Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang pada periode bayi (neonatus) merupakan keadaan darurat medis, karena
kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan
hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari, disamping itu kejang
dapat merupakan tanda atau gejala dari satu masalah atau lebih. Kejang halus/subtle
seizure adalah jenis yang paling umum kejang yang terjadi dalam periode neonatal.
Jenis lain termasuk serangan klonic, tonik dan myoklonic. Serangan myoklonic
membawa prognosis terburuk dari segi jangka panjang hasil perkembangan saraf.
Ensefalopati iskemik Hipoksik adalah penyebab paling umum neonatal kejang.
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatric
dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab
yang paling sering untuk rujukan pada praktek neurologi anak. Adanya gangguan
kejang tidak merupakan diagnosis, tetapi gejala suatu gangguan sistem saraf sentral
(SSS) yang memerlukan pengamatan menyeluruh dan rencana manajemen. Penyakit
ini juga menjadi salah satu masalah sistem saraf pusat yang banyak terdapat pada
neonatus. Kejadiannya meliputi 0,5% dari semua neonatus baik cukup bulan maupun
kurang bulan.
Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik,
toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu ini
daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang neonatus tidak sama dengan
kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak
terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit
juga mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus. Discharge kejang karenanya
tidak dapat dengan mudah dijalarkan ke seluruh otak neonatus untuk menimbulkan
kejang menyeluruh. Ada setidaknya empat tipe kejang yang dapat dikenali pada bayi
baru lahir.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi Asuhan Keperawatan neonatus dengan kejang?
2. Jelaskan etiologi Asuhan Keperawatan neonatus dengan kejang?
3. Jelaskan patofisiologi Asuhan Keperawatan neonatus dengan kejang?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan neonatus dengan kejang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28
hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak). Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu
aritma serebral.
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan
Obstetric Neonatal Emergensi Dasar).
Kejang pada neonatus adalah perubahan paroksismal fungsi neurologis (tingkah laku
dan atau fungsi motorik) akibat aktifitas yang terus menerus dari neuron diotak dan
terjadi dalam 28 hari pertama kehidupan pada bayi cukup bulan atau sampai usia
konsepsi 44 minggu pada bayi kurang bulan.
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi neurologik
(misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem syaraf yang terjadi
pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. (Kosim, Soleh:2008)
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara
cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak,
yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di
dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai.
Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi pada bayi baru lahir
sampai dengan usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang
merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik
atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali karena berbeda
dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan
organisasi korteks pada bayi baru lahir. Kejang umum tonik – klonik jarang pada bayi
baru lahir. Pada prinsipnya, setiap gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung
berulang-ulang dan periodik,harus dipikirkan manifestasi kejang. Kejang yang berulang
menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.
Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat,
lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting
akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan
gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui harus
segera di obati. Hal yang paling penting dari kejang pada bayi baru lahir adalah
mengenal kejangnya, mendiagnosis penyakit penyebabnya dan memberikan pertolongan
terarah, bukan hanya mencoba menanggulangi kejang tersebut dengan obat anti
konvulsan.

B. Klasifikasi Kejang
1. Kejang tonik
a) Umum
Terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan (< 2500gram). Fleksi atau
ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan berkaitan
dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah. Pada 85% kasus kejang
tonik tidak berkaitan dengan perubahan otonomis apapun seperti meningkatnya
detak jantung atau tekanan darah, atau kulit memerah.
b) Fokal
Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau
deviasi tonik kepala atau mata kepala atau mata. Sebagian besar kejang tonik
terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan
intraventrikular.
2. Kejang klonik
a) Fokal
Terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral
dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan
atau tanpa gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali
perdetik. 
b) Multifokal
Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu focus ataumigrasi
terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian secara acak pindah
keekstremitas lainnya. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik salah satu atau
lebihanggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya
kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan.
Kadang-kadang karenakejang yang satu dengan kejang yang lain sering
bersinambungan, seolah-olah member kesan sebagai kejang umum. Bentuk
kejang ini biasanya terdapat pada gangguanmetabolik. Kejang ini lebih sering
dijumpai pada BCB dengan berat lebih 2500 gram.
3. Kejang mioklonik
a. Umum
Terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batangtubuh dengan
ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan patologiSSP
yang difus
b. Fokal
Biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas
c. Multifokal
Terlihat sebagai gerakan kejutan yg tidak sinkron pd beberapa bagian tubuh.

