Anda di halaman 1dari 10

ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210 ISSN 0853-7291

Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla serrata yang Diberi Berbagai Jenis Pakan

Djoko Suprapto1, Ita Widowati2, Ervia Yudiati2 dan Subandiyono2


1Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
2Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
JL. Prof. Soedarto, SH Tembalang Semarang Indonesia 50275
Email: djk_suprapto@yahoo.com

Abstrak
Meningkatnya permintaan kepiting untuk ekspor terutama disebabkan kelezatan dan kandungan gizi dagingnya.
Namun pada umumnya masih berasal dari hasil tangkapan dari alam, oleh karenanya peningkatan teknologi
budidaya sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin, jenis pakan dan
metode pembesaran terhadap pertumbuhan kepiting.Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental, dalam
menganalisis pengaruh variable menggunakan rancangan acak kelompok dengan pola faktorial 2x2x3. Laju
pertumbuhan mutlak dan pertambahan berat diukur setiap minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepiting jantan dipelihara secara individu dengan pakan ikan mempunyai pertumbuhan mutlak tertinggi yaitu
1,07 g.hari-1 dan pertambahan berat (weight gain) tertinggi pula yaitu 84,73%. Pemeliharaan massal, kepiting
betina dengan pakan ikan rucah memiliki laju pertumbuhan mutlak tertinggi yaitu 0,80 g.hari-1. Sedangkan
weight gain tertinggi diperoleh pada kepiting jantan yang diberi pakan ikan yaitu 52,03%. Anova tes
menunjukkan pengaruh jenis kelamin dan interaksinya berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
kepiting dengan pakan ikan rucah lebih tinggi dibandingkan kepiting dengan pakan kerang dan campuran dari
ikan dan kerang. Kepiting jantan yang dipelihara secara individu diberi pakan ikan rucah tumbuh lebih baik
dibandingkan kepiting betina. Pertumbuhan Kepiting betina yang dipelihara secara massal dan diberi pakan ikan
rucah memiliki peertumbuhan paling tinggi.

Kata kunci: pertumbuhan, jenis kelamin, pakan alami, Scylla serrata, wadah pemelliharaan

Abstract
Growth of Mangrove crab Scylla serrata The Given Different Types of Feed

The increase of the export demand of crabs (Scylla serrata), among others caused by the good taste and have a
very high nutrition value, but most of the crab still collected by fishing of natural stock. Therefore, technology of
crabs culture should be enhanced. This research was aiming to understand the influence of sexual, feeding
regime, environmental factors to the growth rate. This research was conducted experimentally using the
randomized block design with factorial pattern 2x2x3. The growth rate and weight gain were measured weekly.
The results show that male crab reared in individual aquarium fed by mixed fish revealed the quickest ultimate
growth rate i.e. 1.07 g.day-1, as well as achieving the highest weight gain i.e. 84.73%. While in mass rearing
method, female crab fed by mixed fish achieved the highest ultimate growth rate ie. 0.8 g.day-1, and the highest
weight gain achieved in male crab fed by mixed fish i.e. 52.03%. Anova test reveal that sexual factor and it’s
interaction was significantly different. The research conclude that the growth of the crab fed by mixed fish was
higher than those fed by bivalve meat or combination of mixed fish with bivalve meat; male crab reared
individually and fed with mixed fish revealed has higher growth rate then the female crab; and the growth rate of
female crab reared in a mass and fed by mixed fish revealed the highest growth rate.

Keywords: growth, sexual, natural feed, Scylla serrata, rearing media

Pendahuluan (Sagala et al., 2013). Agar produksi kepiting selalu


meningkat, perlu dikembangkan budidaya secara
Kebutuhan konsumen akan kepiting bakau tersistem dan berkelanjutan. Hal tersebut
(Scylla serrata) sebagian besar masih dipenuhi dari dimaksudkan agar manipulasi terhadap lingkungan
hasil penangkapan di alam yang sifatnya fluktuatif budidaya memberikan pertumbuhan yang optimal.

