Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK

MODUL I
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

Disusun Oleh:
Kelompok 4/B
Sintya Suherlan 10060317067
Nur Ariska Melanti 10060317068
Rizki Agung Muhamad N 10060317069
Fitri Nuraeni 10060317070
Ade Ridwan Septiawan 10060317071
Ryani Amelia Ibrahim 10060317074
Syahrizal Nazala 10060317075
Nama Asisten : Humairani Rahman, S.Farm.
Tanggal Percobaan : 30 Oktober 2020
Tanggal Laporan : 07 Oktober 2020

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2020 M/1442 H
MODUL I
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

I. TUJUAN
1.1 Memiliki keterampilan dalam menentukan kadar asam urat dalam sampel.
1.2 Memahami metode penentuan kadar asam urat.
1.3 Memahami peranan pemeriksaan kadar asam urat dalam menegakkan diagnosis
kondisi patologis.

II. TEORI DASAR


2.1 Asam Urat
2.1.1 Definisi Asam Urat
Asam urat adalah asam berbentuk kristal yang merupakan produk akhir dari
metabolisme atau pemecahan purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara alamiah purin
terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada makanan dari sel hidup, yaitu makanan dari
tanaman (sayur,buah, kacang-kacangan) maupun dari hewan (daging, jeroan, ikan
sarden). Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena pada setiap
metabolisme normal dihasilkan asam urat (Dhalimarta S, 2008).
2.1.2 Metabolisme Purin menjadi Asam Urat
Pembentukan asam urat dimulai dengan metabolisme dari DNA dan RNA
menjadi adenosine dan guanosine. Adenosine kemudian dimetabolisme menjadi
hypoxanthine, selanjutnya hypoxanthine dimetabolisme menjadi xanthine. Sedangkan
guanosine sendiri dimetabolisme menjadi xantine. Xantine hasil metabolisme dari
hypoxanthine dan guanosine kemudian dirubah menjadi asam urat dengan bantuan
xanthine oxidase. Asam urat akan langsung diekresi melalui glomerulus (Marks, D. et
al.2000).
2.1.3 Kadar Asam Urat
Kadar asam urat adalah jumlah kadar asam urat dalam darah setelah dihitung
dengan menggunakan AU Suredigital asam urat dl dinyatakan dalam satuan mg/dl.
Kategori yaitu hiperuricemia (pemeriksaan menunjukan hasil diatas 7,2) dan kategori
dalam batasa normal ( pemeriksaan menunjukan hasil 5.0 –7,2). Kadar asam urat normal
pada pria dan perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5 –7
mg/dl dan pada perempuan 2,6 –6 mg/dl. Untuk mengetahui kadar asam urat dalam darah
dengan mengunakan tes asam urat dengan menggunakan AU Sure digital asam urat
(Wibowo, 2008).
2.1.4 Peningkatan Asam Urat
Meningkatnya asam urat dalam darah disebut hiperurisemia. Hiperurisemia
menimbulkan hipersaturasi asam urat, yaitu kelarutan asam urat dalam darah melewati
ambang batasnya sehingga menyebabkan timbunan asam urat dalam bentuk garam
(monosodium urat) di jaringan. Konsentrasi 7,0 mg/dl adalah batas kelarutan
monosodium urat dalam plasma, sehingga pada konsentrasi > 7,0 mg/dL monosodium
urat cenderung mengendap dalam jaringan (Pittman, 2009). Kondisi hiperurisemia dapat
diakibatkan karena produksi asam urat yang berlebih, pembuangan asam urat melalui
ginjal berkurang, atau kombinasi dari dua kondisi tersebut (Syukri, 2007).
Hiperurisemia yang disebabkan karena produksi asam urat yang meningkat dalam
tubuh dapat terjadi pada kondisi :
1. Gangguan metabolisme purin bawaan akibat kekurangan enzim HGPRT (Hipoxantin
Guanin Phosporybhosil Transferase).
2. Kelainan herediter, yaitu terjadi aktivitas berlebih dari enzim Phosporybhosil
pyroposphat Sintetase (PRPP Sintetase)
Kondisi hiperurisemia yang disebabkan karena proses pembuangan asam urat melalui
ginjal yang berkurang dapat terjadi karena ketidak mampuan ginjal untuk mengeluarkan
asam urat.
2.1.5 Patofisiologi Asam Urat
Kondisi asam urat yang meningkat dalam tubuh menyebabkan terjadi
penumpukan asam urat pada jaringan yang kemudian akan membentuk kristal urat yang
ujungnya tajam seperti jarum. Kondisi ini memacu terjadinya respon inflamasi dan
diteruskan dengan serangan gout. Penumpukan asam urat dapat menimbulkan
kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak dan dapat menyebabkan nefrolithiasis
urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis jika tidak mendapatkan
penanganan yang tepat dan segera (Kertia, 2009).
2.1.6 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat
Pemeriksaan kadar asam urat darah di laboratorium dapat dilakukan dengan
menggunakan 2 metode yaitu metode stik dan metode enzimatik.
1. Metode stik.
Pemeriksaan kadar asam urat menggunakan metode stik dapat dilakukan
menggunakan alat Nesco Multicheck. Prinsip pemeriksaan adalah blood uric acid
strips menggunakan katalis yang digabung dengan teknologi biosensor yang spesifik
terhadap pengukuran asam urat. Strip pemeriksaan dirancang dengan cara tertentu
sehingga pada saat darah diteteskan pada zona reaksi dari strip, katalisator asam urat
memicu oksidasi asam urat dalam darah tersebut. Intensitas dari elektron yang
terbentuk diukur oleh sensor Nesco Multicheck dan sebanding dengan konsentrasi
asam urat dalam darah. Nilai rujukan dengan menggunakan metode stik untuk laki-laki
: 3,5-7,2 mg/dL dan untuk perempuan : 2,6-6,0 mg/dL. Pemeriksaan kadar asam urat
metode strik ini mempunyai kelebihan menggunakan sampel darah dalam jumlah yang
sedikit karena darah yang dipakai adalah darah kapiler yang diambil dari ujung jari
pasien, selain itu metode stik juga membutuhkan waktu pemeriksaan yang relatif cepat.
2. Metode enzimatik
Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah uricase memecah
asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida. Selanjutnya dengan adanya enzim
perokdidase, peroksida, Toos dan 4-aminophenazone membentuk quinoneimine
berwarna merah. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam
urat. Nilai rujukan dengan menggunakan metode enzimati untuk laki-laki : 3,4-7,0 mg/dL
dan untuk perempuan : 2,4-5,7 mg/dL (Herliana, E. 2013). Pemeriksaan kadar asam urat
metode enzimatik ini menggunakan sampel darah vena dan membutuhkan bahan
pembantu yang lebih banyak serta waktu pemeriksaan yang lebih lama dibandingkan
dengan metode stik.
2.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu oleh suatu larutan berwarna pada panjang
gelombang spesifik. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada hukum lambert-beer
yaitu bila cahaya monokromatik melalui suatu media maka sebagian cahaya nya diserap,
sebagian dipantulkan, sebagian lagi dipancarkan (Basset, 1994). Spektrofotometri dapat
digunakan untuk menentukan kadar suatu zat dengan mengukur absobansi zat yang akan
ditetapkan kadarnya dibandingkan dengan standar.

III. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pipet 1 mL, mikropipet 25 µL , tip,
tabung reaksi, alat sentrifuga dan spektrofotometri UV-Vis.
4.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah reagen (enzim urikase), larutan
standar asam urat, dan serum darah.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


Sampel darah terlebih dahulu diambil, kemudian disentrifugasi dengan alat
sentrifuga. Hasil pemisahan dari sentrifugasi yaitu terpisahnya plasma dan serum darah.
Bagian atas diambil yakni serum darah lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
telah diberi label. Tabung reaksi diberi label yang terdiri dari standar, tes, dan blangko.
Volume mikropipet diatur sebanyak 1 mL lalu dengan mikropipet tip diambil kemudian
dilakukan pemipetan reagen sebanyak 1 mL. Reagen dimasukkan kedalam masing –
masing tabung reaksi yakni blangko, standar, dan test. Larutan standar asam urat diambil
sebanyak 25 µL dengan mikropipet yang telah diatur dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi standar. Serum darah diambil sebanyak 25 µL dengan mikropipet yang telah diatur
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi test. Masing – masing campuran baik larutan
standar dan test dihomogenkan kemudian larutan blangko, standar, dan test didiamkan
selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan pembacaan absorbansi larutan
dengan menggunakan spektrofotometer UV – Visible pada panjang gelombang 520 nm.
Terlebih dahulu dilakukan pembacaan terhadap larutan blangko sebelum melakukan
pembacaan absorbansi standar dan tes. Pengukuran absorbansi terhadap tes atau sampel
dilakukan secara triplo kemudian dilakukan perhitungan kadar asam urat.

