Anda di halaman 1dari 25

AKTIVITAS BELAJAR II

EJAAN BAHASA INDONESIA


Pada bagian ini, Anda diharapkan mampu
menerapkan, menganalisis, dan merevisi
penggunaan ejaan yang tidak sesuai dengan EBI.

A. HAKIKAT EJAAN
Perkembangan ejaan seiring dengan perkembangan masyarakat tutur suatu
bahasa. Jika dicermati, bahasa Indonesia telah beberapa kali mengalami
penyempurnaan ejaan. Lalu apa yang dimaksud ejaan? Sebelum kita memahami
batasan ejaan, silakan Anda cermati dua contoh sederhana berikut!

(1) Dia Hitam.


(2) Dia hitam.

Contoh (1) dan (2) di atas memberikan informasi yang berbeda jika seseorang
memiliki pengetahuan mengenai ejaan, khususnya penggunaan huruf kapital. Akan
tetapi, jika seseorang tidak memiliki pengetahuan kebahasaan tentang ejaan maka
keduanya contoh di atas ditafsirkan tidak akurat. Kalau subyek yang dibicarkana dia
itu memiliki bentuk fisik berkulit gelap maka acuannya adalah contoh (2) sedangkan
jika yang dimaksud itu adalah dia bernama Hitam maka acuannya adalah contoh (1).
Begitu juga dengan fungsi tanda baca. Tanda baca yang berbeda di bagian akhir
kalimat mewakili intonasi final dalam ragam lisan yang memberikan informasi
berbeda. Cermati kalimat sederhana pada contoh (3), (4), dan (5) berikut.

(3) Masuk!
(4) Masuk?
(5) Masuk.

Contoh (3) merupakan bentuk direktif menyuruh yang diakhiri dengan intonasi final
berupa tanda seru. Contoh (4) merupakan bentuk interogatif menanyakan. Contoh
(5) merupakan deklaratif yang bisa saja jawaban dari pertanyaan seseorang,
misalnya dalam percakapan “Apa katanya?” “Masuk.” Beberapa contoh tersebut
diharapkan dapat memberikan gambaran sederhana kepada Anda tentang
pentingnya ejaan dalam berbahasa. Lantas, apa ejaan?
Ejaan merupakan seperangkat aturan yang digunakan untuk memindahkan
bahasa lisan ke dalam bahasa tulis. Sama halnya dengan ragam lisan dan ragam tulis
yang memanfaatkan dua komunikasi yang berbeda. Ragam lisan merupakan
komunikasi langsung yang menghadirkan pembicara pada saat pembicaraan
berlangsung sehingga ragam lisan banyak dibantu oleh unsur suprasegmental/
paralinguistik –baik gerak tangan, anggukan, gelengan kepala, intonasi, jeda,
artikulasi, dan sebagainya. Berbeda dengan bahasa tulis sebagai bagian dari
komunikasi tidak langsung yang tidak menghadirkan penulis dalam komunikasi
tersebut sehingga perlu seperangkat aturan agar apa yang dipahami pembaca relevan
dengan apa yang dikemukakan oleh penulis. Aturan-aturan tersebut meliputi
pemakaian huruf, penulisan kata, penggunaan tanda baca, dan penulisan unsur
serapan.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA


Ejaan bahasa Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan penutur
bahasa Indonesia. Perkembangan ejaan didasari beberapa pertimbangan, misalnya
kepraktisan, kemutakhiran, dan kebutuhan. Kepraktisan berkenaan dengan
kesadaran untuk menyederhanakan ejaan sebelumnya, misalnya masih ada beberapa
bunyi yang dilambangkan dua gabungan fonem. Kemutakhiran sejalan dengan
kepraktisan, yaitu kesadaran bahwa ejaan yang lama dianggap usang tidak sesuai
dengan perkembangan bahasa hari ini termasuk kesesuaian fonem dengan
keberadaan mesin-mesin tulis dan percetakan. Sementara itu, kebutuhan berkaitan
dengan kebutuhan penutur bahasa yang tidak bisa dipenuhi oleh ejaan lama akibat
perkembangan masyarakat tutur di bidang budaya, pendidikan, teknologi, dan
sebagainya.
Ejaan Bahasa Indonesia yang kita gunakan saat ini merupakan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015.
Sebelum ejaan ini diberlakukan terdapat beberapa ejaan yang pernah digunakan
masyarakat Indonesia sebelumnya. Ejaan tersebut adalah ejaan van Ophuysen,
Soewandi, Pembaruan, Melindo, Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan, dan Yang
Disempurnakan. Pembakuan ejaan perlu dilakukan unuk meningkatkan eksistensi
bahasa Indonesia pada ragam tulis. Berbeda halnya dengan ragam lisan yang
menurut Halim (1979) mendapat prioritas terakhir mengingat bahwa bahasa
Indonesia bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan bahasa kedua,
bukan bahasa ibu atau bahasa pertama karena bahasa ibu mereka adalah bahasa
daerah masing-masing. Penguasaan yang tidak seimbang antara bahasa ibu dan
bahasa kedua ini memungkinkan terbawanya unsur bahasa ibu terutama logat/
langgam ke dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut Emidar dan Ermanto (2018)
bahasa Indonesia ragam lisan yang dapat dijadikan pedoman adalah ragam bahasa
yang tidak lagi memperlihatkan asal etnis atau daerah penuturnya.

