Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS : MOBILITAS

WILHELMINA

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS : MOBILTAS FISIK

I. KONSEP GANGGUAN KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK


A. Pengertian
Kebutuhan aktivitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan
seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk
bergerak dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang
dipengaruhi oleh adekuatnya sistem pernafasan, otot dan tulang, sendi serta faktor
pendukung lainnya seperti adekuatnya fungsi kardiovaskuler, pernapasan, dan
metabolisme serta dapat mempertahankan kesehatannya atau disebut mobilisasi
(Tarwoto&Wartonah, 2015)
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur,
dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan
untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan
keperawatan (Ambarwati, 2014).
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Masalah mobilitas yang terjadi pada lansia dapat diatasi dengan memberikan
intervensi berupa latihan range of motion, kontraksi otot isometrik dan isotonik,
kekuatan/ketahanan, aerobik, sikap, dan mengatur posisi tubuh. Latihan range of
motion adalah latihan pergerakan maksimal yang dilakukan oleh sendi. Latihan range of
motion menjadi salah satu bentuk latihan yang berfungsi dalam pemeliharaan fleksibilitas
sendi dan kekuatan otot pada lansia. (Hermina, Desiane.,H., et al, 2016).

B. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas


1. Sistem skletel Terdiri dari empat tipe tulang : tulang panjang, pendek, pipihdan
ireguler.
a. Tulang panjang
Tulang panjang membentuk tinggi tubuh
b. Tulang pendek
Tulang pendek ada dalam bentuk kelompok dan ketika dikombinasikan dengan
ligamen dan kartilago akan menghasilkan gerakan pada ekstermitas. Dua contoh
tulang pendek adalah tulang karpal dikaki dan tulang patella pada lutut.
c. Tulang pipih
Tulang pipih mendukung struktur bentuk, seperti tulang di tengkorak dan tulang
rusuk di toraks.
d. Tulang ireguler
Tulang ireguler membentuk kolumna vertebra dan beberapa tulang tengkorak,
seperti mandibula.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai
dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan
tulang melalui tendon. Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak
dapat menggerakkan organ ditempati insersi tendon yang bersangkutan, sehingga
penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
3. Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan menjadi empat
sendi yaitu sinostotik, kartilagonus, fibrosa, synovial :
a. Sendi sinostotik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang contohnya, sacrum,
pada sendi vertebra.
b. Sendi kartilagonus memiliki sedikit pergerakan tetapi elastis dan menggunakan
kartilago untuk menyatukan permukaannya.
c. Sendi fibrosa atau sendi sindesmodial adalah sendi tempat kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran contohnya sepasang tulang pada
kaki bawah.
d. Sendi synovial atau sendi sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara
bebas karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisinoleh kartilago antokular
dan dihubungan oleh ligamen sejajar dengan membran sinovial.
4. Ligamen
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan kartilago. Ligament
bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi.
5. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis) dan sistem saraf
tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom.
Bagian somatic memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada
sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan
kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan
terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.

C. Jenis Mobilitas
Ada beberapa jenis imobilitas diantaranya, yaitu :
1. Imobilitas fisik Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba – tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai
4. Imobilitas sosial Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.

D. Faktor penyebab gangguan mobilitas fisik


Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) factor pnyebab diagnosis keperawatan
gangguan mobilitas fisik adalah:
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan kekuatan otot
6. Keterlambatan perkembangan
7. Kekuatan sendi
8. Kontraktur
9. Malnutrisi
10. Gangguan musculoskeletal
11. Gangguan neuromuskular
12. Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
13. Efek agen farmakologis
14. Program pembatasan gerak
15. Nyeri
16. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
17. Kecemasan
18. Gangguan kognitif
19. Keengganan melakukan pergerakan
20. Gangguan sensoripersepsi
Penyebab gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke yaitu gangguan neuromuskular
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Gangguan neuromuskular merupakan suatu kondisi
progresif yang dikarakteristikkan dengan degenerasi saraf motorik di bagian korteks, inti
batang otak dan sel kornu anterior pada medulla spinalis sehingga hubungan antara sistem
saraf dan otot akan terganggu (Rianawati et al., 2015). Hal ini menyebabkan terjadinya
kram, kesemutan, nyeri dan masalah pergerakan sendi.
E. Perubahan sistemTubuh akibat Imobilisasi
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan
pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam
kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan,
perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskletal, perubahan kulit, perubahan
eliminasi (buang air besar dan kecil), perubahan perilaku :
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal
tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang
menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel – sel tubuh, sehingga dapat
memengaruhi gangguan oksigenasi sel.
2. Perubahan metabolisme
imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses
imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan
nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada
hari kelima atau keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya
adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjer dan katabolisme protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam
mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
3. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persendian protein menurun dan konsentrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Disamping itu,
berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbngan cairan dan elektrolit.
Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya
aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorbsi kalium.
4. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat – zat makanan pada tingkat sel
menurun, dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen
dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
5. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini disebabkan
karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga
penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
6. Perubahan Sistem Pernapasan Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan. Akibat imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu.
Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran
oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan
ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
7. Perubahan kardiovaskular Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara
lain dapat berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh
menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks
neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat
terhambat. Meningktanya kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan
posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstremitas
bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali kejantung dan akhirnya
jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh
meningktanya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular
sehingga meningkatkan arus balik vena.
8. Perubahan Sistem Muskuloskletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskletal sebagai dampak dari imobilitas
adalah sebagai berikut :
a. Gangguan muskular.
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kekuatan otot secara lansung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan
atropi pada otot. Sebagai conoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari
enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau
lesu.
b. Gangguan skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal, misalnya akan
mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan
kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan
atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi
dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsobsi
tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium kedalam darah
menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
9. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis
jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang
kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMIPARESIS


DENGAN GANGUAN MOBILITAS FISIK
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses melakukan pemeriksaan atau penyelidikan oleh seorang
perawat untuk mempelajari kondisi pasien sebagai langkah awal yang akan dijadikan
pengambilan keputusan klinik keperawatan. Oleh karena itu pengakjian harus dilakukan
dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi.
Pada pasien DBD pengkajian meliputi :
1. Biodata / Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku/bangsa, status pernikahan
2. Keluhan Utama : Klien biasanya mengalami kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah sebelah kiri dan kanan sehingga membuat klien sulit untuk beraktivitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas / Istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata, kesulitan
membaca, insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala,
sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena
perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal, pucat, wajah
tampak kemerahan
c. Integritas Ego
Faktor faktor stress emosional atau lingkungan tertentu, perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi, kekhawatiran,
ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala, mekanisme
refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
d. Makanan dan cairan
mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat badan
e. Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera kepala
yang baru terjadi, trauma, stroke, aura ; fasialis, olfaktoriu tinitus,
perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis,
parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore, perubahan pada
pola bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka terhadap stimulus,
penurunan refleks tendon dalam, papiledema.
f. Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis, nyeri,
kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus pada diri
sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah, otot-
otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan cara
berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit kepala pada
gangguan sinus).
h. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit
i. Penyuluhan/ Pembelajaran
Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga,
penggunaan alkohol/obat lain termasuk kafein, kontrasepsi
oral/hormone, menopause.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan den gangguan neuromuscular (Hemiparesis)
(D.0054)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (penekanan intracranial)
(D.0077)
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromukular (D.0119)
4. Defisit Pengetahuan berhunbungan dengan kekeliruan mengikuti anjuran, Kurang
terpapar informasi (D.0111)
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan proses penyakit (penekanan intracranial)
(D.0055)
6. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hemiparesis (D.0017)

C. Intervensi Keperawatan
SLKI-SIKI
DIAGNOSA
No KEPERAWATAN
(SDKI) SLKI SIKI

1. D.0054 Setelah dilakukan Observasi


Gangguan mobilitas fisik intervensi keperawatan
berhubungan den diharapkan mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Gangguan neuromuscular fisik meningkat dengan keluhan fisik lainnya
(hemiparesis) Dibuktikan kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik
dengan : 1. Nyeri menurun melakukan ambulasi
1. Mengeluh sulit 2. Kecemasan menurun 3. Monitor frekuensi jantung
menggerakkan 3. Gerakan terbatas dan tekanan darah sebelum
ekstremitas menurun memulai ambulasi
2. Kekuatan otot menurun 4. Kelemahan fisik 4. Monitor kondisi umum
3. Rentang gerak (ROM) menurun selama melakukan ambulasi
menurun
4. Nyeri saat bergerak Terapeutik
5. Enggan melakukan
pergerakan 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi
6. Merasa cemas saat dengan alat bantu (mis.
bergerak tongkat, kruk)
6. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
7. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

Edukasi

8. Jelaskan tujuan dan prosedur


ambulasi
9. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
10. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi).

