KLP 3 Kepenghuluan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

MELIHAT DAN MENGENAL CALON PENGANTIN

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Kepenghuluan
Program Studi Hukum Keluarga Islam Kelompok Satu
Fakultas Syariah Dan Hukum Islam
IAIN Bone

OLEH :

KELOMPOK 3

1. SITTI NUR FAOZIYAH


Nim: 742302019002
2. FARHAN MARGONO
Nim: 742302019020

DOSEN PEMBIMBING
PROF. DR. H. SYARIFUDDIN LATIF, M. HI.

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BONE

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita sehingga dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Melihat dan Mengenal Calon Pengantin”
dan shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad yang membawa
kita menuju zaman yang lebih baik.

Kami juga berterima kasih kepada teman-teman yang membantu dalam


mencari referensi buku serta masukan-masukan tentang makalah kami nantinya.
Makalah ini dapat digunakan sebagai sarana menambah pengetahuan dan referensi
dalam belajar.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf atas
ketidaksempurnaan makalah ini, mengingat keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan
adanya kritik dan saran yang membangun terhadap penulisan makalah ini.

Watampone, 28 September 2021

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................1

C. Tujuan Penulisan .............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................3

A. Konsep Melihat Calon Pengantin Dalam Islam .............................3

B. Konsep Mengenal Calon Pengantin Dalam Islam ..........................8

BAB III PENUTUP ......................................................................................12

A. Kesimpulan ....................................................................................12

B. Saran ..............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Minimnya edukasi kepada remaja tentang urgensi agama dalam interaksi


sosial, khususnya dalam pernikahan menjadikan banyak diantara mereka yang
terjebak pada pergaulan bebas. Fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para
remaja yang terjerumus ke dalam Free sex, disebabkan terlalu jauhnya kebebasan
mereka dalam bergaul, batasbatas pergaulan antara pria dan wanita. Mencari
pasangan hidup seperti mencicipi makanan, gonta ganti pacar sudah menjadi
tradisi dan kebiasaan. Berbeda ketika mereka mengerti aturan Islam.
Islam juga tidak melarang mengenal calon pesangan.Karena mencari
pasangan hiduptidak seperti membeli kucing dalam karung. Dalam syariat Islam,
manusia diberi kebebasan memilih dan menyeleksi siapa saja yang akan dijadikan
sebagai pasangan hidup. Perlu dipahami, kalau salah memilih pasangan hidup
sama saja salah mencarikan guru privat buat anak-anak. Orientasi jangka panjang
pernikahan untuk membentuk keluarga harmonis, sakinah, mawaddah wa rahmah.
Islam agama yang mengakomodir keinginan manusia dalam seluruh
aspeknya. Termasuk aspek cara memilih pasangan hidup. Dalam masalah
perkawinan, Islam telah berbicara banyak, dari mulai bagaimana mencari kriteria
bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi
menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan
bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap
mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap
penuh dengan pesona.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep melihat calon penganti dalam Islam?
2. Bagaimana konsep mengenal calon pengantin dalam Islam?

4
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui konsep melihat calon pengantin dalam Islam.
2. Untuk mendeskripsikan konsep mengenal calon pengantin dalam Islam.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MELIHAT CALON PENGANTIN DALAM ISLAM

1. Definisi Melihat Calon Pengantin

Melihat calon pengantin dalam Bahasa Arab yaitu Nadzar berasal dari kata
Nadzara-yandzuru-nadzran, yang berarti; melihat, memandang kepada. Jika
dipahamai dalam konteks pernikahan, nadzar adalah melihat calon pasangan
hidup secara langsung untuk mengetahui wajahnya, kesuburan nya dan tinggi
rendah badannya.
Pada prinsipnya setiap orang yang akan menikah memiliki idealisme dan
keinginan. Naluri mencari jodoh yang berwajah tampan atau cantik, kaya,
keturunan orang baik dan agamanya juga baik adalah hal wajar. Nabi pun
mengakui hal itu.Dalam sebuah hadits riwayat sahabat Abu Hurairah ra. Nabi
bersabda:

