REUMATOID ARTHRITIS
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Artritis Reumatoid adalah peradangan pada persendian, baik yang terjadi secara mendadak (akut) atau menahun
(kronis). Artritis ini dapat menyerang satu sendi atau beberapa sendi
sekaligus. Penyakit ini biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa
nyeri pada sendi yang terkena. Bila penyakitnya kronis, kadang hanya
timbul rasa nyeri saja (Annonimous 2007).
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya
sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada
sendi.Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak
sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan
strukturstruktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
2. ETIOLOG I
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang dapat dijadikan sebagai
petunjuk terjadinya artritis reumatoid, yaitu:
a. Genetik : Terbukti bahwa seorang individu yang menderita artritis reumatoid, memiliki riwayat keluarga artritis
reumatoid, 2-3 kali lebih banyak dari populasi normal.
b. Kompleks imun (autoimun) : Antibodi yang tidak biasa dg tipe IgM dan atau IgG terbentuk di sinosium dan
jaringan konektif lainnya sehingga berakibat inflamasi lokal dan sistemik
c. Pengaruh hormonal : Lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki
d. Perkembangan virus : Setelah terjangkit virus, misalnya virus Epstein Barr yang menyebabkan terjadi autoimun.
3. KLASIFIKASI
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
a. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
b. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
c. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
d. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan
4. PATOFISIOLOGI
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan
infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago
dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk
ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago
artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas
maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak
adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
5. MANIFESTASI KLINIS
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah:
a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan disekitarnya sejak bangun
tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih
efusi, bukan pembesaran tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan
dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 belas persendian yang memenuhi kriteria, yaitu interfalang
proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
c. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti
tertera diatas.
d. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi
secara serentak (symmetrical polyarthritis simultaneously).
e. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah
jukstaartrikular dalam observasi seorang dokter.
f. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara
yang memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok kontrol.
g. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau
pergelangan tangan, yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1
sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor,
terjadi 50-90% penderita
b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis
dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak
sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
c. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
e. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut,
munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
f. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat
keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
h. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi
proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
i. Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu
nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif
sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.
Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif.
Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan
mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan
sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen
akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan
penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas
fungsional maksimal penderita dan mencegah atau memperbaiki deformitas. Namun secara umum penatalaksanaan
yang dapat diberikan antara lain :
a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin
hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
b. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri semdi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang
dapat diberikan:
Aspirin : Pasien dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g
per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl
Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
c. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid.
Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektifitasnya dalam
menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya tergantung pada pertimbangan resiko
manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila
respon OAINS tidak baik, meski dalam status tersangka. Jenis-jenis yang digunakan adalah:
Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektifitasnya lebih rendah
dibanding dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin
400mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1x500 mg/hari, ditingkatkan 500
mg perminggu, sampai mencapai dosis 4x500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1
g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan
tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek
sampingnya nausea, muntah dan dispepsia.
D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari,
kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x
250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek
samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan
dosis penuh 50 mg/perminggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg
tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai
keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia
sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih
jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis
Obat imunosupresif atau imunoregulator
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mulai kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang
lain.
Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan komplikasi berat dan
mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat
d. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi
yang terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa pada sendi berkurang
atau minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin diperlukan untuk tindakan operatif. Sering pula diperlukan alat-
alat. Karena itu, pengertian tentang rehabilitasi termasuk:
Pemakaian alat bidai, tongkat/tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat.
Alat ortotik protetik lainnya.
Terapi mekanik.
Pemanasan: baik hidroterapi maupun elektroterapi.
Occupational therapy.
e. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat
dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien artritis reumatoid umumnya bersifat ortopedik,
misalnya sinovektomi, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
f. Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter:
Lamanya morning stiffness
Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan
Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeter).
Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter
Peningkatan LED
Jumlah obat-obat yang digunakan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut
tidaknya kulit, dan pembengkakan.
Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
Catat bila ada krepitasi
Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
Ukur kekuatan otot
Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
b. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang
mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan
merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien
khususnya aspek body image dan harga diri klien.
c. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
Riwayat keluarga dengan RA
Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak mengandung pospor(zat
kapur), vitamin dan protein)
Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
Jenis aktivitas yang dilakukan
Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
Apakah ada gangguan tidur?
Kebiasaan tidur sehari
Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6. Pola Persepsi Kognitif
Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Bagaimana hubungan dengan keluarga?
Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
Agama yang dianut?
Adakah gangguan beribadah?
Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi,
destruksi sendi.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.
3) Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri
pada waktu bergerak, depresi.
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi