Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Penyelenggaraan penataan ruang sebagai mana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, merupakan sebuah langkah reformasi di

bidang penataan ruang yang cukup signifikan, telah memberikan kewenangan kepada

Pemerintah Kota / Kabupaten untuk melakukan peningkatan diri sesuai dengan potensi

sumber daya, karakteristik dan budaya (kearifan lokal) masing-masing. Undang-Undang ini

mengamanatkan pentingnya penetapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,

pertimbangan untuk mitigasi bencana, dan pengenaan sanksi yang tegas di bidang

penataan ruang. Serta Sesuai pasal 59 PP 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang, setiap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota harus menetapkan bagian dari

wilayah kabupaten/ kota yang perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang dan peraturan

zonasinya. Bagian dari wilayah yang akan disusun rencana detail tata ruang dan peraturan

zonasi tersebut merupakan kawasan perkotaan, kawasan strategis kota, atau kawasan

strategis kabupaten.

Peraturan dan perundang-undangan merupakan dasar dalam penyusunan materi

teknis RDTR yang mampu menghasilkan muatan rangka pengaturan zonasi, perizinan, dan

pembangunan kawasan agar tercipta lingkungan yang serasi, selaras, seimbang, dan

terpadu. Kawasan yang berkembang sendiri secara tepat, tanpa adanya pengendalian

pemanfaatan ruang, membuat kota berkembang tanpa penataan yang jelas. Keadaan ini

menjadikan wilayah / kota tumbuh tanpa arah, dimana pertumbuhan kawasan cenderung

berkembang secara sporadis. Untuk jangka pendek, hal demikian tidak menjadi

permasalahan yang berarti, akan tetapi dalam jangka panjang hal tersebut dapat merugikan,

karena kota tumbuh dan berkembang secara tidak terarah sehingga memerlukan kerja keras

dan dana yang sangat besar untuk menata kawasan-kawasan itu kembali.

Dalam mengatasi agar tidak terjadi pengisian ruang / lahan yang tidak terarah /

tertata, maka diperlukan suatu rencana penataan ruang sebagai pedoman dan arahan

dalam pemanfaatan ruang, baik oleh Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan

maupun masyarakat secara umum, sehingga keserasian perkembangan pembangunan

I-1
Kawasan perkotaan dengan wilayah perkembangannya dapat dicapai. Selain itu dapat

dimanfaatkan dalam rangka pengendalian program sektoral maupun daerah serta

keserasian pembangunan kawasan perkotaan dalam jangka panjang.

Berdasarkan RTRW Kabupaten Dairi, Kawasan perkotaan adalah bagian yang perlu

diperinci penataan ruangnya. Maka dalam upaya pengendalian pembangunan yang lebih

terinci perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasinya.

Oleh karena dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dairi disebutkan bahwa

Kawasan Perkotaan Kabupaten Dairi adalah kawasan yang masih memerlukan rencana

detail tata ruang, maka disusunlah rencana detail tata ruang yang dilengkapi dengan

peraturan zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian penataan ruang dan

sekaligus menjadi dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi zona-

zona yang pada rencana detail tata ruang ditentukan sebagai zona yang penanganannya

diprioritaskan.

I.2. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN


Maksud dari penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Kecamatan

Silahisabungan Kabupaten Dairi yang berfungsi sebagai pedoman dalam perwujudan ruang

dan menjaga keserasian perkembangan kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten Dairi.

Tujuan yang hendak dicapai dalam dalam penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi

ini antara lain sebagai berikut :

- Menciptakan keseimbangan dan keserasian penggunaan ruang;

- Menciptakan kelestarian lingkungan pemukiman dan kegiatan kota;

- Meningkatkan daya guna dan hasil pelayanan;

- Mengarahkan pembangunan kota yang lebih tegas dalam rangka upaya

pengendalian pengawasan pelaksanaan pembangunan;

- Menetapkan pedoman bagi tertib bangunan dan tertib pengaturan ruang;

Manfaat tersusunnya RDTR dan Peraturan Zonasi ini, bagi Pemerintah Daerah adalah:

- Sebagai pedoman untuk memberikan Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR);

- Sebagai pedoman untuk mengesahkan site plan (Rencana Tapak);

- Sebagai pedoman bagi pengaturan intensitas bangunan setempat;

- Sebagai pedoman bagi pelaksanaan program pembangunan.

I-2
Sasaran dalam pekerjaan ini yaitu terwujudnya kawasan perencanaan yang

berkualitas, serasi dan optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung

lingkungan, kondisi sosial masyarakat yang mengacu pada RTRW, pedoman dan petunjuk

pelaksanaan bidang penataan ruang serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

I.3. PENGERTIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


Pengertian Penataan Ruang
Pengertian Tata Ruang mengacu dari Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, yang dimuat dalam (Pasal 1) dijelaskan pengertian sebagai berikut:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara;

termasuk didalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya dan keadaan,

sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan

melakukan kegiatan memelihara kelangsungan hidupnya;

2. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang

direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan

pemanfaatan ruang;

3. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi

peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya;

4. Penataan Ruang adalah proses perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang;

5. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan

pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang;

6. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang

sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan pelaksanaan program beserta

pembiayaannya;

7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

8. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang;

9. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang yang dipersyaratkan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

I-3
10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur

terkait pada yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek / pengamatan

administratif pemerintahan dan atau aspek / pengamatan fungsional;

11. Kawasan adalah suatu wilayah yang memliki fungsi utama lindung atau budidaya;

12. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi

kelestarian hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan;

13. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya

manusia dan sumberdaya buatan;

14. Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan

susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan

distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;

Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang / jalur dan / atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh

secara alamiah maupun yang disengaja ditanam.


