Lazuardi 135
Oleh:
Lazuardi1
Abstract
1
Penulis adalah Dosen Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
136
Pendahuluan
2
Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: t.p. 1964), bab 21 dan 27
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 137
keduanya sebagai bidang ilmu yang sah ? Apakah para ilmuan klasik Islam
mengajukan dua kutub keilmuan itu secara dikhotomis atau sekedar penjenisan
dan pembidangan saja? Tulisan ini mirip kajian buku yang memfokuskan pada tiga
karya klasik Islam yang ber-genre klasifikasi ilmu. Ketiga karya tersebut adalah
Ihshau’ al-Ulum karya al-Farabi, Ihya’ Ulumiddin al-Ghazali, dan Muqaddimah
karya Ibn Khaldun.
Mengenal al-Farabi
3
Said Zayid, al-Farabi, (Mesir: Dar al-Ma‘arif, 1962), hlm.14.
4
Ibid.,
5
Ibid.,
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
138
6
Ibid., hlm. 15.
7
‘Usman Amin, Ihshau’ al-‘Ulum, (Misr: Dar al-Fikr al-Araby Mathba’ah al-I’timad, Al-
Thab’ah al-Tsaniyah, 1949), hlm.32.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 139
Hailan. Pada saat inilah al-Farabi mendapat gelar sebagai al-Muallim al-tsani ‚guru
kedua‛ karena penguasaan ilmunya sehingga seorang ilmuan mantiq terkenal
Yahya bin ‘Ady belajar kepadanya.8
Untuk ketiga kalinya al-Farabi kembali lagi ke Baghdad sebagaimana
disebut Ibn Khalkan beliau membaca ilmu-ilmu ke filsafatan. Pada saat inilah al-
Farabi bersentuhan langsung dengan karya-karya Aristoteles setelah membacanya
berkali-kali sehingga beliau mampu memahami pemikiran Aristo secara utuh.
Bahkan dikisahkan bahwa Kitab al-Nafs karya Aristoteles dibacanya sebanyak
seratus kali dan Kitab al-Simau’ al-Thabi’iy dibacanya sebanyak empat puluh kali
dan masih terus membaca dan mengulanginya. Masih menurut Ibn Khalkan bahwa
al-Farabi mengarang sebahagian besar karyanya di Baghdad karena hampir 20
tahun beliau menghabiskan waktunya di kota ini dalam usia yang matang secara
akademik.9
8
Said Zayid, Ibid., hlm. 16.
9
Ibid., hlm. 17.
10
Usman Amin, Ibid., hlm. 30.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
140
11
Ibid., hlm. 2.
12
Ibid.,
13
Ibid.,
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 141
, وايها اتقن واوثق واقوى, ايها انفع, فيعلم ايها افضل, وبهذا الكتاب يقدر االنسان على ان يقايس بين العلوم
. وايها اوىن واوىى واضعف
فانو اذا طولب باالخبار عن: وينتفع بو ايضا فى تكش يف من ادعى البصر بعلم من ىذه العلوم ولم يكن كذلك
. ويجمل ما فى كل جزء منو فلم يضطلع بو تبين كذب دعواه وتكثف تمويهو,جملة ما فيو وباحصاء اجزائو
. وكم مقدارما يحسنو,وبو يتبين ايضا فيمن يحسن علما منها ىل يحسن جميعو او بعض اجزائو
وي نتفع بو المتادب المتفنن الذى قصده ان يشدو جمل مافى كل علم ومن احب ان يتشبو باىل العلم ليظن بو انو
14
.منهم
‛Ini karya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad al-Farabi tentang
rangking, tingkatan ilmu (maratib al-ulum) berkata : ‚yang kami
maksudkan dengan buku ini adalah nuhshiya (menggolongkan ilmu
menurut jenisnya, menyusun sampai bagian terkecil, memilah,
menklasifikasikan, membuat cakupan, dan menghitung) jumlah ilmu-ilmu
yang populer pada zamannya satu persatu, memperkenalkan dan
mendepinisikan kandungan setiap ilmu secara global, membagi setiap
kandungan ilmu dengan bagian-bagian yang lebih kecil, dan
menghimpun setiap kandungan ilmu dengan bagian-bagiannya dan
selanjutnya kami buat lima pasal………‛. Dalam paragraph selanjutnya
al-Farabi mengungkapkan manfaat bukunya sebagai berikut:
Dengan demikian buku ini akan bermanfaat bagi orang yang ingin
mempelajari dan meneliti sebuah ilmu secara ontologism dan
epistomologis serta sejauh mana ilmu itu bermanfaat, apa kegunaanya
dan apa keutamaan yang diperoleh (aksiologis), agar dasar pijakan ilmu
yang diajukan memiliki landasan epistemologis dan argumentatif bukan
belandaskan kebutaan dan kesia-siaan. Dengan begitu melalui buku ini
orang akan mampu untuk membandingkan(comparasi) antara berbagai
ilmu, dengan begitu akan diketahui mana yang lebih utama, paling
bermanfaat dan paling pasti dan meyakinkan, paling kokoh dan kuat
serta orang akan tahu mana yang paling lemah. Buku ini juga bermanfaat
dalam menyingkap dan membuka dugaan orang terhadap sebuah ilmu,
dan tidak akan terbebani pada saat menyampaikannya sehingga jelas
terungkap mana yang diduga kebohongan dan tersingkap mana yang
palsu.