1. Ejaan van Ophuysen


Ejaan ini dirancang oleh Ch. A. van Ophuysen seorang Belanda dan dibantu
oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Mohammad Taib Soetan Ibrahim.
Ejaan ini mulai muncul seiring kesadaran pentingnya aturan yang mengatur sistem
aksara dalam bahasa Indonesia mengingat beragamanya cara penulisan pada waktu
itu. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1901 melaui terbitan Kitab Logat Melajoe.
Kehadiran ejaan ini cukup baik dalam usaha menertibkan kekacauan terkait
keragaman penulisan pada masa itu.
Berikut beberapa yang khas dalam ejaan van Ophuysen, yaitu :
a. Fonem /j/ difungsikan sebagai fonem /y/ sekarang, seperti saja, sajang;
b. Fonem /oe/ difungsikan sebagai fonem /u/ sekarang, seperti oemoen, soedah;
c. Fonem hamzah /’/ difungsikan sebagai fonem /k/ jika berada di akhir kata/suku
kata, seperti ra’yat, da’wah,
d. Fonem /dj/ difungsikan sebagai fonem /j/ sekarang, seperti Djakarta, djalan,
e. Fonem /tj/ difungsikan sebagai fonem /c/ sekarang, seperti patjar, tjanggih.
f. Fonem /ch/ difungskan sebagai fonem /kh/ sekarang, seperti chawatir, chidmat.

2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi disebut juga dengan Ejaan Republik disusun oleh Menteri
Pendidikan Kebudayaan dan Pengajaran RI, Mr. Soewandi, pada 19 Maret 1947.
Ejaan Soewandi disusun untuk menyederhanakan ejaan van Ophuysen. Berikut
perubahan ejaan van Ophuysen menjadi ejaan Soewandi.
a. Fonem /oe/ menjadi /u/, seperti kata goeroe menadi guru.
b. Fonem hamzah /’/ menjadi /k/, seperti kata Pa’ menjadi Pak.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
d. Awalan /di-/ dan kata depan /di/ keduanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinnya, seperti dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan kata seperti
dibeli, dimakan.

3. Ejaan Pembaruan
Ejaan pembaruan merupakan ejaan yang menyempurnakan sistem ejaan yang
sudah ada sebelumnya. Fonem yang terdiri dari konsonan rangkap dijadikan satu
fonem. Ejaan ini juga disebut ejaan Prijono-Katopo karena awalnya diketuai oleh
Prof. Prijono dan dilanjutkan oleh E. Katopo setelah Prijono diangkat menjadi
Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Pengajaran. Ejaan ini diresmikan pada 19 Juli
1956. Berikut beberapa perubahan ejaan Republik ke ejaan Pembaruan.
a. Gabungan konsonan /dj/ menjadi /j/.
b. Gabungan konsonan /tj/ menjadi /ts/.
c. Gabungan konsonan /ng/ menjadi /ŋ/.
d. Gabungan konsonan /nj/ menjadi /ñ/.
e. Gabungan konsonan /sj/ menjadi /š/.
4. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo merupakan ejaan Melayu-Indonesia. Ejaan Melindo disusun
atas kerja sama Indonesia-Malaysia. Kerja sama antara Indonesia dan Malaysia ini
berhasil dirumuskan pada tahun 1959 untuk menyederhanakan sistem fonemis yang
ada. Akan tetapi, ejaan ini tidak sempat diumumkan ke publik karena masalah politik
antara kedua negara. Ejaan Melindo tidak jauh berbeda dengan ejaan pembaruan
karena berusaha menyederhanakan ejaan dengan menggunakan sistem fonemis.
Beberapa perubahan dari ejaan Pembaruan ke ejaan Melindo adalah sebagai
berikut.
a. gabungan konsonan /tj/ diganti fonem /c/.
b. Gabungan konsonan /nj/ diganti /nc/.

5. Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan


Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan disingkat LBK merupakan
kelanjutan dari ejaan Melindo. Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan (saat ini dikenal
dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa). Beberapa pertimbangan
disusunnya ejaan LBK adalah
a. pertimbangan teknis untuk melambangkan satu fonem menjadi satu huruf;
b. pertimbangan praktis yang disesuaikan dengan keperluan praktis seperti keadaan
percetakan dan mesin tulis; dan
c. pertimbangan Ilmiah yang mencerminkan studi mendalam mengenai kenyataan
bahasa dan masyarakat pemakainya.
Adapun perubahan dari Melindo ke LBK adalah sebagai berikut.
1) Gabungan konsonan /dj/ menjadi /j/, misalnya remadja menjadi remaja.
2) Gabungan konsonan /tj/ menjadi /c/, misalnya tjakap menjadi cakap.
3) Gabungan konsonan /nj/ menjadi /ny/, misalnya sunji menjadi sunyi.
4) Gabungan konsonan /sj/ menjadi /sy/, misalnya sjarat menjadi syarat.
5) Gabungan konsonan /ch/ menjadi kh, misalnya tachta menjadi takhta.
6) Fonem /j/ menjadi /y/, misalnya padjak menjadi pajak.
7) Fonem e taling dan e pepet penulisannya tidak dibedakan dan ditulis dengan /e/
tanpa penanda, misalnya ségar menjadi segar, copèt menjadi copet.

6. Ejaan Yang Disempurnakan


Ejaan Yang Disempurnakan (disingkat menjadi EYD) diresmikan oleh
mantan Presiden Republik Indonesia, Soeharto, pada 6 Agustus 1972. EYD
mengatur hal-hal yang sifatnya umum. Ejaan Yang Disempurnakan merupakan hasil
penyempurnaan dari beberapa ejaan yang disusun sebelumnya, terutama Ejaan
Republik yang dipadukan dengan konsep Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo dan
Ejaan LBK.
EYD tidak dapat dilepaskan dari kiprah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
pada masa itu, yaitu Mashuri. Adapun pembaruan pada EYD di antaranya seperti
poin-poin berikut.
a. Gugus konsonan /tj/ menjadi /c/, misalnya tjutji menjadi cuci.
b. Gugus konsonan /dj/ menjadi /j/, misalnya djarak menjadi jarak.
c. Gugus konsonan /j/ menjadi /y/, misalnya sajang menjadi saying.
d. Gugus konsonan /nj/ menjadi /ny/, misalnya njamuk menjadi nyamuk.
e. Gugus konsonan /sj/ menjadi /sy/, misalnya sjarat menjadi syarat.
f. Gugus konsonan /ch/ menjadi /kh/, misalnya achir menjadi akhir.
g. Awalan /di-/ dan kata depan /di/ dibedakan penulisannya. Kata depan /di/ seperti
di rumah, di kampus, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara /di-/
sebagai imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, misalnya
dibeli, dimakan, ditulis, dan sebagainya.

7. Ejaan Bahasa Indonesia


Ejaan Bahasa Indonesia yang dimuat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI) diberlakukan sejak 2015 berdasarkan berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015.
Sama halnya dengan EYD, perkembangan EBI juga tidak bisa dilepaskan dari
kontribusi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, yang menjabat
pada masa itu. Adapun perubahan dari EYD ke EBI adalah sebagai berikut.
a. Penambahan diftong /ei/, misalnya pada kata survei, geiser.
b. EBI mengatur penggunaan huruf kapital untuk julukan yang sebelumnya tidak
diatur EYD, misalnya Jenderal Kancil, Dewa Pedang, Raja Dangdut.
c. Mengatur penggunaan huruf tebal, yaitu (1) menegaskan kata yang sudah dicetak
miring sebelumnya; dan (2) menegaskan bagian topik-subtopik karangan,
misalnya latar belakang, tujuan, mamfaat, dan lainnya.
d. Tanda titik koma (;) dalam perincian menggunakan dan, misalnya pada (1)
pengidentifikasian dan perumusan masalah; (2) pengumulan rujukan buku dan
literatur ilmiah; dan (3) penganalisisan dan penguraian temuan.
e. Pengaturan nama georafis berupa angka/ bilangan ditulis dengan huruf. Hal ini
sebelumnya tidak diatur dalam EYD. Sebagai contoh, Raja Ampat, Kelapa Dua,
Simpang Lima.
f. Tanda hubung digunakan untuk menandai (1) bentuk terikat yang menjadi objek
bahasan, seperti pasca-nikah; (2) tidak dipakai di antara huruf dan angka jika
angka tersebut melambangkan jumlah huruf, misalnya BNP2TKI (Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), LP3I (Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia), P3K (pertolongan pertama
pada kecelakaan). Dua fungsi tanda hubung ini tidak diatur dalam EYD.
g. Partikel pun ditulis serangkai untuk unsur kata penghubung, seperti walaupun,
meskipun, bagaimanapun, dan sebagainya. EYD hanya mmeberikan batasan
untuk kata-kata lazim, sedangkan EBI seluruh kata penghubung.
h. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai
penanda pemerincian –baik dalam kalimat maupun susun ke bawah, misalnya
seagai berikut.
Sebelum mempelajari pragmatik, seseorang yang mendalami linguistik harus
dibekali dengan pengetahuan tentang (a) fonologi, (b) morfologi, (c) sintaksis, dan
(d) semantik.

C. PENULISAN HURUF
1. Huruf Kapital
Adapun aturan penggunaan huruf kapital adalah sebagai berikut.
a. Huruf pertama awal kalimat, seperti contoh berikut.
(1) Apa mata kuliah hari ini?
(2) Mahasiswa mendiskusikan sejarah perkembangan ejaan di Indonesia.
b. Huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan, misalnya Andrea Hirata,
Pidi Baiq, Boy Chandra, Jenderal Kancil, Dewa Pedang.
Huruf kapital tidak digunakan untuk (1) huruf pertama nama orang yang
merupakan nama jenis atau satuan ukuran, misalnya ikan mujair, lima ampere,
jeruk bali; (2) huruf pertama kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti,
boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas, misalnya Siti Aisah bin Samsudin,
Fatma binti Salim Batubara, Charles Adriaan van Ophuijsen.
c. Huruf pertama pada awal kalimat dalam petikan langsung, seperti contoh
berikut.
(1) Adinda Putri menyatakan, “Terampil berbahasa khususnya berbicara sangat
penting dimiliki seorang youtuber.”
(2) “Indonesia bisa!” ujarnya.
d. Huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan kata ganti Tuhan,
misalnya Islam, Alquran, Kristen, Hindu, Weda, Allah, -Nya.
e. Huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau
akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti
nama orang, misalnya Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam Hambali,
Raden Ajeng Kartini, Dr. Mohammad Hatta.
f. Huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi,
serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan, misalnya
dalam kalimat berikut.
(1) Selamat datang, Yang Mulia.
(2) Semoga berbahagia, Sultan.
(3) Selamat pagi, Dokter.
g. Huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau
yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu berupa nama instansi atau
nama tempat, misalnya Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru,
Prof. Supomo, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gubernur Papua Barat.
h. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, misalnya bangsa
Indonesia, suku Dani, bahasa Bali, kecuali yang dipakai sebagai bentuk dasar
kata turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital, misalnya pengindonesiaan
kata asing, keinggris-inggrisan, kejakarta-jakartaan.
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari
besar atau hari raya, misalnya tahun Hijriah, Masehi, Agustus, Galungan, hari
Lebaran, hari Natal.
j. Huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah, misalnya Konferensi Asia Afrika,
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, tidak dipakai untuk huruf
pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama, misalnya Soekarno
dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia; Perlombaan
senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
k. Huruf pertama nama geografi, misalnya Jakarta, Asia Tenggara, Pulau Miangas,
Amerika Serikat, Bukit Barisan, Jawa Barat, Dataran Tinggi Dieng, Danau Toba,
Gunung Semeru, Ngarai Sianok. Akan tetapi, tidak dipakai sebagai (a) huruf
pertama nama geografi yang bukan nama diri, misalnya berlayar ke teluk; mandi
di sungai; menyeberangi selat; berenang di danau (b) huruf pertama nama diri
geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital,
misalnya jeruk bali (Citrus maxima), kacang bogor (Voandzeia subterranea).
Nama yang disertai nama geografi dan bagian dari nama jenis dapat disejajarkan
dengan nama jenis lain dalam kelompoknya, misalnya Kita mengenal berbagai
macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula aren, dan gula anggur.
Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
l. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna)
dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali kata
tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, misalnya Republik Indonesia,
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Republik Indonesia, Perserikatan Bangsa-
Bangsa, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata
ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama
majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan
untuk, yang tidak terletak pada posisi awal. Sebagai contoh Saya telah membaca
buku Dylan 1990 dan Dylan 1991.
n. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan, misalnya S.H.
(Sarjana Hukum), S.K.M. (Sarjana Kesehatan Masyarakat), S.S. (Sarjana
Sastra).
o. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak,
adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan
atau pengacuan, misalnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Hasan. Dendi
bertanya, “Itu apa, Bu?” “Silakan duduk, Dik!” kata orang itu. Akan tetapi, (a)
huruf kapital tidak digunakan untul istilah kekerabatan yang bukan merupakan
penyapaan atau pengacuan, misalnya kita harus menghormati bapak dan ibu kita;
semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga; (b) Kata ganti Anda ditulis
dengan huruf awal kapital, misalnya dalam kalimat Sudahkah Anda tahu? Siapa
nama Anda?