Azaz dan Tujuan Penataan Ruang
Azas dan Tujuan Penataan Ruang diacu dari Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang yang dimuat dalam (Pasal 2 dan 3) dijelaskan pengertian sebagai

berikut:

1. Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia penataan ruang

diselenggarakan berdasarkan azas:

a. Keterpaduan;

b. Keserasian, keselarasan dan kesimbangan;

c. Keberlanjutan;

d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

e. Keterbukaan;

f. Kebersamaan dan kemitraan;

g. Perlindungan kepentingan umum;

h. Kepastian hukum dan keadilan;

i. Akuntabilitas.

I-4
2. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah

nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan

Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaana sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;

c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Pemahaman tentang Rencana Detail Tata Ruang


Rencana Detail Tata Ruang secara hirarkis merupakan bagian dari sistem perencanaan

tata ruang di Indonesia yang berada dibawah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten /

Kota (RTRWK). Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan merupakan penjabaran dari Rencana

Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota ke dalam rencana pemanfaatan ruang

Perkotaan. Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang Bagian

Wilayah Kota / Perkotaan secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan

ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan perkotaan.

Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan juga merupakan rencana yang menetapkan

blok-blok peruntukan pada kawasan fungsional perkotaan, sebagai penjabaran ‘kegiatan’

ke dalam wujud ruang, dengan memperhatikan keterkaitan antara kegiatan dalam kawasan

fungsional, agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan

pendairunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

Kedudukan RDTR dan Peraturan Zonazi (Zoning Regulation)


Pada Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang ditentukan bahwa setiap RTRW kabupaten / kota harus menetapkan

bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang

akan disusun RDTR tersebut merupakan Perkotaan atau kawasan strategis kabupaten / kota.

Kawasan strategis kabupaten / kota dapat disusun RDTR apabila merupakan:

1. Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi Perkotaan;

2. Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam

pedoman ini.

I-5
Bardasarkan gambar diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam hal penyusunan

RTRW Kabupaten / Kota memerlukan RDTR yang mencakup muatan materi peraturan

zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus

menjadi dasar penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona

yang penanganannya diprioritaskan.

RDTR yang disusun lengkap dengan peraturan zonasi merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisahkan untuk suatu BWP tertentu. Dalam hal RDTR tidak disusun atau RDTR telah

ditetapkan sebagai Perda namun belum ada peraturan zonasinya sebelum keluarnya

pedoman ini, maka peraturan zonasi dapat disusun terpisah dan berisikan zoning map dan

zoning text untuk seluruh Perkotaan baik yang sudah ada maupun yang direncanakan pada

wilayah kabupaten / kota.

RDTR ditetapkan dengan Perda Kabupaten / Kota sebagai Perda terpisah dari

peraturan zonasi sebelum keluarnya pedoman ini, maka peraturan zonasi ditetapkan

dengan Perda Kabupaten / Kota tersendiri.

Kriteria dan lingkungan Wilayah Perencanaan RDTR dan Peraturan Zonasi


Penyusunan RDTR disusun apabila :

a. RTRW Kabupaten / Kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat

ketelitian petanya belum mencapai 1:5.000; dan / atau

b. RTRW Kabupaten / Kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang

perlu disusun RDTR-nya.

Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak terpenuhi, maka

dapat disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang lengkap.

Wilayah perencanaan RDTR mencakup :

a. Wilayah administrasi;

b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota;

c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan;

d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri Perkotaan; dan / atau

Bagian dari wilayah kabupaten / kota yang berupa kawasan pedesaan dan

direncanakan menjadi Perkotaan.

I-6
Wilayah perencanaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tersebut kemudian disebut

sebagai Bagian Wilayah Perkotaan (BWP). Setiap BWP terdiri atas Sub BWP yang ditetapkan

dengan mempertimbangkan:

a) Morfologi BWP;

b) Keserasian dan keterpaduan fungsi BWP; dan / atau

c) Jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan BWP dengan memperhatikan

rencana struktur ruang dalam RTRW.

I.4. LANDASAN HUKUM


Dasar hukum pelaksanaan kegiatan penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan

Perkotaan Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut :

Tabel I.1 Dasar Hukum Peraturan Perundangan terkait Penyusunan RTR

DATA DAN INFORMASI TERKAIT

MUATAN PERENCANAAN TATA RUANG

 Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

 Undang-undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2009 tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan Perkotaan;

 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 Tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 Tahun 2000 tentang Tingkat

Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah;

 Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau

Toba dan Sekitarnya;

I-7
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Teknis Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam

Penyusunan Rencana Tata Ruang;


 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia No. 37 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Dan Rencana Tata Ruang Kawasan

Strategis Kabupaten;
 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 8 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam

Rangka Penetapan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Dan

Rencana Tata Ruang Kabupaten / Kota;


 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman

Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten / Kota;

MUATAN TENTANG GEDUNG DAN BUKAN GEDUNG

 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman;

 Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung

 Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

 Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-poko Agraria

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah;

 Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis

Bangunan Gedung;

I-8
 Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas

dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan;

 Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan

Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

 Peraturan President RI No 73 Tahun 2011 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung

Negara

 Peraturan Presiden Republik Indonesia No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan bagi Kepentingan Umum;

 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan

dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan ;

 SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di

Perkotaan;

 Standar Nasional Indonesia 03-1733-2004 mengenai Tata Cara Perencanaan

Lingkungan Perumahan di Perkotaan

MUATAN TENTANG LINGKUNGAN

 Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

 Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana;

 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota.

