Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DI SUSUN OLEH :
ALMAS FILZAH
NIM : P07120421001N
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh karunia-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragic Dengan
Tindakan Keperawatan Latihan ROM Untuk Meningkatkan Kembali Massa
Otot Dan Tonus ” saya telah berusaha sebaik mungkin untuk
menyempurnakannya. Namun, saya menyadari masih dalam proses belajar
sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.
Oleh sebab itu, bimbingan dan arahan dari dosen, saya harapkan
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Saya
mempersembahkan karya ini untuk semua teman saya, untuk kedua
orang tua saya , untuk dosen saya, dan untuk kepentingan bersama
dalam menciptakan tenaga-tenaga perawat profesional ke depannya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke non hemoragik ialah tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti
(Nuratif & Kusuma, 2015). Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau
emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013).
Stroke merupakan masalah yang universal sebagai salah satu
pembunuh di dunia, sedangkan di negara maju maupun berkembang seperti
di Indonesia, stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang cukup
tinggi. Angka kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per100.000
penduduk, dalam setahun (Muslihah S U, 2017). World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia
85% mengalami stroke iskemik dari jumlah stroke yang ada. Penyakit
hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan
prevalensi stroke Indonesia 10,9 permil setiap tahunnya terjadi 567.000
penduduk yang terkena stroke, dan sekitar 25% atau 320.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan (RISKESDAS, 2018). Data
Kementerian Kesehatan RI, di Jawa Timur kasusnya stroke mencapai
44,74% dari total keluhan gangguan kesehatan, melonjak menjadi 75,1 %,
pada tahun 2017 (KEMENKES, 2018). Data studi pada bulan Januari di
RSUD Bangil Pasuruan pada tahun 2019 terdapat 635 penderita stroke non
hemoragik, dari data tersebut yang mengalami masalah perfusi jaringan
serebral sebanyak 258 penderita (DINKES Pasuruan, 2019).
Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan pada
pembuluh darah ke otak. Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan
dinding pembuluh darah yang disebut dengan Antheroscherosis dan
tersumbatnya darah dalam otak oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal
dari Thrombus di jantung. Stroke non hemoragik mengakibatkan beberapa
masalah yang muncul, seperti gangguan menelan, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, defisit perawatan diri,
ketidakseimbangan nutrisi, dan salah satunya yang menjadi masalah yang
menyebabkan kematian adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
(Nur’aeni Y R, 2017).
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
penggunaan alat bantu eksternal, pembatasan gerakan volunter, atau
kehilangan fungsi motorik (Potter & Perry, 2010).
Penyebab dari gangguan mobilitas fisik yakni, penurunan kendali
otot, penurunan massa otot, kekakuan sendi, kontraktur, gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuscular, gangguan kognitif, gangguan
sensoripersepsi. Salah satu kondisi klinis yang terkait dengan gangguan
mobilitas fisik adalah stroke (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi hal yang menarik bagi
penulis untuk melakukan pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk
asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik dengan masalah
gangguan mobilitas fisik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu stroke non hemoragic ?
2. Apa itu gangguan mobilitas fisik ?
3. Bagaimana melakukan latihan ROM ?
4. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien Stroke
Non Hemoragic dengan gangguan mobilitas fisik ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh latihan ROM pada pasien yang
mengalami Stroke Non Hemoragic dengan gangguan mobilitas fisik.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pemberian latihan ROM pada pasien yang mengalami
Stroke Non Hemoragic dengan gangguan mobilitas fisik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Penyebab
Stroke non hemoragik disebabkan karena adanya penyumbatan
pada pembuluh darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat
disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah karena adanya
penebalan pada dinding pembuluh darah yang disebut dengan
atheroschlerosis dan bekuan darah yang bercampur lemak yang
menempel pada dinding pembuluh darah, yang dikenal dengan istilah
thrombus.Yang kedua adalah tersumbatnya pembuluh darah otak oleh
emboli, yaitu bekuan darah yang berasal dari thrombus di jantung.
Thrombus atau bekuan darah di jantung ini biasanya terjadi pada
pasien yang terpasang katup jantung buatan, setelah serangan miokard
akut, atau pasien dengan gangguan irama jantung berupa febrilasi
atrial, yaitu irama jantng yang tidak teratur yang berasal dari serambi
jantung (Mulyatsih & Arizia, 2008).
5. Penatalaksanaan Medis
b. Fase Rehabilitasi
c. Pembedahan
d. Terapi obat-obatan
Stroke iskemia
- Antikonvulsan : Fenitoin.
a. Hipertensi/hipotensi
b. Kejang
d. Kontraktur
f. Trombosis vena
g. Malnutrisi
h. Aspirasi
2. Tujuan Mobilisasi
Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal
(Potter dan Perry, 2005).
a. Mobilisasi Penuh
b. Mobilisasi Sebagian
a. Gaya hidup
b. Proses penyakit/cedera
c. Kebudayaan
d. Tingkat energi
b. Data Objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama
pemeriksaan fisik.Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah,
edema, berat badan tingkat kesadaran (Perry & Potter, 2005).
a. Usia
Usia mempengaruhi perubahan sistem muskuloskletal.
Sistem muskuloskletal mengalami perubahan sepanjang proses
penuaan. Sebagian besar anggota gerak mengalami kelemahan, hal ini
mengakibatkan gangguan mobilitas meningkat seiring dengan
peningkatan usia.Kejadian ini menyebabkan otot-otot tidak mampu
bergerak sepenuhnya, sehingga menyebabkan kelemahan pada
ekstemitas (Price & Wilson, 2006).
b. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan mobilitas fisik karena tingginya
angka ketidakpatuhan seseorang terutama kaum laki-laki untuk
mengontrol makanan yang kurang sehat seperti makanan yang
mengandung kolesterol, merokok dan kurang melakukan aktivitas
fisik (Batticaca, 2012).
a. Hemiplegia/Hemiparesis
Kelainan ini merupakan gangguan fungsi motorik karena
terjadinya lesi pada bagian Upper Motor Neuron (UMN) yang
mengakibatkan kelumpuhan pada separuh sisi tubuhh, terutama pada
bagian lengan dan tungkai.
b. Kontraktur
Kontraktur disebabkan oleh pemendekan otot dan sendi yang
menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak sendi. Kontraktur
terjadi karena transport Ca2+ ke dalam reticulum dihambat sehingga
tidak terjadi relaksasi meskipun tidak ada potensial aksi.
Spastisitas merupakan suatu keadaan peningkatan tonus otot
dalam otot yang lemah. Pada awalnya tahanan diakibatkan oleh
adanya tegangan yang cepat diikuti dengan relaksasi secara tiba-tiba.
8. Penatalaksanaan gangguan mobilitas fisik pada stroke non
hemoragik
Penatalaksanaan gangguan mobilitas fisik yaitu, (Adha, 2017) :
a. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas dapat disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi
fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu
pectoral.
b. Latihan ROM pasif dan aktif
Pasien yang gangguan mobilitas fisik karena stroke non
hemoragik memerlukan latihan ROM. Latihan berikut dilakukan
untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot, yaitu :
Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Fleksi dan ekstensi siku
Supinasi dan pronasi lengan bawah
Pronasi fleksi bahu
Abduksi dan Adduksi
Rotasi bahu
Fleksi dan ekstensi jari-jari
Infersi dan efersi kaki
Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Fleksi dan ekstensi lutut
Rotasi pangkal paha
Abduksi dan adduksi pangkal paha
c. Latihan ambulansi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera
pada pasien pasca operasi maupun stroke dimulai dari bangun dan
duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Menurut Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah mencegah dampak
immobilisasi. Jenis-jenis ambulansi yakni duduk diatas tempat tidur,
duduk ditepi tempat tidur, memindahkan pasien dari tempat tidur ke
kursi, membantu berjalan, memindahkan pasien dari tempat tidur ke
brancard, melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan.
Mengajarkan tenik ambulansi dan perpindahan yang aman kepada
pasien dan keluarga dapat dilakukan dengan cara menjelaskan
prosedur yang aman saat melakukan ambulansi, pemasangan
pengaman kedua sisi tempat tidur.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah suatu bagian dari komponen proses
keperawatan sebagai suatu usaha perawat dalam menggali permasalahan
yang ada di pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan
pasien yang dilakukan secara sistematis, menyeluruh atau
komprehensif, akurat, singkat dan berlangsung secara
berkesinambungan (Muttaqin, 2010). Pada klien dengan gangguan
mobilitas fisik dalam kategori fisiologis dengan subkategori aktivitas
dan istirahat, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang
tercantum dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(2017). Gejala dan tanda mayor secara subjektif yakni mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, sedangkan secara objektif adalah kekuatan
otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun. Gejala dan tanda
minor secara subjektif yakni nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sedangkan secara objektif
adalah sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan
fisik lemah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian kinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan pada pasien stroke non hemoragik salah satunya gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,mengeluh nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak,
kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku,
gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah. Diagnosa
keperawatan yang bisa ditegakkan dalam masalah aktivitas dan istirahat
adalah gangguan mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik termasuk
dalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas dan istirahat (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang diambil dalam masalah ini adalah
gangguan mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik merupakan
keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri. Gangguan mobilitas fisik termasuk jenis kategori diagnosis
keperawatan negatif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien
dalam kondisi sakit sehingga penegakkan diagnosis ini akan mengarah
ke pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan.
Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik antara lain kerusakan
integritas struktur tulang, perubahan metabolism, ketidakbugaran fisik,
penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan
otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur,
malnutrisi, gangguan muskuluskeletal, gangguan neuromuscular, indeks
masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis,
program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan
pergerakan, gangguan sensori persepsi. Tanda dan gejala mayor
gangguan mobilitas fisik secara subjektif yaitu mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, dan secara objektif yaitu kekuatan otot
menurun dan rentang gerak (ROM) menurun.
Tanda dan gejala mayor minor dari gangguan mobilitas fisik secara
subjektif yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak, secara objektif yaitu sendi kaku, gerakan
tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah. Kondisi klinis yang
terkait dengan gangguan mobilitas fisik yaitu stroke, cedera medulla
spinalis, trauma, fraktur, osteoarthritis, osteomalasia, ostemalasia dan
keganasan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
3. Intervensi Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan, selanjutnya perawat
menyusun perencanaan yang merupakan sebuah langkah perawat dalam
menetapkan tujuan dan kriteria/hasil yang diharapkan bagi klien dan
merencanakan intervensi keperawatan. Dari pernyataan tersebut dapat
diketahui bahwa dalam membuat perencanaan perlu
mempertimbangkan tujuan, kriteria yang diperkirakan/diharapkan, dan
intervensi keperawatan (Andarmoyo, 2013).
Perencanaan atau intervensi adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Dalam tahap perencanaan keperawatan terdiri dari dua rumusan utama
yaitu rumusan luaran keperawatan dan rumusan intervensi keperawatan
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi
pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi
keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis
keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Adapun
komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran
keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (terdiri
dari ekspetasi meningkat yang artinya bertambah baik dalam ukuran,
jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang baik
dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya
menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif), kriteria hasil
(karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur dan dijadikan
sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi) (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI, 2019).
Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label,
definisi dan tindakan. Label merupakan kata kunci untuk memperoleh
informasi mengenai intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau
beberapa kata yang diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi
sebagai deskriptor atau penjelas dari intervensi keperawatan. Terdapat
18 deskriptor pada label intervensi keperawatan yaitu dukungan,
edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen,
pemantauan, pemberian, pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan,
perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrining dan terapi (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018).
Definisi merupakan komponen yang menjelaskan makna dari label
intervensi keperawatan. Tindakan merupakan rangkaian aktifitas yang
di kerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari empat
komponen meliputi tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan
edukasi dan tindakan kolaborasi. Klasifikasi intervensi keperawatan
gangguan mobilitas fisik termasuk dalam kategori fisiologis dan
termasuk ke dalam subkategori aktivitas dan istirahat (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018).
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien stroke
non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik berdasarkan Nursing
Interventions Classification (NIC) (Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner, 2013) yakni :
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Potter & Perry, 2010). Pengertian tersebut menekankan bahwa
implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan
yang sudah direncanakan pada tahapan sebelumnya.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi
keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan
fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada
tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter &
Perry, 2010). Evaluasi terhadap asuhan keperawatan pada pasien stroke
non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik yaitu setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan Nursing Outcome
Classification (NOC) (Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2016) :
a. Pergerakan sendi : aktif
b. Tingkat mobilitas
c. Perawatan diri : ADLs
d. Kemampuan berpindah
Kriteria hasil :
Peningkatan aktivitas fisik pasien
Pasien mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Pasien mampu memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Mampu mempragakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(walker)
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. P
Umur : 75 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Golongan darah : AB
B. KELUHAN UTAMA
Ny.P mengeluh tangan dan kaki sebelah kiri mengalami kelemahan
dan tidak dapat digerakkan sepenuhnya serta sulit untuk melakukan
aktivitas.