*) Corresponding author ijms.undip.ac.id Diterima/Received: 28-10-2014


© Ilmu Kelautan, UNDIP h
Disetujui/Accepted: 15-11-2014
ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

Permintaan kepiting, selain disebabkan rasa individu dan pemeliharaan secara massal. Faktor
dagingnya yang lezat, juga kandungan gizinya yang kedua adalah perlakuan perbedaan jenis kelamin,
tinggi, karena kepiting mengandung protein 47,31% dengan 2 taraf yaitu jantan dan betina. Faktor ketiga
dan lemak 11,20% (Karim, 2005). Berdasarkan adalah perlakuan pemberian pakan, dengan 3 taraf:
alasan diatas maka kepiting bakau merupakan yaitu pakan ikan rucah, kerang darah Anadara sp.,
komoditas yang memiliki potensi untuk dan campuran keduanya.
dikembangkan.
Wadah pemeliharaan secara individu
Data dari Kementerian Kelautan dan digunakan 18 akuarium dengan dimensi 60X50X50
Perikanan Republik Indonesia tentang ekspor cm, 9 untuk jantan dan 9 untuk betina. Dari 9
perikanan menunjukkan perkembangan sebagai akuarium tersebut 3 diberi ikan rucahyang sudah
berikut tahun 2013 sebesar 1.258.179 ton dicacah berukuran ±1 cm dan diberikan 2 kali,
sementara ekspor tahun 2014 sampai bulan pada pagi dan sore hari dengan perbandingan berat
November sebesar 1.268.983 ton. Adapun yang 2 bagian untuk pagi dan 3 bagian untuk sore
berupa kepiting dan rajungan di tahun 2013 sebanyak 10% dari berat biomasa hewan uji, 3
sebesar 8,59% sedangkan tahun 2014 sebanyak diberi kerang darah (Anadara sp.) dan 3 diberi
8,93% dari total ekspor perikanan. Dari data campuran ikan rucah dan kerang dengan
tersebut dapat dikatakan bahwa ekspor perbandingan 50% : 50%. Setiap unit pemeliharaan
kepiting/rajungan dari tahun 2013 ke 2014 naik tersebut berukuran 60X50X50cm= 0,15m 3. Wadah
sebesar 3,97%. menyerupai keramba terapung dimasukkan
kedalam bak beton dengan ukuran 2,8X1,8X1,7 m
Salah satu kultivan potensial diwilayah pesisir (9 m3), yang diisi air setinggi 10 cm dan diisi dengan
khususnya tambak adalah kepiting bakau (Scylla lumpur tambak hingga berketebalan ±5 cm, serta
serrata). Namun karena lemahnya penguasaan diberi aerasi dan sebuah batu bata sebagai tempat
teknologi pembenihan maka perjalanan persembunyian kepiting.
pengembangan budidaya masih relatif masih lambat
(Herlinah et al., 2010). Namun menurut Lavina Wadah pemeliharaan massal digunakan 3
(1980), kepiting merupakan spesies yang tahan buah bak beton dengan ukuran seperti di atas. Pada
terhadap berbagai perubahan kondisi ekologis dan setiap bak dibuat 6 petak yang masing-masing
ini merupakan modal yang penting dalam berukuran 0,9X0,6X0,4 m (volume 0,216 m3).
memajukan budidaya kepiting. Aspek penting dalam Petak-petak tersebut terbuat dari batu bata merah
pembesaran kepiting adalah mengantisipasi yang disusun pada dasar bak. Pada perlakuan
kanibalisme, menyediakan perlindungan, menentu- pakan, digunakan sebuah bak untuk satu jenis
kan metoda pemeliharaan yang tepat, memilih pakan. Pada tiap bak, 3 untuk betina dan yang 3
pakan yang tepat dalam jenis dan jumlah (Cholik untuk jantan. Padat penebarannya dirancang 4
dan Hanafi,1992). Berkaitan dengan hal tersebut ekor/petak. Pengukuran parameter kualitas air
maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju meliputi suhu, salinitas, DO dan pH dan diukur
pertumbuhan kepiting dan perolehan weight gain, setiap pagi dan sore pada saat pemberian pakan.
dengan menguji perbedaan metode pembesaran Selain itu dilakukan pula penggantian air sebanyak
secara individu dan massal, pengaruh jenis kelamin 50% setiap pagi hari. Untuk memudahkan dalam
serta pemberian pakan yang berbeda. Hal ini membedakan perlakuan dan hasilnya maka dibuat
diharapkan dapat meningkatkan produksi yang notasi sebagai berikut: Perlakuan wadah individu
menguntungkan tetapi lestari. untuk jenis kelamin jantan (IJ) perlakuan wadah
individu untuk betina (IB). Sedangkan untuk wadah
massal, laju pertumbuhan pada jenis kelamin betina
Materi dan Metode (MB) sedangkan yang untuk jantan (MJ).

