A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Soegondo, 2011). Hormon
insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah sebagai akibat dari
gangguan produksi hormon insulin, akan terjadi kenaikan kadar gula darah di atas batas
normal (Yunir, 2007). Hiperglikemi atau peningkatan kadar gula dalam darah merupakan
efek yang biasa terjadi pada DM yang tidak terkontol dan apabila hal ini bertahan dalam
waktu yang lama (WHO,2008).
Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes mellitus ada
dua antara lain : Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)). Diabetes
tipe ini juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI yaitu Diabetes Mellitus Tergantung
Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans
diakibatkan oleh proses autoimun serta idiopatik. Diabetes Mellitus Tipe II atau Non-Insulin
Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak
Tergantung Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan karena adanya kegagalan relativ sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi Insulin merupakan turunnya kemampuan insulin dalam
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang
dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa maupun glukosa bersama
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desentisisasi
terhadap glukosa.
Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul sekarang dimana
luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang diakibatkan karena suatu infeksi yang
menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini tidak
dilakukan perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor
resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi
neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada penderita
ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut
dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau
kering.
D. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Sylvia, 2006).
c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Ketosis
terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a) Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu
untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi
dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit. Sebagai contoh
olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan
cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-
30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002).
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan
perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan
untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik
kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi :
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
A. Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian pasien DM secara teori menurut Doenges (1999) :
a) Pengkajian Demografi :
Diabetes mellitus banyak diderita oleh perempuan dewasa. Usia kurang lebih 40
tahun
b) Pengkajian Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit infeksi pada pankreas, tumor pada pankreas, hipertensi, riwayat DM
sebelumnya.
c) Pengkajian Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit DM dikeluarga klien
d) Pengkajian data dasar pasien DM
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur / istirahat
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi / disorentasi, koma, penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Kebas, kesemutan ekstemitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi).
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5) Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, tidak mengikuti diit, peningkatan
masukan glukosa / karbohidat, penurunan berat badan lebih dari periode selama
hari / minggu, Haus, Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : Kulit kering / bersisik, kekakuan / distensi abdomen, muntah Pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
ketonisis / manis, bau buah (nafas acetone)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, sakit kepala, kesemutan, porestesia, gangguan
penglihatan , penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : Disorentasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), reflek tendon dalam (DTD) menurun.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpasi, tampak berhati – hati
8) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan
umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernafasan
(jika kalium menurun dengan)
9) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit (diabetes mellitus)
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotik)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis dan kurang asupan makan
5. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi
6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
8. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan menejemen diabetes
tidak tepat
9. Risiko infeksi dibuktikan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat
(leukopenia)
10. Risiko cidera dibuktikan dengan gangguan sensasi
DAFTAR PUSTAKA
Arora, M., Koley, S., Gupta, S., et al, 2007. A Study on Lipid Profile And Body Fat in
Patients with Diabetes Melitus. Anthropologist, 9(4):295-8.
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC
Jakarta.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: ELSEVIER.
DEm Yunir, Suharko Soebardi. 2007. Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus.
Dalam AW Sudoyo, B Setiyohadi, I Alwi, M Simadibrata, S Setiati: Buku ajar ilmu
penyakit
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2015-2017. Jakarta : EGC.
Kishore, P. MD, 2008. Merck.com. Gangguan hormonal: Diabetes mellitus (DM).
www.merck.com/mmhe/sec13/ch165/ch165a.html. Diakses pada 21 Desember 2016
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA: ELSEVIER.
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 - 2017.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia, Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Soegondo, S. 2006. Penyuluhan sebagai Komponen Terapi Diabetes dan Penatalaksanaan
Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soegondo, S., 2011. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini dalam: Soegondo,
S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi
dokter maupun edukator diabetes. Jakarta : FKUI
Mengetahui, Denpasar, 25 Desember 2017
Nama Pembimbing/CT
NIP: 196812311992031020