ْ َ‫ِّين ت َِزب‬
ََ‫ت يَدَا‬ ِ ‫ت الد‬ ْ َ‫ ف‬.‫ َو ِلدِينِ َها‬،‫ َو َج َما ِل َها‬،‫سبِ َها‬
ِ ‫اظفَ ْز بِذَا‬ ْ ُ ‫ت ُ ْن َك ُح ْال َم ْزأَة‬
َ ‫ َو ِل َح‬،‫ ِل َما ِل َها‬:ٍ‫الربَع‬

Artinnya: “Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya,


keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat
beragama, niscaya engkau beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Nadzar merupakan sarana agar bisa melihat calon pasangan dengan lebih
obyektif dan transparan. Nadzar juga menjadikan seseorang lebih mantap
menikah bukan karena keterpaksaan apabila tetap berniat untuk menikah.Melalui
nadzar bisa dilanjutkan ta’aruf sehingga masing-masing bisa mendapatkan
informasi dan data secara langsung, sebagai bentuk ikhtiar untuk
mempertimbangkan pengambilan keputusan.
Selain itu, nadzar bisa mempersempit peluang penyesalan setelah
menikah. Dengan nadzar, setidaknya calon pasangan telah mengenal fisiknya
secara langsung, tidak hanya lewat foto atau cerita dari pihak ketiga dan
diharapkan bisa merasa nyaman dengannya. Semua itu diharapkan agar

6
penerimaan terhadap pasangan adalah penerimaan yang diiringi dengan kesadaran
penuh, tidak atas dasar paksaan dari orang lain. Juga tidak layak bersandar pada
asumsi.
Nadzar dalam ta’aruf juga untuk menyederhanakan masalah yang
mestinya memang sederhana, tidak berbelitbelit atau rumit. Terkadang banyak
yang mesti dicatat ketika ta’aruf dan banyak pula pertanyaan yang diajukan.
Jawaban yang diinginkan pun diharapkan detail. Padahal, keberhasilan sebuah
pernikahan, tidak sematamata ditentukan oleh ta’aruf yang Panjang dan lama
apalagi pacaran, taaruf yang sederhana bisa jadi akan membuka pintu-pintu yang
lain yang lebih barakah, agar pernikahan islami yang diinginkan bisa diraih.1

2. Dasar Hukum Melihat Calon Pengantin

Ulama sepakat atas disyariatkannya nadzar, tetapi mereka berbeda


hukumnya. Mayoritas ulama dari empat mazhab secara umum cenderung kepada
pendapat sunnah. Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan sebagian ulama mazhab
Hanbali sepakat bahwa hukum melihat calon istri atau suami mandub atau sunnah,
Sedangkan mazhab Hanbali secara resmi menyatakan hukumnya Mubah. Karena
perintah untuk melihat diberikan setelah adanya larangan, sehingga perintah itu
bukan menjadi sunnah atau wajib, melainkan menjadi kebolehan.2 Terlepas dari
perbedaan pendapat statusnya hukumnya, nadzar ada tuntunan syariatnya. Banyak
ditemukan dalam hadits-hadits Nabi saw. maupun pernyataan sahabat tentang
disyariatkannya nadzar. Diantaranya adalah:
1) Dari Sahabat Mughirah bin Syu`bah ra. meriwayatkan, bahwa dia pernah
meminang seorang perempuan. Kemudian Nabi saw. bertanya kepadanya:
“Lihatlah dia! Karena dengan melihatnya, itu dapat membantu untuk
mengekalkan pernikahan kalian berdua” Kemudian Mughirah pergi kepada
dua orang tua perempuan tersebut, dan memberitahukan apa yang

1
Salim A. fillah, Nadzar Tak Sekedar Taaruf,
https://agastya.wordpress.com/2013/09/27/nadza r-tak-sekedar-taaruf/, 26 September 2021.
2
Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah, Sahabat, (Dar al-Hazm,1973), h. 201.