2. Huruf Miring
Adapun penggunaan huruf miring adalah sebagai berikut.
a. Digunakan untuk Judul buku, nama majalah/ nama surat kabar yang dikutip dalam
tulisan, termasuk dalam daftar pustaka, seperti contoh berikut.
(1) Saya sudah membaca buku Dylan 1990 karya Pidi Baiq.
(2) Majalah Gadis merupakan majalah populer pada tahun ’90-an.
b. Digunakan untuk menegaskan/ mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata dalam kalimat, seperti contoh berikut.
(1) Huruf terakhir kata abad adalah d.
(2) Tulislah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
c. Digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau
bahasa asing, misalnya upacara peusijuek menarik perhatian wisatawan asing
yang berkunjung ke Aceh. Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia
mangostana. Akan tetapi, huruf miring tidak dipakai untuk (1) nama diri, seperti
nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa daerah; (2)
naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak
miring ditandai dengan garis bawah; (3) Kalimat atau teks berbahasa asing atau
berbahasa daerah yang dikutip secara langsung ditulis dengan huruf miring.

3. Huruf Tebal
Adapun penggunaan huruf tebal adalah sebagai berikut.
a. Digunakan untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring, sepeti
contoh berikut.
(1) Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa
Indonesia.
(2) Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‘dan’.
b. Digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab,
atau subbab, seperti contoh berikut.
1) Latar Belakang
2) Rumusan Masalah
3) Tujuan
4) Manfaat

D. PENULISAN KATA
1. Kata Dasar
Kata dasar merupakan kata yang belum mengalami proses morfologis –baik
afiksasi (penambahan imbuhan, reduplikasi (pengulangan), maupun komposisi
(gabungan dua kata yang menghasilkan kata majemuk). Kata dasar ditulis sebagai
satu kesatuan, seperti penulisan kata bahasa pada contoh (a) dan budaya pada contoh
(b) berikut.
a. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa daerah.
Pada contoh (a) kata bahasa ditulis dalam satu kesatuan, tidak dipisah
menjadi ba hasa/ ba ha sa/ baha sa).
b. Bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur budaya.
Pada contoh (b) kata budaya ditulis budaya, bukan bu daya/ buda ya/ bu da
ya.

2. Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan dihasilkan dengan menambahkan imbuhan (afiks) yang dikenal
dengan proses afiksasi. Imbuhan terdiri atas awalan, sisipan, akhiran, gabungan
awalan dan sisipan. Adapun ketentuan menulis kata berimbuhan adalah sebagai
berikut.
a. Imbuhan ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya, misalnya berdiskusi,
mempelajari, lukisan, dan sebagainya. Begitu juga dengan imbuhan yang diserap
dari unsur asing, seperti -isme, -man, -wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan
bentuk dasarnya.
b. Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, misalnya
infrastruktur, proaktif, antarkota, kontraindikasi, mancanegara, subbagian,
multilateral, swadaya, narapidana, transmigrasi, tunakarya, ekstrakurikuler, dan
sebagainya.
(1) Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau
singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-),
non-Indonesia, pro-Barat, non-ASEAN, anti-PKI.
(2) Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat
Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital, seperti contoh berikut.
(a) Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih (pengasih kata
turunan dari kasih).
(b) Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun (pengampun kata
turunan dari ampun).
(3) Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat
Tuhan, kecuali kata esa, ditulis serangkai, seperti contoh berikut.
(a) Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita (kuasa adalah kata
dasar sehingga ditulis serangkai dengan maha).
(b) Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.

3. Kata Ulang
Bentuk ulang merupakan hasil proses reduplikasi. Reduplikasi merupakan
istilah dalam bidang linguistik untuk menyatakan proses pembentukan kata dari
proses pengulangan kata --baik sepenuhnya, sebagian, maupun dengan perubahan
bunyi. Berikut beberapa aturan yang diatur EBI untuk penulisan bentuk ulang.
a. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-
unsurnya, misalnya anak-anak, biri-biri, cumi-cumi, ibu-ibu, emak-emak, ramah-
tamah, terus-menerus, dan sebagainya.
b. Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama, misalnya
surat kabar menjadi surat-surat kabar, kapal barang menjadi kapal-kapal
barang, rak buku menjadi rak-rak buku.

