Anda di halaman 1dari 14

Nama : Fiqri Nurul Firdaus

NPM : 1102019240

Tugas Mandiri SK2 Blok Hematologi

1.     Memahami dan Menjelaskan Trombosit


1.1  Definisi

Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi


setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam
sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh
trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa.

1.2  Kadar normal dan abnormal


Trombosit (platelet) Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L.

Implikasi klinik:

• Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma,


sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.

• Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP),


anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan
multipledysplasia syndrome.

• Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat


menyebabkan trombositopenia

• Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan dalam


jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.

• Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.

• Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah platelet.

Kelainan jumlah

A. Trombositosis

trombositosis adalah kondisi dimana jumlah trombosit di dalam darah jumlahnya


lebih dari normal (tinggi), dan keadaan ini bisa berupa reaktif atau primer (juga
disebut penting dan disebabkan oleh penyakit myeloproliferative). Meskipun
sering tanpa gejala (terutama bila merupakan reaksi sekunder), trombositosis
dapat menjadi predisposisi trombosis pada beberapa keadaan dari pasien.

Penyebab trombositosis Trombositosis dapat disebabkan oleh infeksi, gangguan


pada tulang dan sumsum tulang, atau kondisi lainnya.

B. Trombositemia

Trombositemia : Trombositemia adalah kelainan darah dimana jumlah trombosit


lebih dari normal (kelainan darah myeloproliferative). Hal ini ditandai dengan
produksi trombosit yang banyak dan berlimpah di sumsum tulang. Terlalu banyak
trombosit membuat pembekuan darah normal sulit dilakukan.

C. Trombositopenia

Trombositopenia atau kekurangan trombosit adalah istilah medis yang digunakan


untuk penurunan jumlah trombosit di bawah batas minimal. Nilai trombosit yang
normal adalah 150.000 hingga 450.000 per mikroliter darah.

1.3  Trombositopoesis
 Megakarioblas.
Badan sel biasanya lebih besar dari pada badan sel proeiritroblas.perbandingan
antara inti dan sitoplasma berubah karena inti menjadi lebih besar. Kepadatan
kromatin inti berbeda-beda. Nukleolus sebagian besar tertutup,tetapi terdapat dalam
jumlah besar.pada penyatuan inti yang mencolok,terdapat sel yang berinti dua hingga
empat. Sitoplasma tampak nasofilik kuat,terbebas dari granulasasi,dan dibagian tepi
kadang-kadang terlihat sedikit menjuntai. Sering terdapat trombosit yang melekat.
 Promegakariosit
Promegakarisit adalah megakariosit yang setengah matang. Produk poliploidasi
megakarioblas yang berdemensi besar. Inti sel sangat besar dan sedikit berlobus
selain bentuk dengan kecenderungan segmentasi (berlobus) yang dapat dikenali
dengan jelas. Kromatin inti sebagian besar teranyam rapat,nukleoulus yang ada
kebanyakan terselubungi. Sitoplasma tampak basofilik dengan beberapa area
azurofilik, yang menunjukan permulaan aktivitas trombopoesis. Luas sitoplasma
bertambah secara nyata. Ditepi sel,terdapat trobosit yang melekat.
 Megakariosit yang matang
Sel terbesar yang dijumpai pada hematopoiesis disumsum tulang dalam kondisi
dalam kondisi normal. Serangkaian gumpalan (haustra) inti yang khas terbentuk dari
sitoplasma azurofilik ditutupi bintik-bintik halus, sebagai perwujudan terakhir
pembentukan trombosit yang aktif. Perluasan dan penonjolan bagian sitoplasma
azurofilik menandakan suatu persiapan pelepasan trombosit.
Sebagian kecil megakariosit (dibawah 10%) menunjukan inti tungal atau ganda
yang berbentuk bulat-oval dan kecil ( yang lebih dikenal sebagai mikromegakariosit)
pada pengecilan diameter sel. Elemen-elemen ini juga memiliki aktiviats
trombopoetik. Suatu fenomena yang dikenal sebagai empiropolesis, yaitu
pengembaraan granulosit matang melalui sitoplasma megakariosit tanpa menganggu
integrasi sel, yang tidak mengindikasikan suatu proses fagositosis.

2.     Memahami dan Menjelaskan ITP

2.1  Definisi
ITP dahulu merupakan singkatan idiopathic thrombocytopenic purpura, yang
kemudian berubah menjadi immune thrombocytopenic purpura. Namun
kenyataannya, banyak pasien tidak memiliki gejala purpura dan perdarahan, sehingga
disepakati bahwa istilah purpura tidak digunakan lagi. Sekarang telah disepakati
bahwa ITP merupakan singkatan immune thrombocytopenia.

Immune thrombocytopenia adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan


jumlah trombosit rendah dan meningkatnya risiko perdarahan

Definisi ITP, yaitu keadaan trombosit <100.000/uL. Hal ini didasari tiga
pemikiran bahwa (1) kemungkinan perdarahan pada jumlah trombosit 100.000-
150.000/uL hanya sekitar 6,9%; (2) nilai normal trombosit pada etnik NonWestern
adalah sekitar 100.000-150.000 /uL; (3) adanya trombositopenia ringan “fisiologik”
yang terjadi pada kehamilan.

Definisi ITP primer adalah keadaan trombositopenia yang tidak diketahui


penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan trombositopenia yang
disebabkan oleh penyakit primer. Penyakit primer yang sering berhubungan dengan
ITP, antara lain, penyakit autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi
virus (termasuk Hepatitis C dan human immunodeficiency virus [HIV]), dan obat-
obat tertentu
2.2  Etiologi
Purpura trombositopenik imun dapat terjadi dengan infeksi (misalnya, virus
human immunodeficiency), keganasan (misalnya, adenokarsinoma dan limfoma), dan
berbagai penyakit autoimun dan defisiensi imun (misalnya lupus eritematosus
sistemik, hepatitis autoimun, dan penyakit tiroid). Dalam penyakit ini, terdapat
pembentukan antibodi anti-platelet yang menyebabkan kerusakan platelet. Obat-
obatan juga dapat menyebabkan trombositopenia autoimun, seperti acetazolamide,
aspirin, asam aminosalisilat, karbamazepin, sefalotin, digitoksin, fenitoin,
meprobamat, metildopa, kuinidin, rifampisin, dan sulfametazin. 

2.3  Klasifikasi
 ITP primer : Tidak ditemukan faktor lain yang menyebabkan
trombositopenia

 ITP sekunder :Dapat terjadi akibat penyakit atau kondisi lain yang
mendasari terjadinya trombositopenia

 ITP yang baru terdiagnosis : Merujuk pada kasus ITP yang baru
terdiagnosis dalam 3 bulan

 ITP persisten : Merujuk pada kasus ITP yang terdiagnosis 3 – 12 bulan


sebelumnya

 ITP kronis : Kasus ITP yang sudah lebih dari 12 bulan

 ITP berat : Muncul gejala perdarahan yang membutuhkan terapi atau


gejala perdarahan baru yang membutuhkan intervensi tambahan atau
peningkatan dosis terap

