2: 182-187
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2019
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p11
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti
No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018
182
Buletin Veteriner Udayana Meus et al.
183
Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2: 182-187
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2019
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p11
184
Buletin Veteriner Udayana Meus et al.
Gambar 1. Alel lokus mikrosatelit D7S1789 pada populasi Gunung Pusuk Lombok Barat.
Nomor menyatakan sampel (individu), huruf M menyatakan marker 100 bp ladder. 121/121=
1, 2, 3, 5, 6, 9, 10, 14, 16, 17; 121/130 = 4, 7, 8, 11, 12, 13, 15.
Tabel 1. Frekuensi alel lokus mikrosatelit Gunung Pusuk Lombok barat adalah 0,337.
D7S1789 pada populasi monyet ekor Nilai ini cukup rendah yang
panjang di Gunung Pusuk, Lombok Barat. mengindikasikan rendahnya keragaman
No Alel Jumlah Frekuensi genetik pada populasi ini. Namun hal ini
1 121 27 0,794 masih lebih tinggi jika dibandingkan
2 130 7 0,206 dengan populasi Monyet ekor panjang di
Total 2 34 1 Wanara Wana, Padang Tegal Ubud yang
mendapatkan nilai h = 0 (Dwiwandana et
Menurut Arisuryanti dan Daryono
al., 2013). Rendahnya nilai heterozigositas
(2007), hal yang paling penting dalam
dapat dilihat dari rentangan nilai
menentukan kekhasan suatu populasi
heterozigositas. Rentangan ini berkisar dari
adalah dengan mengetahui frekuensi alel
nol sampai satu. Semakin rendah nilai
populasi, sebab dengan mengetahui
heterozigositas suatu populasi maka
frekuensi alel, karakterisasi populasi juga
semakin membahayakan kelestarian suatu
dapat dikenali. Frekuensi yang rendah dari
populasi karena munculnya alel yang
alel 130 bp (0,206) perlu mendapat
homozigot (Allendorf et al., 2013).
perhatian. Rendahnya frekuensi alel 130 bp
dapat disebabkan karena adanya hanyutan Tabel 2. Keseimbangan Hardy-Weinberg
genetik (random genetik drift). Namun berdasarkan sebaran alel lokus D7S1789
berdasarkan porsi alel, diketahui alel pada populasi monyet ekor panjang di
tersebut bukan merupakan produk mutasi Gunung Pusuk Lombok Barat.
terkini karena mengisi hampir 21% porsi Genotipe Observasi Harapan X2
alel populasi Gunung Pusuk. Terlepas dari 121/121 10 10,721 0,048
hal tersebut, alel lokus mikrosatelit 121/130 7 5,559 0,374
D7S1789 yang didapatkan dari hasil Total 17 16,279 0,422
penelitian ini merupakan suatu kekayaan Perhitungan hasil uji kawin acak
genetik yang harus diselamatkan dari berdasarkan keseimbangan Hardy-
kepunahan. Oleh karenanya, tindakan Weinberg (Tabel 2). Berdasarkan sebaran
konservasi yang tepat perlu diperhatikan alel menggunakan uji Chi-square
agar kelangsungannya dapat terjaga. didapatkan hasil χ2hitung = 0,422 (χ2tabel =
Nilai heterozigositas yang didapatkan 3,841; α = 0,05; db = 1). Ini membuktikan
pada populasi monyet ekor panjang di
185
Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2: 182-187
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2019
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p11
186
Buletin Veteriner Udayana Meus et al.
187