4. Gabungan Kata
Gabungan kata yang menghasilkan kata baru merupakan hasil pembentukan
kata yang dalam proses morfologis disebut komposisi. Adapun aturan gabungan kata
dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
ditulis terpisah, misalnya duta besar, kambing hitam, persegi panjang, orang tua,
rumah sakit jiwa, meja tulis, cendera mata, dan sebagainya.
b. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan
membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya, misalnya anak-istri
pejabat, anak istri-pejabat, ibu-bapak kami, ibu bapak-kami, buku-sejarah baru,
buku sejarah-baru. Keenam gabungan kata ini mengacu pada konsep yang
berbeda.
c. Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat
awalan atau akhiran saja, misalnya bertepuk tangan, menganak sungai, garis
bawahi, sebar luaskan, dan sebagainya.
d. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai,
misalnya dilipatgandakan, menggarisbawahi, menyebarluaskan,
pertanggungjawaban, dan sebagainya.
e. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai, misalnya radioaktif,
adakalanya, kacamata, apalagi, kasatmata, saputangan, bagaimana, kilometer,
barangkali, manasuka, beasiswa, matahari, segitiga, dan sebagainya.

5. Preposisi (Kata Depan)


Kata yang berfungsi sebagai kata yang menunjukkan tempat. Kata depan,
seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, seperti di mana,
di kampus, ke tengah, ke kantor, ke sana, dari Pulau Bali, dan sebagainya. Akan
tetapi, penulisan di sebagai imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, misalnya disilakan, disuguhi, diminta, dicintai, dan sebagainya.

6. Singkatan dan Akronim


Singkatan dan akronim merupakan pemendekan dari gabungan kata.
Perbedaannya terletak pada pelafalannya. Singkatan dilafalkan per huruf, sedangkan
akronim dilfalkan per kata. Adapun ketentuan penulisan singkatan dan akronim
menurut EBI adalah sebagai berikut.
a. Singkatan
(1) Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik pada setiap unsur singkatan itu, misalnya A.H. Nasution (Abdul
Haris Nasution), H. Hamid (Haji Hamid), Suman Hs. (Suman Hasibuan),
M.Hum. (magister humaniora), Sdr. (Anda), dan sebagainya.
(2) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik, misalnya NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indonesia), UI (Universitas Indonesia), PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa), PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia),
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan sebagainya.
(3) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis
dengan huruf kapital tanpa tanda titik, misalnya MAN (madrasah aliah
negeri), SD (sekolah dasar), KTP (kartu tanda penduduk), SIM (surat izin
mengemudi), dan sebagainya.
(4) Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik,
misalnya hlm. (halaman), dll. (dan lain-lain), dst. (dan seterusnya), sda. (sama
dengan di atas), Ybs. (yang bersangkutan), Yth. (yang terhormat), dan kawan-
kawan, dan sebagainya.
(5) Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-
menyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik, misalnya a.n. (atas nama),
d.a. (dengan alamat), u.b. (untuk beliau), u.p. (untuk perhatian), s.d. (sampai
dengan), dan sebagainya.
(6) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik, Cu (kuprum), cm (sentimeter), kg (kilogram), Rp
(rupiah).

b. Akronim
(1) Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik, misalnya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia), LAN (Lembaga Administrasi Negara), PASI (Persatuan Atletik
Seluruh Indonesia), dan sebagainya.
(2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital, misalnya Bulog
(Badan Urusan Logistik), Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasi-
onal, Kowani (Kongres Wanita Indonesia) Sumbar (Sumatera Barat),
Suramadu (Surabaya-Madura), dan sebagainya.
(3) Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata
atau gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil, misalnya iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi), pemilu (pemilihan umum), puskesmas (pusat
kesehatan masyarakat), tilang (bukti pelanggaran), dan sebagainya.

7. Penulisan Angka dan Bilangan


Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang bilangan atau
nomor, seperti 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, … (angka arab) dan I, II, III, IV, V, VI, VII,
VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), _V(5.000), _M(1.000.000), …
(angka Romawi). Adapun penulisan angka dan bilangan diatur EBI sebagai berikut.
a. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian,
seperti contoh berikut.
(1) Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
(2) Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
(3) Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang abstain.
b. Bilangan di awal kalimat ditulis dengan huruf, bukan dengan angka seperti contoh
berikut.
(1) Lima puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
(2) Tiga pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.
Apabila bilangan pada awal kalimat tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata, susunan kalimatnya diubah, misalnya kalimat contoh (3) berikut diubah
menjadi kalimat contoh (4).
(3) 250 orang peserta diundang panitia. (salah)
(4) Panitia mengundang 250 orang peserta. (benar)
c. Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf
supaya lebih mudah dibaca, seperti contoh berikut.
(1) Dia lulus beasiswa dan mendapakan hibah sampai 250 juta rupiah.
(2) Salah seorang youtuber asal Korea Selatan memiliki 50 miliar pengikut.
d. Angka dipakai untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas, isi, waktu dan nilai
uang, misalnya 0,5 sentimeter, 5 kilogram,10 liter, 2 tahun 6 bulan 5 hari, 1 jam
20 menit, Rp5.000,00.
e. Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau
kamar, misalnya
(1) Jalan Tanah Abang I No. 15 atau Jalan Tanah Abang I/15,
(2) Hotel Mahameru,
(3) Kamar 169,
(4) Gedung Samudra, Lantai II, Ruang 201.
f. Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci, misalnya
(1) Bab X, Pasal 5, halaman 252,
(2) Surah Yasin: 9,
(3) Markus 16: 15—16.
g. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
(1) Bilangan Utuh, misalnya dua belas (12), tiga puluh (30), lima ribu (5.000)
(2) Bilangan Pecahan, misalnya setengah atau seperdua (½), tiga perempat (¾),
tiga dua-pertiga (3⅔), satu persen (1%), satu permil (1‰).
h. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
(1) Abad XX.
(2) Abad ke-20.
(3) Abad kedua puluh.
(4) Perang Dunia II.
(5) Perang Dunia Ke-2.
(6) Perang Dunia Kedua.
i. Penulisan angka yang mendapat akhiran -an dilakukan dengan cara berikut.
(1) Lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan).
(2) tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan).
(3) uang 5.000-an (uang lima ribuan).
j. Penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan
perundang-undangan, akta, dan kuitansi, seperti contoh berikut.
(1) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedar-kan rupiah tiruan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat.
(2) Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(3) Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta sembilan ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit televise.
(4) Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu
lima ratus rupiah lima puluh sen).
k. Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf,
misalnya Kelapa Dua, Tigo Baleh, Raja Ampat, Simpang Lima, dan sebagainya.