klasifikasi ITP juga mengalami perubahan menjadi ITP newly


diagnosed, ITP persisten dan ITP kronik.
2.4  Patofisiologi
Berdasarkan etiologi, ITP dapat dikategorikan menjadi ITP primer dan sekunder.
ITP primer merupakan jenis ITP terbanyak, tidak ditemukan adanya kondisi atau
penyakit yang mendasari terjadinya ITP.5 ITP primer paling banyak disebabkan
karena autoantibodi IgG. IgG sendiri berikatan dengan glikoprotein GPIIbIIIa di
permukaan trombosit dan GPIbIX-V yang banyak terdapat pada permukaan
megakariosit. Trombosit yang berikatan dengan IgG dapat dikenali oleh sel fagosit
yang membawa reseptor FcΎ, sehingga terjadi proses fagositosis dan destruksi
trombosit yang dimediasi oleh antibodi; terutama terjadi di limpa. Selain itu,
autoantibodi yang berikatan dengan megakariosit dapat menghambat maturasi dan
menyebabkan destruksi megakariosit. Destruksi yang berlebihan menyebabkan
trombopoietin tubuh tidak mampu menormalisasi jumlah trombosit. ITP yang
memiliki faktor yang mendasari disebut ITP sekunder. ITP sekunder dapat
disebabkan oleh infeksi, seperti virus hepatitis C (HCV), human immunodeficiency
virus (HIV), dan Helicobacter pylori. Pada kasus infeksi, proses terjadinya ITP
mungkin disebabkan antigen virus yang mirip antigen trombosit, disebut juga
molecular mimicry, yang kemudian meningkatkan autoantibodi antiplatelet.7
Gangguan autoimun dan limfoproliferatif juga dapat mendasari terjadinya ITP seperti
systemic lupus erythematosus (SLE) dan leukemia limfositik kronis.

A. Sel T diaktivasi saat pengenalan antigen oleh APC menyebabkan aktivasi sel
B. Sel B kemudian memproduksi autoantibodi yang spesifik untuk
glikoprotein trombosit dan megakariosit.
B. Trombosit yang telah berikatan dengan autoantibodi kemudian berikatan
dengan reseptor Fc dan terjadi proses fagositosis pada limpa.

C. Autoantibodi juga berikatan dengan megakariosit sehingga maturasi


megakariosit terhambat dan juga terjadi destruksi megakariosit

2.5  Manifestasi Klinis


PTI Akut

PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, onset
penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya perdarahan
berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan
penyakit saluran nafas yang disebakan oleh virus merupakan 90% dari kasus
pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak di identifikasi
adalah varisella zoster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan akut pada anak
biasanya ringan, perdarahan intracranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PTI
dewaasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan
perjalanan penyakit lebih fulminant. PTI Akut pada anak biasanya self limiying,
remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan
lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.

PTI Kronik

PTI kronik biasanya terdapat pada umur dewasa, onset PTI kronik
biasanya tidak menentu, banyak terjadi pada wanita di umur pertengahan riwayat
perdarahan sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jaranag
terjadai, dan memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari samapi beberapa minggu, mungkin intermitten atau
bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak
lengkap.

Manifestasi perdarahan pad PTI berupa eksimosis, peteki, purpura. Pada


umummnya berat dan frekwnsi perdarahan berkolerasi dengan jumlah trombosit.
Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala anatara lain bila
pasien dengan AT> 50.00/µL maka biasanya simptomatik. AT 30.000-50.000/µL
terdapat luka memar/ Hematom, At < 10.000-30.000/µL terdapat perdarahan
spontan, menoragi dan perdarahan mukosa (epistaksis,perdarahan gastrointestinal
dan genitourinaria) dan resika oerdarahan sistem saraf pusat.

Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi
peteki pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut.
Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, meoragi
dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak pertama kali
pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdatahan
gastrointestinal biasanya bermanisfestasi melena dan lebih jarang lagi dengan
hematemesis.

Perdaran intracranial merupakan komplikasi yang paling serius pad PTI.


Hal ini mengenai hamper 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan
biasanya di subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi dan peteki
sampai ekstravasasi darah yang luas.

2.6  Diagnosis dan diagnosis banding


Anamnesis : riwayat keluarga, riwayat perdarahan, riwayat penyakit sebelumnya,
serta penggunaan obatobatan.