Sebanyak 90 ekor kepiting bakau (Scylla Pertumbuhan mutlak kepiting dievaluasi


serrata) terdiri dari 45 ekor betina dan 45 ekor setiap minggu dengan rumus Ricker (1975).
jantan dengan berat 50–70 g diperoleh dari nelayan
daerah Kedung, Jepara. Kepiting diseleksi secara W -W
morfologis sebagai hewan uji setelah itu di Laju pertumbuhan Mutlak(LPM)= 2 t
aklimatisasi selama 10 hari terhadap pakan dan t2 - t t
lingkungan penelitian. dimana :
LPM = Laju Pertumbuhan Mutlak (g.hari-1)
Penelitian ini menggunakan rancangan acak W1 = berat awal kepiting (saat t1)
kelompok dengan pola faktorial 2x2x3. Faktor W2 = berat akhir kepiting (saat t2)
pertama adalah desain wadah pemeliharaan t1 = waktu awal penelitian
dengan 2 taraf, yaitu pemeliharaan kepiting secara t2 = waktu akhir penelitian

Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.) 203


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

Sedangkan pertambahan berat (weight gain) (r+f+u). Dimana g adalah growth (pertumbuhan), c
dihitung dengan rumus (Ricker, 1975) sebagai adalah konsumsi, sedangkan energi yang hilang
berikut: berupa: r adalah respirasi, f adalah feses, dan u
adalah urine, ini menunjukkan bahwa jumlah energi
yang masuk akan digunakan untuk proses fisik dan
W -W
Pertambahan berat= 2 t x100% fisiologi dan jika selisihnya besar berarti
t2 - t t pertumbuhannya juga besar.

Data dianalisa dengan Analisis Varian dua Penggunaan kedua jenis pakan ikan rucah
arah (two ways Anova/Faktorial) (2x2x3) jika dan kerang didasarkan bahwa ikan rucah dan
ditemukan adanya perbedaan dilanjutkan dengan kerang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi
uji Duncan’s multiple range test untuk mengetahui (Sikorski et al., 1990; Rusdi dan Ahmad, 1993).
perlakuan terbaik (Steel dan Torrie, 1998). Demikian juga digunakan daging kerang dan
hancuran daging siput dan tiram (Oshiro, 1970).
Salah satu pakan yang penting di Okinawa Jepang
adalah Batillaria sp., dan selain itu ikan kecil
Hasil dan Pembahasan (Oshiro, 1970).

Pertumbuhan pada pemeliharaan secara individu Hasil penelitian pada perlakuan wadah
pemeliharaan individu, kepiting jantan memberikan
Kepiting jantan dengan pakan ikan rucah laju pertumbuhan yang lebih baik dari pada kepiting
mempunyai laju pertumbuhan mutlak rata-rata yang betina. Hal ini diduga memberikan peluang yang
paling cepat, yaitu 1,07 g.hari-1 dan yang terendah lebih besar pada kepiting jantan untuk terus
terjadi pada kepiting betina dengan pakan ikan tumbuh, serta terhindar dari agresivitas sesama
rucah dengan laju pertumbuhan mutlak 0,44 g.hari - kepiting jantan. Djunaedi et al. (2000) menunjukkan
1. Pada hasil pengukuran pertambahan berat dari
bahwa kepiting jantan lebih sering berganti kulit
Gambar 1 dapat dikatakan bahwa kepiting jantan dibandingkan dengan betina. Selanjutnya dikatakan
dengan pakan ikan rucah juga memiliki bahwa dengan seringnya moulting, maka kepiting
pertambahan berat tertinggi yaitu 84,73%, jantan mempunyai peluang untuk tumbuh namun
kemudian terendah pada kepiting betina dengan sayangnya muncul kanibalisme juga lebih tinggi
pakan ikan rucah 22,64%. sehingga pada budidaya massal pertumbuhannya
lebih rendah.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat
Kuntiyo (2004), bahwa pertumbuhan kepiting Pertumbuhan pada pemeliharaan massal
membutuhkan protein lebih banyak dibandingkan
kebutuhan karbohidrat dan lemak.Menurut peneliti Pada pemeliharaan secara massal, kepiting
tersebut, kebutuhan protein bagi kepiting betina dengan pakan ikan rucah mempunyai laju
tergantung dari jenis, umur, fase reproduksi, dan pertumbuhan mutlak rata-rata yang paling cepat,
kondisi lingkungan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan yaitu 0,80 g.hari-1, kemudian yang terendah pada
oleh peneliti tersebut di atas bahwa pakan segar kepiting jantan dengan pakan kerang yaitu 0,52
(pakan ikan rucah) merupakan sumber protein, g.hari-1. Pada hasil pengukuran pertambahan berat
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Secara dari Gambar 2. menunjukkan bahwa kepiting jantan
fisiologis Suprapto (2011) mengatakan bahwa dengan pakan ikan rucah juga memiliki
hewan perairan betina lebih banyak membutuhkan pertambahan berat tertinggi 52,03%, dan terendah
energi baik persiapan untuk proses gametogenesis, pada kepiting jantan dengan pakan kerang memiliki
pergerakan jantung, respirasi, dan sebagainya. pertambahan berat yang relatif rendah, yaitu
Sehingga energi yang dibutuhkan semakin banyak, 28,56%.
terlebih lagi jika dalam wadah single room yang
membatasi aktivitas gerak, kepiting betina mendiam Uji Anova menunjukkan bahwa antar
diri (pasif) untuk itu energi dapat diminimalisir, perlakuan, jenis kelamin dan interaksinya terdapat
dengan demikian energi untuk moulting dan perbedaan nyata (P<0,05). Berdasarkan uji lanjutan
pertumbuhan dapat dimaksimalkan (Sagala et al., pembandingan antar perlakuan ditemukan
2013). Sebagaimana dikatakan Effendie (2002) perbedaan nyata antar perlakuan.
bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor dalam
dan luar, faktor dalam diantaranya keturunan, jenis Berdasarkan uji pembandingan perlakuan
kelamin, umur, dan moulting sedangkan faktor luar wadah, hasil pengujian perlakuan antar wadah
yaitu kondisi lingkungan dan pakan. Sebagaimana menunjukkan bahwa selisih nilai tengah (IJ) - (MJ),
dijelaskan oleh Suprapto (2011), bahwa organisme (IJ) – (IB), (MB) – (MJ), (MJ) – (IB) menunjukkan
perairan mengikuti rumus sebagai berikut g= c– perbedaan nyata. Dari hasil pengujian tersebut

204 Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.)


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pengujian selisih nilai tengah antara jenis pakan
dalam laju pertumbuhan. Sehingga laju ikan rucah (I) – kerang (K) dan ikan rucah + kerang
pertumbuhan pada IJ dan MB lebih baik daripada (IK) lebih besar, sehingga dapat dikatakan bahwa
MJ dan IB. Namun antara IJ dan MB serta antara MJ perlakuan pakan memberikan perbedaan nyata
dan IB sendiri perbedaannya tidak nyata. Perlakuan terhadap laju pertumbuhan. Pada perlakuan pakan
wadah individu pada jenis kelamin jantan (IJ) ikan rucah menghasilkan laju pertumbuhan yang
menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik lebih tinggi daripada pakan kerang dan campuran
daripada betina (IB). Sedangkan untuk wadah ikan rucah + kerang.
massal, laju pertumbuhan pada jenis kelamin betina
(MB) lebih baik daripada jantan (MJ).
Secara lebih rinci dapat dikatakan bahwa
Uji perbandingan perlakuan pada kepiting hasil uji dari selisih nilai tengah IJ dengan JK, JIK, BI,
jantan dibandingkan betina memberikan perbedaan BK dan BIK, lebih besar, sehingga dapat dikatakan
nyata. Sehingga dapat dikatakan bahwa laju berbeda nyata. Berdasarkan uji tersebut maka
pertumbuhan pada individu jantan lebih baik individu jantan yang diberi pakan ikan rucah
dibandingkan dengan individu betina. Pada uji mempunyai laju pertumbuhan lebih baik
perbandingan perlakuan pakan, berdasarkan uji dibandingkan dengan individu jantan dengan pakan
wilayah ganda Duncan, menunjukkan bahwa, hasil kerang, ikan rucah + kerang, betina dengan pakan

A
B
Ket. = : 0 minggu : 5 minggu

C
D
Ket. = : betina : jantan

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Mutlak Rata-Rata (g.hari-1) dan Weight Gain (%) Kepiting Scylla serrata Jantan dan Betina
Pada Pemeliharaan Secara Individu dengan Perlakuan Pakan Berbeda.
A. Berat Kepiting Betina Minggu ke-0 dan Minggu ke-5 Pada Pemeliharaan Individu
B. Berat Kepiting Jantan Minggu ke-0 dan Minggu ke-5 Pada Pemeliharaan Individu
C. Laju Pertumbuhan Mutlak Pada Pemeliharaan Secara Individu dengan Perlakuan Pakan Berbeda
D. Weight Gain Pada Pemeliharaan Secara Individu

Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.) 205


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

A B
Ket. = : 0 minggu : 5 minggu

D
C

Ket. = : betina : jantan

Gambar 2. Laju Pertumbuhan Mutlak Rata-Rata (g.hari-1) dan Weight Gain (%) Kepiting Scylla serrata Jantan dan Betina
Pada Pemeliharaan Secara Massal dengan Perlakuan Pakan Berbeda.
A. Berat Kepiting Betina Minggu ke-0 dan Minggu ke-5 Pada Pemeliharaan Massal
B. Berat Kepiting Jantan Minggu ke-0 dan Minggu ke-5 Pada Pemeliharaan Massal
C. Laju Pertumbuhan Mutlak Pada Pemeliharaan Secara Massal dengan Perlakuan Pakan Berbeda
D. Weight Gain Pada Pemeliharaan Secara Massal

ikan rucah, betina dengan pakan kerang dan betina mendukung perkembangan telur pada kepiting
dengan pakan ikan rucah + kerang. bakau betina. Pakan ikan rucah mempunyai
kelengkapan dan nilai gizi yang tinggi, sehingga
Berdasarkan selisih nilai tengah BK dengan mampu mencukupi kebutuhan nutrisi dalam tubuh
JK, JIK dan BIK, lebih besar, berarti perlakuan pakan kepiting bakau betina untuk proses pertumbuhan,
kerang pada individu betina menghasilkan laju sehingga pertumbuhan kepiting bakau betina lebih
pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan baik dibandingkan kepiting bakau jantan. Karena
individu-individu jantan dengan pakan kerang, jumlah makan yang diberikan 10% dari biomassa
jantan dengan pakan ikan rucah + kerang dan makan pada waktu kepiting dipelihara secara
betina dengan pakan ikan rucah + kerang. massal, jumlah pakan yang diberikan relatif lebih
banyak yang bisa dibagi di antara kepiting yang
Menurut Sagala et al. (2013) pertumbuhan dipelihara termasuk dengan jantan. Menurut Kanna
mutlak kepiting bakau betina lebih tinggi (2006), kepiting bakau memiliki ukuran lebar
dibandingkan kepiting bakau jantan diduga karena karapas lebih besar daripada ukuran panjang
pemberian pakan berupa ikan rucah sangat tubuhnya. Kepiting bakau jantan memiliki sepasang

206 Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.)