8. Penulisan Kata Ganti –ku, kau-, mu-, dan –nya


Kata ganti –ku, kau-, mu-, dan –nya dalam kajian linguistik disebut klitik.
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan
-ku, mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya, seperti contoh
berikut.
(1) Rumah itu telah kujual.
(2) Majalah ini boleh kaubaca.
(3) Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
(4) umahnya sedang diperbaiki.

9. Partikel
Adapun aturan penulisan partikel adalah sebagai berikut.
a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya, misalnya (1) Bacalah buku itu baik-baik! (2) Apakah yang
tersirat dalam surat itu? (3) Apatah gunanya bersedih hati?
b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya, seperti contoh
berikut.
(1) Apa pun permasalahan yang muncul, dia dapat mengatasinya dengan
bijaksana.
(2) Jika kita hendak pulang tengah malam pun, kendaraan masih tersedia.
Akan tetapi, partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang diikutinya jika
digungsikan sebagai penghubung atau konjungsi. jika yang merupakan
unsur kata penghubung ditulis serangkai, misalnya (1) Meskipun sibuk, dia
dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. (2) Dia tetap bersemangat
walaupun lelah. (3) Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui.
c. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya,seperti contoh berikut.
(1) Mereka masuk ke dalam ruang rapat satu per satu.
(2) Harga kain itu Rp 50.000,00 per meter.
(3) Karyawan itu mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.

10. Kata Sandang si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, seperti contoh
berikut.
(1) Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
(2) Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
(3) Ibu itu menghadiahi sang suami kemeja batik.
(4) Sang adik mematuhi nasihat sang kakak.
(5) Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Akan tetapi, huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang merupakan
unsur nama Tuhan, misalnya kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta.

E. PENULISAN TANDA BACA


1. Penggunaan Titik (.)
Adapun aturan penggunaan tanda titik adalah sebagai berikut.
a. Digunakan di akhir kalimat pernyataan, seperti contoh berikut.
(1) Kami mendiskusikan topik Ejaan Bahasa Indonesia.
(2) Dia akan datang pada pertemuan itu.
b. Digunakan di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar, seperti contoh berikut.
(1) I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia
A. Bahasa Indonesia
1. Kedudukan
2. Fungsi
B. Bahasa Daerah
1. Kedudukan
2. Fungsi
C. Bahasa Asing
1. Kedudukan
2. Fungsi
(2) 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus
Akan tetapi, tanda titik (.) tidak digunakan pada aturan berikut.
(1) Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang sudah bertanda kurung
dalam suatu perincian, misalnya:
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai:
1) bahasa nasional yang berfungsi antara lain,
a) lambang kebanggaan nasional,
b) identitas nasional,
c) alat pemersatu bangsa,
2) bahasa negara ….
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digital yang lebih dari satu
angka, misalnya:
1. Ejaan Bahasa Indonesia
1.1 Penulisan Huruf
1.1.1Huruf Kapital
1.1.2Huruf Miring

(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau ang ka terakhir dalam
penomoran deret digital yang lebih dari satu angka dalam judul tabel, bagan,
grafik, atau gambar, seperti contoh berikkut.
(a) Tabel 1 Kondisi Kebahasaan di Indonesia
(b) Tabel 1.1 Kondisi Bahasa Daerah di Indonesia
(c) Bagan 2 Struktur Organisasi Bagan 2.1 Bagian Umum
(d) Grafik 4 Sikap Masyarakat Perkotaan terhadap Bahasa Indonesia
(e) Gambar 1 Gedung Cakrawala
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu atau jangka waktu, seperti contoh berikut.
(1) Pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit,
20 detik).
(2) 01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
(3) 00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
(4) 00.00.30 jam (30 detik)
d. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul
tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat
terbit, seperti contoh berikut.
(1) Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peta Bahasa di
Negara Kesatuan Republik Indone- sia. Jakarta.
(2) Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.
e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang menunjukkan jumlah, seperti contoh berikut.
(1) Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau. Penduduk kota itu lebih dari
7.000.000 orang. Anggaran lembaga itu mencapai Rp 225.000.000.000,00.
Akan tetapi tidak digunakan untuk
(a) memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah, misalnya tahun 1956, halaman 1305, nomor
rekeningnya 0015645678.
(b) Akhir judul yang merupakan kepala karangan, ilustrasi, misalnya
Gambar 3 Alat Ucap Manusia (tidak diakhiri titik), Tabel 5 Sikap
Bahasa Generasi Muda Berdasarkan Pendidikan (tidak diakhiri titik).
(c) Mengakhiri alamat penerima dan pengirim surat serta tanggal surat,
seperti contoh berikut.
Yth. Direktur Taman Ismail Marzuki
Jalan Cikini Raya No. 73
Menteng
Jakarta

21 April 2013 atau


Jakarta, 15 Mei 2013 (tanpa kop surat)
(keduanya tidak diakhiritanda titik)