Pemeriksaan fisik : lengkap terutama pada bagian-bagian tubuh yang sering


mengalami perdarahan seperti mukokutan dan persendian; namun pada sebagian
besar pasien ITP tidak didapati kelainan pada pemeriksaan fisik.5,9 Pada pasien ITP
juga perlu dicari adanya limfadenopati atau splenomegali untuk menyingkirkan
keganasan seperti gangguan limfoproliferatif

Pemeriksaan laboratorium : apusan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana


yang sangat penting. ITP ditandai dengan menurunnya jumlah trombosit terisolasi
kurang dari 100.000/µL

Diagnosis Banding antara lain :

Anemia aplastic,leukeumia akut, Disaminatted intravascular coagulation (DIC),


Thrombotic trombocytophenic purpura- hemolytic uremic syndrome (TTP-HUS),
Antiphospholipid antibody syndrome (APS), myelodyplaastic syndrome,
hipersplenisme, alcoholic liver desease, bentuk sekunder PTI (SLE, HIV, leukeumia
limfostik kronik), pseudotrombositopenia karena ethylenediamine tetraacetate
(EDTA), Obat –obatan. Untuk menentukan diagnosis banding PTI perlu meninjau
kembali patosisiologi klasifikasi trombosyipotenia.

2.7  Tatalaksana
Pasien anak yang baru didiagnosis ITP dan tidak memiliki gejala perdarahan atau
perdarahan ringan (misalnya perdarahan kulit) tidak membutuhkan terapi spesifik dan
disarankan istirahat total (bed rest).

Terapi Lini Pertama

Kortikosteroid oral menjadi pilihan utama karena efek samping tidak parah, dan
tidak membutuhkan infus intravena;4 terdiri dari dua regimen, yaitu prednison dan
deksametason. Terapi prednison standar dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, diberikan
hingga terlihat respons, kemudian dosis dapat diturunkan (tapered off). Deksametason
diberikan per oral 40 mg/hari selama 4 hari berturut-turut dan dapat diulang hingga 3
siklus; dosis tersebut adalah dosis tinggi. Pada penelitian Wei Y, et al, pengobatan
ITP dewasa yang baru terdiagnosis lebih menguntungkan dengan deksametason dosis
tinggi dibandingkan dengan prednison. Pada penelitian tersebut, keuntungan yang
didapat adalah berkurangnya gejala perdarahan terutama pada stadium awal ITP dan
dosis tinggi deksametason setara dengan pemberian prednison konvensional sehingga
dapat mengurangi efek samping penggunaan steroid jangka lama.

Immunoglobulin Intravena (IVIg) dapat digunakan jika membutuhkan


peningkatan trombosit secara cepat, terutama pada kasus perdarahan yang
mengancam jiwa. Dosis IVIg adalah 0,8 – 1,0 g/kgBB dosis tunggal.Kontraindikasi
penggunaan kortikosteroid juga dapat menjadi dasar penggunaan IVIg. Terapi IVIg
memiliki beberapa kekurangan, misalnya biaya mahal, tidak nyaman saat pemberian,
serta efek samping yang dapat berupa trombosis, insufisiensi renal, nyeri kepala, dan
reaksi anafilaksis pada pasien defisiensi IgA.

Anti-D imunoglobulin merupakan terapi alternatif pasien ITP dengan Rho(D)-


positif dan belum menerima tindakan splenektomi. Dosis Anti-D imunoglobulin 50 –
75 µg/ kgBB intravena selama 2–5 menit.5 Anti – D imuoglobulin memiliki efek
samping hemolisis sehingga tidak boleh diberikan pada hemoglobin kurang dari 10
g/dL, atau pada pasien dengan penurunan fungsi sumsum tulang belakang. Terapi ini
tidak efektif pada pasien Rh-negatif atau pasien yang telah splenektomi.

Terapi Lini Kedua

Terapi lini kedua dapat digunakan pada pasien ITP yang resisten terhadap
kortikosteroid, IVIg, atau anti–D imunoglobulin; terdiri dari rituximab, splenektomi,
dan thrombopoietin receptor agonist. Belum ada konsesus pilihan terapi lini kedua
yang terbaik; splenektomi menghasilkan waktu remisi yang lebih panjang daripada
terapi lini kedua lain, namun penggunaannya kini telah berkurang.2 Rituximab
merupakan antibodi monoklonal CD20. CD20 banyak terdapat pada permukaan sel B
dan berperan dalam perkembangan sel B. Rituximab menyebabkan apoptosis dan
destruksi sel B di limpa.2,7 Deplesi sel B ini sendiri menghambat pembentukan anti-
GPIIbIIIa dan GPIb-IX-V antibodies.

Rituximab biasanya digunakan sebagai terapi antineoplastik pada limfoma. Untuk


terapi ITP dapat digunakan dosis 375 mg/m2 sekali seminggu selama 4 minggu.
Terapi ini memiliki beberapa kelemahan seperti reaksi infus, serum sickness, dan
aritmia. Rituximab dikontraindikasikan pada pasien Hepatitis B.

Thrombopoietin receptor agonist (TRA) digunakan apabila terapi lini pertama


serta splenektomi tidak berhasil baik. Obat ini tidak mengurangi destruksi trombosit,
tetapi meningkatkan produksi trombosit dengan cara menstimulasi produksi
megakariosit serta berikatan dengan reseptor trombopoietin. Obat kelas ini yang
tersedia adalah romiplostim dan eltrombopag.
Romiplostim merupakan fusi protein atau peptiody yang menstimulasi produksi
trombosit dengan mekanisme yang mirip trombopoietin endogen. Obat ini diberikan
satu kali tiap minggu sebagai injeksi subkutan dengan dosis 1 – 10 µg/kg untuk
menjaga jumlah trombosit di atas 50.000/µL.11 Eltrombopag adalah obat oral,
memiliki molekul thrombopoietin receptor agonist yang kecil dan memiliki
mekanisme yang sama dengan romiplostim. Dalam penelitian Cheng, et al, 5
eltrombopag berhasil meningkatkan jumlah trombosit selama 6 bulan penelitian. Obat
ini efektif pada pasien yang sudah ataupun belum splenektomi, dengan dosis 50 mg
sehari sekali. Fungsinya sama seperti romiplostim yaitu menjaga agar jumlah
trombosit tetap di atas 50.000/µL.

Splenektomi

Limpa merupakan tempat destruksi trombosit, sehingga splenektomi dapat


mengembalikan jumlah trombosit fisiologis pada pasien ITP.Tindakan ini efektif
hingga saat ini.7 Penderita yang telah menjalani spelenektomi akan membutuhkan
plasma enam kali lipat lebih banyak untuk mengalami trombositopenia. Sebanyak
66% pasien yang telah menjalani splenektomi mengalami remisi komplit, yaitu
jumlah trombosit normal tanpa terapi lain selama observasi rata-rata 29 bulan.
Terapi awal PTI (Standar)

Prednison

Terapi awal PTI dengan pednisolon atau prednisone dapat diberikan pada kasus-
kasus yang bukan bersifat emergensi sebagai per oral dengan dosis dosis 1.0-1.5
mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon rterapi prednisone terjadi dalam 2 minggu
dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid di
lanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah
peningkatan AT ≥ 30.000 /µL, AT >50.000/µL setelah 10 hari terapi awal,
terhentinya perdarahan. Tidak berespon bila peningkatan AT<30.000/µL , AT ≤
50.000/µL setelah terapi 10 hari. Respon menetap bila AT menetaap > 50.000/µL
setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simptomatik persisten dan
trombositopenia.berat (AT<10.000/µL) setelah mendapat terapi prednison perlu
dipertimbangkan untuk splenektomi.

Imnunnoglobulin intravena

Imunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1g/kg/hari. Selama 2-3 hari berturut-turut


digunakan bila terjadi perdarahan internal, saat At < 50.000/µL meskipun telah
mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang
progresif. Hamper 80% penderita berespon baik dengan cepat meningkatkan AT
namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan infusiensi paru dapat terjadi serta
syok anafilaktik pada penderita yang mempunyai defisiensi IgA kogenital.

Mekanisme kerja IgIV pada PTI masih belum banyak diketahui, namun meliputi
bolkaade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan
autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.

