Anda di halaman 1dari 17

Kasus Corona di Aceh Tembus 7.

037, Terbanyak di Banda Aceh-Aceh Besar

Ilustrasi Virus Corona (Edi Wahyono/detikcom)


Banda Aceh - 
Kasus positif virus Corona (COVID-19) di Provinsi Aceh menembus 7.037 orang. Sebaran
kasus terbanyak terdapat di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.

Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Aceh, Jumat (23/10/2020), ada penambahan 90
kasus baru hari ini yang tersebar di 15 daerah. Penambahan terbanyak terdapat di Kabupaten
Bireuen dengan jumlah 41 kasus.

Daerah di Aceh Ini Jadi Zona Merah Corona


Rincian selanjutnya, tambahan kasus hari ini ialah Banda Aceh 17 kasus, Aceh besar 7 kasus,
Aceh Selatan 1 kasus, Aceh Tenggara 2 kasus, Aceh Timur 1 kasus, Pidie 2 kasus, Aceh
Utara 1 kasus, Aceh Singkil 3 kasus. Daerah lain yang terdapat tambahan kasus Corona hari
ini adalah Nagan Raya 1 kasus, Aceh Tamiang 6 kasus, Pidie Jaya 1 kasus, Sabang 2 kasus,
Lhokseumawe 3 kasus, serta luar daerah 2 kasus.

Secara keseluruhan, kasus Corona terbanyak terdapat di Banda Aceh, yakni 2.063 kasus dan
Aceh Besar 1.458 kasus. Sementara 21 kabupaten/kota lain di Provinsi Aceh, kasusnya masih
di bawah 500 orang.
Aceh Alami Kenaikan Kematian COVID Tertinggi, Kenaikan Kasus Terbanyak di
Papua

Sementara untuk pasien sembuh hari ini terdapat penambahan 53 orang sehingga totalnya
5.090 orang. Dinkes Aceh mencatat pasien yang masih dalam perawatan berjumlah 1.701
orang.

Adapun pasien meninggal bertambah empat orang di Aceh Utara. Total warga Tanah
Rencong yang meninggal dunia akibat Corona menjadi 246 orang.
Indonesia Bersatu Melawan Corona
Menko Luhut: Pemerintah Akan Terus Melindungi dan Menjamin Keselamatan Seluruh
Anak Bangsa
Corona Disease Virus (COVID-19) telah masuk dan menjangkiti tanah air, menurut informasi
terkini melalui Ahmad Jurianto Juru Bicara Penanganan Pandemi Covid-19, jumlah pasien
positif virus corona di Indonesia, kini telah mencapai ribuan orang yang teridentifikasi. Virus
yang pertama kali mewabah di Provinsi Wuhan, Tiongkok tersebut, saat ini telah menyebar
ke sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Hal ini menjadikannya sebagai bencana global
dan terus dicarikan cara pengobatannya. Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam, segala
daya upaya dikerahkan untuk mencegah agar virus ini tidak menyebar, serta menangani
masyarakat yang telah terjangkit, pun telah dilakukan dengan sebaik mungkin. Dengan kata
lain, pemerintah dipastikan akan melindungi dan menjamin keselamatan seluruh anak bangsa.
Pemerintah telah menetapkan kasus penyebaran virus corona sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB). Dengan demikian, penanganan kasus sepenuhnya diambil alih oleh negara, termasuk
dalam hal pembiayaan rumah sakit bagi pasien yang terjangkit. Terkait pencegahan virus
corona, Kementerian Kesehatan pun menyatakan, telah menyiapkan 132 rumah sakit rujukan
di 32 provinsi yang dinilai mampu menangani pasien jika ada yang terkonfirmasi virus
tersebut, selain itu pemerintah Indonesia juga menyiapkan rumah sakit khusus penanganan
pasien terjangkit, berlokasi di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Fasilitas kesehatan di Pulau
Galang sejatinya telah ada sejak lama, namun kurang dimanfaatkan dengan baik, untuk itulah
pemerintah berencana akan merenovasi fasilitas kesehatan itu sesegera mungkin. Lebih
lanjut, seperti dikutip dari akun sosial media pribadinya, Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan sebagai salah seorang pemangku kebijakan,
lantas menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap tenang dan saling
menjaga satu sama lain, baik itu di lingkungan masyarakat dan juga keluarga. “Kita tidak
boleh panik atau melakukan hal-hal yang memperburuk keadaan seperti menyebarkan rumor
online, menimbun.
barang-barang yang dibutuhkan oleh tenaga medis, seperti masker wajah, hand sanitizer. Dan
kita juga tidak perlu melakukan "rush" dengan menimbun makanan atau menyalahkan
kelompok tertentu terkait wabah ini,” ujar Menko Luhut. Untuk menghadapi bencana ini,
Menko Luhut dengan tegas menyatakan, bahwa pada saat seperti inilah, rasa persatuan dan
persaudaraan yang merupakan karakter masyarakat Indonesia harus lebih kuat dari
sebelumnya. Ia pun berpesan kepada masyarakat, untuk bersama melawan corona
menurutnya bisa dimulai dari hal yang paling sederhana. “Jaga kebersihan pribadi - sering-
seringlah mencuci tangan, dan hindari menyentuh mata atau wajah bila tidak perlu. Jika Anda
tidak sehat, harap hindari tempat-tempat ramai dan segera kunjungi dokter. Langkah-langkah
sederhana ini tidak membutuhkan banyak usaha, tetapi jika kita semua melakukannya, saya
yakin akan mampu mencegah penyebaran virus,” jelas Menko Luhut. Kemudian, Menko
Luhut juga menjelaskan mengenai dampak dari mewabahnya virus corona, khususnya bagi
perekonomian nasional. Menurutnya Indonesia tetap akan menerapkan langkah-langkah
antisipatif dan selalu berhati-hati, akan tetapi dengan juga melihat dampaknya terhadap
perekonomian nasional yang juga perlu diantisipasi. “Seluruh dunia juga akan terdampak
dengan virus corona, suka atau tidak suka dan sekarang sudah mulai kelihatan. Dalam sektor
pariwisata ada kerugian sekitar 500 juta USD per bulan. Itu juga akan berdampak kepada
proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, berapa lamanya kita belum tahu, tergantung berapa
lama virus corona ini bisa ditumpas,” ujar Menko Luhut, kepada awak media di Jakarta, pada
25 Februari 2020 silam. Sebelumnya, Menko Luhut dalam kunjungannya ke Amerika Serikat,
dan melakukan pertemuan dengan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva pada Kamis
13 Februari 2020, dan dengan Presiden Bank Dunia David Malpass pada Jumat, 14 Februari
2020 waktu setempat. Dalam pertemuan dengan delegasi IMF, Menko Luhut yang
didampingi Wamenlu Mahendra Siregar mendapat update terbaru tentang perkembangan
ekonomi dunia dari Ms. Georgieva. “Kejadian yang terjadi di Cina menjadi salah satu faktor
yang membuat IMF mengoreksi pertumbuhan ekonomi globalnya. Ms.Georgieva juga
menyampaikan pandangan-pandangannya tentang situasi global apa saja yang akan
memengaruhi perekonomian,” kata Menko Luhut setelah pertemuan tersebut. Namun,
kembali Menko Luhut menegaskan sikap pemerintah Indonesia, “Kita tetap berhati-hati dan
melakukan penanganan dengan berbagai strategi khusus, dengan melihat juga dampak
terhadap ekonomi kita yang juga perlu diantisipasi,” ujarnya belum lama ini. Antisipasi
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kebutuhan Dasar dan Perekonomian Masyarakat.
Lebih lanjut, pemerintah pun telah mendatangkan 40 ton bantuan alat kesehatan untuk
penanganan Covid-19 yang berasal dari berbagai investor asal Tiongkok yang berinvestasi di
Indonesia. Bantuan tersebut didatangkan atas kerja sama Kemenko Marves dengan
Kementerian BUMN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan, Kementerian
Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, BNPB, Bea Cukai, Garuda Indonesia, dan Angkasa
Pura II. Seluruh bantuan tersebut diangkut menggunakan pesawat jenis Boeing 777 yang
bertolak dari Bandara Pudong Shanghai pada Kamis (26-03-2020) pukul 19.15 waktu
setempat dan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Jumat (27-03-2020) dini hari
pukul 01.40 WIB. Pasokan medis itu terdiri dari test kit Covid-19, swab kit, masker N95,
masker bedah, hingga alat pelindung diri seperti baju, kacamata, sarung tangan, dan
sebagainya. Seluruh bantuan tersebut nantinya akan didistribusikan melalui BNPB, rumah
sakit-rumah sakit, dan jaringan beberapa Fakultas Kedokteran. Selain memberikan bantuan
alat kesehatan, ada pula pemberian bantuan alat lab untuk memeriksa Covid-19 kepada 6
Fakultas Kedokteran di Indonesia berupa alat PCR dan RNA
Satuan Tugas (Satgas) COVID-19
Mengklaim Tidak Ada Pasien Virus Corona
Yang Meninggal Karena Gejala Ringan
Sejak Pandemi Merebak Di Indonesia Pada
Maret Lalu.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengungkapkan fakta yang cukup
mengejutkan seputar penyebaran virus corona di Indonesia. Satgas menyatakan
belum pernah atau nol kasus ada pasien virus corona dengan gejala ringan di
Indonesia yang meninggal dunia.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Satgas COVID-19 Doni Monardo. Ia


