Anda di halaman 1dari 7

Definisi, Etiologi, Faktor Risiko, dan Klasifikasi Paresis

A. Pemicu : Nyeri yang mengganggu


Tuan B, Laki-laki 46 tahun, sehari-hari bekerja sebagai kurir paket menggunakan
motor, datang ke poli saraf dengan keluhan nyeri pinggang memberat. Satu bulan yang lalu
saat mengangkat barang kiriman dengan posisi membungkuk, pasien tiba-tiba merasa
nyeri pada pinggang kanan menjalar ke paha dan betis kanan. Pasien mencoba minum
ibuprofen, nyeri berkurang meskipun masih terasa pegal di punggung bawah. Satu minggu
terakhir, nyeri bertambah disertai kelemahan kaki kanan sehingga pasien sulit berjalan dan
tidak dapat bekerja. Beberapa hari terakhir pasien tidak dapat tidur.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh tanda vital dan status generalis dalam batas
normal. karena memikirkan penyakitnya, dan khawatir tidak dapat Kembali bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Didapatkan nyeri radikuler dengan Numerical-rating scale
(NRS): 6. Pemeriksaan neurologis ditemukan monoparesis kaki kanan yang bersifat lower-
motor neuron. Terdapat kesulitan dorsofleksi dan eversi kaki dengan kekuatan MRC scale
4; hipestesi pada betis sisi lateral (mulai dari sekitar di bawah patella sampai jempol kanan).

Anamnesis: Nyeri pinggang memberat disertai kelemahan kaki kanan.


Pemeriksaan Fisik: Nyeri radikuler NRS 6.
Pemeriksaan Neurologis: Monoparesis kaki kanan LMN, dorsofleksi dan eversi MRC scale
4, dan hipestesi betis sisi lateral.
Diagnosis: Radikulopati.

B. PENDAHULUAN
Radikulopati merupakan gangguan pada radiks (komponen sistem saraf tepi) yang
sering menyebabkan nyeri leher dan punggung bawah. Radiks terdiri dari radiks ventral,

1
yang keluar dari kornu anterior, dan radiks radiks dorsal, yang keluar dari kornu posterior.
Secara mikroskopik, radiks memiliki perbedaan struktur dibanding saraf tepi lainnya karena
tidak memiliki perineurium, epineurium, serta lebih sedikit kolagen pada endoneuriumnya.
Akibatnya, kekuatan regangan radiks lebih rendah dibanding saraf tepi lainnya dan mudah
mengalami. Selain itu, tidak adanya perineum sebagai sawar darah saraf pada radiks
menyebabkannya rentan mengalami invasi mediator inflamasi dan serangan infeksi. 1
Radikulopati diklasifikasikan menjadi radikulopati servikal, radikulopati torakal, dan
radikulopati lumbosakral. Radikulopati dapat disebabkan oleh kompresi, proses penjepitan,
infiltrasi, iskemia, dan transeksi. Etiologinya terdiri dari herniasi diskus, spondilosis, trauma,
neoplasma, herpes zoster, kista spinal, dan lain-lain. Radikulopati ditandai dengan nyeri
radikular atau parestesia sesuai dengan dermatomnya serta kelemahan otot pada miotom
yang terkenak. Kelemahan otot pada radikulopati biasanya tidak berat karena satu otot
diinervasi oleh 2-3 radiks.1

C. PEMBAHASAN
Kelemahan otot dikenal juga dengan paresis, merupakan penurunan kekuatan otot
yang ditandai dengan keterbatasan ruang lingkup gerak volunter. 2 Dalam konteks
radikulopati, harus diketahui bahwa setiap otot diinervasi oleh beberapa segmen spinal
yang berdekatan. Paresis pada otot tertentu dapat membantu mengidentifikasi lokasi
cedera dengan mengetahui segmen spinal yang menginervasinya. 1
Tabel C.1.Inervasi Radiks pada Otot Mayor Ekstremitas Atas dan Bawah. 1
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Radiks Radiks
Otot Nervus Otot Nervus
C4,5 Rombdoid Skapular dorsalis L2,3,4 Iliakus Femoralis
C5,6 Supraspinatis Supraskapular L2,3,4 Rektus femoris Femoralis
Infraspinatus Supraskapular Vastus lateral dan Femoralis
C5,6 L2,3,4
medial
C5,6 Deltoid Aksilaris L2,3,4 Abduktor Obturator
Biseps brakii Muskulokutaneus Tibialis anterior Peroneus
C5,6 L4,5
profundus
brakioradialis Radialis Ekstensor Peroneus
C5,6 L4,5
digitorum longus profundus
Seratus anterior Long thoracic L4,5, Ekstensor halusis Peroneus
C5,6,7
S1 longus profundus
C5,6,7 Pektroralis Pektoralis lateral L4,5, Ekstensor Peroneus