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

capit yang dapat mencapai panjang hampir dua kali juga dapat mempercepat kematangan gonad
lipat daripada panjang karapasnya, sedangkan kepiting betina (Deshimaru dan Shigueno, 1972;
kepiting betina relatif pendek. Sehingga, kepiting Rusdi dan Ahmad, 1993). Hal ini disebabkan karena
bakau jantan bila dipelihara secara massal akan daging kerang banyak mengandung asam lemak
cenderung menghabiskan energi untuk mengejar tidak jenuh, terutama 16:3 ω3 sebesar 11,31%,
kepiting lain (kompetitor) untuk dimakannya. 18:2 ω6 adalah 8,38% dan 20:3 ω3 adalah 7,69%,
Sehingga diasumsikan karena pakan yang diperoleh yang mampu mempercepat pematangan gonad dan
lebih banyak digunakan untuk menyerang kepiting pemijahan kepiting bakau (Rusdi dan Ahmad,
lain pada saat dipelihara secara massal. Berbeda 1993). Selanjutnya Deshimaru dan Shigueno (1972)
dengan pada waktu dipelihara secara individu, menyatakan bahwa pakan daging kerang dimana
kepiting jantan lebih cepat tumbuh. mengandung asam lemak ω3 sebesar 23,27% dan
ω6 sebesar 5,87% dan menduga bahwa kedua jenis
Pada perlakuan pemeliharaan secara asam lemak tersebut sangat penting bagi
massal,kepiting betina menunjukkan laju perkembangan gonad kepiting. Ada kecenderungan
pertumbuhan yang lebih baik daripada kepiting bahwa tidak terdapatnya salah satu dari dua jenis
jantan. Misalnya dalam keadaan moulting atau asam lemak tersebut, dan keberadaan asam lemak
kompetisi mendapatkan pakan. Hal ini sejalan tersebut dalam kadar yang tidak berimbang akan
dengan pandapat Djunaedi et al. (2000) yang mengurangi kemampuan dalam mempercepat
menyatakan bahwa faktor agresivitas dan sifat kematangan gonad.
kanibalisme yang lebih dominan kepiting jantan
yang mengakibatkan tingkat kelulushidupan jantan Penelitian ini menunjukkan bahwa kepiting
lebih rendah daripada betina. Dari uraian tersebut di yang diberi pakan ikan rucah+kerang mempunyai
atas, maka sesuai dengan sifatnya diduga kepiting laju pertumbuhan yang paling rendah. Hal ini diduga
jantan mempunyai peluang yang lebih rendah untuk bahwa kepiting memiliki preferensi pada suatu jenis
terus tumbuh dengan baik pada wadah massal. Hal pakan yang diberikan, dalam hal ini adalah ikan
yang berlawanan diduga ditemukan pada jenis rucah. Sehingga diasumsikan bahwa pada pember-
kelamin betinadimana kurang agresif, sehingga ian pakan campuran ikan rucah+kerang, hanya
pemeliharaan secara massal tidak memberikan pakan ikan rucah saja yang dikonsumsi. Selanjutnya
pengaruh terhadap peluang pertumbuhannya. dapat dikatakan bahwa jumlah pakan yang dimakan
hanya 50% dari total pakan yang diberikan. Karena
Hasil pengujian dengan uji Duncan pada komposisi pakan ikan rucah+kerang adalah 50% :
perlakuan pakan menunjukkan bahwa kepiting uji 50%. Hal ini diketahui pada saat pengamatan pada
yang diberi pakan ikan menghasilkan laju wadah percobaan, dimana masih ditemukan sisa-
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan sisa pakan kerang yang cukup banyak.
kepiting uji yang diberi pakan kerang dan ikan
rucah+kerang. Pengaruh jenis kelamin pada pertumbuhan,
para peneliti mempunyai pendapat yang beragam.
Seperti pada jenis ikan pada umumnya, ikan Newell (1979) dan Hartnoll (1982) menyatakan
rucah mempunyai nilai nutrisi pada protein ikan bahwa pada banyak spesies, jenis kelamin tidak
yang sangat tinggi karena adanya kandungan asam- tampak mempengaruhi pertumbuhan karena
asam amino yang favorable (Sikorski et al., 1990). moulting. Namun pada umumnya sepakat bahwa
Kandungan asam amino histidin khususnya, sangat pertumbuhan betina lebih rendah dari jantan, hal ini
tinggi pada ikan mackerel (kembung) yaitu 4,37– disebabkan kerena reproduksi membutuhkan energi
4,60/100 g. Berdasarkan kandungan lemak dan yang besar pada jenis kelamin betina (Raffaelli dan
kandungan proteinnya ikan rucah digolongkan pada Hawkins, 1996).
tipe ikan medium oil-high protein, dimana
kandungan lemaknya adalah 5–15% dan protein Dalam kegiatan budidaya yang sesungguhnya
15–0% dari berat basahnya (Sikorski et al., 1990). penggunaan pellet sudah bisa disarankan karena
kepiting sudah memakannya, namun aplikasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan ekonomisnya perlu dikaji karena biaya pakan bisa
kerang menghasilkan laju pertumbuhan kedua mencapai 40%-50% (Trino et al., 2001).
terbaik setelah ikan rucah. Hal ini disebabkan
bahwa daging kerang kaya akan asam lemak dan Kualitas air
sterol serta asam-asam amino esensial, terutama
methionine dan arginine (Deshimaru et al., 1985). Hasil pengukuran parameter kualitas air pada
Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia pakan, bak pemeliharaan secara individu adalah sebagai
daging kerang mengandung kadar air 1,60%; lemak berikut: temperatur berkisar antara 27–29OC;
4,74%; protein 45,88%; dan kadar abu 10,56% salinitas berkisar antara 25–26 ppt.; pH. berkisar
(Rusdi dan Ahmad, 1993). Selain itu daging kerang antara 7,5–8,0; dan DO. berkisar antara 5,7–6,0

Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.) 207


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

mg.L-1. Sedangkan pada bak pemeliharaan massal, dengan pakan ikan rucah menunjukkan laju
hasil pengukuran variabel kualitas air adalah pertumbuhan paling tinggi dibandingkan dengan
sebagai berikut: temperatur berkisar antara 27– kepiting diberi pakan kerang dan campuran dari
28OC; salinitas berkisar antara 25–26 ppt.; pH ikan rucah dan kerang. Kepiting jantan yang
berkisar antara 7,5–8,0; dan DO berkisar antara dipelihara secara individu dengan pakan ikan rucah
5,7–6,1 mg.L-1. tumbuh lebih baik dibandingkan kepiting betina.
Sedangkan kepiting betina yang dipelihara secara
Hasil penelitian tentang kondisi fisika kimia massal dan diberi pakan ikan rucah juga
air dalam wadah percobaan pemeliharaan secara mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi.
individu dan secara massal sesuai dengan
penelitian Trino et al. (2001) yang menyatakan
bahwa kondisi kualitas air penelitiannya sebagai Ucapan Terima Kasih
berikut, temperatur: 27,8–29,6OC, salinitas 25,2–
30,2 ppt., DO 3,7-8,9 mg.L-1, pH 7,8-8,9 serta Penulis menyampaikan terimakasih dan
secara umum untuk organisme perairan kondisi air penghargaan yang tinggi kepada Direktur Penelitian
demikian juga masih dikatakan baik (Boyd, 1990). dan Pengabdian pada Masyarakat DITJEN DIKTI
Menurut Christensen et al. (2004), pertumbuhan Jakarta atas kepercayaan melakukan penelitian
kepiting bakau yang maksimal sebaiknya dengan dana hibah bersaing. Terima kasih juga
dibudidayakan pada media dengan pH antara 7,5 diucapkan kepada Kepala LPWP Undip di Jepara
dan 8,5. Salinitas demikian diperlukan untuk dan seluruh karyawan yang telah banyak membantu
menunjang proses pergantian kulit karena kepiting terselesaikannya penelitian ini. Demikian juga saya
sangat sering berganti kulit, sebagaimana dikatakan ucapkan kepada Angelia, Dony, dan Ruth atas
Sulaeman (2005) bahwa semenjak krablet hingga bantuan untuk mengetik dan mengedit paper ini.
berumur satu tahun sudah berganti kulit sebanyak
17 kali.
Daftar Pustaka
Menurut Rustam (1989) suhu yang baik agar
kepiting bisa tumbuh dengan baik 24–32OC. Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for
Sementara itu kandungan oksigen sebaiknya lebih Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing
besar dari 3 ppm dan di atas tekanan parsial Co. 654 p.
oksigen kritis (Suprapto, 2011). Sebagaimana
disebutkan diatas baik suhu maupun kandungan Cholik, F. & Hanafi, A. 1992. A Review of the Status
oksigen sudah sesuai dengan persyaratan media of Mangrove Crab (Scylla sp.) Fishery and
budidaya yang baik sebagaimana disampaikan Culture in Indonesia. In: C.A. Angell, (Editor),
beberapa peneliti tersebut diatas. Berbagai variabel Report of the Seminar on the Mangrove Culture
ini dipilih sebagai faktor monitoring, karena and Trade Held at Surat Thani, Thailand.
dianggap memiliki pengaruh penting bagi November 5 Agustus 1991. Bay of Bengal
pertumbuhan dan sintasan dari tahap juvenil pada Programme for Fisheries Development, Madras,
kepiting bakau. Variasi suhu akan sangat India. Brackish Water Culture, Madras, India,
mempengaruhi energi yang dibutuhkan oleh BOBP, p. 13-27.
organisme (Thompson dan Newell, 1985). Kondisi
oksigen demikian akan menjamin terjadinya proses Christensen, S.M., D.J. Macintosh & N.T. Phuong.
respirasi berjalan dengan baik dan dapat 2004. Pond Production Of The Mud Crab Scylla
menghindari tekanan parsial oksigen kritis yang paramamosain (Estampador) and S. Olivacea
akan membahayakan kehidupan organisme (Herbst) In The Mekong Delta, Vietnam Using
perairan (Suprapto, 2011). Lebih jauh dikatakan Two different supplementary diets. Aqua. Res.
kadungan oksigen terlarut harus dipertahankan di 35:1013-1024. doi:10.1111/j.1365-2109.20
atas konsentrasi titik kritis, karena akan 04.01089.x
berpengaruh terhadasp organisme dalam bentuk
hiperoksi dan hipoksi. Deshimaru, O. & K. Shigueno. 1972. Introduction to
The Artificial Diet for Prawn Penaeus japonicus.
Aquaculture 1:115-133. doi:10.1016/0044-8
Kesimpulan 486(72)90013-0.

Wadah pemeliharaan, jenis kelamin, dan Deshimaru, O., K. Kuroki, M.A. Mazid & S. Kitamura.
pakan serta interaksinya berpengaruh terhadap 1985. Nutritional Quality of Compounded Diets
pertumbuhan kepiting bakau. Pertumbuhan kepiting for Prawn Penaeus monodon. Bull. Jpn. Soc.

208 Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.)


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

Sci. Fish. 51(6):1037-1044. doi:http://doi.org/ Ricker, W.E. 1975. Computation and Interpretation
10.2331/suisan.51.1037 of Biological Statistic of Fish Populations.
Department of The Environment Fisheries and
Djunaedi, A., Subandiyono, Sarjito & W.S. Gunawan. Marine Service, Ottawa. Bull. Fish. Res. Board
2000. Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla Can. 191: 382 p.
serrata) pada Budidaya dengan Kepadatan dan
Jenis Kelamin yang Berbeda. Ilmu Kelautan. Rusdi, I. & T. Ahmad. 1993. Pematangan Gonad
17(5):62–65. Kepiting Bakau Scylla serrata dengan Berbagai
Kombinasi Pakan. Simposium Perikanan
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Indonesia I, tanggal 25–27 Agustus 1993 di
Sari. Yogyakarta. 112 hal. Jakarta.

Hartnoll, R.G. 1982. Growth. In. The Biology of Rustam, A. 1989. Percobaan pematangan gonad
Crustacea vol. 2: Embryology, Morphology and dan pemijahan kepiting bakau (Scylla serata)
Genetics. Abele L. G. (Ed). Academic Press. New pada berbagai jenis dan ketebalan substrat.
York. 111–196 p. Seminar Teknologi Perikanan Pantai, Denpasar
6–7 Agustus 1989. Hal 182-185.
Herlinah, S. & A. Tenriulo. 2010. Pembesaran
Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Tambak Sagala, L.S.S., M. Idris & M.N. Ibrahim. 2013.
dengan Pakan yang Berbeda. Pros. Forum Perbandingan Pertumbuhan Kepiting Bakau
Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Riset (Scylla serrata) Jantan dan betina Pada Metode
Budidaya Air Payau, pp.169-174. Kurungan Dasar. J. Mina Laut Indonesia.
3(12):46-54.
Kanna, I. 2006. Budidaya Kepiting Bakau,
Pembenihan, dan Pembesaran. Kanisius.
Sikorski, Z.E., A. Kolakowska & B.S. Pan. 1990. The
Yogyakarta.
Nutritive Composition of Major Groups of
Marine Food Organisms. In Seafood:
Karim, M. Y. 2005. Kinerja pertumbuhan Kepiting
Resources, Nutritional Composition, and
Bakau Betina (Scylla serrata Forskal) pada
Preservation. Z.E. Sikorski (Ed). CRC Press, Inc.
Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada
Florida. 29–54 p.
Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan
Berbeda. Disertasi. Institut Pertanian Bogor,
Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1998. Prinsip dan
Bogor. 50 hal.
Prosedur Statistika. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta. 748 hal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia. 2014. Laporan Kinerja Kementerian
Kelautan dan Perikanan Tahun 2014. Sulaeman. 2005. Status Perikanan Kepiting Bakau
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Genus: Scylla. Makalah disajikan pada
Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Kuntiyo. 2004. Pedoman Budidaya Kepiting Bakau di NTT Melalui Kegiatan Budidaya Perairan,
(Scylla serrata). Balai Budidaya Air Payau pada tanggal 20-21 Oktober 2005 di Kupang,
Jepara. 29 hal. Nusa Tenggara Barat, Indonesia. (unpublish).

Lavina, A.F. 1980. Notes on the Biology and Suprapto, D. 2011. Ekofisiologi Bivalvia: Ekologi dan
Aquaculture of Scylla serrata (Forskal). APDM II. Konsumsi Oksigen. Badan Penerbit Universitas
SEAFDEC. Aquaculture Dept. Iloilo. Phil., 39 pp. Diponegoro. Semarang.

Newell, R.C. 1979. Biology of Intertidal Animals. Thompson, R.J. & Newell, R.I.E. 1985. Physiological
Marine Ecological Surveys Ltd. Faversham, Responses to Temperature in Two Latitudinally
Kent. 781p. Seperated Populations of The Mussels, Mytilus
edulis. In: Proc. 19th. European Marine Biology
Oshiro, N. 1970. Construction of Experimental Symposium. Plymouth, Devon, U.K. 16-21
Culture Farm of Scylla spp. Okinawa general September 1984. Ed. Gibbs P.E. :481-496.
Bureau. 34–39 p.
Trino, A.T., Millamena, O.M., & Keenan, C.P. 2001.
Raffaelli, D. & S. Hawkins. 1996. Intertidal Ecology. Pond Culture of Mud Crab Scylla serrata
Chapman and Hall, London. (Forskal) Fed Formulated Diet With or Without

Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.) 209


ILMU KELAUTAN Desember 2014 Vol 19(4):202-210

Vitamin and Mineral Supplements. Proc. Int. Fisheries Society, Manila, Philippines. Asian
Forum on the Culture of Portunid Crabs. Asian Fisheries Science, 14: 191-200.

210 Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Serrata (D. Suprapto et al.)

Anda mungkin juga menyukai