14
Lihat kata pengantar kitab dengan judul ( Maqalah fi Ihsha’I al-Ulum) dalam buku Ihshau’
yang ditahqiq oleh Usman Amin pada halaman 43
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 143
Dengan buku ini juga akan jelas kepada siapa ilmu itu baik dan apakah
keseluruhan atau sebagian atau bagian kecil dari ilmu itu baik, dan
berapa kadar baiknya. Dan akan bermanfaat begi pecinta ilmu yang
bermaksud menguasai ruang lingkup(skop) setiap ilmu, dan barang siapa
meniru-niru (memplagiasi) niscaya mereka bagian dari yang ditiru‛.
Oleh karena itu kitab Ihshau’ bukanlah sebuah ensiklopedia sebagaimana
ensiklopedi yang kita pahami sekarang. Akan tetapi sebenarnya kitab
Ihsha’ dimaksudkan sebagai kitab yang memuat dan menghimpun
berbagai ilmu-ilmu yang berkembang pada zamannya. Kendatipun
demikian, al-Farabi tetap dipandang sebagai peletak pertama klasifikasi
ilmu yang memberikan pengaruh besar dan akan mendorong para
penulis ensiklopedia Arab untuk membuat tulisan-tulisan sejenis.
15
Usman Amin, Ibid., hlm.27.
16
Ibid., hlm. 28.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
144
diucapkan. Bagian ketiga membahas tentang lafadz yang baik digunakan dalam
syair dan yang tidak baik yang dianggap tidak syair,
Pasal Kedua, Ilmu Logika (Fi ‚Ilm al-Manthiq). Al-Farabi mengawali
pasal ini dengan uraian manfaat ilmu manthiq. Menurutnya ilmu mantik akan
memberikan kaedah berpikir dan meluruskan seseorang dengan cara yang baik
untuk mendapatkan kebenaran dan tidak salah dalam penalaran. Kaedah-kaedah
itu akan memelihara seseorang dari kesalahan dalam bernalar dan berpikir dan
kaedah itu juga akan menguji penalaran sampai seseorang mendapatkan
pengetahuan secara pasti, mana kebenaran dan mana yang bukan kebenaran.
Melalui Ilmu manthiq seseorang juga akan memperoleh cara berpikir dan
menganalisis secara analogis (qiyasy) dan argumentative (istdhlaly). Tanpa seperti
ini seseorang tidak akan sampai pada kebenaran yang pasti (al-haqq al-yaqin)
karena itu dibutuhkan kaedah berpikir (Qawaninu al-Manthiq).
Menurutnya Ilmu Manthiq sangat sesuai dengan Ilmu Nahwu (grammer).
Hubungan ilmu manthiq dengan penalaran seperti hubungan Ilmu Nahwu dengan
berbahasa. Ilmu Nahwu memberikan kaedah berbahasa sedangkan Ilmu Manthiq
memberikan kaedah berpikir dan bernalar. Bahkan sesuai dengan Ilmu ‘Arudh
yang sangat berhubungan dengan wazan syair.
Bagian dari Ilmu Manthiq yang paling penting terdiri dari delapan bagian,
yaitu, a. kaedah-kaedah tentang satu pernyataan kategoris sederhana yang dalam
Bahasa Arab disebut al-ma’qulat sedangkan dalam bahasa Yunani disebut
kategoris, b. kaedah-kaedah silogisme atau pernyataan sederhana yaitu kategoris
yang tersusun dari dua kategoris tunggal yang dalam bahasa arab dikenal dengan
istilah al-‘Ibarah sedangkan dalam Bahasa Yunani dikenal dengan ‚Hermenik‛ 17 c.
pernyataan-pernyataan yang memberikan norma peng-analogi-an yang dimiliki
kelima ilmu, Bahasa Arab menyebut dengan qiyas dan dalam Bahasa Yunani
dikenal dengan istilah analogi I. d. Kaedah-kaedah yang menguji pernyataan-
pernyataan argumentative, kaedah-kaedah yang sesuai dengan persoalan-
persoalan filsafat. Bahasa arab mengistilahkan dengan Burhan dan Bahasa Yunani
menyebut dengan analogy ke II. e. Pernyataan-pernyataan yang akan menguji
pernyataan polemik dan perdebatan, metode bertanyak dan menjawab dan
kaedah-kaedah yang sesuai dengan keahlian berdebat agar lebih sempurna,
mantap dan berpengaruh yang dikenal dengan istilah al-Mawadhi’ al-Jadaliyah‛
dalam bahasa yunani disebut dengan topika. f. Kaedah-kaedah tentang seuatu
17
Sampai tulisan ini selesai , penulis belum menemukan terjemahan yang pasti menurut
bahasa Indonesia terlebih dalam ilmu logika sehingga penulis membuat tanda petik.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
146
ilmu ini meneliti tentang planet bumi yang dihuni dan yang tidak dihuni, iklim,
jumlah penduduk, tempat perumahan, perputaran siang dan malam, kondisi bumi
pada saat terbit dan terbenam matahari, serta panjang dan pendeknya siang hari
dan malam. 5. Ilmu Musik (‘ilm musiqa), mencakup tentang pendepinisian bagian-
bagian nada, susunan apa yang dimiliki nada bagaimana menyusun nada, dalam
situasi bagaimana nada itu muncul sehingga indah. Ilmu ini terbagi dua, yang
pertama ilmu music praktis yaitu menemukan bagaian-bagian nada melalui alat
music yang ada baik yang alami seperti kerongkongan, anak lidah, dan hidung
maupun yang buatan seperti seruling dan gambus. Sedangkan ilmu music teoritis
memaparkan tentang sebab-tersusunnya nada yang lahir dari alat dan materi,
pendengaran serta alat music apa yang tepat,dan benda apa yang paling tepat. 6.
Ilmu Berat (‘ilm al-astqal) berbicara tentang asal usul timbangan dan takaran,
kemudian meneliti berat sesuatu ketika menggerakkan dan digerakkan, membahas
alat pengangkat sesuatu yang berat dan pemindah dari satu yempat ke tempat lain.
7. Ilmu Mekanika Terapan (‘ilm al-hiyal/ al-mikanikiya al-tathbiqi).
Pasal Keempat, Ilmu Fisika atau ilmu-ilmu kealaman (al-ilm al-thabi’i)
dan Ilmu al-Ilahy. Ilmu Fisika meneliti benda-benda fisik baiak yag bersifat natural
seperti langit, bumi dan apa yang ada di antara keduanya, tumbuh-tumbuhan dan
hewan maupun buatan manusia seperti kaca, pedang, tempat tidur dan pakaian
sesuai dengan keinginan manusia. Ilmu ini mencakup delapan bagian, yang
pertama, mengkaji benda-benda fisika sederhana terdiri dari prinsif-prinsif dan
sifat-sifat yang dimilikinya disebut dengan al-simau’ al-Thabi’I (benda-benda), yang
kedua, meneliti eksistensi benda-benda sederhana, benda apa, berapa jumlahnya,
apakah dapat diamati di alam, apa bagian-bagian pertamanya, apakah ia tiga atau
lima, apakah dapat diamati di langit dari seluruh bagian-bagian alam, apakah ia
satu materi, meneliti tentang unsure-unsur benda tersusun, apakah ia menjelaskan
wujudnya sebagai wujud sederhana, apakah ia benda lain di luar dirinya jika tidak,
apakah keseluruhan atau sebahagian jika sebagian terdiri dari unsure apa dia,
apakah ia dapat disaksikan atau tidak, apakah unsure benda sederhana sebagai
unsur asli bagi benda-benda tersusun. Ilmu ini dibahas dalam kitab al-sama’ wa al-
‘alam (langit dan alam). Ketiga, meneliti ke-ada-an dan kehancuran benda-benda
fisika, bagaimana kehancuran dan eksistensi unsur-unsurnya, bagaimana terjadi
dari unsur-unsur itu benda tersusun, ini dibahas dalam kitab al-kaun wa al-fasad
(eksistensi dan kehancuran). Keempat, ilmu yang membahas tentang prinsif-prinsif
sifat dan berreaksi dengan unsurnya saja tanpa tersusun. Bagian ini dibahas dalam
kitab al-astar al-‘alawiyah(fosil-fosil). Kelima, mengupas tentang benda-benda
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
148
tersusundari unsur, mana bagian unsur yang sama, dan mana bagian unsur yang
berbeda, apakah bagian yang tersusun itu terdiri dari bagian unsur yang berbeda
seperti daging dan tulang, mana yang bukan bagian unsur asli benda fisika yang
bagian-bagian unsurnya berbeda seperti garam, emas dan perak. Ini dibahas
dalam kitab al-Atsar al-Alawiyah.Keenam, membahas tentang kitab Ma’adin
(mineral) membahas tentang benda-benda mineral, sifat, jenis dan bagian-
bagiannya. Ketujuh, adalah kitab Tumbuhan (al-Nabat) mambahas tentang
keanekaragaman tumbuhan. Kedelapan, adalah kitab hewan ( al-Hayawan)
membicarakan tentang jenis-jenis hewan.
Sedangkan (ilm al-ilahi) atau metafisika mengupas semua yang bersifat
metafisis terbagi kepada tiga bagian, pertama, membahas wujud-wujud dan sifat-
sifat esensial, kedua, membahas prinsip-prinsip argumentasi dalam ilmu-ilmu
teoritis particular, ketiga, membahas wujud-wujud non-fisik mutlak.
Pasal Kelima, Ilmu politik dan moral (’ilm al-madani), Ilmu ini terbagi
dua, yang pertama mencakup depenisi kebahagiaan, yang kedua mencakup
tentang kepemimpinan dan kekuasaan, syarat-syarat kemakmuran kota, kebajikan
manusia, etika dan teori politik. Yurisprudensi(Ilmu al-Fiqh), membahas tentang
cara pengambilan kesimpulan apa yang tidak dijelaskan syari’ah berisi tentang
keimanan, ritus-ritus. Ilmu Fiqh terbagi dua bagian, yang pertama, berbicara
tentang pendapat-pendapat(ara’), yang kedua berbicara tentang ritual dan praktek
keagamaan (af’al). Teologi (Ilm al-Kalam) adalah ilmu yang membantu manusia
agar mampu mempertahankan pendapat-pendapat dari serangan lain.18
1. Mengenal al-Ghazali
Imam Abu Hamid Muhammad yang dikenal dengan al-Ghazali dengan
nama lengkap Imam Zainuddin Hujjatu al-Islam Bu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin al-Ghazali- at-Tusy-al-Naisabury-al-Faqih-al-Mutasawwify-al-
Syafii’y-al-Asy’ary.19 Lahir pada tahun 450 H di kota Tus yaitu kota terbesar kedua
18
Uraian tentang pembagian ilmu kepada lima pasal dalam tulisan ini dikutip langsung dari
kitab Ihshau’ al-Ulum, tahqiq ‘Usman Amin mulai dari halaman 46 s/d 113.Lihat ‘Usman Amin,
Ihshau’ al-‘Ulum, (Misr: Dar al-Fikr al-Araby Mathba’ah al-I’timad, Al-Thab’ah al-Tsaniyah, 1949),
Osman Bakar, Hierarki Ilmu : Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu menurut al-Farabi, al-
Ghazali, Qutb al-Din al-Syirazi,(Bandung: Mizan, 1997), hlm. 147-148.