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman

Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

 Permendagri No. 1 Tahun 2007 ttg Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan

Perkotaan;

 Peraturan Menteri PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan

I-9
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan

dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai;

MUATAN TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

 Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan tata Cara Peran

Masyarakat dalam Penataan Ruang

MUATAN PERATURAN TERKAIT INFRASTRUTUR

a. Listrik :
 Undang-undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan

 Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan
b. Transportasi :
 Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

 Undang-undang Republik Indonesia No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan;


c. Sistem Jaringan Telekomunikasi :
 Undang-undang No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 pasal 47 Tantang

Penetapan bangunan Tower;


 Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia No. 02
Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama

Telekomunikasi.
d. Industri dan Pengolahan :
 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perindustrian

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.24 tahun 2009 tentang Kawasan

Industri

 Peraturan Presiden No 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;

 Keputusan Presiden No 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan

Industri;
e. Pariwisata :

I-10
 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;

 Undang-undangn No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

 Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No 17/2010 tentang Rencana

Strategis Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010-2014


 Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025
f. Persampahan :
 Undang-undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sampah

 Permen No 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah

 Standar Nasional Indonesia 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional

pengelolaan sampah perkotaan

MUATAN PERATURAN DAERAH TERKAIT

 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Sumatera Utara Tahun

 Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 7 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2034

I.5. MUATAN RDTR


Struktur dan sistematika Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kecamatan Silahi

Sabungan dengan mempertimbangkan keseimbangan dan keserasian antar bagian dari

wilayah kabupaten/kota; fungsi dan peran wilayah perencanaan; potensi investasi; kondisi

sosial dan lingkungan wilayah perencanaan; peran masyarakat untuk turut serta dalam

pembangunan; dan prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran tujuan tersebut.

Sedangkan langkah-langkah penyusunan mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan

Tata Ruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

2018 Tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten / Kota;

1. Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan

mempertimbangkan:

a. keseimbangan dan keserasian antarbagian dari wilayah kabupaten/kota;

b. fungsi dan peran wilayah perencanaan;

I-11
c. potensi investasi;

d. kondisi sosial dan lingkungan wilayah perencanaan;

e. peran masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan; dan

f. prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran tujuan tersebut.

2. Rencana Struktur Ruang

Rencana struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat pelayanan dan sistem

jaringan prasrana di BWP yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan dalam

melayani kegiatan skala BWP. Materi dari rencana struktur ruang RDTR meliputi :

a. Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

Rencana pengembangan pusat pelayanan merupakan distribusi pusat-pusat

pelayanan di dalam BWP yang akan melayani sub BWP, dapat meliputi:

1) pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan;

2) sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan; dan

3) pusat lingkungan, berupa:

a) pusat lingkungan kecamatan;

b) pusat lingkungan kelurahan; dan/atau

c) pusat rukun warga

b. Rencana Jaringan Transportasi

Rencana jaringan transportasi dalam RDTR merupakan seluruh jaringan primer

dan jaringan sekunder pada wilayah perencanaan yang meliputi: jalan arteri,

jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan,dan jaringan jalan lainnya yang tidak

termasuk dalam jaringan pergerakan yang direncanakan dalam RTRW, terdiri

atas:

- jaringan jalan arteri primer dan sekunder;

- jaringan jalan kolektor primer dan sekunder;

- jaringan jalan lokal primer dan sekunder;

- jaringan jalan lingkungan sekunder;

- jaringan jalan lainnya yang meliputi :

 jalur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai, danau, penyebrangan,

dan pelabuhan/ dermaga pada wilayah perencanaan (jika ada);

I-12
 jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal orang/

penumpang sesuai ketentuan yang berlaku (terminal tipe A, B dan C

hingga pangkalan angkutan umum);

 jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan keluarnya

terminal barang/ orang hingga pangkalan angkutan umum dan halte);

jalan masuk dan keluar parkir;

 sistem jaringan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda.

c. Rencana Jaringan Prasarana

1) Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

Rencana pengembangan jaringan energi/listrik menjabarkan tentang

jaringan distribusi dan pengembangannya berdasarkan prakiraan kebutuhan

energi/listrik di wilayah perencanaan yang terdiri atas:

 jaringan subtransmisi yang berfungsi menyalurkan daya listrik dari sumber

daya besar (pembangkit) menuju jaringan distribusi primer (gardu induk)

yang terletak di wilayah perencanaan (jika ada);

 jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, SUTT) berfungsi

menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi menuju

jaringandistribusi sekunder, infrastruktur pendukung pada jaringan

distribusiprimer meliputi :

 gardu induk berfungsi menurunkan tegangan dari jaringan

subtransmisi (70-500 kv) menjadi tegangan menengah ( 20 kv)

 gardu hubung berfungsi membagi daya listrik dari gardu induk menuju

gardu distribusi; jaringan distribusi sekunder berfungsi untuk

menyalurkan/ menghubungkan

 daya listrik tegangan rendah ke konsumen, infrastruktur pendukung pada

jaringan distribusi sekunder adalah gardu distribusi yang berfungsi

menurunkan tegangan primer(20 kv) menjadi tegangan

sekunder(220v/380 v);

 penjabaran jaringan pipa minyak dan gas bumi, di wilayah perencanaan

(jika ada); (sesuai UU no.20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan,Kepmen

I-13
ESDM no.865 tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum

Ketenagalistrikan)

2) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas:

 rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa lokasi

pusat automatisasi sambungan telepon;

 kebutuhan penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel (dari

jaringan kabel primer hingga jaringan kabel sekunder), termasuk

penyediaan:

 stasiun telepon otomat;

 rumah kabel;

 kotak pembagi;

 kebutuhan penyediaan telekomunikasi telepon selular, termasuk

penyediaan infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara

telekomtermasuk menara Base Transceiver Station;

 rencana sistem televisi kabel seperti stasiun transmisi dan jaringan

kabeldistribusi;

 rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi dan

rencanajaringan serat optik.

3) RencanaPengembangan Jaringan Air Minum

Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana kebutuhandan

sistem penyediaan air minum, yang terdiri atas:

 sistem penyediaan air minum wilayah kabupaten/kota mencakup

sistemjaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan;

 bangunan pengambil air baku;

 seluruh pipa transmisi air baku dan instalasi produksi;

 seluruh pipa unit distribusi hingga persil;

 seluruh bangunan penunjang dan bangunan pelengkap; dan

 bak penampung.t

4) RencanaPengembangan Jaringan Drainase

I-14
Rencana pengembangan jaringan drainase terdiri atas:

 sistemjaringan drainase untuk mencegah genangan di wilayah

perencanaan;

 rencana kebutuhan sistem drainase, terdiri atas:rencana jaringan primer,

sekunder, tersier, dan lingkungan di wilayahperencanaan; dan

 kondisitopografi di wilayah perencanaan yang berpotensi terjadi

genanganmaka perlu dibuat:

 kolam retensi

 sistem pemompaan

 pintu air

5) Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah

Prasarana dan sarana air limbah dilakukan melalui sistem pembuangan

airlimbah setempat (onsite) dan atau terpusat (offsite)

Sistem pembuangan air limbah terpusat,terdiri atas:

 seluruh saluran pembuangan

 bangunan pengolahan air limbah

Sistem pembuangan air limbah setempat, terdiri atas:

 bak septik (septic tank)

 IPLT (instalasi pengolahan lumpur tinja)

6) Penyediaan prasarana lainnya.

Direncanakan melalui penyediaan dan pemanfaatannya disesuaikan

dengankebutuhan pengembangan wilayah perencanaan, contoh:

wilayahperencanaan yang memiliki kawasan rawan bencana wajib

menyediakanrencana jalur evakuasi bencana yang terdiri atas :

 jalur evakuasi bencana (escape way) untuk skala kabupaten/kota,

kawasan,maupun lingkungan dan direncanakan untuk segala jenis

bencanayang mungkin terjadi;

 jalur evakuasi bencana dapat dengan memanfaatkan jaringan jalanyang

sudah ada dengan memperhatikan kapasitas jalan.

I-15
Rencana jaringan prasarana di wilayah perencanaan digambarkan

denganketentuan sebagai berikut:

a. Peta rencana jaringan prasarana memuat:

1) jaringan jalan yang terdiri dari beberapa kelas dan tingkat jalan yang

terdapatdalam wilayah perencanaan;

2) sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar petawilayah

perencanaan secara utuh dan dapat digambarkan masingmasingpada peta

tersendiri; dan

3) sistem jaringan prasarana jalan harus digambarkan mengikuti trase jalanyang

sebenarnya.

b. Rencana jaringan prasarana digambarkan dengan ketelitian peta skala

minimum1:5.000

c. Penggambaran peta rencana jaringan prasarana bagian dari wilayah

kabupaten/kota harus mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait

pepemetaanrencana tata ruang sesuai dengan ketentuan sistem

informasigeografis yang ditentukan oleh instansi yang berwenang dan

mengikuti peraturanperundangan-undangan terkait lainnya;

d. Pada kawasan perkotaan di kabupaten yang secara fisik,ekonomi, dan social

sudah mendekati kriteria kota otonom, maka wilayah perencanaanyang disusun

rencana detailnya harus dibagi menjadi beberapa wilayahperencanaan sesuai

dengan fungsi kawasan (homogenitas fungsi);

e. Penyusunan RDTR pada wilayah perencanaan sebagaimana dimaksudhuruf d

bisa dilakukan keseluruhan wilayah perencanaan atau parsial padatiap wilayah

perencanaan.

3. RencanaPola Ruang

Rencana pola ruang berfungsi:

a. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial, ekonomi, serta kegiatan

pelestarian fungsi lingkungan dalam wilayah perencanaan;

b. sebagai dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang;

c. sebagai dasar penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

d. sebagai dasar penyusunan rencana jaringan prasarana RDTR.

I-16
Rencana pola ruang RDTR terdiri atas:

a. Zona Lindung yang meliputi:

- zona Hutan Lindung;

- zona yang memberikan perlindungan terhadap zona bawahannya, yang

meliputi zona bergambut dan zona resapan air;

- zona perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai, sempadan

sungai, zona sekitar danau atau waduk, zona sekitar mata air;

- zona ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi hutan kota,

taman kota, taman kecamatan, taman RT, taman RW, dan pemakaman;

- zona konservasi (KS) yang meliputi cagar alam, suaka margasatwa, taman

nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam;

- zona lindung lainnya

b. Zona Budidaya yang meliputi:

- zona perumahan yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan

kepadatan: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah; Bila

diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun, rumah kopel,

rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dan sebagainya;

- zona perdagangan dan jasa yang meliputi perdagangan jasa deret dan

perdagangan jasa tunggal; Bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke

dalam pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan sebagainya;

- zona perkantoran yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran

swasta;

- zona sarana pelayanan umum yang meliputi sarana pelayanan umum skala

kota (SPU-1), sarana pelayanan umum skala kecamatan (SPU-2), sarana

pelayanan umum skala kelurahan/desa (SPU-3) dan sarana pelayanan

umum skal RW (SPU-4);

- zona industri yang meliputi Kawasan Industri dan sentra industri kecil

menengah (SIKM);

- zona lainnya (yaitu: zona yang tidak selalu ada di kawasan perkotaan) antara

lain seperti pertanian, pertambangan, dan pariwisata.

I-17
- Zona Campuran (C), yang meliputi perumahan dan perdagangan/jasa,

perumahan dan perkantoran, perdagangan/jasa dan perkantoran.

4. Penetapan Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya.

Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya

merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan kedalam

rencana penanganan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan.

Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya

berfungsi untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki,

mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/ atau melaksanakan

revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi

dibandingkan bagian dari wilayah perencanaan lainnya; sebagai dasar penyusunan

rencana yang lebih teknis, seperti RTBL dan rencana teknis pembangunan yang

lebih rinci lainnya; sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program

utama RDTR.

Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya

minimum harus memuat:

a. Lokasi

Lokasi adalah tempat bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan

penanganannya. Lokasi bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan

penanganan nya perlu digambarkan dalam peta. Batas delineasi lokasi bagian

dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya, dapat dilakukan

dengan mempertimbangkan:

1. batas fisik, seperti blok dan sub-blok;

2. fungsi kawasan, seperti masing-masing zona dan sub-zona;

3. wilayah administratif, seperti RT, RW, kelurahan, kecamatan, dan wilayah

perencanaan/desa;

4. penentuan secara kultural tradisional (traditional cultural-spatial units),

seperti desa adat, gampong, dan nagari;

I-18
5. penentuan berdasarkan kesatuan karakter tematis, seperti kawasan kota

lama, lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan,

dan kawasan permukiman tradisional; dan

6. penentuan berdasarkan jenis kawasan, seperti kawasan baru yang

berkembang cepat, kawasan terbangun yang memerlukan penataan,kawasan

dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan kawasan gabungan atau

campuran.

b. Tema Penanganan

Tema penanganan adalah program utama untuk setiap lokasi. Tema

penanganan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan

penanganannya, dapat meliputi:

1. perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan; contohnya melalui penataan

lingkungan permukiman kumuh/nelayan (perbaikan kampung), perbaikan

desa pusat pertumbuhan, perbaikan kawasan,serta pelestarian kawasan;

2. pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan; contoh nya

melalui peremajaan kawasan, pengembangan kawasan terpadu, revitalisasi

kawasan, serta rehabilitasi danrekonstruksi kawasan pascabencana;

3. pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui

pembangunan kawasan permukiman (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan

Siap Bangun-Berdiri Sendiri), pembangunan kawasan terpadu,

pembangunan desa agropolitan, pembangunan kawasan terpilih pusat

pertumbuhan desa (KTP2D), pembangunan kawasan perbata san, dan

pembangunan kawasan pengendalian ketat (high-control zone);

4. pelestarian/pelindungan blok/kawasan, contohnya melalui pengendalian

kawasan pelestarian, revitalisasi kawasan, serta pengendalian kawasan rawan

bencana.

5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang

Arahan pemanfaatan ruang dalam RDTR kabupaten/kota merupakan upaya

mewujudkan RDTR dalam bentuk program penataan ruang/pengembangan untuk

wilayah perencanaan dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai

akhir tahun masa perencanaan. Arahan pemanfaatan ruang ini bersifat optional

I-19
dalam penyusunannya dan tergantung oleh kebutuhan daerah masing-masing.

Program dalam rencana pemanfaatan ruang apabila dibuat dalam dokumen RDTR

Kabupaten/Kota memuat:

a. Program Pemanfaatan Ruang Utama, merupakan program-program

pengembangan wilayah perencanaan yang diindikasikan memiliki bobot tinggi

berdasarkan tingkat kepentingan atau diprioritaskan dan memiliki nilai strategis

untuk mewujudkan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana di

wilayah perencanaan sesuai tujuan penataan ruang wilayah perencanaan.

Program pemanfaatan ruang ini dapat memuat kelompok program sebagai

berikut:

1. perwujudan rencana pola ruang di wilayah perencanaan, meliputi:

 perwujudan zona lindung pada wilayah perencanaan; dan

 perwujudan zona budi daya pada wilayah perencanaan, dapat meliputi:

(a) perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di wilayah

perencanaan;

(b) perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap jenis pola

ruang (zona) jika peraturan zonasi terpisah dari dokumen RDTR;

(c) perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok; dan

(d) perwujudan tata massa bangunan.

2. program perwujudan rencana jaringan prasarana di wilayah perencanaan,

meliputi:

 perwujudan pusat pelayanan kegiatan di wilayah perencanaan; dan

 perwujudan sistem jaringan prasarana untuk wilayah perencanaan, yang

mencakup pula sistem prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam

wilayah perencanaan, dapat meliputi:

(a) perwujudansistem jaringan pergerakan di wilayah perencanaan;

(b) perwujudan sistem jaringan energi;

(c) perwujudan sistem jaringan kelistrikan;

(d) perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;

(e) perwujudan sistem air minum;

I-20
(f) perwujudan sistem drainase;

(g) perwujudan sistem air limbah; dan

(h) perwujudan sistem jaringan lainnya sesuai kebutuhan wilayah

perencanaan.

3. perwujudan penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan

penanganannya, dapat meliputi:

 perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan

 pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan;

 pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan;dan

 pelestarian/pelindungan blok/kawasan.

b. Lokasi, tempat dimana usulan program akan dilaksanakan.

c. Besaran, merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan program

utama pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan.

d. Sumber Pendanaan,yang dapat berasal dari APBD kabupaten/kota,APBD

provinsi, APBN, swasta, dan/atau masyarakat.

e. Instansi Pelaksana, yang merupakan pihak-pihak pelaksana program utama

yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masingmasing

pemerintahan), swasta, serta masyarakat.

f. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan, usulan program direncanakan dalam kurun

waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan,

sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang

bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan program utama disesuaikan dengan

pentahapan jangka waktu 5 tahunan RPJP Daerah Kabupaten/kota.

6. Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi berfungsi sebagai:

a. kelengkapan rencana detail tata ruang;

b. perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;

c. rujukan teknis dalam pengembangan/ pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi

investasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat;

d. acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;

I-21
e. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang; serta

f. acuan dalam pengenaan sanksi.

Peraturan Zonasi bermanfaat dalam:

a. menjamin dan menjaga kualitas lokal minimum yang ditetapkan;

b. menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan meminimalkan

kegunaan/penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik zona; serta


a. Komponen Materi Peraturan Zonasi
Peraturan Zonasi memuat ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan

intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan

prasarana dan sarana minimum, ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar

teknis, teknik pengaturan zonasi, ketentuan pelaksanaan dan ketentuan perubahan

peraturan zonasi.
b. Pengelompokkan Materi
Pengelompokan materi terdiri atas materi wajib dan materi optional. Materi wajib

adalah materi yang harus ada dalam peraturan zonasi. Materi optional adalah

materi yang dapat dimasukkan dalam peraturan zonasi apabila dianggap perlu.

Komponen dari materi wajib berupa:

 Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

 Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

 Ketentuan tata masa bangunan;

 Ketentuan prasarana dan sarana minimum;

 Ketentuan pelaksanaan;

 Ketentuan perubahan peraturan zonasi.

Komponen dari materi optional berupa:

 Ketentuan tambahan;

 Ketentuan khusus;

 Standar teknis;

 Tenik pengaturan zonasi.


b.1. Komponen dari materi wajib yaitu:
a. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi

I-22
kegiatan dan penggunaan ruang yang diperbolehkan, bersyarat secara terbatas,

diperbolehkan bersyarat dan tidak diperbolehkan pada suatu zona.

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan

maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam

peraturan bangunan setempat dan ketentuan khusus bagi unsur

bangunan/komponen yang dikembangkan, misalnya pompa bensin, base

transceiver station dan sebagainya.

Komponen Ketentuan Teknis Zonasi, terdiri dari :

Klasifikasi I = Pemanfaatan Diperbolehkan/Diizinkan Sifatnya sesuai dengan

peruntukan ruang yang direncanakan. Hal ini berarti tidak akan ada peninjauan

atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah Kabupaten/Kota terhadap

pemanfaatan tersebut.

Klasifikasi T = Pemanfaatan Bersyarat secara Terbatas Pemanfaatan bersyarat

secara terbatas mengandung arti bahwa pemanfaatannya mengandung

batasan-batasan sebagai berikut:

1) pembatasan pengoperasian,baik dalam bentuk pembatasan waktu

beroperasinya suatu kegiatan di dalam subzona ataupun pembatasan

jangka waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan;

2) pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, atau pun

ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan pemerintah kota/

kabupaten dengan menurunkan nilai maksimum dan meninggikan nilai

minimum dari intensitas ruang dalam peraturan zonasi;

3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah

ada serta mampu melayani dan belum memerlukan tambahan (contoh,

dalam sebuah zona perumahan yang telah cukup jumlah fasilitas

peribadatannya) maka pemanfaatan tersebut tidak boleh diijinkan atau

diijinkan terbatas dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.

Klasifikasi B = Pemanfaatan Bersyarat Tertentu Jika sebuah pemanfaatan ruang

memiliki tanda B atau merupakan pemanfaatan bersyarat tertentu, berarti untuk

mendapatkan ijin, diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan ini

diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar

I-23
bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan ini berupa bersyarat umum dan

bersyarat spesifik.

Contoh untuk bersyarat umum antara lain:

1) penyusunan dokumen AMDAL;

2) penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya

Pemanmantauan Lingkungan (UPL);

3) penyusunan Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN)

4) mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee),

dan/atau aturan disinsentif lainnya.

Contoh untuk bersyarat spesifik yaitu mendapatkan persetujuan dari tetangga

sekitarnya/ketua RT dan lain sebagainya.

Klasifikasi X = Pemanfaatan yang Tidak Diperbolehkan Karena sifatnya tidak

sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan

dampak yang cukup besar bagi lingkungan disekitarnya.

Penentuan I,T,B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi

didasarkan pada :

1) Pertimbangan Umum

Pertimbangan Umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara

lain yaitu : kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang

kabupaten/kota, keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam

suatu wilayah, kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan

terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah), toleransi terhadap

tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukan yang ditetapkan,

kesesuaian dengan kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota diluar

rencana tata ruang yang ada.

2) Pertimbangan Khusus

Pertimbangan Khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna

lahan,kegiatan atau komponen yang akan dibangun dan dapat disusun

berdasarkan rujukan terhadap ketentuan maupun standar yang

berkaidengan pemanfaatan ruang, rujukan terhadap ketentuan dalam

peraturan bangunan setempat dan rujukan terhadap ketentuan khusus bagi

I-24
unsur bangunan/komponen yang dikembangkan.
b. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai besaran

pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona berdasarkan batasan:


1) Koefisien Dasar bangunan Maksimum (KDB Maksimum)
Penetapan Koefisien Dasar Bangunan Maksimum didasarkan pada

pertimbangan tingkat pengisian/peresapan air (KDH Minimum), kapasi sitas

drainase, jenis Penggunaan Lahan.


2) Koefisien Lantai Bangunan Maksimum (KLB Maksimum)
Penetapan besar KLB Maksimum didasarkan pada pertimbangan harga

lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan) dampak atau

kebutuhan terhadap prasarana tambahan serta ekonomi dan pembiayaan.


3) Ketinggian Bangunan Maksimum
4) Koefisien Dasar Hijau Minimum (KDH Minimum)
Koefisien dasar Hijau Minimum adalah koefisien yang dapat digunakan

untuk mewujudkan Ruang Terbuka Hijau dan diberlakukan secara umum

pada suatu zonasi. Pertimbangan besar KDH Minimum didasar kan pada

pertimbangan tingkat pengisian/peresapan air, kapasitas drainase.

Beberapa aturan lain dapat ditambahkan dalam Intensitas Pemanfaatan

Ruang, antara lain :


1) Koefisien Tapak Basement Maksimum (KTB Maksimum)
Koefisien Tapak Basement Maksimum didasarkan pada batas KDH Minimum

yang ditetapkan
2) Koefisien Wilayah Terbangun Maksimum (KWT Maksimum)
Prinsip penetapan KWT sama dengan penetapan KTB tetapi dalam unit blok

(bukan persil)
3) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum
Kepadatan Bangunan ditetapkan berdasarkan pertimbangan faktor

kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi, sampah, cahaya mata hari, aliran

udara dan ruang antar bangunan), faktor sosial (ruang terbuka privat, privasi,

perlindungan dan jarak tempuh terhadap fasilitas lingkungan), faktor teknis

I-25
(resiko kebakaran dan keterbatasan lahan untuk bangunan/rumah), faktor

ekonomi (biaya lahan, ketersedi aan dan ongkos penyediaan pelayanan

dasar)
4) Kepadatan Penduduk Minimum

c. Ketentuan Tata Masa Bangunan


Ketentuan tata masa bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk,

besaran, peletakan dan tampilan bangunan pada suatu zonasi.