1. Provocative/ palliative
a. Apa penyebabnya
2. Quantity/Quality
a. Bagaimana dirasakan
b. Bagaimana dilihat
3. Region
a. Dimana lokasinya
b. Apakah menyebar
5. Time
3. Pernah dirawat/dioperasi
4. Lama dirawat
5. Alergi
6. Imunisasi
2. Gambaran Diri
Klien menerima keadaan yang sekarang, dan tetap semangat untuk
dirinya sembuh.
3. Ideal Diri
Klien ingin dapat melakukan aktivitasnyasendiri
4. Harga Diri
Klien tidak malu, dan tidak merasa kurang karena anaknya yang masih
ada menolongnya.
5. Peran Diri
Klien berperan sebagai orang tua .
7. Identitas
Klien berperan sebagai seorang Ibu
8. Keadaan emosi
Klien dapat mengontrol dirinya dengan baik.
9. Hubungan social
e. Spiritual
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
2. Tanda-Tanda Vital
a. Suhu tubuh : 36 °C
c. Nadi : 72x/menit
d. Pernafasan : 24x/menit
e. TB : 160 cm
f. BB : 56 kg
b. Rambut
d. Mata
e. Hidung
f. Telinga
h. Leher
i. Pemeriksaan integumen
- Kelembaban : lembab
k. Pemeriksaan thoraks/dada
- Pernafasan : 24x/menit
- Perkusi : Resonan
m. Pemeriksaan jantung
n. Pemeriksaan muskouloskletal/Ekstremitas
p. Fungsi Motorik
b. Kebersihan gigi dan mulut : Gigi klien tampak kuning dan kurang
bersih.
3. Pola kegiatan/aktivitas
a. Mandi : mandi dibantu oleh putri sendiri dan menantu klien dan
terkadang memerlukan bantuan pada bagian tubuh tertentu
(punggung, dan bagian ektremitas bawah).
4. Pola eliminasi
a. BAB
I. ANALISA DATA
berjalan adekuat
Berjalan menggunakan
alat bantu yaitu tongkat Hambatan
mobilitas fisik
Pantau TTV :
Hemiplegia
- TD: 160/100 mmHg
- HR: 72x/i
- RR:24x/i
DS:
Klien mengatakan kaki
dan tangan sebelah kiri Keterbatasan gerak
lemah dan tidak
berdaya
Klien mengatakan kaki
dan tangan sebelah kiri
terasa berat
Hambatan
mobilitas fisik
DO: Stroke
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular pada tungkai sebelah kiri dan tangan sebelah kiri.
L. PERENCANAAN
Rencana Rasional
tindakan
1. Tanyakan 1. Agar mengetahui
Kemampuan kemampuan
Klien dalam klien dalam
melakukan melakukan
perawatan diri perawatan diri
2. Lakukan 2. Agar kebutuhan
personal personal hygiene
hygiene pada klien terpenuhi
klien jika dan
mulut kotor mempertahankan
dan kaji kebersihan dan
membrane penampilan yang
mukosa oral rapi
dalam
kebersihan
tubuh pasien
3. Agar tampak
3. Ganti pakaian
bersih dan rapi
klien
4. Membantu dalam
4. Kaji
merencanakan
kemampuan
pemenuhan
klien untuk
secara individual
melakukan
aktifitas
perawatan
mandi secara
mandiri
5. Ajarkan
perawatan kemampuan
merawat pemenuhan
secara mandiri
6. Anjurkan
pasien untuk
6. Untuk
tetap
mengetahui
melakukan
kemampuan
kebersihan
dalam melakukan
diri secara
kebersihan diri
teratur,
secara teratur
ingatkan
untuk tetap
mencuci
rambut dan
menggosok
gigi
7. Dukung 7. Meningkatkan
kemandirian kemandirian dan
pasien dalam harga diri
aktifitas
mandi dan
oral hygiene
sendiri, tetapi
berikan
bantuan sesuai
kebutuhan
8. Berikan
8. Meningkatkan
umpan balik
perasaan makna
yang positif
diri,
untuk setiap
meningkatkan
usaha yang
kemandirian dan
dilakukan atau
mendorong
keberhasilann
pasien untuk
ya
berusaha secara
kontinu
M. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
x
Minggu19- 1 1. Memberikan salam S: klien mengatakan
06-2017 terapeutik dan bahwa ektremitas
memperkenalkan diri bawah dan
2. Melakukan hubungan ekstremitasatas
saling percaya antara klien sebelah kiri sulit
dan perawat digerakkan dan terasa
3. Menilai kemampuan klien berat
dengan skala 0 -4 untuk O: - ektremitas atas dan
mengetahui pergerakan ekstremitas bawah
klien. sebelah kiri terlihat
4. Mengkaji kekuatan sulit digerakkan
otot/kemampuan -tingkat kemampuan
fungsional mobilitas sendi aktivitas pasien berada
dengan menggunakan skala pada tingkat 3 yaitu
kekuatan otot 0-5 memerlukan bantuan,
5. Mengukur tekanan darah, pengawasan, dan
nadi, dan pernafasan peralatan
6. Memberitahukan informasi
-kekuatan otot
tentang pentingnya latihan ektremitas bawah
pergerakan kepada sebelah kiri1 dan
klien/keluarga. ekstremitas atas
7. Mengajarkan sebelah kiri 1
klien/keluargalatihan ROMTTV klien :
pasif selama 30 menit,
TD: 150/90 mmHg.
gerak sendi bahu adduksi,
HR: 80 x/mnt.
siku fleksi, pergelangan RR: 22 x/mnt
tangan fleksi, ekstensi, T : 36,7oC.
hiperekstensi, abduksi, A : Masalah
tangan dan jari fleksi, gangguan mobilitas
ekstensi, hiperekstensi, fisik belum teratasi
abduksi, adduksi, kaki dan P : Intervensi
jari dorsofleksi, plantar dilanjutkan dengan
fleksi, fleksi, ekstensi. menilai kemampuan
ROM dilakukan sebanyak klien untuk bergerak
4 kali sehari dengan dengan skala 0 – 4,
frekuensi gerakan 8 kali mengajarkan
8. Mengatur posisi dengan klien/keluarga latihan
postur tubuh yang benar ROM pasif untuk
9. Melakukan latihan ROM mempertahankan dan
pasif meningkatkan
10. Mendukung kekuatan dan
klien/keluarga untuk rajin ketahanan otot.
melakukan latihan ROM
dan melibatkan keluarga
dalam melakukan latihan
yang dibantu dengan buku
panduan latihan ROM
x
Senin20-06- 1 1. Menanyakan kemampuan S: -klien mengatakan
2017 klien dengan skala 0 -4 bahwa ektremitas
untuk mengetahui bawah sudah mulai
pergerakan klien. bisa digerakkan sedikit
2. Mengkaji kekuatan demi sedikit dan
otot/kemampuan ektremitas kiri atas
fungsional mobilitas sendi masih sulit digerakkan
dengan menggunakan skala O: - ektremitas atas
kekuatan otot 0-5. sebelah kiri masih
3. Mengukur tekanan darah, sulit digerakkan
nadi, dan pernafasan klien -jari-jari ekstremitas
4. Menganjurkan bawah sebelah kiri
klien/keluarga untuk sudah mulai bisa
mengubah posisi setiap 2 melakukan gerakan
jam ( misalnya miring fleksi dan ekstensi
kanan miring kiri) akibat -kekuatan otot
terlalu lama dalam posisi ektremitas atas sebelah
tidur ataupun duduk kiri1 dan
5. Memberitahukan informasi ekstremitasbawah
tentang pentingnya latihan sebelah kiri 2
pergerakan kepada - tingkat kemampuan
klien/keluarga. aktivitas pasien masih
6. Mendukung klien/keluarga berada pada tingkat 3
melakukan latihan gerakan yaitu memerlukan
pasif untuk bantuan, pengawasan,
mempertahankan dan dan peralatan
meningkatkan kekuatan - TTV klien :
otot serta ketahanan
TD: 140/90 mmHg.
ototdan melibatkan HR: 89 x/mnt.
keluarga dalam melakukan
RR: 22 x/mnt
latihan yang dibantu
T : 37,5oC.
dengan buku panduan
A : Masalah
latihan ROM
gangguan mobilitas
7. Mengatur posisi dengan
fisik sebagian teratasi
postur tubuh yang benar
P : Intervensi
8. Melakukan latihan ROM
dilanjutkan dengan
pasif selama 30 menit,
menanyakan
gerak sendi bahu adduksi,
kemampuan klien
siku fleksi, pergelangan
untuk bergerak dengan
tangan fleksi, ekstensi,
skala 0 – 4,
hiperekstensi, abduksi,
mengajarkan
tangan dan jari fleksi,
klien/keluarga latihan
ekstensi, hiperekstensi,
ROM pasif untuk
abduksi, adduksi, kaki dan
mempertahankan dan
jari dorsofleksi, plantar
meningkatkan
fleksi, fleksi, ekstensi.
kekuatan dan
ROM dilakukan sebanyak
ketahanan otot,
4 kali sehari dengan
menganjurkan
frekuensi gerakan 8 kali
keluarga untuk
mengubah posisi
setiap 2 jam.
x
Selasa21-06- 1 1. Menanyakan kemampuan S: -klien mengatakan
2017 klien dengan skala 0 -4 bahwa ektremitas
untuk mengetahui bawah sebelah kiri
pergerakan klien. sudah mulai bisa
2. Mengkaji kekuatan digerakkan dan
otot/kemampuan ektremitas kiri atas
fungsional mobilitas sendi masih sulit digerakkan
dengan menggunakan skala -klien mengatakan
kekuatan otot 0-5. sering mengubah
3. Mengukur tekanan darah, posisi setiap dua jam
nadi, dan pernafasan dan dilakukan secara
4. Mengajarkan mandiri
klien/keluarga latihan O: - ektremitas atas
gerakan pasif untuk sebelah kiri masih
mempertahankan dan sulit digerakkan
meningkatkan kekuatan dengan kekuatan otot
otot serta ketahanan otot 1
dan melibatkan keluarga -ekstremitas bawah
dalam melakukan latihan sebelah kiri sudah
yang dibantu dengan buku dapat digerakkan
panduan latihan ROM dengan melakukan
5. Menganjurkan gerakan
klien/keluarga untuk fleksi,ekstensi,dorsofle
mengubah posisi setiap 2 ksi,plantarfleksi
jam ( misalnya miring dengan bantuan
kanan miring kiri) jika menyangga sendi
terlalu lama dalam posisi sehingga derajat
tidur ataupun duduk kekuatan otot
6. Mengatur posisi dengan ektremitas bawah 2
postur tubuh yang benar - tingkat kemampuan
7. Melakukan latihan ROM aktivitas pasien berada
pasif selama 30 menit, pada tingkat 2 yaitu
gerak sendi bahu adduksi, memerlukan bantuan
siku fleksi, pergelangan atau pengawasan
tangan fleksi, ekstensi, orang lain
hiperekstensi, abduksi, - TTV klien :
tangan dan jari fleksi, TD: 130/90 mmHg.
ekstensi, hiperekstensi, HR: 80 x/mnt.
abduksi, adduksi, kaki dan RR: 24 x/mnt T :
jari dorsofleksi, plantar 37oC.
fleksi, fleksi, ekstensi. A : Masalah gangguan
ROM dilakukan sebanyak mobilitas fisik
4 kali sehari dengan sebagian teratasi P :
frekuensi gerakan 8 kali Intervensi dilanjutkan
8. Menginstruksikan klien dengan menganjurkan
pada aktifitas sesuai klien/keluarga untuk
dengan kemampuannya tetap melatih klien
setiap hari dalam melakukan
9. Mendukung klien/keluarga ROM dan
untuk memandang menganjurkan
keterbatasan dengan fisioterapi.
realistis
2 1. Menanyakan kemampuan S:- klien mengatakan
klien dalam melakukan mulai rajin ke kamar
perawatan diri mandi dan melakukan
2. Mengkaji kemampuan personal hygien,
klien untuk melakukan tetapimasih sulit
aktifitas perawatan mandi melakukan personal
secara mandiri, keramas, hygien yaitu mandi
dan oral hygien. secara mandiri.
3. Melakukan personal hygien O:-baju pasien terlihat
pada klien bersih dan rapi.
A. Pembahasan
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada
sendi ekstremitas yang lumpuh secara mandiri
2. Bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan
bantuan minimal pada tingkat yang realistis
3. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan tingkatan 0-4
secara berkala
2. Kaji kekuatan otot/kemampua n fungsional
mobilitas sendi dengan menggunakan skala
kekuatan otot 0-5 secara teratur
3. Dukung dan ajarkan latihan ROM aktif dan pasif
4. Monitor tanda- tanda vital
5. Instruksikan klien pada aktifitas sesuai dengan
kemampuannya setiap hari
6. Dukung klien/keluarga untuk memandang
keterbatasan dengan realistis
7. Atur posisi klien dengan postur tubuh yang benar
8. Ajarkan klien/keluarga untuk mengubah posisi
setiap 2 jam ( misalnya miring kanan miring kiri)
jika terlalu lama dalam posisi tidur ataupun
Duduk
Rasional :
1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien
setiap hari
2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan
otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah
dilakukan latihan rentang gerak (ROM)
eminimalkan atrofi otot dan peningkatan pemulihan
fungsi kekuatan otot dan sendi
3. Kelumpuhan otot mempengaruhi sirkulasi pada
ekstremitas
4. Meningkatkan kemampuan aktifitas mandiri pasien,
harga diri, dan peran diri klien sehari-hari
5. Menghindari depresi pada klien dan meningkatkan
motivasi dan peran diri
6. Postur tubuh yang benar mampu memberikan rasa
aman nyaman dan menghindari cedera
7. Mengubah posisi mampu
mempertahankan/meningkatkan mobilisasi sendi
dan otot
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latihan ROM adalah latihan yang dilakukan untuk memperbaiki atau
mempertahankan tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan
tonus otot (Potter & Perry, 2010). Selain itu, latihan ini juga sebagai salah
satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan regimen terapeutik bagi penderita dan dalam upaya pencegahan
terjadinya kondisi cacat permanen pada penderita stroke.
Pemberian latihan ROM pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas
fisik dengan diagnosa medis SNH mengalami peningkatan di mana derajat
kekuatan otot pasien yang awalnya 2 setelah 3 hari di berikan implementasi
latihan ROM derajat kekuatan otot pasien meningkat menjadi derajat 4 di
sertai dengan pernyataan pasien yang mengatakan bahwa semakin hari dia
bisa menggerakan bagian ekstermitas bawah kirinya. Sehingga berdasarkan
studi kasus dari jurnal dan contoh laporan kasus pada Bab III sama-sama
membuktikan bahwa pemberian latihan ROM dapat meningkatkan massa otot
dan tonus pada pasien stroke yang mengalami gangguan mobilitas fisik.
B. Saran
Hasil studi kasus ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
keperawatan mengenai intervensi non farmakologi berupa terapi range of
motion (ROM) untuk peningkatan derajat kekuatan otot pada pasien stroke
hemoragik yang mengalami kelemahan anggota tubuh (hemiplegia).
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA), 2018, Health Care Research: Coronary
Heart Disease
Ayu Septiandini Dyah, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami
Stroke Non Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di
Ruang ICU RSUD Salatiga, Program Studi D3 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta
Dellima Damayanti Reicha, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri
(Studi Di Ruang Krissan Rsud Bangil Pasuruhan), Program Studi
Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang
DINKES Pasuruan, 2019, Data penderita stroke kota pasuruhan, Pasuruan: Dinas
kesehatan.
Data primer, 2020, Hasil pemeriksaan studi kasus pada klien stroke di RSUD Bangil
Pasuruan
Nur’aeni Yuliatun Rini, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Serebral Di Ruang Kenanga RSUD Dr. Soedirman Kebumen,
Program Studi DIII Akademi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong
NANDA, 2016, Diagnosa Nanda NIC NOC. Jilid 2 Jakarta : Prima Medika
Novita, R, 2016, Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Nursalam. (2001). Proses dan dokumentasi keperawatan .Jakarta:Salemba Medika
Potter & Perry. (2006). Fundamental keperawatan. Edisi 4 volume 1. Jakart:EGC.
Potter & Perry. (2005). Fundamental keperawatan. Edisi 4 volume 2. Jakarta:EGC
Santoso Lois Elita, (2018), Peningkatan Kekuatan Motorik Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Latihan Menggenggam Bola Karet (Studi Di
Ruang Flamboyan Rsud Jombang), Skripsi Program Studi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia
Medika Jombang.