19
Mukhtasyar Ihya’I ‘Ulumiddin, (Beirut, Lubnan: Dar al-Fikr li-al-Thiba’ah wa al-Nasyr wa
al-tauzii’, 1993), hlm. 7.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 149
di Khurasan setelah kota Naisabur. Denga nama dan laqb yang disandarkan
kepadanya dapat diketahui kalau al-Ghazali adalah seorang ahli fiqh, teolog, sufi
dan bermazdhab Syafii’ serta berfaham teologi Asy’ary.
Al-Ghazali mengawali karir akademiknya dengan belajar ilmu fiqh di
Naisabur kepada Imam Haramain ( al-Juhaini ), kemudian mengajar di Madrasah
Nizhamiyah Baghdad. Pada tahun 598 H beliau berangkat dan menetap sebentar
di Damaskus. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Baitul Maqdis, di sini al-
Ghazali memulai kehidupan sufi, dan memfokuskan diri mengarang kitab Ihya’
Ulumiddin. Menurut Ibn Asyakir sebagaimana dikutip dalam kitab Mukhtasyar al-
Ghazali meninggal pada hari Senin 14 Jumadil al-Akhir tahun 505 H.20
Menurut para sejarawan buku ini ditulisnya setelah kembali ke Baghdad
yang sebelumnya melakukan perjalanan ke Negeri Syam. Diterbitkan pertama kali
tahun 1269 M, dan secara berturut-turut pada tahun 1279, 1282,1289, 1289, di
Istanbul diterbitkan pada tahun 1321, di Teheran pada tahun 1293, dan Penerbit
Dar al-Qalam Beirut tidak menuliskan tahun terbitnya.21
Sebenarnya tidak mudah bagi seseorang untuk mengetahui karya-karya
al-Ghazali mengingat karya-karyanya yang sangat banyak. Menurut Kitab
Mukhtasyar ada yang menyebut jumlah karyanya sebanyak 58 buah, 80 buah,
bahkan ada yang menyebut 98 buah.22 Mehdi Nakosteen menyebut kurang lebih
70-an karya al-Ghazali dan menempatkan Kitab Fatihat al-‘Ulum (Introduction to
the Sciences ), sebagai kitab terbesarnya.23 Diantara karya-karya besarnya sebagai
berikut : Ihya’ ‘Ulumiddin, Tahafut al-Falasifah, Kitab al-Iqtisyad fi-al-I’tiqad, Kitab
al-Munqiz min al-Dhalal, Kitab Mizan al-‘Amal, Kitab Misykatu al-Anwar, dan lain-
lain. Hanya saja tidak semua karya al-Ghazali memenuhi standar sebagaimana
sebuah buku akan tetapi lebih tepat disebut sebagai makalah-makalah yang belum
terintegrasi dalam sebuah buku.24
AI-Ghazali membagi buku Ihya’nya kepada empat bagian yang diberi
nama arba’atu arba’ karena seperampat pertama membahas tentang ibadah,
seperampat kedua tentang etika, seperampat ketiga membicarakan hal-hal yang
20
Ibid., hlm. 16.
21
Ibid., hlm. 8.
22
Ibid., hlm. 8.
23
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam, (Surabaya, Risalah Gusti, 1996), hlm. 126.
24
Badawi Thabanah, Ihya’ ‘Ulumiddin li Imam al-Ghazali, (Semarang: Maktabah wa
Mathba’ah Karya Thaha Putra, t.th.), Juz I, hlm. 22-23.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
150
25
Dalam makalah ini kutipan tentang klasifikasi ilmu menurut al-Ghazali yang disadur dari
kitab Ihya’ Ulumiddin karya al-Ghazali mulai dari halaman 13-24 , Badawy Thabanah, Ihya’
‘Ulumiddin, (Semarang : Thaha Putra) tt, hlm. 13.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 151
sehingga dibutuhkan ilmu tentang tata cara melaksanakanya (al-ilm bi kayfiyah al-
‘amal). Ilmu memiliki keutamaan (fadhilah, bermakna ziyadah atau nilai lebih)
maka mempelajarinya juga menuntut keutaamaan demikian juga mengajarkannya
baik untuk tujuan duniawi maupun ukhrawi. Aturan agama mencakup aturan
duniawi karena dunia mazra’ah al-akhirah yaitu sarana yang mengantarkan
menuju kaabadian.
Al-Ghazali membagi keterampilan (shina’ah) manusia kepada tiga
bagian, yang ia sebut dengan keterampilan yang bersifat asasi (ushul) mencakup,
pertama pertanian yang menghasilkan makanan, kedua pertenunan (tekstil) untuk
pakaian, ketiga, politik untuk pengaturan masyarakat dan kerja sama. Keterampilan
kedua adalah sifatnya penunjang bagi yang ushul seperti tukang besi yang akan
membantu keterampilan pertanian dan keterampilan lainnya. Setiap keterampilan
membutuhkan sarana penunjang, penggiling alat tenun alat pemintal. Keterampilan
ketiga bersifat penyempurna agar yang bersifat ushul lebih indah seperti tepung
dan roti dari pertanian, tukang dobi dan penjahit untuk pertenunan.
Beranjak dari banyaknya keterampilan itu, al-Ghazali melihat terjadi
perbedaan pendapat tentang ke-fardhu-an ilmu pengetahuan yang mesti dipelajari
umat Islam, menurutnya lebih dari 20 kelompok, masing-masing kelompok
mengklaim ilmunya yang fardhu. Penggunaan kata fardhu bukan untuk
membedakan-bedakan satu jenis ilmu dengan yang lain akan tetapi hanya
menyebut pembagian bukan pemisahan. Pernyataan ini tertuang dalam ungkapan
al-Ghazali sendiri dengan redaksi sebagai berikut:
26
"بيان العلم الذى هو فرض كفاية اعلم ان الفرض اليتميز عن غريه اال بذكر اقسام العلوم
Ungkapan ini memberikan pandangan bahwa al-Ghazali tidak membeda-
bedakan dan tidak melakukan diskriminasi (al-tamayyuz) terhadap satu ilmu
dengan ilmu yang lain. Kefardhuan dimaksud berdasarkan pada tujuan dan
sasaran( al-ghard) ilmu-ilmu yang ada. Al-Ghazali menggunakan istilah ‚aqsam,
yanqasim‛ yang diterjemahkan dengan pembagian dan penjenisan sesuai dengan
urgensi dan kegunaannya baik untuk kepentingan dunia yang bersifat instrumen
maupun kepentingan akhirat yang bersifat syar’iyah.
Dengan menggunakan kata tersebut Al-Ghazali membagi ilmu
pengetahuan kepada ilm fard ‘ain dan fard kifayah yang didasarkan pada
perbedaan dua macam kewajiban yang berhubungan dengan pencapaiaan ilmu.
Fard ain adalah perintah terhadap manusia secara individu dan mengikat ( wajib
26
Ibid., hlm. 9.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
152
Individual ). Sedang ilmu fard kifayah adalah perintah Tuhan tidak mengikat bagi
setiap individu akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama secara kolektif.
Al-Ghazali juga membagi ilmu berdasarkan tujuannya kepada dua
bagian, yang pertama ilmu syar’iyah dan yang kedua ilmu ghayru syar’iyah. Ilmu
Syar’iyah adalah ilmu yang dengannya diutus para Nabi, jenis ilmu ini tidak
membutuhkan bimbingan rasio seperti matematika, dan tidak menggunakan
eksprimen seperti medis dan juga tidak menggunakan pendengaran seperti bahasa.
Al-Ulum al-Syari’ah ini besifat terpuji akan tetapi sering bercampur maka ia
dipandang ilmu yang tercela. Ilmu-ilmu syari’ah ini terbagi kepada dua bagian
yaitu mahmudah dan mazdmumah. Mahmudah memiliki empat tingkatan sebagai
berikut:
a. Al-ushul, terbagi kepada empat bagian yaitu, Alquran, hadis, ijma’ dan atsar
sahahabat.
b. Al-furu’, yaitu cabang dari ushul yang menggunakan rasio yang menyebabkan
pemahaman semakin berkembang. Ilmu ini terbagi kepada dua bagian, yang
pertama terkait dengan kepentingan dunia yang menjadi tanggungjawab
ulama fiqh dan ulama dunia sebagaimana termuat dalam kitab fiqh, yang
kedua adalah ilmu yang terkait dengan kepentingan akhirat saja seperti ilmu
tentang keadaan jiwa, akhlaq yang baik dan buruk, mana yang diridhai dan
mana yang dibencii.
c. Al-Muqaddimat, yaitu Ilmu-yang bersifat pengantar, alat dan instrument seperti
ilmu bahasa, nahwu, karena itu secara substansial keduanya tidak termasuk
ilmu syari’ah, akan tetapi masuk dalam lingkup syariah karena syariah turun
dalam bahasa arab. Karena itu ilmu bahasa adalah ilmu alat (instrumen)
seperti ilmu menulis yang tidak penting (laisa dharuriyan).
d. Al-Mutammimat, sifatnya penyempurna seperti ilmu Alquran, mempelajari
lafazd, qira’ah, makhariji al-hurf, maknanya seperti tafsir, hukum-hukumnya
seperti pengetahuan tentang nasikh mansukh, al-‘am dan khassah,
pengetahuan musthalah hadis. Semua ilmu-ilmu ini termasuk dalam ilmu
syari’ah, mahmudah akan tetapi tergolong fardhu kifayah.
Sedangkan ilmu ghairu syar’iyah terbagai kepada tiga bagian:
a. Ilm al-mahmudah yaitu ilmu yang terkait dengan urusan-urusan duniawi
seperti kedokteran dan matematika. Ilmu ini terbagi kepada dua bagian, a.
yang pertama, fard kifayah, b. yang kedua fadhilah laisa bi faridhah bersifat
tambahan. Fardhu kifayah adalah ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk
menopang urusan duniawi seperti kedokteran, karena sifatnya sangat urgen
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 153
dalam kebutuhan manusia agar tetap survive, dan seperti ilmu matematika
yang digunakan dalam bermuamalah, wasiat, dan pembagian warisan. Jika
ilmu ini tidak dimiliki satu orang saja dalam satu daerah maka berdosa semua
penduduk, akan tetapi satu orang saja yang melakukan dan melaksanakan, hal
ini dipandang cukup dan gugurlah kewajiban semua penduduk. Oleh karena
itu, propesi atau keterampilan yang bersifat asasi (ushuli), juga dipandang
fardhu kifayah adalah pertania, pertenunan, politik bahkan perbekaman dan
menjahit. Jika tidak ada tukang bekam dalam satu daerah semua masyarakat
bersalah karena mereka mendekatkan diri kepada kecelakaan karena tidak
dibenarkan menyerempet bahaya. Sedangkan ilmu Fadhilah yaitu ilmu yang
tidak wajib, hanya sekedar kebutuhan dan tambahan seperti dasar-dasar
berhitung dan hakikat-hakikat pengobatan dan medis yang tidah terlalu
dibutuhkan.
b. Al-mazdmum yaitu ilmu yang dicela seperti, ilmu syihir, azimat-azimat,dan
sunglap serta ilmu-ilmu yang bercampur.
c. Mubah yaitu ilmu yang sifatnya dibolehkan seperti syair, sejarah para perawi.
Dalam pandangan al-Ghazali ilmu kalam dan filsafat, keduanya
mengandung hal yang mazdmumah dan juga mengandung yang mahmudah. Jika
landasannya Alquran dan sunnah ia tergolong mahmudah akan tetapi jika
landasanya adalah ‚debat‛ itu tergolong mazdmumah dan dipandang bid’ah. Al-
Ghazali melihat, secara asasi bahwa filsafat bukan ilmu akan tetapi terdiri dari
empat bagian, yang pertama adalah ilmu teknik (handasah), matematika (al-hisab)
keduanya bersifat mubah dan tidak dilarang mempelajarinya kecuali ada
kekhawatiran membahayakan orang Islam. Yang kedua Ilmu Logika (Mantiq) yaitu
ilmu yang membahas tentang syarat-syarat argumentasi dan syarat-syarat
pendepinisian tetapi dua topik ini masuk dalam ilmu kalam. Yang ketiga adalah
metafisika (al-Ilahiyyat) yaitu ilmu yang membahas tentang wujud, zat dan sifat
Allah, yang juga masuk dalam lingkup Ilmu Kalam. Sedangkan yang keempat
adalah Ilmu Fisika (al-Thabi’iyyat) yang sebagiannya membahas tentang lingkup
sifat-sifat materi, kualitas mutasi dan perubahan, dan sebagian ilmu ini
bertentangan dengan syari’ah, agama dan kebenaran.27 Ilmu-ilmu diatas tergolong
kepada ilmu kifayah.
Al-Ghazali juga sering menyebut ilmu laduni, ilmu al-mukasyafah dan
ilmu bathin yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi, ilham atau wahyu
yang bersifat langsung, supra-rasional, dan kontemplatif. Sebagaimana juga al-
27
Ibid., hlm. 13.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
154
Ghazali sering menyebut istilah ilmu al-zhahir sebagai penghias bumi dan ilmu
bathin sebagai penghias langit. Konsekuensinya al-Ghazali juga membagi ilmuan
kepada Ulamau’ al-zhahir atau ulama al-dunya’ dan ulamau’ al-bathin atau
ulamau’ al-akhirah.28 Pembagian ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari
pembagian ilmu yang diajukan al-Ghazali yaitu syar’iyah dan ghairu syar’iyah.29
Lektur Klasik Islam lainnya yang berbicara tentang klasifikasi ilmu
ditemukan dalam Muqaddimah karya Ibn Khaldun.30 Semula kitab ini merupakan
pengantar (jilid pertama) terhadap buku Tarikh Ibn Khaldun: yang berjudul Kitab
al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyami al-Arab wa al-‘Ajm wa al-
Barbar wa man ‘Asyarahum min zawi al-Sulthani al-Akbar (Kitab Pelajaran dan
Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir, mencakup Peristiwa Politik
orang-orang Arab, Non-Arab (Ajm), dan Bangsa Barbar, serta Raja-raja Besar yang
semasa dengan mereka). Akan tetapi kemudian buku pengantar ini lebih popular
dibanding dengan kitab al-‘Ibar yang diterbitkan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah Beirut,
Libanon . Kitab Muqaddimah dirampungkan Ibn Khaldun saat berusia 43 Tahun.
Selain dua kitab di atas Ibn Khaldun juga menulis buku At Ta’rif bi Ibn Khaldun wa
Rihlatuhu Syarqan wa Gharban yang dikenal dengan sebutan At-Ta’rif yang
merupakan jilid terakhir dari kitab al-‘Ibar-nya.
Muqaddimah diinterpretasikan sebagai gambaran perenungan Ibn
Khaldun tentang kondisi social politik di negara-negara Arab-Islam yang senantiasa
dililit konflik anta relit kekuasaan. Dalam tesisnya Ibn Khaldun berkesimpulan
bahwa kekuasaan terbentuk melalui kemenangan yang diraih melalui kompetisi-
kompetisi. Hal inilah yang menjadi awal bagi justifikasi kekuasaan. Kompetisi
kekuasaan tidak dapat dipisahkan dari sikap-sikap arogan dan macam-macam
maneuver. Padahal menurutnya politik memiliki tujuan substansial untuk
kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu paparan dalam buku banyak
merekam jejak berbagai peristiwa politik meskipun settingnya di Negara-negara
muslim sehingga buku ini tepatnya disebut sebagai buku sejarah yang mengupas
persoalan-persoalan politik, ekonomi dan peradaban. Abad 14 Miladiyah
merupakan periode kebudayaan Arab Islam mengalami kemunduran. Kemunduran
ini meluas keberbagai bidang kehidupan termasuk jaringan-jaringan politik yang
28
Ibid., hlm. 13.
29
Ibid.,
30
Ibn Khaldun hidup antara abad ke-14 dan 15 M (1332-1406 M) Bertepatan abad ke-8
dan 9 HLM. Ibn Khaldun dilahirkan di Tunis pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 155
31
Dalam makalah ini klasifikasi ilmu pengetahuan sepenuhnya dikutip dari buku
Muqaddimah karya Ibn Khaldun yang dimulai pembahasannya pada pasal empat sampai pasal ke
tiga belas.
Forum Paedagogik Vol. 07 No.01 Januari 2015
156
32
Ibn Khaldun, Muqaddimah, Ibid., hlm. 478-479.
33
Ibid., hlm. 436-437.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Karya Klasik...............Lazuardi 157
Penutup
Referensi