2. D.0077 Setelah dilakukan Observasi


Nyeri akut berhubungan intervensi keperawatan 1. Idntifikasi lokasi,
dengan agen pencedera diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
fisiologi (tekanan menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas
intrakranial). Ditandai hasil : nyeri
dengan : 1. Keluhan nyri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Mengeluh nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Tampak meringis 2. Meringis menurun verbal
3. Gelisah 3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Frekuensi nadi 4. Kesulitan tidur memperberat dan
meningkat membaik memperingan nyeri
5. Sulit tidur 5. Frekuensi nadi
membaik Teraupetik
5. Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
8. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
10. Ajarkan teknik non
farmakologis

3 D.0119 Setelah dilakukan Observasi


Gangguan komunikasi intervensi keperawatan
verbal berhubungan diharapkan komunikasi 1. Monitor kecepatan, tekanan,
dengan gangguan verbal meningkat dengan kuantitas, volume dasn diksi
neuromukular. Ditandai kriteria hasil : bicara
dengan : 1. Kemampuan bicara 2. Monitor frustrasi, marah,
meningkat depresi atau hal lain yang
1. Tidak mampu berbicara 2. Kemampuan menganggu bicara
atau mendengar mendengar meningkat 3. Identifikasi prilaku emosional
2. Menujukan respon yang 3. Kesesuaian ekspresi dan fisik sebagai bentuk
tidak sesuai wajah/tubuh komunikasi
3. Pelo meningkat
4. Sulit menyusun kalimat 4. Kontak mata Teraupetik
5. Verbalisasi tidak tepat meningkat
6. Sulit mengungkapkan 4. Gunakan metode Komunikasi
kata-kata alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
5. Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan
sambil menghindari teriakan,
gunakan Komunikasi tertulis,
atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
6. Ulangi apa yang disampaikan
pasien
7. Berikan dukungan psikologis

Edukasi

8. Anjurkan berbicara perlahan

4. D.0111 Setelah dilakukan Observasi


Defisit Pengetahuan intervensi keperawatan
berhunbungan dengan diharapkan deficit 1. Identifikasi kesiapan dan
kekeliruan mengikuti pengetahuan meningkat kemampuan menerima
anjuran, Kurang terpapar dengan kriteria hasil : informasi
informasi. Dibuktikan 1. Perilaku sesuai
dengan : anjuran meningkat Teraupetik
2. Persepsi yang keliru
1. Menunjukan terhadap masalah 2. Sediakan materi dan media
perilaku tidak sesuai menurun pendidikan kesehatan
anjuran 3. Jadwalkan pendidikan
2. Menunjikan kesehatan yang sesuai
presepsi yang keliru kesepakatan
terhadap masalah 4. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi

5. Jelaskan faktor resiko yang


dapat mempengaruhi

5. D.0055 Setelah dilakukan Observasi


Gangguan pola tidur intervensi keperawatan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
berhubungan dengan diharapkan pola tidur tidur
kondisi pasca operasi. membaik dengan kriteria
2. Identifikasi penyebab susah
Ditandai dengan : hasil :
- Mengeluh sulit tidur - Keluhan sulit tidur tidur
- Mengeluh sering menurun
terjaga - Mengeluh sering Teraupetik
- Mengeluh tidak puas terjaga menurun 3. Lakukan prosedur untuk
tidur - Mengeluh tidak puas meningkatkan kenyamanan
- Mengeluh pola tidur tidur menurun (posisi tidur)
berubah - Melaporkan pola tidur
Edukasi
- Mengeluh istirahat membaik
tidak cukup - Melaporkan istirahat 4. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
5. Anjurkan pasien untuk tidur
tepat waktu

Kolaborasi

6. Kolaborasi pemberian obat


tidur agar tidak terjaga

6. D.0017 Setelah dilakukan Observasi


Resiko perfusi serebral intervensi keperawatan
tidak efektif berhubungan diharapkan perfusi 1. Identifikasi peningkatan
dengan hemiparesis. serebra;l meningkat penyebab TIK
Dibuktikan dengan : dengan kriteria hasil : 2. Monitoring tanda atau gejala
Faktor resiko : 1. Peningkatan peningkatan TIK
- Penekanan intracranial intrkranial menurun
- Gelisah 2. Gelisah menurun Teraupetik
- Kecemasan 3. Kecemasan menurun
- Sakit Kepala 4. Sakit kepala menurun 3. Berikan posis semi fowler
4. Hindari pemberian caiaran
intravena Hipotonik

Kolborasi
5. Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu

D. Implementasi
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan yang dilakukan
secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan multidisiplin yang lain. Perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan
berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana
tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang
sudah dibuat.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil yang diharapkan.
Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat seharusnya
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil.
PATHWAY

Penyakit yang mendasari


(seperti stroke, depresi,
stress)

Trombus/emboli di
serebral

Suplai darah ke jaringan


serebral tidak adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Patrisia, I., Juhdeliena, J., Kartika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B., Hutapea, A.
D.,Khusniyah, Z., & Sihombing, R. M. (2020). Asuhan Keperawatan Dasar Pada
Kebutuhan Manusia (Edisi 1). Yayasan Kita Menulis. (diakes tanggal 15 juni 2021, jam
15.00)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai