NPM : 1102019240
Implikasi klinik:
• Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah platelet.
Kelainan jumlah
A. Trombositosis
B. Trombositemia
C. Trombositopenia
1.3 Trombositopoesis
Megakarioblas.
Badan sel biasanya lebih besar dari pada badan sel proeiritroblas.perbandingan
antara inti dan sitoplasma berubah karena inti menjadi lebih besar. Kepadatan
kromatin inti berbeda-beda. Nukleolus sebagian besar tertutup,tetapi terdapat dalam
jumlah besar.pada penyatuan inti yang mencolok,terdapat sel yang berinti dua hingga
empat. Sitoplasma tampak nasofilik kuat,terbebas dari granulasasi,dan dibagian tepi
kadang-kadang terlihat sedikit menjuntai. Sering terdapat trombosit yang melekat.
Promegakariosit
Promegakarisit adalah megakariosit yang setengah matang. Produk poliploidasi
megakarioblas yang berdemensi besar. Inti sel sangat besar dan sedikit berlobus
selain bentuk dengan kecenderungan segmentasi (berlobus) yang dapat dikenali
dengan jelas. Kromatin inti sebagian besar teranyam rapat,nukleoulus yang ada
kebanyakan terselubungi. Sitoplasma tampak basofilik dengan beberapa area
azurofilik, yang menunjukan permulaan aktivitas trombopoesis. Luas sitoplasma
bertambah secara nyata. Ditepi sel,terdapat trobosit yang melekat.
Megakariosit yang matang
Sel terbesar yang dijumpai pada hematopoiesis disumsum tulang dalam kondisi
dalam kondisi normal. Serangkaian gumpalan (haustra) inti yang khas terbentuk dari
sitoplasma azurofilik ditutupi bintik-bintik halus, sebagai perwujudan terakhir
pembentukan trombosit yang aktif. Perluasan dan penonjolan bagian sitoplasma
azurofilik menandakan suatu persiapan pelepasan trombosit.
Sebagian kecil megakariosit (dibawah 10%) menunjukan inti tungal atau ganda
yang berbentuk bulat-oval dan kecil ( yang lebih dikenal sebagai mikromegakariosit)
pada pengecilan diameter sel. Elemen-elemen ini juga memiliki aktiviats
trombopoetik. Suatu fenomena yang dikenal sebagai empiropolesis, yaitu
pengembaraan granulosit matang melalui sitoplasma megakariosit tanpa menganggu
integrasi sel, yang tidak mengindikasikan suatu proses fagositosis.
2.1 Definisi
ITP dahulu merupakan singkatan idiopathic thrombocytopenic purpura, yang
kemudian berubah menjadi immune thrombocytopenic purpura. Namun
kenyataannya, banyak pasien tidak memiliki gejala purpura dan perdarahan, sehingga
disepakati bahwa istilah purpura tidak digunakan lagi. Sekarang telah disepakati
bahwa ITP merupakan singkatan immune thrombocytopenia.
Definisi ITP, yaitu keadaan trombosit <100.000/uL. Hal ini didasari tiga
pemikiran bahwa (1) kemungkinan perdarahan pada jumlah trombosit 100.000-
150.000/uL hanya sekitar 6,9%; (2) nilai normal trombosit pada etnik NonWestern
adalah sekitar 100.000-150.000 /uL; (3) adanya trombositopenia ringan “fisiologik”
yang terjadi pada kehamilan.
2.3 Klasifikasi
ITP primer : Tidak ditemukan faktor lain yang menyebabkan
trombositopenia
ITP sekunder :Dapat terjadi akibat penyakit atau kondisi lain yang
mendasari terjadinya trombositopenia
ITP yang baru terdiagnosis : Merujuk pada kasus ITP yang baru
terdiagnosis dalam 3 bulan
A. Sel T diaktivasi saat pengenalan antigen oleh APC menyebabkan aktivasi sel
B. Sel B kemudian memproduksi autoantibodi yang spesifik untuk
glikoprotein trombosit dan megakariosit.
B. Trombosit yang telah berikatan dengan autoantibodi kemudian berikatan
dengan reseptor Fc dan terjadi proses fagositosis pada limpa.
PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, onset
penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya perdarahan
berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan
penyakit saluran nafas yang disebakan oleh virus merupakan 90% dari kasus
pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak di identifikasi
adalah varisella zoster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan akut pada anak
biasanya ringan, perdarahan intracranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PTI
dewaasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan
perjalanan penyakit lebih fulminant. PTI Akut pada anak biasanya self limiying,
remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan
lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.
PTI Kronik
PTI kronik biasanya terdapat pada umur dewasa, onset PTI kronik
biasanya tidak menentu, banyak terjadi pada wanita di umur pertengahan riwayat
perdarahan sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jaranag
terjadai, dan memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari samapi beberapa minggu, mungkin intermitten atau
bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak
lengkap.
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi
peteki pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut.
Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, meoragi
dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak pertama kali
pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdatahan
gastrointestinal biasanya bermanisfestasi melena dan lebih jarang lagi dengan
hematemesis.
2.7 Tatalaksana
Pasien anak yang baru didiagnosis ITP dan tidak memiliki gejala perdarahan atau
perdarahan ringan (misalnya perdarahan kulit) tidak membutuhkan terapi spesifik dan
disarankan istirahat total (bed rest).
Kortikosteroid oral menjadi pilihan utama karena efek samping tidak parah, dan
tidak membutuhkan infus intravena;4 terdiri dari dua regimen, yaitu prednison dan
deksametason. Terapi prednison standar dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, diberikan
hingga terlihat respons, kemudian dosis dapat diturunkan (tapered off). Deksametason
diberikan per oral 40 mg/hari selama 4 hari berturut-turut dan dapat diulang hingga 3
siklus; dosis tersebut adalah dosis tinggi. Pada penelitian Wei Y, et al, pengobatan
ITP dewasa yang baru terdiagnosis lebih menguntungkan dengan deksametason dosis
tinggi dibandingkan dengan prednison. Pada penelitian tersebut, keuntungan yang
didapat adalah berkurangnya gejala perdarahan terutama pada stadium awal ITP dan
dosis tinggi deksametason setara dengan pemberian prednison konvensional sehingga
dapat mengurangi efek samping penggunaan steroid jangka lama.
Terapi lini kedua dapat digunakan pada pasien ITP yang resisten terhadap
kortikosteroid, IVIg, atau anti–D imunoglobulin; terdiri dari rituximab, splenektomi,
dan thrombopoietin receptor agonist. Belum ada konsesus pilihan terapi lini kedua
yang terbaik; splenektomi menghasilkan waktu remisi yang lebih panjang daripada
terapi lini kedua lain, namun penggunaannya kini telah berkurang.2 Rituximab
merupakan antibodi monoklonal CD20. CD20 banyak terdapat pada permukaan sel B
dan berperan dalam perkembangan sel B. Rituximab menyebabkan apoptosis dan
destruksi sel B di limpa.2,7 Deplesi sel B ini sendiri menghambat pembentukan anti-
GPIIbIIIa dan GPIb-IX-V antibodies.
Splenektomi
Prednison
Terapi awal PTI dengan pednisolon atau prednisone dapat diberikan pada kasus-
kasus yang bukan bersifat emergensi sebagai per oral dengan dosis dosis 1.0-1.5
mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon rterapi prednisone terjadi dalam 2 minggu
dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid di
lanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah
peningkatan AT ≥ 30.000 /µL, AT >50.000/µL setelah 10 hari terapi awal,
terhentinya perdarahan. Tidak berespon bila peningkatan AT<30.000/µL , AT ≤
50.000/µL setelah terapi 10 hari. Respon menetap bila AT menetaap > 50.000/µL
setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simptomatik persisten dan
trombositopenia.berat (AT<10.000/µL) setelah mendapat terapi prednison perlu
dipertimbangkan untuk splenektomi.
Imnunnoglobulin intravena
Mekanisme kerja IgIV pada PTI masih belum banyak diketahui, namun meliputi
bolkaade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan
autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.
Splenektomi
Splenektomi pada pasien-pasien PTI akut biasanya mempunyai respon kumplit yang
cepat dan remisi klinisnya panjang. Sedangkan pasien-0pasien dengan PTI kronik
responya lebih sering diprediksi berbeda dengan PTI akut. Angka trombosit mungkin
tidak sepenuhnya kembali normal. Spelenektomi laparaskopik lebih aman jika
dibandingkan dengan splenektomi tradisional. Splenektomi pada PTI dewasa
dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua gagal berespon dengan terapi
kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus. Edek samping
spelenktomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan tempat-tempat antibody
yang tertempel trombosit yang besifat merusak dan menghilangkan produksi antibody
antitrombin. Indikasi splenektomi sebagai berikut.
a. Bila AT < 50.000/µL setelah 4 minggu (satu studi menyatakan bahwa semua
pasien yang mengalami resmisi komplit mempunyai AT > 50.000/µL dalam 4
minggu).
b. Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu (karena problem efek
samping).
c. Angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis diturukan (tapering off).
Respons past splenektomi didefinisikan sebagai: Tak ada respon bila gagal
mempertahankan AT ≥ 50.000/ turun < 50.000/µL. Angka 50.000 dipilih karena diatas
batsa ini, penderita tidak diberi terapi. Respon splenektomipada psien-pasien ITP
dewasa mempunyai respon yang menetap sekitar dua pertiganya dan sekitar 10-15%
mempunyai respon partial.
Untuk penderita yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada
beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan sebagai berikut:
Metilprednisolon
Dari penelitian weil pada penderita ITP berat menggunakan dosis tinggi
metilprednisolon 30mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1
mg/kg sekali sehari.
Anti-D intravena
Alkaloid vinka
Danazol
Danazol adalah suatu steroid anabolic yang mempunyai efek androgenic
ringa, dipakai pada pengobatan PTI dengan dosis yang lazim anatar 10-15
mg/kg/hari atu dapat diberikan 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6
bulan karena respon sring lambat.
Dapson
2.8 Pencegahan
Pendidikan pasien dan keluarga tentang diagnosis ITP, risiko perdarahan yang
terkait dengan penyakit ini, dan pengobatan yang tepat, terutama kepatuhan terhadap
terapi medis sangat penting bagi pasien. Pendidikan tambahan untuk pengasuh dan
pasien tentang menghindari olahraga dan aktivitas tertentu yang terkait dengan
peningkatan risiko perdarahan serta menghindari obat-obatan tertentu, termasuk
aspirin dan NSAIDS, untuk menghindari penurunan jumlah trombosit lebih
lanjut. Pasien dan pengasuh perlu diberi konseling tentang perawatan yang tepat dan
kapan harus mencari perawatan medis.
2.9 Komplikasi
Mayoritas komplikasi yang terkait dengan ITP pada anak-anak dan orang dewasa
berkorelasi dengan risiko perdarahan yang terkait dengan jumlah trombosit yang
rendah, khususnya bila jumlah trombosit kurang dari 20.000 / mikroL. Kebanyakan
orang yang terkena ITP akan mengalami memar dan petechiae. Beberapa pasien ITP
mungkin mengalami perdarahan mukosa, seperti epistaksis atau perdarahan
gusi. Dalam beberapa kasus yang parah, pasien mungkin mengalami perdarahan
saluran cerna yang menyebabkan heme-positive feses, hematuria, atau menorrhagia.
2.10 Prognosis
Kematian akibat ITP pada orang dewasa hanya sedikit lebih tinggi daripada
populasi dengan usia yang sama dan terutama karena komplikasi dari perdarahan,
mirip dengan anak-anak. Mayoritas pasien dengan ITP lebih mungkin meninggal
karena kondisi yang tidak terkait dengan ITP daripada komplikasi ITP atau
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg Jr L, Crowther MA. The American Society
of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. Blood.
2011;117:4190-207.
Kistanguri G, Mc Crae K. Immune thrombocytopenia. Hematol Oncol Clin North Am. 2013;3:
495-520.
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI.Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Tri Giarti, Agnis. 2016. Publikasi Ilmiah : Upaya Pencegahan Cedera Pada Klien Idiopatik
Trombositopenia Purpura di RSUD Pandan Arang. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
https://www.academia.edu/6313711/Trombopoiesis