7
diomongkan di atas, tetapi tampaknya kedua orang tuanya itu tidak suka. Si
perempuan tersebut mendengar dari dalam biliknya, kemudian ia
mengatakan: Kalau Rasulullah menyuruh kamu supaya melihat aku, maka
lihatlah. Kata Mughirah: Saya lantas melihatnya dan kemudian
mengawininya”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
2) Sahabat Abu Hurairah ra. berkata,"Saya pernah di kediaman Nabi,
kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki datang memberitahu, bahwa dia
akan kawin dengan seorang perempuan dari Anshar, maka Nabi bertanya:
Sudahkah kau lihat dia? Ia mengatakan: Belum! Kemudian Nabi
mengatakan: “Pergilah dan lihatlah dia, karena dalam mata orang-orang
Anshar itu ada sesuatu”. (HR. Muslim).
3) Sahabat Jabir ra. Meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Apabila salah
seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian
dia dapat melihat sebahagian apa yang kiranya dapat menarik untuk
mengawininya, maka kerjakanlah”. (HR Ahmad dan Abu Daud).
4) Perempuan juga diperbolehkan melihat kepada laki-laki yang hendak
menikahinya, maka baiknya melihat hanya sebatas wajah dan telapak tangan
bagian luar maupun dalam. “Aku berkata (Imam Nawawi), apabila melihat
perempuan tidak membuatmu tertarik maka alangkah baiknya untuk tetap
diam. Jangan berkata: Aku tidak ingin menikahinya karena dia cacat”. 3

3. Etika Dalam Melihat Calon Pengantin


1) Tata Cara Nadzar
a. Nadzar secara langsung. Dalam proses ini bisa dengan cara bersilaturrahim
ke keluarga pihak wanita khususnya, pihak wanita ditemani oleh
keluarganya atau mahramnya. Sehingga dalam proses ini bisa mengetahui
lebih banyak calon pasangannya dari segi fisik maupun latar belakang
keluarganya.

3
Al-Muhyiddin Yahya Bin Syaraf Abi Zakariya an-Nawai, Raudlat at-Thalibin, (Beirut;
DarulFikri, 2005), h. 15.

8
b. Nadzar dengan cara tidak langsung. Proses nadzar dengan cara tidak
langsung adalah dengan mencari kesempatan melihatnya tanpa diketahui
oleh calon pasangannya. Sebagian ulama berpandangan bahwa sebaiknya
memang tidak diberitahu, agar benar-benar tampil alami di mata yang
melihat, sehingga tidak perlu menutupi apa yang ingin ditutupi. Maka
dengan begitu, tujuan inti dari melihat malah tidak akan tercapai. Namun
mazhab Al-Malikiyah berpendapat kalau pun bukan izin dari wanita yang
bersangkutan, setidaknya harus ada izin dari pihak walinya. Hal itu agar
jangan sampai tiap orang merasa bebas memandang wanita mana saja
dengan alasan ingin melamarnya.
c. Melihat bagian tubuh yang bukan aurat kemudian mengirim utusan untuk
mengetahui lebih banyak pada bagian tubuh yang menjadi aurat bagi laki-
laki. Proses nadzar dalam hal ini dengan melihat bagian yang termasuk
aurat untuk memastikan bahwa tidak ada cacat atau hal-hal yang sekiranya
kurang disukai dengan cara mengirim utusan atau perwakilan. Calon suami
bisa mengutus wanita yang menjadi mahramnya kepada calon istrinya,
untuk berkenalan dan melihat langsung kondisi fisik maupun non fisiknya.
Tentu karena sama-sama wanita, maka diperbolehkan melihat rambutnya,
kulitnya, tubuh dan bagian-bagian lainnya.4
2) Niat Dalam Nadzar
Nadzar secara serius terhadap calon pasangan harus didasari niat untuk
menikah. Apabila melihat hanya untuk mengetahui saja tanpa didasari niatan
kedepan untuk menikah atau hajat-hajat darurat lainnya maka tidak dibenarkan.
Mayoritas ulama dari kalangan malikiyah, syafi‟iyyah dan Hanafiyah
mensyaratkan dalam nadzar kaena ada keinginan menikahi calon pasangannya
dan secara lahiriyah kemungkinan besar khitbahnya diterima, bisa menikah
dengannya. Adapun Hanafiyah berpendapat, ada keinginan saja sudah cukup.
Sahabat Abu Humaid Al-Anshari ra., Meriwayatkan dari Nabi saw., beliau
bersabda: Artinya: “Apabila kalian melamar seorang wanita, tidak ada dosa
4
Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islam Wa Adillatuh, Al Syamil Lil Adillah Al Syariyyah, Wa
Al Ara’ Al Madzhabiyah, (Damascus, Suriah; Dar al Fikr, 1985), h. 16.

