Anda di halaman 1dari 3

Name : Nasywaa Isyni Kamiilah

NIM : 20200610310
SUMMARY
Tantangan Pembuktian dan Kerjasama Penegakan Hukum Lintas Negara di Masa
Pandemi Covid-19

Yang mana kita ketahui bahwa pandemi Covid -19 telah melanda indonesia selama 1 tahun lebih
lamanya yang dimana banyak tantangan bagi semua penegak hukum agar membuat kondisi di
indonesia harus stabil dengan adanya pandemi Covid 19 ini. Untuk sesi pertama banyak para
pemateri yang menyampaikan hal hal yang harus dilakukan dalam menghadapi pandemi Covid
19 ini dan juga apa yang mereka sudah berlakukan selama pandemi Covid 19 menyerang
indonesia selama satu tahun lebih lamanya. Di paparan dari bapak Agung Purnomo beliau
menjelaskan kondisi Indonesia saat pandemi Covid 19 banyak hal hal yang dilakukan seperti
1.) Kebijakan physical distancing, yang dimana kebijakan ini diberlakukan di seluruh bagian
di Indonesia yaitu dengan menjaga jarak antar sesama. Physical disctancing atau menjaga
jarak aman antar warga menjadi opsi paling tepat untuk diambil.
2.) Kebijakan work from home, kebijakan ini merupakan kebijakan yang dibuat untuk para
warga khususnya pekerja kantoran, mahasiswa, dan juga bagi orang yang bekerja di luar
ruangan yang memungkinkan untuk bisa bekerja dari rumah dengan memanfaatkan
teknologi yang sudah ada saat ini.
3.) Kebijakan-kebijakan lainnya - pencegahan penyebaran covid-19 (pembatasan pergerakan
sosial warga, protokol Kesehatan, dll) sama seperti dua kebijakan diatas kebijakan ini
bertujuan untuk membatasi tingkah sosial warga dan juga wajib mematuhi peraturan
protokol kesehatan yang sudah diterapkan sebelumnya.
Dari semua kebijakan yang telah dibuat pastinya ada problematika yang terjadi sehingga sangat
berpengaruh bagi warga indonesia dan juga jauh dari kata kehidupan normal pada umunya.
Seperti :
1.) Efektivitas dan efisiensi proses kinerja dalam penegakan hukum menjadi menurun.
Dengan berlakunya peraturan peraturan baru untuk mencegah menyebarnya virus Covid
19 membuat warga membatasi gerakan sosialnya sehingga berpengaruh ke proses dan
juga kualitas kinerjanya.
2.) Problematik berkonsekuensi hukum: masa penahanan dan kapasitas tahanan, time frame
penyelesaian perkara.
Karena sulitnya gerakan warga negara indonesia dalam beraktiftas untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka masing masing pemerintah mulai menerapkan sistem new normal. Yang kali ini
dibahas oleh pembicara yaitu new normal dalam konteks pemutusan perkara yang tetunya
banyak batasan yang dilakukan saat proses pemutusan perkara. Berikut merupakan kebijakan
yang dilakukan penegak hukum dalam melakukan proses pemutusan perkara di era New normal :
1.) Kebijakan persidangan secara elektronik via telekonferensi
 SEMA No. 1 tahun 2020 beserta perubahannya yang berisikan tentang pedoman
pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran corona Virus Disease 2019
( COVID- 19) .
 Sejak 30 Maret 2020 sudah lebih dari 176.912 perkara yang ditangani.

 PKS Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM

- Pemeriksaan secara daring /telekonferensi melalui sarana komunikasi dan


elektronik lainnya,

- Pemeriksaan secara pertemuan langsung dengan menjalankan protokol Kesehatan

- Pemeriksaan secara hybrid

Adapun usaha pemerintah dalam menerapkan social distancing di bidang penegakan hukum
dalam konteks proses pemutusan perkara dengan menjalankan sebuah sidang yang dilakukan
secara daring adapun kesulitan yang dialmi dalam proses perdiangan secara daring yaitu :
 Akses persidangan relative tertutup
 Hilangnya momentum suasana persidangan pengadilan
 Barang bukti sulit diidentifikasi
 Gangguan teknis telekonferensi
 Pasal 153 ayat (1) KUHAP; pasal 13 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman - Sidang
pengadilan harus terbuka untuk umum kecuali perkara tertentu atau ditentukan UU(ABH,
kesusilaan .
 195 KUHAP jo Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan kehakiman - putusan sah dan
berkekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA)-Bantuan Timbal Balik dalam Masalah
Pidana :
Perjanjian hukum timbal balik adalah kesepakatan antara dua atau lebih negara untuk tujuan
mengumpulkan dan bertukar informasi dalam upaya menegakkan hukum pidana.
- Dapat berdasarkan prinsip resiprokal maupun perjanjian (treaty);
- Bantuan memperoleh keterangan, dokumen maupun tindakan lain yg diperlukan
utk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang
- Kerangka hukum Negara dimana aset terletak (Negara Diminta) akan menentukan
proses dan keputusan untuk dapat membantu atau tidak;
- Sebaiknya dilengkapi dengan juga melakukan kerja sama non-MLA atau jejaring
informal, seperti police to police, komunitas FIU/PPATK, Kejaksaan dan ARIN-
AP/Camden (Asset Recovery Inter Agency Network Asia Pasific/Camden Asset
Recovery Inter-Agency Network-CARIN) dsb.
Tantangan pembuktian lintas negara melalui MLA
Pada negara di mana Otoritas Pusatnya (Central Authority-CA) bukan Lembaga penegak hukum,
permintaan MLA akan memerlukan waktu yang lebih lama, terlebih di negara-negara berlatar
belakang system hukum civil law, yang pada umumnya mensyaratkan menggunakan saluran
diplomatic (diplomatic channel) krn CA sifatnya hanya sebagai transmitted agency.

Perbedaan praktek hukum di Negara Peminta dan Negara Diminta, seringkali menimbulkan
perbedaan pengertian dalam istilah atau terminology hukum, sehingga diperlukan
profesionalisme dan pengalaman dalam praktek hukum, ditambah dengan kemampuan bahasa
internasional, setidaknya Bahasa Inggris.

Di masa Pandemi, banyak negara menerapkan system work from home, yang mengurangi jumlah
pegawai yang bekerja di kantor, termasuk Central Authority dan Competent Authority di negara
counterpart, sehingga dapat memperlama proses permintaan MLA.

Anda mungkin juga menyukai