Komponen ketentuan tata masa bangunan minimum terdiri atas : garis

sempadan bangunan minimum dengan mempertimbangkan keselamatan,

resiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan dan estetika, tinggi bangunan

maksimum atau minimum yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ke

selamatan, resiko kebakaran, teknologi,estetika dan parasarana dan jarak bebas

antar bangunan minimum yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas

yang ditentukan oleh jenis peruntukkan dan ketinggian bangu nan serta

tampilan bangunan (optional) yang mempertimbangkan warna bangunan,

bahan bangunan,tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan, keindahan

serta keserasian dengan lingkungan sekitarnya.


d. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimum
Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik

lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman dengan

menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai untuk mendukung berfungsinya

zona secara optimal.

Prasarana yang diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana parkir,

bongkar muat, dimensi jaringan jalan dan kelengkapan jalan serta kelengkapan

prasarana lainnya yang dianggap perlu untuk mendukung berfungsinya zona

secara optimal.

Materi aturan merujuk pada ketentuan prasarana yang diterbitkan oleh instansi

teknis terkait.

e. Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan terdiri dari:

I-26
1) ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan kelu wesan

aturan yaitu yang mengatur kelonggaran yang diberikan untuk tidak

mengikuti aturan zonasi yang telah ditetapkan tanpa perubahan berarti pada

peraturan zonasi.

2) ketentuan insentif/ disinsentif yaitu ketentuan yang memberikan insentif

bagi pembangunan yang sejalan dengan tata ruang dan memberikan

dampak positif bagi masyarakat luas serta ketentuan disinsentif bagi

pembangunan yang menyimpang dan memberikan dampak nega tif bagi

masyarakat luas.

Altenatif bentuk insentif antara lain adalah kemudahan izin,keringanan pajak,

kompensasi, imbalan, pola pengelolaan, subsidi prasarana, pengalihan hak

membangun dan ketentuan teknis lainnya,sedangkan alternatif bentuk

disinsentif antara lain adalah perpanjangan prosedur, perketat persyaratan,

pajak tinggi, restribusi tinggi, denda,pembatasan prasarana dan lain

sebagainya.

3) ketentuan untuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peraturan

zonasi dimana penggunaan lahan tersebut sudah ada sebelum peraturan

zonasi ditetapkan.

Ketentuan ini dapat diberlakukan bila penggunaan lahan yang tidaksesuai

tersebut terbukti memiliki izin yang sah, diperbolehkan untuk tidak sesuai

untuk jangka waktu tertentu atau dibatasi perkembangannya atau ditarik

izinnya dengan memberikan ganti rugi sesuai dedengan peraturan

perundangan yang berlaku.

b.2 Komponen dari materi optional yaitu:


a. Ketentuan Tambahan
Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain yang dapat ditambahkan pada suatu

zonasi dan belum terakomodasi dalam aturan dasar yang ditujukan untuk

melengkapi aturan dasar yang sudah disusun.Ketentuan tamba han berfungsi

memberikan penyelesaian pada kondisi yang spesifik pada zona tertentu dan

belum diatur dalam ketentuan dasar.

I-27
b. Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang

memiliki fungsi khusus dan diberlakukan ketentuan khusus sesuai dengan

karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu , ketentuan pada zona-zona yang

digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan dengan zona lainnya

dapat pula dijelaskan disini.

Komponen Ketentuan Khusus dapat terdiri dari :

1) Zona Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP);

2) Zona Cagar Budaya/Adat;

3) Zona Rawan Bencana;

4) Zona Militer;

5) Zona Pusat Penelitian;

6) Zona PLTA, PLTU;

7) Zona Gardu Induk Listrik;

8) Zona Sumber Air Baku;

9) Zona BTS.

Aturan khusus terkait komponen diatas merujuk pada aturan teknis yang

diterbitkan oleh instansi terkait atau peraturan daerah setempat.


c. Standar Teknis
Standar teknis adalah aturan-aturan teknis pembangunan yang ditetapkan

berdasarkan peraturan/ standar/ ketentuan teknis yang berlaku dan berisi

panduan yang terukur dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan.

Tujuan standar teknis adalah memberikan kemudahan dalam menerapkan

ketentuan teknis yang diberlakukan di setiap zona. Standar Teknis dirumuskan

berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau ketentuan-ketentuan lain

yang bersifat sektoral dan lokal serta berdasarkan hasil penelitian untuk aspek

yang belum diatur dalam standar.


d. Teknik Pengaturan Zonasi
Teknik pengaturan zonasi adalah varian dari zonasi konvensional yang

dikembangkan untuk memberikan keluwesan dalam penerapan aturan zonasi

dan ditujukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dilapangan dan

I-28
penerapan peraturan zonasi dasar.

Teknik pengaturan zonasi berfungsi dalam memberikan keluwesan pada

penerapan peraturan dasar yang disesuaikan dengan karakteristik, tujuan

pengembangan dan permasalahan yang dihadapi pada zona tertentu dan

memberikan pilihan penanganan pada lokasi tertentu sesuai dengan

karakteristik dan tujuan pengembangan zona.Ketentuan yang diberlakukan

harus merujuk kepada referensi, literatur, kesepakatan dan penelitian khusus

sesuai kebutuhan. Teknik pengaturan zonasi ini bersifat optional dalam

penyusunannya tergantung oleh kebutuhan daerah masing-masing..

I.6. FUNGSI RDTR


Fungsi dalam Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Kecamatan

Silahisabungan Kabupaten Dairi diuraikan sebagai berikut :

1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan


daerah;

2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan


fungsional dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dairi;

3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien dalam
perencanaan kawasan fungsional;

4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan fungsional melalui pengendalian


program-program pembangunan daerah.

I.7. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang lingkup pekerjaan dan ruang

lingkup kegiatan dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup perencanaan dalam RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan

Kecamatan Silahisabungann Kota Silalahi Kabupaten Dairi meliputi wilayah yang

mencakup kawasan yang mencirikan areal perkotaan, sedangkan diliineasi wilayah

perencanaan adalah bagian dari wilayah perkotaan tersebut.

I-29
2. Lingkup Kegiatan
Secara garis besar lingkup kegiatan dalam pekerjaan ini terdiri atas :

1. Penentuan deliniasi Kawasan Perencanaan RDTR:

 Penentuan batas-batas kawasan serta Kecamatan yang termasuk didalamnya;

 Penentuan luas kawasan;

 Penentuan area-area inti dan area pendukung;

2. Pengumpulan data sekurang-kurangnya meliputi:

 data wilayah administrasi;

 data fisiografis;

 data kependudukan;

 data ekonomi dan keuangan;

 data ketersediaan prasarana dan sarana dasar;

 data penggunaan lahan;

 data peruntukan ruang;

 data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan;

 data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata masa

bangunan;

 peta dasar rupa bumi dan peta tematik yangdibutuhkan; dan

 Peta Citra Satelit kawasan perencanaan terakhir.

3. Tahap Analisis yang meliputi:

 Analisis karaktiristik wilayah, sekurang-kurangnya meliputi:

- Kedudukan dan peran bagian wilayah perencanaan dalam wilayah yang lebih

luas (kabupaten/kota);

- Keterkaitan antar wilayah dan antara bagian wilayah yang lebih luas

(kabupaten/kota);

- Keterkaitan antar komponen yang diwilayah perencanaan;

- Karakteristik fisik sosial kependudukan;

- Karakteristik perekonomian;

- Karakteristik kemampuan keuangan daerah.

 Analisis potensi dan masalah pengembangan wilayah perencanaan, sekurang-

kurangnya meliputi:

I-30
- Analisis kebutuhan ruang;

- Analisis perubahan pemanfaatan ruang.

 Analisis kualitas kinerja kawasan dan bangunan:

- Potensi dan masalah pengembangan wilayah perencanaan;

- Peluang dan tatangan pengembangan;

- Kecenderungan perkembangan;

- Perkiraan kebutuhan pengembangan diwilayah perencanaan;

- Intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya

tampung (termasuk prasarana/infrastrktur maupun utilitas);

- Teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan bangunan.

 Analisis pemanfaatan lahan perumahan, yang mencakup:

- Identifikasi kebijakan perijinan yang sudah diterbitkan;

- Plotting area sesuai perijinan yang sudah diterbitkan;

- Kondisi eksisting dan rencana penggunaan sesuai ijin yang diterbitkan;

- Sinkronisasi perencanaan antar kawasan permukiman, baik pemanfaatan

lahan maupun jaringan sarana dan prasarana;

- Optimalisasi pemanfaatan lahan;

- Interkoneksitas dengan jaringan sarana dan prasarana yang telah ada

(termasuk dengan permukiman tidak tertata).

 Analisis Transportasi

 Analisis penanganan banjir

 Analisis penanganan kawasan pemukiman

 Analisis penanganan masalah sosial (pengangguran, keamanan, masyarakat

miskin, dan penyakit masyarakat lainnya).

Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi teknik analisis yang terkait

dengan nilai strategis kawasan yang dimilikinya. Teknik analisis yang terkait dengan

nilai strategis kawasan yang dimilikinya ditinjau baik dari kepentingan

pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan sumber daya alam,

teknologi tinggi, dan/atau daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang

I-31
ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis. Dimana dari analisis ini akan

dihasilkan :

 Potensi dan masalah penataan ruang kawasan;

 Peluang dan tantangan penataan ruang kawasan, termasuk di dalamnya

prospektif pertumbuhan/perkembangan ekonomi dan pelayanan masyarakat;

 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan yang meliputi sistem prasarana

dan sarana pada kawasan secara umum dan pada area-area inti pengembangan;

 Daya dukung dan daya tampung kawasan.

4. Perumusan Konsep RDTR

Perumusan konsepsi rencana detail dilakukan dengan:

 Mengacu pada RTRW Kabupaten Dairi;

 Mengacu pada Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;

 Memperhatikan RPJP dan RPJM Kabupaten Dairi;

Konsep RDTR dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternative konsep pengembangan,

yang berisi:

 Tema dan prinsip penataan ruang wilayah perencanaan;

 Penjabaran konsep pengembangan kota kepada wilayah perencanaan.

I.8. SISTEMATIKA PEMBAHASAN


Sistematika laporan Pendahuluan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan

Silalahi Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi terdiri dari 5 Bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang, landasan hukum, maksud, tujuan dan sasaran, muatan

RDTR, fungsi RDTR, ruang lingkup perencanaan, serta sistematika pembahasan.


BAB II TINJUAAN KEBIJAKAN
Bab ini menguraikan tentang arahan kebijaksanaan pembangunan Kawasan

Setrategis Danau Toba yang berada di Kabupaten Dairi, berupa arahan

pengembangan kawasan sekitar Danau Toba dan Perda RTRW Kabupaten Dairi.

I-32
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
Di dalam bab ini membahas mengenai gambaran umum Kecamatan

Silahisabungan baik dari segi fisik geografis, kependudukan serta ketersediaan

sarana dan prasarana.

BAB IV METODOLOGI PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG


Bab ini akan membahas mengenai pendekatan penyusunan, metode pengumpulan

data, serta analisis yang dipakai dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan

Silalahi Kecamatan Silahisabungan sampai dengan tahapan pelaksanaan.


BAB V RENCANA KERJA
Menguraikan tentang rencana kerja kegiatan Penyusunan RDTR Kawasan

Perkotaan Silalahi Kecamatan Silahisabungan mulai bulan pertama sampai bulan

terakhir.

I-33

Anda mungkin juga menyukai