2. Tanda Koma (,)


Adapun penggunaan tanda koma adalah sebagai berikut.
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau
pembilangan, seperti contoh berikut.
(1) Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang asing lagi.
(2) Buku, majalah, dan jurnal termasuk sumber kepus- takaan.
b. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan
sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara), seperti contoh berikut.
(1) Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.
(2) Ini bukan milik saya, melainkan milik ayah saya.
(3) Dia membaca cerita pendek, sedangkan adiknya melukis panorama.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimatnya, seperti contoh berikut.
(1) Kalau diundang, saya akan datang.
(2) Karena baik hati, dia mempunyai banyak teman.
Akan tetapi tanda koma tidak digunakan jika induk kalimat mendahului anak
kalimat, seperti contoh berikut.
(1) Saya akan datang kalau diundang.
(2) Dia mempunyai banyak teman karena baik hati.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan peng- hubung
antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan
dengan itu, dan meskipun demikian.
e. Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah,
aduh, atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau
Nak.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat, seperti contoh berikut.
(1) Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”
(2) “Kita harus berbagi dalam hidup ini,” kata nenek saya.
Akan tetapi, tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan petikan
langsung yang berupa kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru dari
bagian lain yang mengikutinya, misalnya
(a) “Di mana Anda tinggal?” tanya Pak Lurah.
(b) “Masuk ke dalam kelas sekarang!” perintahnya.
g. Tanda koma dipakai di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian
alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama tempat dan wilayah atau negeri
yang ditulis berurutan, misalnya
(a) Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis,
Kecamatan Matraman, Jakarta 13130
(b) Surabaya, 10 Mei 1960
h. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka, seperti contoh berikut.
(1) Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu
Agung.
(2) Tulalessy, D. dkk. 2005. Pengembangan Potensi Wisata Bahari di
Wilayah Indonesia Timur. Ambon: Mutiara Beta.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan
akhir, seperti contoh berikut
(1) Sutan Takdir Alisjahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa In- donesia, Jilid 2
(Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
(2) Hadikusuma Hilman, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya
Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga, seperti contoh berikut.
(1) Ratulangi, S.E.
(2) Siti Aminah, S.H., M.H.
k. Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka, seperti contoh berikut.
(1) 27,3 kg
(2) Rp100.000,00
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan
aposisi, seperti contoh berikut.
(1) Ketua HIMA Bahasa Indonesia, Ardianto Samiring, adalah ativis kampus
yang sangat peduli masalah UKT.
(2) Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengikuti latihan
paduan suara.
m. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang ter- dapat pada awal
kalimat untuk menghindari salah baca/ salah pengertian, seperti contoh
berikut.
(1) Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.
(2) Atas perhatian Anda, kami ucapkan terima kasih.

3. Tanda titik koma (;)


Adapun ketentuan penggunaan tanda titik koma (;) yang diatur dalam EBI adalah
sebagai berikut.
a. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam
kalimat majemuk, seperti contoh berikut.
(1) Kita mengindentifikasi masalah; kita merumuskan masalah; dan kita
baru bisa menganalisis masalah dalam karya tulis ilmiah.
(2) Ayah menyelesaikan pekerjaan; Ibu menulis makalah; Adik membaca
cerita pendek.
b. Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa, seperti
contoh berikut.
(1) Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah
(a) berkewarganegaraan Indonesia;
(b) berijazah sarjana S-1;
(c) berbadan sehat; dan
(d) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
c. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian
dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma, seperti contoh berikut.
(1) Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel,
dan jeruk.
(2) Agenda rapat ini meliputi (a) pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
(b) penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program
kerja; dan (c) pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.

4. Tanda Titik Dua (:)


Adapun penggunaan titik dua (:) adalah sebagai berikut.
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti
pemerincian atau penjelasan, seperti contoh berikut.
(1) Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
(2) Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
Akan tetapi, tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu
merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan, seperti contoh berikut.
(1) Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
(2) Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi persiapan, pengumpulan
data, pengolahan data, dan pelaporan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian, seperti contoh berikut.
(1) Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara : Auli Arimbi
(2) Narasumber : Prof. Dr. Rahmat Effendi
Pemandu : Abdul Gani, M.Hum.
Pencatat : Sri Astuti Amelia, S.Pd.
c. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan, seperti contoh berikut.
Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”
Amir : “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa, letakkan baik-baik!”
d. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah
dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d)
nama kota dan pener- bit dalam daftar pustaka, seperti contoh berikut.
(1) Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
(2) Surah Albaqarah: 2—5
(3) Matius 2: 1—3

5. Tanda Hubung (-)


Adapun penggunaan tada hubung adalah sebagai berikut.
a. Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh
pergantian baris, seperti contoh berikut.
(1) Di samping cara lama, diterapkan juga cara baru mengedukasi
masyarakat untuk peduli lingkungan.
(2) Nelayan pesisir melalui binaan penyuluh berhasil mem-budidayakan
rumput laut.
b. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang, misalnya anak-
anak, berulang-ulang, kemerah-merahan mengorek-ngorek.
c. Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang
dinyatakan dengan angka atau menyam- bung huruf dalam kata yang dieja
satu-satu, seperti contoh berikut.
(1) 11-11-2013
(2) p-a-n-i-t-i-a
d. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau
ungkapan, seperti contoh berikut.
(1) Dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000) berbeda dengan dua-puluh lima-
ribuan (20 x 5.000).
(2) Ber-evolusi berbeda dengan be-revolusi.
e. Tanda hubung dipakai untuk merangkai
(1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-
Indonesia, se-Jawa Barat);
(2) ke- dengan angka (peringkat ke-2);
(3) angka dengan –an (tahun 1950-an);
(4) kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H,
sinar-X, ber-KTP, di-SK-kan);
(5) kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rah- mat-Mu);
(6) huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan
(7) kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital
(KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).
Akan tetapi, tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka
tersebut melambangkan jumlah huruf, misalnya BNP2TKI (Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), LP3I (Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia), dan P3K (pertolongan
pertama pada kecelakaan)
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa daerah atau bahasa asing, seperti contoh berikut.
(1) di-sowan-i (bahasa Jawa, ‘didatangi’)
(2) di-back up
(3) me-recall
g. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek
bahasan, seperti contoh berikut.
(1) Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.
(2) Awalan di- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

6. Tanda Pisah (—)


Adapun penggunaan tanda pisah diatur EBI sebagai berikut.
a. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberi penjelasan di luar bangun kalimat, seperti contoh berikut.
(1) Kemerdekaan bangsa itu --saya yakin akan tercapai-- diperjuangkan oleh
bangsa itu sendiri.
(2) Keberhasilan itu --kita sependapat-- dapat dicapai jika kita mau berusaha
keras.
b. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi
atau keterangan yang lain, seperti contoh berikut.
(1) Soekarno-Hatta --Proklamator Kemerdekaan RI-- diabadikan menjadi
nama bandar udara internasional.
(2) Rangkaian temuan ini --evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom--
telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti
‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’, seperti contoh berikut.
(1) Tahun 2010—2013.
(2) Jakarta—Bandung.

7. Tanda Tanya (?)


Adapun aturan penggunaan tanda tanya adalah sebagai berikut.
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya, seperti contoh berikut.
(1) Kapan Hari Pendidikan Nasional diperingati?
(2) Siapa pencipta lagu “Indonesia Raya”?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya,
seperti contoh berikkut.
(1) Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).
(2) Di Indonesia terdapat 740 (?) bahasa daerah.

8. Tanda Seru
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan berupa
seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
atau emosi yang kuat, seperti contoh berikut.
(1) Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!
(2) Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa Indonesia!
(3) Merdeka!

9. Elipsis
Adapun penggunaan elipsis adalah sebagai berikut.
a. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau
kutipan ada bagian yang dihilangkan, seperti contoh berikut.
(1) Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
(2) Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bahasa negara
ialah ….
Tanda elipsis pada contoh (1) ditulis dengan spasi dari kata sebelum dan
sesudahnya, sedangkan dalam contoh (2) elipsis ditulid dengan empat tanda
ttik karena titik keempat berfungsi sebagai intonasi final.
b. Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog,
seperti contoh berikut.
(1) “Menurut saya … seperti … bagaimana, Bu?”
(2) “Jadi, simpulannya … oh, sudah saatnya istirahat.”

10. Tanda Petik (“…”)


Adapun penggunaan tanda petik dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lainnya, seperti contoh berikut.
(1) “Merdeka atau mati!” seru Bung Tomo dalam pidatonya.
(2) “Kerjakan tugas ini sekarang!” perintah atasannya. “Besok akan dibahas
dalam rapat.”
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel,
naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat, seperti contoh berikut.
(1) Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 125 buku itu.
(2) Film “Ainun dan Habibie” merupakan kisah nyata yang diangkat dari
sebuah novel.
c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau
kata yang mempunyai arti khusus, seperti kata amplop dalam kalimat berikut.
Dilarang memberikan “amplop” kepada petugas!

11. Tanda Petik Tunggal (‘…’)


Adapun penggunaan tanda petik tunggal dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam
petikan lain, seperti contoh berikut.
(1) Tanya dia, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
(2) “Kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang!’ dan rasa letihku lenyap
seketika,” ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau
penjelasan kata atau ungkapan.
(1) tergugat ‘yang digugat’
(2) retina ‘dinding mata sebelah dalam’
noken ‘tas khas Papua’
tadulako ‘panglima’
wisdom ‘kebijaksanaan’
money politics ‘politik uang’

12. Tanda Kurung ((…))


Adapun penggunaan tanda kurung dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan,
seperti contoh berikkut.
(1) Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).
(2) Lokakarya (workshop) itu diadakan di Manado.
b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan
bagian utama kalimat, sepeti contoh berikut.
(1) Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di
Bali) ditulis pada tahun 1962.
(2) Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan
baru pasar dalam negeri.
c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di
dalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan, seperti contoh berikut.
(1) Dia berangkat ke kantor selalu menaiki (bus) Trans-Jakarta.
(2) Pesepak bola kenamaan itu berasal dari (Kota) Padang.
c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan
sebagai penanda pemerincian, misalnya faktor produksi menyangkut (a)
bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.

13. Tanda Kurung Siku ([…])


Adapun penggunaan tanda kurung dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau tambahan atas kesalahan atau kekurangan di dalam
naskah asli yang ditulis orang lain, seperti contoh berikut.
(1) Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
(2) Ulang tahun [Proklamasi Kemerdekaan] Republik Indonesia dirayakan
secara khidmat.
b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat
penjelas yang terdapat dalam tanda kurung, seperti contoh berikut.
Persamaan kedua proses itu (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II
[lihat halaman 35─38]) perlu dibentangkan di sini.

14. Tanda Garis Miring (/)


Adapun penggunaan garis miring dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim seperti
contoh berikut.
(1) Nomor: 7/PK/II/2013
(2) Jalan Kramat III/10 tahun ajaran 2012/2013
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap,
seperti contoh berikut.
(1) mahasiswa/mahasiswi ‘mahasiswa dan mahasiswi’
(2) dikirimkan lewat darat/laut ‘dikirimkan lewat darat
atau lewat laut’
c. Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam
naskah asli yang ditulis orang lain, seperti contoh berikut.
(1) Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali.
(2) Dia sedang menyelesaikan /h/utangnya di bank.

15. Tanda Apostrof


Adapun penggunaan garis miring dalam EBI adalah sebagai berikut.
a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi da- lam dua tahun takwim., seperti
contoh berikut.
(1) Nomor: 7/PK/II/2013
(2) Jalan Kramat III/10 tahun ajaran 2012/2013
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap,
seperti contoh berikut.
(3) mahasiswa/mahasiswi ‘mahasiswa dan mahasiswi’
(4) dikirimkan lewat darat/laut ‘dikirimkan lewat darat atau lewat laut’
c. Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam
naskah asli yang ditulis orang lain, seperti contoh berikut.
(1) Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali.
(2) Dia sedang menyelesaikan /h/utangnya di bank.

--------

Anda mungkin juga menyukai