Anda di halaman 1dari 2

Nama : Kholid Abrori Ahda

NPM : 170410100063

Mata Kuliah : Ekonomi Politik

Dalam salah satu pemberitaan koran Republika tanggal 5 Maret 2011, ada
sebuah berita yang berjudul “Empat BUMN Diprivatisasi”. Keempat BUMN
tersebut adalah PT Primissima, PT Kertas Padalarang, PT Sarana Karya
dan PT Semen Baturaja. Disini dikatakan, dari penjualan saham itu,
pemerintah berharap bisa mendapatkan dana sebesar Rp 1 Triliun dan
akan digunakan untuk pengembangan sektor lain. Selain itu, penjualan
saham BUMN adalah untuk mempercepat realisasi program right sizing
(perampingan jumlah) BUMN menjadi 78 perusahaan dari 142 perusahaan
pada tahun 2014. Hal ini ditujukan agar BUMN dapat bekerja lebih
optimal, memiliki daya saing serta menghindari kerugian yang
diakibatkan BUMN skala kecil.

Kontroversi sekarang muncul. Menurut saya, privatisasi BUMN harusnya


tidak didasari untuk memperoleh keuntungan dari hasil penjualannya
kemudian menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan sektor
lain. Jika banyak sektor yang kemudian akan dikembangkan dan selalu
mengorbankan BUMN maka lama kelamaan kepemilikan BUMN bisa
berpindah tangan dan menjadi perusahaan swasta yang bertujuan hanya
mencari keuntungan. Hingga suatu ketika, BUMN sudah habis dan
pengembangan sektor lain masih terus berlanjut. Harusnya
pengembangan sektor lain seperti perkebunan, farmasi dan kehutanan,
tidaklah mengambil dana dari hasil penjualan BUMN.

Bila privatisasi terus dilakukan, maka pelayanan terhadap publik


ditakutkan berkurang karena orientasi perusahaan menjadi keuntungan,
bukan lagi perusahaan yang mengurus hajat hidup orang banyak. Hal ini
tentu akan terjadi jika pihak swasta sudah memiliki lebih dari 50% saham
BUMN.
Kebijakan privatisasi BUMN memang sangat penting sebagai bagian dari
kebijakan reformasi BUMN. Reformasi BUMN sudah tidak bisa ditawar-
tawar lagi mengingat selama ini banyak BUMN yang memiliki kinerja
kurang memuaskan. Bahkan, beberapa BUMN masih terus mengalami
kerugian dan sebagian masih harus disubsidi. Sementara pada sisi lain
beban anggaran negara semakin berat. Pemerintah sudah terlebih dahulu
melakukan privatisasi terhadap BUMN yang sudah sehat sebelum
langkah-langkah profitisasi dan restrukturisasi BUMN dilakukan. Hal inilah
yang mengundang kekecewaan banyak kalangan karena BUMN yang
sudah sehat dan memberikan keuntungan pada negara justru dilepas
kepemilikannya.

Disaat yang sama, pemerintah terdesak dengan kebutuhan dana untuk


menutupi kekurangan anggaran pembangunan. Pada akhirnya ditutupi
dengan hutang luar negeri dan penjualan saham BUMN sendiri. Dengan
demikian privatisasi hanyalah untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek
dan bukan menjadi jawaban untuk mengoptimalisasi serta meningkatkan
daya saing BUMN. Secepatnya pemerintah harus memisahkan fungsi
lembaga negara dengan fungsi usaha negara agar tidak menjadi tumpang
tindih dan saling merugikan seperti sekarang ini.

Apabila restrukturisasi dan refolusi BUMN ini sudah terlaksana dengan


baik, makan tentunya BUMN bisa lebih fokus dalam melaksanakan
fungsinya. Otomatis akan meningkatkan pendapatan nasional dan bisa
bersaing dengan perusahaan internasional. Disisi lain, apabila telah
terbentuk iklim usaha yang bergairah, makan akan membangkitkan
perekonomian dalam negeri sehingga posisi perekonomian Indonesia
dimata dunia mulai diperhitungkan.

Anda mungkin juga menyukai