mengatakan temuan tersebut menjadi bukti jika kasus kesembuhan dari pasien virus
corona dengan gejala ringan di Indonesia mencapai 100 persen.

“Kita punya pengalaman juga,” kata Doni dalam bincang ringan yang disiarkan di
kanal YouTube BNPB, Kamis (22/10). “Pasien dengan gejala ringan angka
kesembuhan mencapai 100 persen dan nol kematian.”
Meski demikian, Doni tidak merinci jangka waktu kesembuhan pasien dengan gejala
ringan yang diklaimnya mencapai 100 persen. Ia hanya membandingkan angka
kematian dari pasien COVID-19 dengan gejala sedang sedang, berat, dan kritis.

Berdasarkan laporan pihaknya, angka kematian pasien virus corona dengan gejala
sedang mencapai 2,6 persen dan gejala berat mencapai 6-7 persen. Sedangkan
pasien COVID-19 dengan gejala kritis angka kematiannya mencapai 67 persen.

Doni juga turut membeberkan fasilitas laboratorium pemeriksaan virus corona di


Indonesia yang sudah mulai berkembang. Hal ini dibuktikan dengan jumlah
laboratorium COVID-19 yang tadinya hanya satu di Balitbangkes Kementerian
Kesehatan (Kemenkes), sekarang menjadi 377 laboratorium seluruh Indonesia.

Fasilitas laboratorium terus bertambah akibat banyaknya kasus virus corona di


Indonesia yang telah menyebar di 34 provinsi. “Secara umum jumlah laboratorium ini
memadai, namun jumlah petugas labnya yang masih terbatas,” papar Doni.

Saat ini, pemeriksaan sampel virus corona di Indonesia sudah baik meskipun masih
berada di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Seperti yang
diketahui, WHO menetapkan standar pemeriksaan 1 orang tiap 1.000 penduduk per
pekan.

”Sementara kalau pemeriksaan spesimen hari rata-rata itu sudah melampaui 270
ribu spesimen,” jelas Doni. “Namun ada kalanya satu orang itu sampelnya lebih dari
satu, sehingga kemampuan kita rata-rata sekarang ini sekitar 33 ribu orang per hari,
artinya ini peningkatan luar biasa.”
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Serta Epidemiolog Dari Universitas
Indonesia Pandu Riono Meminta Agar
Pemerintah Tak Terburu-Buru Membeli
Vaksin COVID-19 Dari Luar Negeri Yang
Masih Belum Pasti Tingkat Efektivitasnya.

Pemerintah Indonesia tengah mengebut ketersediaan vaksin virus corona (COVID-


19) untuk menangani pandemi. Bahkan pemerintah telah 'memborong' sejumlah
vaksin asal luar negeri seperti Cansino, G42/Sinopharm, dan Sinovac.

Namun, langkah tersebut rupanya menuai beragam komentar dari berbagai pihak.
Salah satunya perhimpunan dokter yang mendesak pemerintah tak terburu-buru
untuk memborong vaksin-vaksin tersebut.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengeluarkan surat resmi menanggapi


rencana vaksinasi COVID-19. Selain PDPI, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PAPDI) juga meminta agar pemerintah tidak tergesa-gesa dalam
melakukan vaksinasi COVID-19.

Tak hanya itu, epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menilai,
terobosan pemerintah dengan membeli berbagai vaksin dari luar negeri.
Menurutnya, beberapa kandidat vaksin tersebut kini masih dalam tahap akhir uji
klinis fase 3.

Artinya, belum ada jaminan vaksin itu akan lolos uji klinis fase 3 dan aman bagi
masyarakat. "Jangan pesan kandidat vaksin dulu karena sampai detik ini memang
belum ada yang terbukti efektivitasnya," kata Pandu, Jumat (23/10).