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


6.1 Hasil Pengamatan
Larutan Absorbansi
Standar 0,120
0,122
0,122
Sampel 4 0,063
0,064
0,065

6.2 Perhitungan
Diketahui:
Konsentrasi standar = 5 mg/dL
0,120+0,122+0,122
Rata-rata absorbansi standar = 3

= 0,121
Rumus:

𝑚𝑔 𝐴𝑢
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑢𝑟𝑎𝑡 ( ) = × 𝐶𝑠
𝑑𝐿 𝐴𝑠
VI. PEMBAHASAN
Keterangan:
Au = Absorbansi uji
As = Absorbansi standar
Cs = konsentrasi standar
0,063 𝑚𝑔
• Sampel Uji 1 = 0,121 × 5 ⁄𝑑𝐿

= 2,603 mg/dL
0,064 𝑚𝑔
• Sampel Uji 2 = 0,121 × 5 ⁄𝑑𝐿

= 2,645 mg/dL
0,065 𝑚𝑔
• Sampel Uji 3 = 0,121 × 5 ⁄𝑑𝐿

= 2,686 mg/dL
2,603+2,645+2,686
Rata-rata (X̄) = 3
= 2,645 mg/dL

(2,603−2,645)2 +(2,645−2,645)2 +(2,686−2,645)2


SD =√ 3−1

= √1.7225 × 10−3 𝑚𝑔/𝑑𝐿


= 0,042 mg/dL

𝑆𝐷
RSD = × 100%
𝑥̃
0,042 𝑚𝑔/𝑑𝐿
= 2,645 𝑚𝑔/𝑑𝐿 × 100%

= 1.588%
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pemeriksaan kadar asam urat. Pemeriksaan
kadar asam urat sangat penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis, pemantauan
terapi, menilai komplikasi maupun sebagai salah satu pemeriksaan kesehatan yang rutin
dilakukan. Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan dan menghitung
kadar asam urat dalam serum darah dan menginterpretasikan datanya
Asam urat adalah hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini
biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dalam kondisi normal. Namun dalam
kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara seimbang,
sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk
dan tertimbun pada persendian-persendian dan tempat lainnya termasuk di ginjal itu
sendiri dalam bentuk kristal-kristal (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004).
Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti
perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang
teramat sangat bagi penderitannya. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau
lebih dikenal dengan penyakit asam urat (Andry, 2009).
Untuk menganalisis kadar asam urat, terdapat tiga metode yaitu enzimatik,
kalorimetri dan metode kimia dimana masing masingnya memilik kelebihan serta
kekurangan. Metode kolorimetri bersifat tidak spesifik karena terganggung oleh zat-zat
lain seperti bilirubin dan senyawa pereduksi seperti asam askorbat, metode kimia dinilai
memiliki presisi yang baik, lebih akurat dibandingkan dengan metode yang lain, lebih
sensitive, tetapi memiliki harga yang mahal. Pada percobaan ini digunakan metode
enzimatik yang memiliki kelebihan dibanding pemeriksaan secara kalorimetri dan
metode kimia, kelebihannya yaitu lebih spesifik, sensitif, akurat serta bebas dari
gangguan senyawa lain. Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah
Uricase memecah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida. Kemudian adanya
peroksidase, peroksida, DHBS, dan 4-aminoantipirin akan memberikan warna
quinoneimine. Intensitas warna yang terjadi sebanding dengan konsentrasi asam urat
(Parahita, 2009).
Pengukuran kadar asam urat dilakukan menggunakan spektrofotometer yang
memiliki prinsip kerja yaitu berdasarkan hukum Lambert-Beer, apabila cahaya
monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap,
sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Nilai yang keluar dari cahaya
yang diteruskan di nyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan
konsentrasi sampel. Hukum Beer menyatakan nilai absorbance cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi dan ketebalan bahan /medium (Mulja dan Suharman, 1995).
Pada percobaan ini, yang dilakukan terlebih dahulu yaitu pengambilan darah yang
kemudian darah disentrifuge dengan tujuan untuk memisahkan antara serum dan plasma
darah. Serum diambil dan plasmanya dibuang, karena serum merupakan bagian
dari plasma tanpa fibrinogen, dimana fibrinogen yang terdapat pada plasma dapat
mengakibatkan pengukuran absorban meningkat hingga 3-5%. Setelah didapatkan serum,
serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya disiapkan larutan blanko berisi 1
ml reagen yang berfungsi mencegah terukurnya serapan selain analit saat pengukuran
absorbansi, larutan standar yang berisi campuran 1 ml reagen dan 25 µl larutan standar,
dan 3 buah larutan uji berisi campuran 1 ml reagen dan 25 µl serum. Kemudian, larutan
blanko, standar, dan uji dicampur homogen dan didiamkan selama 10 menit pada suhu
kamar (18-30°C). Dibiarkan dalam waktu 10 menit agar didapatkan hasil yang maksimal,
didiamkan selama 10 menit agar enzim bereaksi sempurna terhadap substrat, jika
didiamkan kurang dari 10 menit enzim dan substrat akan kurang bereaksi sedangkan jika
lebih dari 10 menit maka enzim akan terdenaturasi. Setelah itu, dipindahkan kedalam
kuvet dan diukur absorbannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
550 nm. Kemudian dicatat absorbannya dan dihitung kadar asam uratnya.
Dari hasil pengukuran kadar asam urat, nilai rata-rata yang dihasilkan sebesar
2,645 mg/dL, sedangkan nilai normal asam urat sendiri sebesar 2,5-7,7 mg/dL. Maka
kadar asam urat yang didapatkan dari percobaan masuk ke dalam rentang normal.
Kadar asam urat normal untuk pria dan wanita itu berbeda, kadar asam urat rata-
rata untuk pria sekitar 2,1-8,5 mg/dL sedangkan wanita 2,0-6,6 mg/dL. Pada penelitian
sebelumnya oleh Fandi Wahyu Widyanto (2014) dengan judul Artritis Gout dan
Perkembangannya menjelaskan bahwa seseorang yang berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak menderita Hiperurisemia dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena resiko
tinggi Hiperurisemia pada wanita banyak dijumpai setelah monopouse dan dipengaruhi
oleh penurunan hormon esterogen. Sedangkan pada pria resiko tinggi Hiperurisemia
dapat terjadi kapan saja tanpa dipengaruhi oleh hormon progesteron.
Faktor usia pun berpengaruh pada kadar asam urat. Perkembangan artritis gout
sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun.
Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai
puncak antara usia 75 dan 84 tahun. Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout
setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan
penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan
artritis gout jarang pada wanita muda (Weaver, 2008).
Kadar asam urat berkaitan dengan penyakit gout dan ginjal. Gout berhubungan
erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam
urat dalam darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5
mg/dl. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pola makan yang salah dimana
banyak mengonsumsi makanan tinggi purin (Nurhayati, 2018). Batu ginjal juga
merupakan salah satu bahaya asam urat jika dibiarkan tanpa pengobatan. Saat asam urat
menumpuk, lama-lama akan terbentuk batu ginjal. Jika hal ini terus dibiarkan,
penumpukan batu ini dapat mengganggu fungsi ginjal dan akhirnya menyebabkan gagal
ginjal.
Setelah didapat hasil dari standar deviasi, dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan nilai RSD-nya. Nilai RSD yang dihasilkan pada percobaan ini sebesar
1,588%. Hasil yang didapat memenuhi persyaratan karena nilai RSD harus <2%. Fungsi
perhitungan persen RSD adalah untuk melihat seberapa presisi metode yang digunakan
untuk menganalisis kadar asam urat seseorang. Presisi nilai RSD adalah tingkat
kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata pengujian berulang
pada sampel yang homogen dengan kondisi pengujian yang sama.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan maka dapat disimpulkan:
1. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar asam urat menggunakan metode
enzimatik yang pada prinsipnya berdasarkan oksidasi asam urat dengan bantuan
enzim urikase.
2. Kadar asam urat yang didapat adalah 2,645 mg/dL dengan nilai SD sebesar 0,042
mg/dl dan nilai SBR sebesar 1,588 %.
3. Dengan kadar asam urat yang didapat dikategorikan kedalam asam urat normal
karena masih memasuki rentang normal asam urat menurut literature adalah 2,5-
7,7 mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA

Andry., Saryono dan Upoyo, AS. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kadar Asam Urat pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi Kecamatan Bumiayu
Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Journal of Nurshing).
4(1:26-31).
Basset J. dan Mendham. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Dalimartha, S. (2008). Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Herliana, E. (2013). Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal. Jakarta: Fimedilab.
Kertina, N. (2009). Asam Urat. Yogyakarta: Kartika Medika.
Marks, D. B., Marks, A. D., & Smith, C. M. (2000). Biokimia kedokteran dasar : sebuah
pendekatan klinis (1 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Mulja, M., Suharman. (1995). Analisis Instrumen. Cetakan 1. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nurhayati. (2018). Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya Penyakit Gout (Asam Urat)
di Desa Kelurahan Pantoloan Boya Kecamatan Taweli. Jurnal KESMAS, Vol. 7
No. 6.
Parahita, A. (2009). Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap Daya Tahan Otot.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Pittman, JR. (2009). Diagnosis and Management of Gout. University of Missisipi Medical
Care, Vol 234.
Saryono, (2009). Metodelogi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.
Yogyakarta : Mitra cendikia Press. hlm. 121-127.
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Syukri, M. (2007). Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara,
Vol.40.
Weaver, AL. (2008). Epidemiology of Gout. Cleveland Clinic Journal of Medicine. Vol.
75, No. 5, p. S9-S10.
Wibowo, ZS. (2009). 100 Question and Answer Asam Urat. Jakarta: Elex Media
Komputido.

Anda mungkin juga menyukai