2
mayor: klavikula S1 digitorum brevis profundus
C6,7,8, Pektoralis Pektoralis medial L4,5, Hamstring medial Skiatikus
T1 mayor: sternal S1
Fleksor karpi Medianus L4,5, Gluteus medius Gluteus
C6,7
radialis S1 superior
Pronator teres Medianus L4,5, Tensor fasia lat Gluteus
C6,7
S1 superior
Ekstensor karpi Radialis Tibialis posterior Tibialis
C6,7 L5, S1
radialis longus
Latisimus dorsi Torakodorsal Fleksor digitorum Tibialis
C6,7,8 L5, S1
longus
Triseps brakii Radialis Peroneus longus Peroneus
C6,7,8 L5, S1
superfisial
Ankoneus Radialis Hamstring lateral Skiatikus
C6,7,8 L5, S1
(biseps femoris)
Ekstensor Radialis Gastroknemius Tibialis
L5,
C7,8 digitorum lateral
S1,2
komunis
Fleksor Medianus Gluteus Gluteus
L5,
C7,8 digitorum maksimus inferior
S1,2
sublimis
ekstensor indisis Radialis Abduktor halusis Tibialis
L5,
C7,8 proprius brevis plantar
S1,2
medial
Ekstensor karpi Radialis Abduktor digiti Tibialis
C7,8 ulnaris S1,2 quinti pedis plantar
lateral
C7,8, Fleksor polisis Medianus Gastroknemius Tibialis
S1,2
T1 longus medial
Fleksor Medianus/lnaris soleus Tibialis
C7,8,
digitorum S1,2
T1
profundus
Fleksor karpi Ulnaris
C8, T1
ulnaris
Interoseus Ulnaris
C8, T1
dorsalis I
C8, T1 Abduktor digiti Ulnaris

3
minimi
Abduktor polisis Medianus
C8, T1
brevis

Paresis dapat disebabkan oleh disfungsi pada upper motor neuron (UMN), yang
terdiri dari korteks serebri, struktur subkortikal, batang otak, dan traktus kortikospinalis),
atau disfungsi pada lower motor neuron (LMN), yang terdiri dari nukleus motorik dari nervus
kranial, neuron motorik dari kornu ventral medula spinalis, saraf tepi, otot dan
neuromuscular junction.2 Secara klinis, berdasarkan disfungsi yang terjadi, paresis dibagi
atas:
1. Spastic paresis / kelemahan UMN
Spastic paresis terjadi akibat disfungsi pada UMN. Hal ini mengakibatkan
tonus otot meningkat sehingga otot menjadi kaku. 2,3 Etiologi umum penyebab
spastic paresis yaitu stroke (iskemia atau hemoragik), tumor, abses, trauma dan
demielinisasi.2
2. Flaccid paresis / kelemahan LMN
Flaccid paresis terjadi akibat disfungsi yang terjadi pada neuron motorik atau
struktur dibawahnya (saraf, otot, dan neuromuscular junction). Flaccid paresis
menyebabkan otot menyusut, melemah, dan kehilangan refleks tendon. Etiologi
penyebab flaccid paresis yaitu neuropati (seperti sindrom Guillain-Barré, keracunan
logam berat, efek samping obat isoniazid dan vincristine, kompresi saraf, dan
porfiria intermiten akut), gangguan pada neuromuscular junction (seperti
miastenia gravis dan botulisme), dan disfungsi otot (seperti miopati dan
inflamasi).2

3. Gabungan spastic paresis dan flaccid paresis


Paresis spastic akan terjadi pada otot yang diinversi dibawah level cedera
yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada traktus kortikospinalis. Paresis flaccid
akan terjadi pada otot yang diinervasi oleh level cedera yang diakibatkan oleh
kerusakan neuron motorik pada kornu ventral. Etiologi penyebab gabungan spastic
paresis dan flaccid paresis yaitu defisiensi vitamin B12, sklerosis lateral amiotrofik,
mielitis transversa, dan penyakit lainnya pada medula spinalis. 2

4
Paresis merupakan suatu gejala atau manifestasi klinis tersering dari masalah
neurologi.2 Oleh sebab itu, faktor risiko paresis bergantung pada penyakit neurologisnya.
Sebagai contoh, poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio.
Poliomielitis terdiri dari 2 jenis, yaitu poliomielitis non paralitik dan poliomielitis paralitik.
Pada poliomielitis paralitik, terjadi progresi cepat dari kelemahan otot menjadi kelumpuhan
otot dalam waktu 24-48 jam. Kelemahan otot tersebut tidak terlihat pada poliomielitis non
paralitik. Ketika terinfeksi poliomielitis, hanya 1/1000 hingga 1/100 individu yang
mengembangkan poliomielitis paralitik. 4 Faktor risiko yang menyebabkan suatu individu
cenderung mengalami poliomielitis paralitik yaitu tidak pernah dilakukan vaksin polio,
injeksi intramuskular, olahraga berat, stres, kehamilan, dan operasi tonsilektomi. 4
Sistem saraf pusat terdistribusi di seluruh tubuh sehingga jika hanya mengandalkan
paresis untuk melakukan diagnosis, lokasi disfungsi sesungguhnya sulit ditentukan secara
akurat. Sebagai contoh, paresis pada kaki dapat disebabkan oleh cedera pada saraf tepi
dan dapat juga disebabkan oleh stroke yang mempengaruhi neuron di korteks dalam
mengontrol kaki. Meskipun begitu, pola kelemahan disertai dengan gejala disfungsi pada
UMN atau LMN dapat membantu menentukan abnormalitas yang terjadi. 2 Tanda dari
disfungsi pada UMN yaitu spastic paresis, klonus (kontraksi otot tanpa sadar),
hiperrefleksia, tanda babinski positif, dan sinkinesias (gerakan tidak sadar pada ekstremitas
ketika sedang menggerakan ekstremitas lainnya, contohnya fleksi bahu menyebabkan
fleksi kaki secara tidak sadar). Tanda dari disfungsi pada LMN yaitu paresis, atrofi otot,
hipotonia, hiporefleksia, dan fasikulasi (kedutan otot). 3 Pada pasien dengan paresis pada
ekstremitas, pola paresis adalah sebagai berikut:
1. Monoparesis, yaitu paresis pada salah satu ekstremitas. Umumnya, monoparesis
menunjukkan cedera pada saraf tepi kecuali jika disertai dengan tanda dari disfungsi
UMN.2
2. Paraparesis, yaitu paresis pada kedua ekstremitas bawah. Umumnya, paraparesis
menunjukkan cedera medula spinalis segmen torakal atau lumbal. 2
3. Hemiparesis, yaitu paresis pada ekstremitas atas dan bawah pada sisi yang sama.
Umumnya, hemiparesis menunjukkan cedera pada level batang otak kontralateral
atau tingkat yang lebih tinggi.2
4. Quadriparesis, yaitu paresis pada keempat ekstremitas. Umumnya, quadriparesis
menunjukkan cedera medula spinalis segmen servikal jika disertai tanda disfungsi

5
UMN atau menunjukkan sindrom Guillain-Barré jika disertai tanda disfungsi
LMN.2

Pada pasien dengan paresis pada kepala dan leher, evaluasi distribusi dan tingkat
keparahannya.2 Pola paresisnya adalah sebagai berikut:
1. Oftalmoparesis, yaitu paresis yang menyebabkan abnormalitas pergerakan mata.
Umumnya, oftalmoparesis menunjukkan cedera pada nervus III, IV, dan VI. 2
2. Paresis pada otot pengunyahan, menunjukkan cedera pada nervus trigeminal. 2
3. Paresis pada otot wajah. Paresis pada setengah wajah disertai ketidakmampuan
menutup mata menunjukkan cedera pada saraf tepi wajah seperti Bell’s Palsy.
Paresis pada bagian bawah dari wajah disertai kemampuan yang cukup untuk
menutup mata menunjukkan disfungsi kontralateral UMN pada batang otak seperti
stroke.2
4. Paresis pada otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius, menunjukkan cedera
pada nervus aksesorius.2
5. Paresis pada otot lidah, menunjukkan cedera pada nervus hipoglosus. 2

Gambar C.1. Ophtalmoparesis.5

D. PENUTUP
Pasien pada pemicu mengalami monoparesis kaki kanan LMN. Paresis atau
kelemahan otot merupakan salah satu tanda dari radikulopati. Radikulopati adalah
gangguan pada radiks saraf spinalis yang menyebabkan nyeri leher dan punggung bawah.
Setiap otot diinervasi oleh beberapa segmen spinal yang saling berdekatan. Paresis
merupakan suatu gejala berupa penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
keterbatasan ruang lingkup gerak volunter. Paresis terdiri dari spastic paresis (kelemahan

6
pada UMN), flaccid paresis (kelemahan pada LMN), dan gabungan spastic paresis dan
flaccid paresis. Faktor risiko paresis bergantung pada penyakit neurologisnya. Pada pasien
dengan paresis pada ekstremitas, pola paresis terdiri dari monoparesis, paraparesis,
hemiparesis, dan quadriparesis. Pada pasien dengan paresis pada pada kepala dan leher
terdiri dari oftalmoparesis, paresis pada otot pengunyahan, paresis pada otot wajah,
paresis pada otot sternocleidomastoideus, dan paresis pada otot lidah.

E. REFERENSI
1. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
2. Oczkowski W, Bodzioch M. Muscular weakness (paresis and paralysis). McMaster
Textbook of Internal Medicine. Kraków: Medycyna Praktyczna;2019 Sept 5.
3. Emos MC, Agarwal S. Neuroanatomy, upper motor neuron lesion. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2021.
4. Marx A, Glass JD, Sutter RW. Differential diagnosis of acute flaccid paralysis and its
role in poliomyelitis surveillance. Epidemiol Rev.2000;22(2):298-316.
5. Gazeteci Tekin H, Yılmaz S, Aktan G, Gökben S. De novo CHRNE mutation:
congenital myasthenic syndrome. J Pediatr Res. 2019;6(4):356–8.

Anda mungkin juga menyukai