Splenektomi

Splenektomi pada pasien-pasien PTI akut biasanya mempunyai respon kumplit yang
cepat dan remisi klinisnya panjang. Sedangkan pasien-0pasien dengan PTI kronik
responya lebih sering diprediksi berbeda dengan PTI akut. Angka trombosit mungkin
tidak sepenuhnya kembali normal. Spelenektomi laparaskopik lebih aman jika
dibandingkan dengan splenektomi tradisional. Splenektomi pada PTI dewasa
dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua gagal berespon dengan terapi
kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus. Edek samping
spelenktomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan tempat-tempat antibody
yang tertempel trombosit yang besifat merusak dan menghilangkan produksi antibody
antitrombin. Indikasi splenektomi sebagai berikut.

a. Bila AT < 50.000/µL setelah 4 minggu (satu studi menyatakan bahwa semua
pasien yang mengalami resmisi komplit mempunyai AT > 50.000/µL dalam 4
minggu).

b. Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu (karena problem efek
samping).
c. Angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis diturukan (tapering off).

Respons past splenektomi didefinisikan sebagai: Tak ada respon bila gagal
mempertahankan AT ≥ 50.000/ turun < 50.000/µL. Angka 50.000 dipilih karena diatas
batsa ini, penderita tidak diberi terapi. Respon splenektomipada psien-pasien ITP
dewasa mempunyai respon yang menetap sekitar dua pertiganya dan sekitar 10-15%
mempunyai respon partial.

Pendekatan Terapi KOnvensional Lini Kedua

Untuk penderita yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada
beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan sebagai berikut:

 Steroid Dosis Tinggi

Dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari


selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.

 Metilprednisolon

Dari penelitian weil pada penderita ITP berat menggunakan dosis tinggi
metilprednisolon 30mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1
mg/kg sekali sehari.

 IgIV dosis tinggi

Immunoglobulin intravena dosis tinggi 1 gram/kg/hari selama 2 hari berturut


turut, sering dikombinasikan dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT
dengan cepat. Efek samping terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka
dapat diberikan secara intermitten atau distribusi dengan anti-D intravena.
Metode regimen kedua adalah menggunakan dosis 400 mg/kg/hari selama 5
hari.

 Anti-D intravena

Dosis anti-D 50-75 µg/kg perhari IV.

 Alkaloid vinka

Semua golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin


bernilai ketika terapi lainya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT
dengan cepat, misalnya vinkkristin 1 Mg untuk anak-anak dan 2 mg untuk
dewasa diberikan iv setiap minggu atau 7 hari. Vinblastine 5-10 mg, setiap
minggu selama 4-6 minggu.

 Danazol
Danazol adalah suatu steroid anabolic yang mempunyai efek androgenic
ringa, dipakai pada pengobatan PTI dengan dosis yang lazim anatar 10-15
mg/kg/hari atu dapat diberikan 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6
bulan karena respon sring lambat.

 Immuno supressif dan kemoterapi kombinasi

Terapi dengan azathioprine (2mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau


siklofosfamid sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya
bertahan sampai 25%.

 Dapson

Dapson dosis 75-100 mg per hari/ respon terjadi dalam 2 bulan.

2.8  Pencegahan
Pendidikan pasien dan keluarga tentang diagnosis ITP, risiko perdarahan yang
terkait dengan penyakit ini, dan pengobatan yang tepat, terutama kepatuhan terhadap
terapi medis sangat penting bagi pasien. Pendidikan tambahan untuk pengasuh dan
pasien tentang menghindari olahraga dan aktivitas tertentu yang terkait dengan
peningkatan risiko perdarahan serta menghindari obat-obatan tertentu, termasuk
aspirin dan NSAIDS, untuk menghindari penurunan jumlah trombosit lebih
lanjut. Pasien dan pengasuh perlu diberi konseling tentang perawatan yang tepat dan
kapan harus mencari perawatan medis.

Pencegahan cedera pada ITP harus dilakukan untuk mencegah perdarahan


(Axton, 2014). Cedera pada ITP berupa memar atau perdarahan dibawah kulit,
perdarahan mukosa seperti epistaksis dan perdarahan internal ditandai dengan adanya
hematuri dan melena (Axton, 2014). Trauma tumpul dapat menyebabkan kekacauan
kapiler dan meningkatkan perdarahan, karena trombosit berkurang maka perdarahan
akan terjadi lebih lama (Handayani & Haribowo, 2008). Maka dari itu , untuk
mencegah khususnya keparahan ITP dapat dilakukan dengan menjaga kegiatan serta
mengonsumsi makanan bergizi seimbang untuk memenuhi nutrisi .

2.9  Komplikasi
Mayoritas komplikasi yang terkait dengan ITP pada anak-anak dan orang dewasa
berkorelasi dengan risiko perdarahan yang terkait dengan jumlah trombosit yang
rendah, khususnya bila jumlah trombosit kurang dari 20.000 / mikroL. Kebanyakan
orang yang terkena ITP akan mengalami memar dan petechiae. Beberapa pasien ITP
mungkin mengalami perdarahan mukosa, seperti epistaksis atau perdarahan
gusi. Dalam beberapa kasus yang parah, pasien mungkin mengalami perdarahan
saluran cerna yang menyebabkan heme-positive feses, hematuria, atau menorrhagia.

Komplikasi ITP yang paling ditakuti adalah intracranial hemorrhage (ICH).


Pada anak-anak yang baru didiagnosis, risiko ICH sekitar 0,5% dan sedikit meningkat
pada anak-anak dengan ITP kronis, tetapi masih kurang dari 1%. Sebagian besar
kasus ICH terjadi pada tingkat trombosit kurang dari 10.000 / mikroL. Gejala terkait
ICH pada anak-anak dan orang dewasa termasuk sakit kepala, muntah terus-menerus,
perubahan status mental, kejang, temuan neurologis fokal, dan / atau trauma kepala
baru-baru ini.

Evaluasi mendesak, termasuk neuroimaging dan pengobatan, sangat penting jika


pasien menjalani ICH. Faktor risiko untuk ICH termasuk jumlah trombosit yang
sangat rendah (<10.000 / mikroL), trauma kepala, penggunaan obat antiplatelet, dan
perdarahan hebat. erdarahan hebat didefinisikan sebagai epistaksis yang berlangsung
5 sampai 15 menit, perdarahan GI, dan / atau perdarahan mukosa parah lainnya yang
memerlukan rawat inap atau transfusi darah. 

2.10        Prognosis
Kematian akibat ITP pada orang dewasa hanya sedikit lebih tinggi daripada
populasi dengan usia yang sama dan terutama karena komplikasi dari perdarahan,
mirip dengan anak-anak.  Mayoritas pasien dengan ITP lebih mungkin meninggal
karena kondisi yang tidak terkait dengan ITP daripada komplikasi ITP atau
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg Jr L, Crowther MA. The American Society
of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. Blood.
2011;117:4190-207.

Kistanguri G, Mc Crae K. Immune thrombocytopenia. Hematol Oncol Clin North Am. 2013;3:
495-520.

Swinkels M, Rijkers M, Voorberg J, Vidarsson G, Leebeek F, Jansen A. Emerging concepts in


immune thrombocytopenia. Frontiers in Immunology. 2018;9:880

Zufferey A, Kapur R, Semple JW. Pathogenesis and therapeutic mechanisms in immune


thrombocytopenia (ITP). J Clin Med. 2017;6(2). pii: E16. doi: 10.3390/ jcm6020016.

Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI.Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Tri Giarti, Agnis. 2016. Publikasi Ilmiah : Upaya Pencegahan Cedera Pada Klien Idiopatik
Trombositopenia Purpura di RSUD Pandan Arang. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

[ CITATION Kem11 \l 1033 ]

https://www.academia.edu/6313711/Trombopoiesis

Anda mungkin juga menyukai