimine. Intensitas warna yang terjadi sebanding dengan konsentrasi asam urat
(Parahita, 2009).
Pengukuran kadar asam urat dilakukan menggunakan spektrofotometer yang
memiliki prinsip kerja yaitu berdasarkan hukum Lambert-Beer, apabila cahaya
monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap,
sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Nilai yang keluar dari cahaya
yang diteruskan di nyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan
konsentrasi sampel. Hukum Beer menyatakan nilai absorbance cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi dan ketebalan bahan /medium (Mulja dan Suharman, 1995).
Pada percobaan ini, yang dilakukan terlebih dahulu yaitu pengambilan darah yang
kemudian darah disentrifuge dengan tujuan untuk memisahkan antara serum dan plasma
darah. Serum diambil dan plasmanya dibuang, karena serum merupakan bagian
dari plasma tanpa fibrinogen, dimana fibrinogen yang terdapat pada plasma dapat
mengakibatkan pengukuran absorban meningkat hingga 3-5%. Setelah didapatkan serum,
serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya disiapkan larutan blanko berisi 1
ml reagen yang berfungsi mencegah terukurnya serapan selain analit saat pengukuran
absorbansi, larutan standar yang berisi campuran 1 ml reagen dan 25 µl larutan standar,
dan 3 buah larutan uji berisi campuran 1 ml reagen dan 25 µl serum. Kemudian, larutan
blanko, standar, dan uji dicampur homogen dan didiamkan selama 10 menit pada suhu
kamar (18-30°C). Dibiarkan dalam waktu 10 menit agar didapatkan hasil yang maksimal,
didiamkan selama 10 menit agar enzim bereaksi sempurna terhadap substrat, jika
didiamkan kurang dari 10 menit enzim dan substrat akan kurang bereaksi sedangkan jika
lebih dari 10 menit maka enzim akan terdenaturasi. Setelah itu, dipindahkan kedalam
kuvet dan diukur absorbannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
550 nm. Kemudian dicatat absorbannya dan dihitung kadar asam uratnya.
Dari hasil pengukuran kadar asam urat, nilai rata-rata yang dihasilkan sebesar
2,645 mg/dL, sedangkan nilai normal asam urat sendiri sebesar 2,5-7,7 mg/dL. Maka
kadar asam urat yang didapatkan dari percobaan masuk ke dalam rentang normal.
Kadar asam urat normal untuk pria dan wanita itu berbeda, kadar asam urat rata-
rata untuk pria sekitar 2,1-8,5 mg/dL sedangkan wanita 2,0-6,6 mg/dL. Pada penelitian
sebelumnya oleh Fandi Wahyu Widyanto (2014) dengan judul Artritis Gout dan
Perkembangannya menjelaskan bahwa seseorang yang berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak menderita Hiperurisemia dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena resiko
tinggi Hiperurisemia pada wanita banyak dijumpai setelah monopouse dan dipengaruhi
oleh penurunan hormon esterogen. Sedangkan pada pria resiko tinggi Hiperurisemia
dapat terjadi kapan saja tanpa dipengaruhi oleh hormon progesteron.
Faktor usia pun berpengaruh pada kadar asam urat. Perkembangan artritis gout
sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun.
Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai
puncak antara usia 75 dan 84 tahun. Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout
setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan
penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan
artritis gout jarang pada wanita muda (Weaver, 2008).
Kadar asam urat berkaitan dengan penyakit gout dan ginjal. Gout berhubungan
erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam
urat dalam darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5
mg/dl. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pola makan yang salah dimana
banyak mengonsumsi makanan tinggi purin (Nurhayati, 2018). Batu ginjal juga
merupakan salah satu bahaya asam urat jika dibiarkan tanpa pengobatan. Saat asam urat
menumpuk, lama-lama akan terbentuk batu ginjal. Jika hal ini terus dibiarkan,
penumpukan batu ini dapat mengganggu fungsi ginjal dan akhirnya menyebabkan gagal
ginjal.
Setelah didapat hasil dari standar deviasi, dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan nilai RSD-nya. Nilai RSD yang dihasilkan pada percobaan ini sebesar
1,588%. Hasil yang didapat memenuhi persyaratan karena nilai RSD harus <2%. Fungsi
perhitungan persen RSD adalah untuk melihat seberapa presisi metode yang digunakan
untuk menganalisis kadar asam urat seseorang. Presisi nilai RSD adalah tingkat
kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata pengujian berulang
pada sampel yang homogen dengan kondisi pengujian yang sama.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan maka dapat disimpulkan:
1. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar asam urat menggunakan metode
enzimatik yang pada prinsipnya berdasarkan oksidasi asam urat dengan bantuan
enzim urikase.
2. Kadar asam urat yang didapat adalah 2,645 mg/dL dengan nilai SD sebesar 0,042
mg/dl dan nilai SBR sebesar 1,588 %.
3. Dengan kadar asam urat yang didapat dikategorikan kedalam asam urat normal
karena masih memasuki rentang normal asam urat menurut literature adalah 2,5-
7,7 mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA
Andry., Saryono dan Upoyo, AS. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kadar Asam Urat pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi Kecamatan Bumiayu
Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Journal of Nurshing).
4(1:26-31).
Basset J. dan Mendham. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Dalimartha, S. (2008). Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Herliana, E. (2013). Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal. Jakarta: Fimedilab.
Kertina, N. (2009). Asam Urat. Yogyakarta: Kartika Medika.
Marks, D. B., Marks, A. D., & Smith, C. M. (2000). Biokimia kedokteran dasar : sebuah
pendekatan klinis (1 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Mulja, M., Suharman. (1995). Analisis Instrumen. Cetakan 1. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nurhayati. (2018). Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya Penyakit Gout (Asam Urat)
di Desa Kelurahan Pantoloan Boya Kecamatan Taweli. Jurnal KESMAS, Vol. 7
No. 6.
Parahita, A. (2009). Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap Daya Tahan Otot.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Pittman, JR. (2009). Diagnosis and Management of Gout. University of Missisipi Medical
Care, Vol 234.
Saryono, (2009). Metodelogi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.
Yogyakarta : Mitra cendikia Press. hlm. 121-127.
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Syukri, M. (2007). Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara,
Vol.40.
Weaver, AL. (2008). Epidemiology of Gout. Cleveland Clinic Journal of Medicine. Vol.
75, No. 5, p. S9-S10.
Wibowo, ZS. (2009). 100 Question and Answer Asam Urat. Jakarta: Elex Media
Komputido.