Oleh karena itu, apa yang dilakukan pemerintah saat ini seperti terkesan ngoyo dan
terburu-buru. Apalagi, Indonesia saat ini juga telah ikut dalam kerja sama multilateral
dengan WHO, GAVI, dan CEPI lewat COVAX Facility.

"Kita kan sebenarnya sudah ikut kerjasama multilateral," jelasnya. "Ngapain masih
kayak orang ketakutan enggak dapat vaksin. Kita fokus saja di kerja sama
multilateral di COVAX."

Pandu pun menyarankan pemerintah menyetop dan membatalkan rencana


pembelian vaksin yang bersifat Business to Business (B2B). Sebaliknya, dengan
menjalin kerja sama multilateral di bawah koordinasi WHO, Indonesia juga dapat
berperan dalam membantu dunia.

"Mereka mengkoordinir kalau sudah disepakati vaksinnya. Produksi vaksin itu akan
dilempar ke tempat masing-masing. Termasuk di Bio Farma yang pabriknya sudah
disetujui untuk jadi salah satu pabrik vaksin," ujarnya. "Jadi, stop dan batalkan
semua rencana pembelian vaksin Business to Business (B2B). Kecuali kalau
vaksinnya itu nanti terpilih menjadi disepakati dunia."

Menurut Pandu, pembelian beberapa kandidat vaksin tersebut juga tidak melalui
pertimbangan para ahli dibidangnya. Dia juga sangat menyesalkan atas hal itu.
Sementara itu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan jika rencana
vaksinasi COVID-19 bisa molor dari yang awalnya dijadwalkan pada minggu kedua
bulan November 2020 mendatang. Namun demikian, mundurnya jadwal vaksinasi
tersebut dipastikan Luhut bukan karena minimnya pasokan. Namun karena Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu waktu untuk mengeluarkan otorisasi
penggunaan obat dalam kondisi darurat alias Emergency Use Authorization (EUA).
Pandemi Virus Corona Belum
Berdampak Pada Operasional Vale
Indonesia

Ilustrasi/BIsnis.com

Pandemi virus Corona baru (Covid-19) sejauh ini belum begitu berdampak pada
perusahaan nikel PT Vale Indonesia Tbk. Diakui manajemen bahwa tekanan dan
pelambatan perekonomian regional dan global yang diakibatkan oleh merebaknya
Covid-19 memang berdampak terhadap harga komoditas dunia, termasuk nikel.

Formula penjualan produk Nikel Matte milik Vale Indonesia  didasarkan pada
referensi harga nikel di London Metal Exhange. Karena itu, melemahnya harga nikel
berpengaruh terhadap kinerja keuangan Perseroan.

“Namun demikian, Perseroan memiliki Perjanjian Penjualan Jangka Panjang yang


bersifat wajib beli dengan konsumen. Hal ini memberikan kepastian bahwa semua
hasil produksi Nikel Matte akan dikirimkan kepada konsumen,” ujar Cut Fika Lutfi
Sekretaris Perusahaan PT Vale Indonesia Tbk dalam keterbukaan informasi kepada
Bursa Efek Indonesia, Senin (30/3).
Lutfi menambahkan sampai dengan saat ini, Perseroan belum mengalami kendala
dalam hal pasokan bahan baku sehingga kegiatan operasional Perseroan masih
berjalan normal. Meski demikian, Vale Indonesia, jelasnya tetap sungguh-sungguh
melakukan langkah antisipasi guna mengurangi dampak menyebarnya Covid-19
terhadap kegiatan operasional.

Untuk mengurangi paparan interaksi karyawan, Perseroan telah menerapkan


kebijakan work from home bagi karyawan pendukung kegiatan usaha dengan
memanfaatkan tekhnologi daring yang tersedia. Hal ini sesuai dengan imbauan
pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Perseroan juga mengambil segala tindakan yang diperlukan guna mendukung para
karyawan yang tidak dapat meninggalkan tempat kerjanya terutama di Departemen
Pertambangan dan Fasilitas Pengolahan, seperti bantuan logistik dan keuangan,
penyemprotan disinfektan pada kendaraan bergerak dan di lokasi kerja yang kritikal,
melakukan pemeriksaan suhu tubuh menggunakan pengukur suhu tembak (thermo
gun), penerapan social distancing, serta penyediaan hand sanitizer di beberapa titik
dan Alat Pelindung Diri yang memadai.
“Perseroan juga telah menyiapkan Business Continuity Plan untuk mengantisipasi
dampak yang lebih serius dari penyebaran Covud-19 ini terhadap kegiatan
operasional Perseroan. Skenario produksi kami kembangkan berdasarkan tingkat
penyebaran, ketersediaan tenaga kerja dan juga faktor-faktor teknis dan non-teknis
lainnya. Perseroan akan senantiasa mengedepankan kesehatan dan keselamatan
pekerja dalam pengambilan keputusan terkait kegiatan operasional,” ujarnya.
Kabar baiknya, penurunan harga minyak dunia sejak awal tahun  menurunkan biaya
produksi Vale Indonesia, karena sekitar 30% kontribusi biaya operasi berasal dari
biaya bahan bakar minyak.

“Secara keseluruhan Covud-19 belum memiliki dampak secara langsung kepada


kondisi keuangan Perseroan sampai saat ini. Namun demikian perseroan telah
menyiapkan skenario produksi apabila penyebaran Covid-19 berdampak pada
kegiatan operasional,” ujarnya.
Peneliti Ingin Berikan Langsung Virus COVID-
19 ke Relawan Sehat untuk Uji Infeksi

Peneliti Inggris pada hari Selasa (19/10/2020) mengatakan mereka berharap untuk memaparkan sukarelawan
yang sehat terhadap virus yang menyebabkan COVID-19 dalam sebuah penelitian inovatif untuk menemukan
jumlah virus yang dibutuhkan agar orang dapat terinfeksi.

The Human Challenge Programme (Program Tantangan Manusia) – kemitraan yang mencakup Imperial
College London – berharap pekerjaan pada akhirnya akan membantu “mengurangi penyebaran virus korona,
mengurangi dampaknya, dan mengurangi kematian”.

Dalam apa yang disebut para peneliti sebagai yang pertama di dunia, tahap pembukaan proyek akan memeriksa
kemungkinan memaparkan sukarelawan yang sehat ke virus corona SARS-CoV-2.

Mereka bertujuan untuk merekrut sukarelawan berusia antara 18 dan 30 tahun tanpa kondisi kesehatan yang
mendasari seperti penyakit jantung, diabetes atau obesitas.

“Pada fase awal ini, tujuannya adalah untuk menemukan jumlah virus terkecil yang diperlukan untuk
menyebabkan seseorang mengembangkan COVID-19,” kata Imperial College dalam sebuah pernyataan.

Relawan akan diinfeksi melalui hidung, Peter Openhaw, profesor kedokteran eksperimental di Imperial,
mengatakan kepada BBC Radio 4 pada hari Selasa.

“Keuntungan besar dari studi sukarelawan ini adalah kami dapat melihat setiap sukarelawan dengan sangat hati-
hati tidak hanya selama infeksi tetapi juga sebelum infeksi, dan kami dapat mengetahui dengan tepat apa yang
terjadi pada setiap tahap,” tambahnya.

Para peneliti akan menggunakan hasil tersebut untuk mempelajari bagaimana vaksin dapat bekerja dan untuk
mengeksplorasi pengobatan potensial.

Karena penelitian tersebut sengaja menginfeksi para sukarelawan, “ilmuwan dapat mulai menunjukkan
kemanjuran dengan sangat cepat, dengan menguji apakah mereka yang telah mendapatkan vaksin cenderung
tidak terinfeksi virus”, siaran pers tersebut menjelaskan.
“Prioritas nomor satu kami adalah keselamatan para sukarelawan,” kata Chris Chiu, dari departemen penyakit
menular Imperial.

Social Distancing Gagal, RS Kewalahan, Banyak Meninggal

“Tidak ada studi yang sepenuhnya bebas risiko, tetapi mitra Program Tantangan Manusia akan bekerja keras
untuk memastikan kami membuat risiko serendah mungkin.”
“Pengalaman dan keahlian Inggris dalam uji coba tantangan manusia serta dalam sains COVID-19 yang lebih
luas akan membantu kami mengatasi pandemi, memberi manfaat bagi orang-orang di Inggris dan di seluruh
dunia,” tambahnya.

Tetapi Jonathan Ball, profesor virologi molekuler di University of Nottingham, memperingatkan bahwa masalah
keamanan dapat membatasi apa yang dapat dipelajari para peneliti dari penelitian tersebut.

“Setiap penelitian yang melibatkan virus corona baru akan fokus pada mereka yang paling mungkin mengalami
infeksi ringan – sukarelawan muda yang sehat,” katanya dalam siaran pers dikutip dari sciencealert.

“Namun, orang yang perlu kami lindungi dari penyakit serius adalah orang lanjut usia yang lebih rentan, jadi
apa yang kami pelajari dari studi tantangan mungkin telah membatasi relevansi yang lebih luas.” Lanjutnya.

Penelitian tersebut diharapkan dapat dimulai awal tahun depan, kata tim peneliti dari kemitraan tersebut, yang
juga mencakup pemerintah, perusahaan klinis, dan rumah sakit.
Mulai Pikirkan Dampak Ekonomi, WHO Kini
Tak Sarankan Lockdown

Berbagai kebijakan terkait penanganan pandemi virus Corona COVID-19 kerap


mengalami perubahan. Tak terkecuali soal lockdown, yang baru-baru ini tidak lagi
disarankan sebagai pendekatan utama.

Setidaknya, itu yang disampaikan utusan organisasi kesehatan dunia WHO Dr David
Nabarro dalam sebuah wawancara video dengan majalah Inggris, The Spectator.
Menurutnya, pembatasan semacam itu hanya boleh dilakukan sebagai pendekatan
terakhir.

"Kami di WHO tidak mengadvokasi lockdown sebagai cara utama mengendalikan


virus ini," kata Nabarro, dikutip dari Nypost, Senin (12/10/2020).

"Satu-satunya kesempatan yang kami yakini lockdown dibenarkan adalah untuk


memberi Anda waktu mereorganisasi, menata kembali, menyeimbangkan kembali
sumber daya, melindungi tenaga kesehatan yang kelelahan, tapi pada umumnya
kami memilih tidak melakukannya," lanjutnya.

Nabarro mengatakan, ada dampak signifikan terkait pembatasan ketat, terutama


terkait ekonomi global.
"Lockdown hanya punya satu konsekuensi yang tak boleh diremehkan, yakni
membuat orang miskin menjadi lebih miskin," kata Nabarro.

Lockdown, menurut Nabarro paling berdampak pada negara yang menggantungkan


diri pada pariwisata. Ia mencontohkan pariwisata di Karibia yang kelabakan.

WHO sebelumnya memperingatkan negara-negara untuk tidak mencabut lockdown


terlalu cepat selama gelombang pertama pandemi COVID-19.

"Hal terakhir yang perlu dilakukan oleh negara manapun adalah membuka sekolah
dan bisnis, hanya untuk menutupnya kembali karena kebangkitan," kata Dirjen WHO
Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Namun Tedros juga menekankan upaya lain yang harus dilakukan. Di antaranya
melakukan testing dan pelacakan kontak secara luas agar kelak setelah lockdown
dicabut tidak perlu mengalami lockdown kembali.
Uji Klinis Terapi Antibodi COVID-19 Ditunda
Karena Data Keamanan
Perusahaan Farmasi berbasis di Amerika Serikat,Eli Lilly, telah berhenti mendaftarkan sukarelawan dalam uji
klinis perawatan antibodi untuk virus korona baru karena masalah keamanan.

Uji coba tersebut disponsori oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), sejauh ini telah
melibatkan 326 pasien. Perusahaan telah mengumumkan terkait masalah keamanannya.

Rancangan uji coba tersebut meminta data dan badan pemantauan keamanan pada penelitian tersebut untuk
memeriksa hasil dari 300 peserta pertama, termasuk kebutuhan kesehatan mereka akibat virus corona, sebelum
mendaftarkan lebih banyak pasien.

Dewan NIAID sekarang sedang mempertimbangkan apakah akan mendaftarkan 700 peserta lagi dan akan
meninjau datanya pada pertemuan pada 26 Oktober,

Seorang juru bicara NIAID mengatakan pendaftaran dihentikan karena “sangat berhati-hati” dan dewan
“melanjutkan pengumpulan data dan tindak lanjut dari peserta saat ini untuk keamanan dan kemanjuran.”

Studi ini sedang menyelidiki apakah pengobatan antibodi (bamlanivimab) dapat membantu pasien virus corona
yang dirawat di rumah sakit untuk pulih dan menggunakan antibodi monoklonal yang meniru antibodi yang
dibuat tubuh secara alami sebagai respons terhadap tertular virus. Ini mirip dengan perlakuan Regeneron yang
diterima Presiden Trump saat memerangi COVID-19.

Penundaan ini terjadi setelah Eli Lilly meminta Otorisasi Penggunaan Darurat dari FDA untuk pengobatan
minggu lalu, setelah uji coba awal menunjukkan terapi dapat ditoleransi dengan baik dengan sedikit efek
samping terkait obat.

Anda mungkin juga menyukai