C. Etiologi
1. Metabolik
a. Hipoglikemia
Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan
kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Hipoglikemia
dapat dengan/tanpa gejala. Gejala dapat berupa serangan apnea, kejang sianosis,
minum lemah, biasanya terdapat pada bayi berat badan lahir rendah, bayi kembar
yang kecil, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, asfiksia.
b. Hipokalsemia
Yaitu, keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari 8 mg/100 ml atau
kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 4 MEq/L. Gejala, tangis dengan nada
tinggi, tonus berkurang, kejang dan diantara dua serangan bayi dalam keadaan
baik.
c. Hipomagnesemia
Yaitu kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEg/l. biasanya terdapat
bersama-sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia dan lain-lain. Gejala kejang
yang tidak dapat di atasi atau hipokalsemia yang tidak dapat sembuh dengan
pengobatan yang adekuat.
d. Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari 130 mEg/l. gejalanya
adalah kejang, tremor. Hipertremia, kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEg/l.
Kejang yang biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau adanya petekis
dalam otak.
e. Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksin
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah kejang yang hebat
dan tidak hilang dengan pemberian obat anti kejang, kalsium, glukosa, dan lain-
lain. Pengobatan dengan memberikan 50 mg pirodiksin
f. Asfiksia
Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir etiologi karena adanya gangguan pertukaran gas dan transfer O2 dari ibu ke
janin.
2. Perdarahan intrakranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi
vitamin K, trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi sub dural, sub aroknoid,
intraventrikulus dan intraserebral. Biasanya disertai hipoglikemia, hipokalsemia.
Diagnosis yang tepat sukar ditetapkan, fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin
dapat membantu diagnosis. Terapi : pemberian obat anti kejang dan perbaikan
gangguan metabolism bila ada.
3. Infeksi
Infeksi terjadi sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang BBL, bakteri,
nonbakteri maupun kongenital dapat menyebabkan kejang BBL, biasanya terjadi
setelah minggu pertama kehidupan.Infeksi digolongkan menjadi
1. Infeksi akut
Infeksi bakteri atau virus pada SSP dengan atau tanpa keadaan sepsis dapat
mengakibatkan kejang, biasanya sering berhubungan dengan meningitis. Kuman
gramnegative sering mengakibatkan infeksi intrakranial dan sistemik pada BBL.
Bakteri yang sering ditemukan adalah group B streptococcus, Eschericia coli, Listeria
sp, Staphylococcus dan Pseudomonas species.
2. Infeksi kronik 
Infeksi intrauterin yang berlangsung lama : toxoplasmosis, rubella, cytomegalo virus,
herpes (TORCH), treponema pallidum.
4. Genetik/kelainan bawaan
5. Penyebab lain
a. Polisikemia
Biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah, infufisiensi placenta,
transfuse dari bayi kembar yang satunya ke bayi kembar yang lain dengan kadar
hemoktrokit di atas 65%
b. Kejang idiopatik
Kejang pada BBL yang tidak diketahui penyebabnya, secara relatif sering
menunjukkan hasil yang baik. Tetapi pada kejang beulang yang lama, resisten
terhadap pengobatan atau kejang terulang sesudah pengobatan dihentikan
menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan di otak.
Pada golongan idiopatik terdapat 2 hal yang perlu mendapat perhatian yaitu,
kejang BBL familial jinak dan kejang hari kelima
1. Kejang BBL familial jinak (Benign familial Neonatal seizures)
Kejang ini diturunkan secara autosomal dominan, pertama diketahui tahun
1964.Penanda genetik menunjukkan adanya mutasi pada kromosom 29q13.3 dan
8q.24. Kejang terjadi antara hari kedua dan hari kelima belas sesudah lahir, dan
kebanyakan(80%) dimulai pada hari kedua dan ketiga setelah lahir. Jenis kejang
biasanya klonik, sering berulang sampai beberapa puluh kali per hari tetapi
berhenti secara spontan setelah beberapa lama, biasanya serangan kejang berhenti
pada usia 6 bulan. Pada keadaan antara kejang bayi tampak normal. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga adayang pernah mengalami kejang.
Kelainan elektrografis yang spesifik berupa gelombang datar diikuti gelombang
bilateral spike dan slow Kejang dapat dihentikan dengan obat-obatan biasa dan
prognosis untuk perkembangan anak baik.
2. Kejang hari kelima (The Fifth day fits)
Kejang ini adalah kejang berulang antara hari ketiga dan ketujuh kehidupan,
paling sering terjadi pada hari ke 4 dan 5 (80-90%) berlangsung hingga 2 minggu
pada BCB dengan riwayat kelahiran normal dan tidak terdapat kelainan
neurologis pada beberapahari pertama kehidupan. Serangan kejang yang terjadi
dapat berbentuk klonik fokal ataumultifokal dan serangan apneu. Penyebabnya
masih merupakan misteri, meskipun kadar zinc pada cairan serebrospinal yang
rendah ditemukan pada beberapa kasus.