9
baginya untuk menadzarnya, jika tujuan dia melihatnya hanya untuk dipinang.
Meskipun wanita itu tidak tahu”(HR. Ahmad).
3) Nadzar Ditemani Mahram
Disyariatkannya nadzar bukan serta merta bebas tanpa batas dan dilakukan
berduaan saja, akan tetapi bagi wanita harus didampingi mahram. Tanpa
kehadiran mahram dari pihak wanita, membuka pindu masuknya setan karena
berduaan dengan lawat jenis yang belum halal. Hal itu tidak ada bedanya dengan
pacaran yang haram hukumnya.
4) Tidak Boleh Saling Menyentuh
Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahran hukumnya haram. Hal
itu berlaku bagi seseorang yang akan melakasanakan khitbah atau orang yang
sudah khitbah dan belum terlaksananya akad nikah. Karena kedua calon pasangan
belum sah menjadi suami istri. Jumhur ulama umumnya mengharamkan sentuhan
kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram, meskipun dalam rangka
untuk menikahinya.
5) Nadzar Terhadap Bagian Tertentu
Meskipun syariat Islam mengajurkan melihat calon pasangan masing-
masing, namun tetap saja ada batasan mana yang boleh dilihat dan mana yang
tidak boleh dilihat.Jumhur ulama yaitu mazhab Al-Hanafiyah, AlMalikiyah dan
Asy-Syafi'iyah sepakat bahwa wajah dan kedua telapak tangan hingga
pergelangan tangan tidak diperbolehkan selain itu. Wajah untuk mengetahui
cantik tidaknya, pergelangan tangan menunjukkan subur tidaknya.
Berbeda dengan Dawud adz dzahairi, yang berpendapat boleh melihat
seluruh tubuh. Al Aza„I boleh melihat anggota tubuh yang berdaging.Hadits-
hadits yang ada tidak menunjukkan tempat tertentu untuk dilihat. Penyebutan
nadzar secara mutlak bertujuan mencari bagian yang menjadi daya tarik untuk
menikahinya.5
Ada riwayat dari mazhab Al-Hanafiyah yang menyebutkan bahwa kedua
kaki hingga batas pergelangan atau mata kaki juga bukan termasuk aurat. Dan

5
Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, (Kairo Mesir; Dar misr li al Thaba‟ah, t.t), h. 30.

10
para ulama di dalam mazhab Al-Hanabilah membolehkan melihat enam anggota
badan yang biasa Nampak dalam aktifitas, yaitu wajah, leher, tangan, kaki, kepala
dan betis.Karena ada hajat untuk melihat semua itu.
6) Waktu Melihat
Madzhab Syafi‟i berpendapat, waktu untuk melihat calon pinangan adalah
sebelum meminang, dengan diamdiam atau sembunyi tanpa sepengetahuan wanita
atau kerabatnya, hal itu untuk menjaga kehormatan wanita dan keluarganya.
Apabila dia tertarik maka mengajukan diri untuk melamarnya. Madzhab Maliki
berpendapat, kebolehan melihat pada wajah dan kedua telapak tangan calon
istrinya sebelum akad nikah, untuk mengetahui secara pasti keadaannya dan
keadaan keluarganya. Makruh melihat tanpa sepengetahuannya.
7) Nadzar Berulang-Ulang
Boleh nadzar berulang-ulang jika dipandang perlu. Apabila melihat ada
daya tarik untuk menikah dengannya, maka sudah cukup. Haram nadzar lebih dari
batas kecukupan untuk menikahinya. Dalam madzhab Hanbali membolehkan
melihat berkali-kali untuk mengetahui kecantikannya tanpa seijinnya, dan itu
lebih baik dengan syarat tidak diiringi syahwat.
8) Tidak Tertarik Setelah Nadzar
Apabila setelah proses nadzar tidak ada ketertarikan, maka sebaiknya dia
diam saja, karena jika mengatakan saya tidak tertarik menikahimu tentu hal itu
akan menyakitkan. Namun diperbolehkan menyebutkan alasan secara syar‟i
kepada orang yang diajak bermusyawarah bukan bertujuan menyakiti atau
mencela, akan tetapi untuk menasehati dan mengingatkan.

B. KONSEP MENGENAL CALON PENGANTI DALAM ISLAM


1. Definisi Mengenal Calon Pengantin

Secara bahasa mengenal dalam bahasa Arab ta'aruf bisa bermakna


„berkenalan‟ atau „saling mengenal‟. Asalnya berasal dari akar kata ta’aarafa.
Ta‟aruf atau perkenalan yang dianjurkan dalam islam adalah dalam batas-batas
yang tidak melanggar aturan islam itu sendiri. Adab pergaulan, adab berkenalan,

11
adab mengenal sesama muslim, juga memiliki aturan yang harus diperhatikan.
Jadi jangan sekali-kali mencampuradukkan antara anjuran berkenalan atau
mengenal sesama muslim dengan larangan-larangan agama seputar proses
berkenalan tersebut. dalam makna khusus proses pengenalan seseorang terhadap
pria atau wanita yang akan dipilih sebagai pasangan hidup sering juga disebut
sebagai ta‟aruf.
Sebagai istilah ta‟aruf tentu saja bebas nilai, sampai ada hal-hal yang
memuat aplikasi dari hal-hal yang dianjurkan atau diwajibkan, atau sebaliknya,
justru hal-hal yang tidak baik atau dilarang. Ungkapan ta‟aruf ini tidak pernah
disebutkan sebagai istilah khusus sengan arti perkenalan antar dua orang berlainan
jenis yang ingin menjajaki kecocokan sebelum menikah. Karena tak ada
penggunaan istilah yang sama untuk makna tersebut, maka sekali lagi kata ta‟aruf
ini masih bebas dinilai. Dan karna bebas nilai inilah, maka aplikasi ta‟aruf ini pun
bisa ditarik ulur menjadi nilai-nilai yang dianjurkan atau bahkan diwajibkan, atau
sebaliknya, justru menjadi nilai-nilai yang dilarang dan diharamkan.

2. Proses Mengenal Calon Pengantin

Dalam upaya ta‟aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita
dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan
masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu
harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua
saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya.
Jadi,taaruf bukanlah bermesraan berdua,tapi lebih kepada pembicaraan yang
bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. ta'aruf
adalah proses saling kenal mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i.

3. Tujuan Mengenal Calon Pengantin

Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan


pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya
terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut

12
masing-masing pihak cukup penting, misalnya masalah kecantikan calon istri,
dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang saksama, bukan
cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam telah memerintahkan
seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung, bukan
melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang
wanita itu bukan aurat.

4. Tata Cara Taaruf Dalam Islam

Ketika melakukan ta'aruf, seseorang baik pihak laki-laki atau perempuan


berhak untuk bertanya yang mendetail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk
dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam
menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Dalam
upaya ta‟aruf dengan calon pasangan, pihak laki-laki dan perempuan
dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan
masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu
harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan hanya berdua
saja, tetapi harus ada yang mendampinginya dan yang utama adalah wali atau
keluarganya. Jadi ta‟aruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada
pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan
panjang berdua. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data
global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak
cukup penting.
Pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada
salahnya untuk dilihat. Dan khusus dalam kasus ta`aruf, yang namanya melihat
wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan
seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh disana. Begitu juga dia
boleh meminta diperlihatkan kedua tapak tangan calon istrinya. Juga bukan
melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena tapak tangan wanita pun
bukan termasuk aurat.

13
Selain urusan melihat fisik, ta‟aruf juga harus menghasilkan data yang
berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya.
Hanya saja, semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan sesuai dengan
koridor syariat Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon
istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan
berdua, nonton, boncengan, kencan, dan sebagainya dengan menggunakan alasan
ta‟aruf. Janganlah ta‟aruf menjadi pacaran. Sehingga tidak terjadi khalwat dan
ikhtilat antara pasangan yang belum resmi menjadi suami istri.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist yang di riwayatkan
oleh imam Ahmad dengan sanad hasan dari Jabir Bin Abdillah Al-Anshari yang
menuturkan bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda “Jika salah seorang
di antara kalian hendak melamar seorang wanita dan mampu melihat (tanpa
sepengetahuan wanita tersebut), bagian dan anggota tubuh wanita tersebut,
sehingga bisa mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah”. Juga hadits
yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa‟ad As-Saidi.
Dia menceritakan bahwa ada seorang wanita yang mendatangi Rasulullah SAW
dan mengatakan “Wahai Rasulullah aku datang untuk menghadiahkan diriku
padamu”.
Firman Allah SWT dalam surat Annisa ayat 3 :

‫اء‬
ِ ‫س‬َ ّ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ ال ِن‬
َ ‫ط‬َ ‫فَا ْن ِك ُحىا َما‬

Terjemah :”Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi”.6

6
Lina Fatinah, Ta'aruf, http://linafatinahberbagiilmu.blogspot.com/2014/05/makalah-
taaruf.html?m=1, 26 September 2021.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Melihat calon pengantin dalam Bahasa Arab yaitu Nadzar berasal dari kata
Nadzara-yandzuru-nadzran, yang berarti; melihat, memandang kepada. Jika
dipahamai dalam konteks pernikahan, nadzar adalah melihat calon pasangan
hidup secara langsung untuk mengetahui wajahnya, kesuburannya dan
tinggi rendah badannya. Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan sebagian ulama
mazhab Hanbali sepakat bahwa hukum melihat calon istri atau suami
mandub atau sunnah, Sedangkan mazhab Hanbali secara resmi menyatakan
hukumnya Mubah. Dalam melihat calon pengantin ada beberapa etika yang
harus diperhatikan seperti niat, ditemani oleh mahram dan tidak boleh saling
bersentuhan.
2. Secara bahasa mengenal dalam bahasa Arab ta'aruf bisa bermakna
„berkenalan‟ atau „saling mengenal‟. Dalam upaya ta‟aruf dengan calon
pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang
kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama
mengarungi kehidupan. Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan
untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Ketika melakukan
ta'aruf, seseorang baik pihak laki-laki atau perempuan berhak untuk
bertanya yang mendetail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan
baik, sifat dan lainnya.

B. SARAN

Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku


manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik maupun saran bagi kami yang bersifat membangun agar
kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang
selanjutnya dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah. Sahabat. Dar al-Hazm. 1973


Al-Muhyiddin Yahya Bin Syaraf Abi Zakariya an-Nawai. Raudlat at-Thalibin.
Beirut; DarulFikri. 2005
Sabiq, Sayyid. Fiqh al Sunnah. Kairo Mesir; Dar misr li al Thaba‟ah, t.th
Zuhaili, Wahbah. Al Fiqh Al Islam Wa Adillatuh, Al Syamil Lil Adillah Al
Syariyyah, Wa Al Ara’ Al Madzhabiyah. Damascus, Suriah; Dar al Fikr.
1985
Fatinah, Lina. Ta'aruf.
http://linafatinahberbagiilmu.blogspot.com/2014/05/makalah-taaruf.html?m=1 26
September 2021
Fillah, Salim A. Nadzar Tak Sekedar Taaruf.
https://agastya.wordpress.com/2013/09/27/nadzar-tak-sekedar-taaruf/. 26
September 2021.

16

Anda mungkin juga menyukai