D. Patofisiologi
Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan
muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang
mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat
masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui membrane
sel. Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan energi yang berasal dari
ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya
Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan
elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi daripada di luar sel,
sedangkan konsentrasi Na+ di dalam sel lebih rendah daripada di luar sel. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa:
1. Tremor
Hiperaktif
2. kejang-kejang
3. tiba-tiba menangis melengking
4. Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan kesadaran
5. gerakan yang tidak menentu (involuntary movements) nistagmus atau mata mengedip-
edip proksismal
6. gerakan seperti mengunyah dan menelan
Oleh karena itu Manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, sering kali
kejang pada bayi baru lahir tidak di kenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam
prinsip, setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berangsur berulang-
ulang dan periodik, harus dipikirkan kemungkinan Manifestasi kejang.

F. Penatalaksanaan (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal)


1. Prinsip dasar tindakan mengatasi kejang pada bayi baru lahir sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang-kejang (Misal : diazepam,
fenobarbital, fenotin/dilantin)
b. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan resusitasi
c. Mencari faktor penyebab kejang
d. Mengobati penyebab kejang (mengobati hipoglikemia, hipokalsemia dan lain-lain)
2. Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
a. Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai kejang hilang atau
berhenti. Dapat diulangi pada kejang beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk
digunakan pada dosis pemeliharaan
b. Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi
dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7
mg/kg BB IV pada hari pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg
BB atau oral dalam 2 dosis.
3. Penanganan kejang pada bayi baru lahir (Buku Acuan Nasional Maternal dan
Neonatal, 2002)
a. Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa bayi tidak kedinginan.
Suhu dipertahankan 36,5C - 37C
b. Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lendir di seputar mulut,
hidung sampai nasofaring
c. Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu
balon dan sungkup, diberikan oksigen dengan kecepatan 2 liter/menit
d. Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer di tangan, kaki,
atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes miletus
dilakukan pemasangan infus melalui vena umbilikostis
e. Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang diazepam 0,5 mg/kg supositoria
IM setiap 2 menit sampai kejang teratasi, kemudian di tambah luminal
(fenobarbital 30 mg IM/IV)
f. Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada
g. Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan dextrose 10% dengan kecepatan 60 ml/kg
BB/hari
h. Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor penyebab
kejang
1) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit DM
2) Apakah kemungkinan bayi prematur
3) Apakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
4) Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap/menggunakan narkotika
i. Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari
faktor penyebab kejang, misalnya :
1) Darah tepi
2) Elektrolit darah
3) Gula darah
4) Kimia darah (kalsium, magnesium)
j. Bila kecurigaan kearah pepsis dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal
k. Obat diberikan sesuai dengan hasil penelitian ulang
l. Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan lagi sampai 2 kali.

G. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama
kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur
darah, dan titer TORCH
2. EKG dan EEC
3. Pencitraaan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi :
 USG kepala
 Skintigrafi kepala (CT-scan Cranium)
 MRI
4. Pemeriksaaan Lain
 Foto Radiologi kepala
 Uji tapis obat-obatan
H. Pathway
Gangguan metabolik: Perdarahan Intrakranial Infeksi
Hipokalsemia.hipoglikemi
a
Sub arachnoid Sub dural Bakteri
Metabolisme otak terganggu
Periventrikuler
Suplai oksigen tubuh Molase kepala
Robekan Bayi
vena yang berlebihan
kurang
supervisialis bulan
Spasme otot pernafasan
Darah terkumpul di
fosa superior
Trauma
Bersihan Jalan Nafas /asfiksia
Menekan batang otak
tidak efektif
Perdarahan

Muatan listrik

Kejang Resiko cedera

Kejang Tonik Kejang Klonik Kejang mioklonik

Umum Multifokal Umum Fokal

Fokal Fokal Multifokal


Otot fluxort
Bayi kurang Gerakan dari 1 ekstremitas
bulan ekstremitas ke
ekstremitas
Penyakit lain Gerakan
SSP kejutan
Fleksi/ekste Gerakan bergatar Fleksi
setengah yang tidak
nsi massif pada
ekstremitas seimbang
ekstremitas kepala dan
Perdarahan batang tubuh
intra
ventrikuler
Resiko tinggi
injuri Ansietas

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI NEONATUS DENGAN KEJANG

A. PENGKAJIAN
3.1. Data Subyektif
3.1.1. Biodata/Identifitas
Biodata bayi mencakup nama, tempat/tanggal lahir , umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
3.1.2. Keluhan Utama
Pada bayi kejang, keluhan yang ibu utarakan antara lain bayinya tubuhnya
gemetar, gerakan tubuhnya lebih aktif dari biasanya, tidak terkendali, kejang-
kejang, tiba-tiba menangis melengking, bayi lemas/ tidak bergerak, mata berkedip
terus menerus, mulut mecucu, tubuh kaku
3.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan perjalanan penyakit (kejang) yang di alami bayi. Waktu permulaan
kejang dan berapa lama ibu mengamati tanda-tanda bayinya kejang sampai
dibawa ke petugas kesehatan.
3.1.4. Penyakit Riwayat Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya apakah merupakan kejang berulang, trauma kepala,
radang selaput otak (meningitis), epilepsi, kelainan metabolisme seperti:
hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan hypernatremia,
hiperbilirubinemia, dan kelainan metabolisme asam amino, perdarahan otak, dan
infark serebri.
3.1.5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat kehamilan: bayi yang kecil untuk masa kehamilan, bayi prematur, ibu
mengalami infeksi dari bakteri dan virus seperti TORCH, ibu yang tidak disuntik
TT, ibu menderita DM. Riwayat persalinan: persalinan dengan tindakan (ektrasi
cunam/ ekstrasi vakum), persalinan presipitatus, persalinan presentasi bokong,
pemotongan tali pusat yang tidak steril, asfiksia, dan gawat janin.
Selain itu, bayi yang mengalami komplikasi perinatal seperti tetanus
neonatorum, trauma perdarahan intrakranial, dan trauma susunan saraf pusat juga
beresiko mengalami kejang.
3.1.6. Riwayat kesehatan keluarga.
Ibu terinfeksi TORCH, menderita penyakit Diabetus Mellitus
3.1.7. Pola kebiasaan
Pola minum bayi sehari normalnya 8-10 kali, pada bayi yang mengalami
kelainan akan lebih malas menyusu.

3.2. Data Obyektif.


3.2.1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemah-hiperaktif
Kesadaran : normal, apatis, somnolen, sopor, koma
Suhu : normal (36,5-37°C), hipertermia (>37,5°C), hipotermia (<36,5°C).
Respirasi : apnea, hiperpnea (> 60x/mnt)
Nadi : nadi normal bayi (120-160), apakah nadi bayi teraba lemah,
ireguler, ataukah tidak teraba
3.2.2. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung,
mikrosefali
2. Muka
Rhisus sardonicus, pucat, gerakan otot-otot muka, asimetri wajah (sisi yang
paresis tertinggal bila anak menangis).
3. Mata
Deviasi bola mata secara horisontal, kedipan mata proksimal, kelopak mata
berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata, nystagmus, dilatasi pupil.
4. Mulut
Cyanosis, strismus, lidah menunjukan gerakan menyeringai, gerakan
terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap, mengunyah,
menelan, menguap.
5. Leher
Tanda-tanda kaku kuduk
6. Abdomen
Kekakuan otot pada abdomen, tanda-tanda infeksi pada tali pusat, jika
terjadi sepsis perut tampak buncit dan hepatosplenomegali
7. Ekstremitas
Pergerakan seperti berenang, mengayuh pada anggota gerak atas dan bawah,
ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikas, gerakan ekstensi
dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya
cepat, gerakan menyerupai refleks moro, tremor

3.2.3. Reflek fisiologis terhadap bayi baru lahir normal


1. Mata
a. Berkedip atau reflek corneal
Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba-tiba atau
pada pandel atau obyek ke arah kornea, harus menetapkan
sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya
kerusakan pada saraf cranial.
b. Pupil
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus
sepanjang hidup.
c. Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata)
menyebabkan mata menutup dengan rapat.
2. Mulut dan tenggorokan
a. ROOTING REFLEX (refleks mencari puting)
Cara memunculkan: sentuhlah pipi atau ujung mulut bayi.
Mulutnya akan membuka dan kepalanya akan menengok ke arah
sentuhan. Refleks ini sangat membantu bayi dalam mencari
payudara ibu atau botol susu
b. SUCK REFLEX (refleks menghisap)
Cara memunculkan: sentuhlah langit-langit mulut bayi dengan jari,
maka bayi akan mulai menghisap. Bayi prematur biasanya belum
mempunyai kemampuan menghisap dengan baik. Refleks ini
belum muncul hingga usia janin 32 minggu dan belum berkembang
sempurna hingga usia janin 36 minggu.
c. Muntah
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau
masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami reflek
muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
d. Menguap
Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan
jumlah udara inspirasi, harus menetap sepanjang hidup.
e. Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan
mendorongnya keluar harus menghilang pada usia 4 bulan.
f. Batuk
Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini
harus terus ada sepanjang hidup, biasanya ada setelah hari pertama
lahir.
3. Ekstrimitas
a. GRASP REFLEX (refleks menggenggam)
Cara memunculkan: sentuhlah telapak tangan bayi dengan jari,
maka dia akan menggenggam jari kita. Refleks ini hanya muncul
hingga usia 2 sampai 3 bulan dan lebih kuat pada bayi prematur.
b. FOOT (refleks-refleks pada kaki).
BABINSKI: gores telapak kaki bagian luar dengan ujung jari,
maka jari-jari kakinya akan meregang dan ibu jari kaki
dorsofleksi/menekuk ke arah telapak kaki. Ini adalah refleks
normal dan bertahan hingga usia 2 tahun. (2.) Gores telapak kaki
bagian dalam, maka jari-jari kaki akan fleksi/menekuk dan
menggenggam jari pemeriksa.
c. STEP/WALKING REFLEX (refleks melangkah)
Cara memunculkan: Bayi diberdirikan (dipegang pada kedua
ketiaknya) dan kakinya disentuhkan lantai atau meja, ia akan
melakukan gerakan seperti melangkah.
4. Masa tubuh
a. MORO REFLEX (Startle Reflex)
 Refleks ini terjadi jika bayi dikejutkan oleh suara keras bahkan
oleh tangisnya sendiri atau gerakan. Refleks ini dapat muncul
hingga bayi berusia 6 bulan.
 Cara memunculkan: dalam posisi supine/terlentang angkat dan
topang punggung dan kepala bayi dengan 1 tangan hingga
posisi setengah duduk, dengan cepat dan hati-hati lepaskan
tangan sebentar. Kedua tangan dan kakinya teregang, kepala
tertarik ke belakang sekejap dan bayi menangis.

5. Startle
Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku
tangan tetap tergenggam.
a. TONIC NECK REFLEX (Tonus Leher Asimetrik)
Ketika kepala bayi dimirigkan ke kiri maka lengan kirinya akan
meregang lurus sementara siku lengan kanannya akan melipat. Hal
ini bisa disebut sebagai posisi "pagar". Perlu diwaspadai jika
refleks ini tidak menghilang juga ketika bayi berumur 6-7 bulan.
6. Neck righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang
tubuh membalik ke arah tersebut dan diikuti dengan pelvis.
7. Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan
panggul bergerak kearah sisi yang terstimulasi

3.2.4. Pemeriksaan laboratorium


1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama
kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural,
kultur darah, dan titer TORCH
2. EKG dan EEC
Pemeriksaan EEG pada kejang dapat membantu diagnosis kejang.
Pada EEG yang normal atau latar belakang dengan gelombang paku atau
gelombang tajam unifokal dapat diramalkna bayi akan normal dikemudian
hari. Bayi dengan EEG yang menunjukkan latar belakang abnormal dan
terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan burts supression atau
bentuk isoelektrik mempunyai prognosis yang tidak baik.
3. Pencitraaan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi :
 USG kepala, Sonografi kepala dilakukan jika dicurigai adanya
perdarahan intrakranial atau untraventrikuler.
 Skintigrafi kepala (CT-scan Cranium), Pemeriksaan ini lebih sensitif
dibanding sonografi untuk mengetahui kelainan parenkim otak
 MRI, Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui malformasi subtle
yang kadang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan CT-scan Cranium
3.2.5. Pemeriksaaan Lain
 Foto Radiologi kepala, perlu dikerjakan apaabila pengukuran terdapat
lingkaran ya g lebih kecil atau lebih besar dari ukuran standar.
 Uji tapis obat-obatan

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons manusia
terhadap gangguan kesehatan /proses kehidupan, atau kerentanan respons dari
individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman, 2018).
Berdasarkan panduan PPNI (2017) dalam buku Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia, masalah atau diagnosa keperawatan yang muncul pada
neonatus dengan kejang merupakan:
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d spasme jalan nafas
2. Resiko cedera b/d kejang

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat
berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome
pasien/klien (Bulechek dkk, 2016). Nursing Outcome Classification (NOC) adalah
suatu sistem yang dapat digunakan untuk memilih ukuran hasil yang berhubungan
dengan diagnosis keperawatan. Nursing hiterventions Classification (NIC) adalah
sebuah taksonomi tindakan komprehensif berbasis bukti yang perawat lakukan di
berbagai tatanan perawatan (Herdman, 2015).
Berdasarkan panduan PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan merupakan segala treatment
yang dikeijakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Berdasarkan panduan PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, intervensi keperawatan
yang muncul pada kejang demam merupakan:

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan berdasarkan SDKI dan SIKI


No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Intervensi (SIKI)
1 D.0001 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif 1.15506 - Manajemen Hipertermia
Kategori: fisiologi 1. Observasi
Subkategori: respirasi - Identifikasi Penyebab Hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Terapeutik
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal (misalkan selimut atau
kompres pada dahi, leher, aksila, dada, abdomen)
3. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu

2. D.0136 - Risiko Cedera 1.14542 - Pencegahan Kejang


Kategori: Lingkungan 1. Observasi
Subkategori: Keamanan dan Proteksi - Monitor status neurologis
Definisi: - Monitor tanda-tanda vital
Beresiko menga-lami bahaya atau kerusakan 2. Terapeutik
fisik yang menyebab-kan seseorang tidak lagi - Baringkan pasien agar tidak teijatuh
dalam kondisi baik. - Rendahkan ketinggian tempat tidur
- Pasang side-rail tempat tidur
- Berikan alas empuk di bawah kepala, jika
memungkinkan
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama
3. Edukasi
- Anjurkan segera melapor jika merasakan
aura
- Anjurkan keluarga pertolongan pertama
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien
(Potter & Perry, 2010). Perawatan langsung merupakan penanganan yang
dilaksanakan setelah berinteraksi dengan klien, misalkan pemberian obat, pemasangan
infus intravena, dan konseling. Sedangkan perawatan tidak langsung merupakan
penanganan yang dilatkukan tanpa adanya klien, namun tetap bersifat representatif
untuk klien, misalkan manajemen lingkungan, kolaborasi multidisiplin, dan
dokumentasi. Sedangkan menurut PPKI (2018), tindakan keperawatan merupakan
perilaku atau aktivitas spesifik yang dikeijakan oleh perawat untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan.
Tindakan yang dikaji akan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi
(PPNI, 2018), yaitu :
a. Tindakan Observasi yaitu tindakan yang diajukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data status kesehatan pasien. Tindakan ini umumnya diawali dengan
kata periksa, identifikasi, atau monitor.
b. Tindakan Terapeutik yaitu tindakan yang secara langsung dapat berefek
memulihkan status kesehatan pasien atau dapat mencegah perburukan masalah
kesehatan pasien dan umumnya menggunakan kata lakukan, berikan, dan
sebagainya.
c. Tindakan Edukasi yaitu tindakan yang ditunjukkan untuk meningkatkan
kemampuan pasien dalam merawat dirinya dengan membantu pasien dalam
memperoleh perilaku baru yang dapat mengatasi masalah dan umumnya
menggunakan kata ajarkan, anjurkan, latih, dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaborasi yaitu tindakan yang membutuhkan keijasama baik perawat
lainnya maupun profesi kesehatan lainnya.
Berdasarkan panduan PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Tindakan
keperawatan yang muncul pada kejang demam merupakan:

Tabel 2.2 Tindakan Keperawatan berdasarkan SDKI dan SIKI


No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Intervensi (SIKI)
1 D.0001 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif 1.15506 - Manajemen Hipertermia
Kategori: fisiologi 1. Observasi
Subkategori: respirasi - Identifikasi Penyebab Hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
5. Terapeutik
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal (misalkan selimut atau
kompres pada dahi, leher, aksila, dada, abdomen)
6. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
7. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu

2. D.0136 - Risiko Cedera 1.14542 - Pencegahan Kejang


Kategori: Lingkungan 1. Observasi
Subkategori: Keamanan dan Proteksi - Monitor status neurologis
Definisi: - Monitor tanda-tanda vital
Beresiko menga-lami bahaya atau kerusakan 2. Terapeutik
fisik yang menyebab-kan seseorang tidak lagi - Baringkan pasien agar tidak teijatuh
dalam kondisi baik. - Rendahkan ketinggian tempat tidur
- Pasang side-rail tempat tidur
- Berikan alas empuk di bawah kepala, jika
memungkinkan
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama
3. Edukasi
- Anjurkan segera melapor jika merasakan
aura
- Anjurkan keluarga pertolongan pertama
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien dengan tujuan dan kriteria hasilyang dibuat di tahap perencanaan. Evaluasi
dalam keperawatan sendiri di bagi menjadi evaluasi proses (Formatif) dan evaluasi
hasil (Sumatif). Evaluasi proses atau formatif adalah evaluasi yang dilakukan selesai
melakukan tindakan yang berfokus pada etiologi, dilakukan secara kontiyu sampai
tujuan tercapai. Evaluasi hasil atau sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
akir tindakan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan , dan hasil
akhir atau kesimpulan kesehatan klien sesuai dengaan waktu yang ditetapkan.
Komponen evaluasi keperawatan juga terdiri dari SOAP, SOAPIE, dan SOAPIER.
SOAPIER merupakan pengertian dari (Rohmad, 2014).
a. S (Subjektif): Terdiri dari keluhan pasien yang masih dirasakan pasien.
b. (Objektif) : Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat kepada
pasien.
c. A (Analisis) : Interprstasi dari data objektif dan subjektif yangmerupakan suatu
masalah keperawatan yang masih teijadi akibat oerubahan status kesehatan pasien.
d. P (Plmming) : Perencaan keperawatan yang akan dilanjutkan,di hentikan atau
dimodifikasi dari tindakan perencanaan keeperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
e. I (Tindakan) : Tindakan kepeerawatan yang dilakukan sesuai dengan intruksi yang
telah teridentifikasi.
f. E (Evaluasi): Merupakan respon dari kliensetekah dilakukan tindakan
g. R (Reassesmenf) : Pengkajian ulang yang dilakukan terhadap pasien atau klien
dalam tindakan perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai