Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Soegondo, 2011). Hormon
insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah sebagai akibat dari
gangguan produksi hormon insulin, akan terjadi kenaikan kadar gula darah di atas batas
normal (Yunir, 2007). Hiperglikemi atau peningkatan kadar gula dalam darah merupakan
efek yang biasa terjadi pada DM yang tidak terkontol dan apabila hal ini bertahan dalam
waktu yang lama (WHO,2008).
Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes mellitus ada
dua antara lain : Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)). Diabetes
tipe ini juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI yaitu Diabetes Mellitus Tergantung
Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans
diakibatkan oleh proses autoimun serta idiopatik. Diabetes Mellitus Tipe II atau Non-Insulin
Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak
Tergantung Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan karena adanya kegagalan relativ sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi Insulin merupakan turunnya kemampuan insulin dalam
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang
dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa maupun glukosa bersama
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desentisisasi
terhadap glukosa.
Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul sekarang dimana
luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang diakibatkan karena suatu infeksi yang
menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini tidak
dilakukan perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor
resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi
neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada penderita
ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut
dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau
kering.

B. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI DIABETES MELLITUS


Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi umumnya
diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang
peranan penting.
a. Tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula
darah) (Bare&Suzanne,2002).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002). Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat
kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody
sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya
memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002)
b. Tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk
metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat
keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan
berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka
sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan
berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM,
usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002).
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah :
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
e. Pola makan yang salah

D. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Sylvia, 2006).

E. TANDA DAN GEJALA


Kedua-kedua jenis diabetes memiliki gejala yang sangat mirip. Gejala pertama
berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Gula tumpah ke dalam
urin ketika kadar gula darah naik di atas 160-180 mg / dL. Ketika tingkat gula dalam urin
meningkat lebih tinggi lagi, ginjal mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan sejumlah
besar gula, maka menghasilkan air seni yang berlebihan, jadi penderita diabetes sering buang
air kecil dengan volume yang banyak (poliuria). Buang air kecil yang berlebihan
mengakibatkan rasa haus yang tidak normal (polidipsia). Selain itu disebabkan kehilangan
kalori yang berlebihan dalam urin, maka berat badan penderita Diabetes Mellitus (DM) akan
menurun. Untuk mengkompensasinya, penderita DM akan sering merasa lapar. Gejala lain
untuk Diabetes Mellitus (DM) termasuk penglihatan kabur, pusing, mual, dan menurunnya
daya tahan semasa melakukan aktivitas (Kishore, P. MD, 2008).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe I, gejalanya sering muncul secara tiba-tiba dan
dramatis. Dalam Diabetes Mellitus Tipe I ini bisa terjadinya ketoasidosis diabetikum. Hal ini
terjadi karena tubuh tidak bisa menghasilkan insulin atau penghasilan insulinnya tidak
adequate, maka sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan gula yang terdapat di dalam darah,
jadi sel-sel tubuh akan menjalani mekanisme back-up untuk memperolehi energi supaya sel-
sel tubuh bisa hidup. Sel-sel lemak akan mulai lisis dan menghasilkan keton. Keton ini
memberikan energi kepada sel tetapi akan menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan buang air kecil yang
berlebihan, penurunan berat badan, rasa mual, muntah, kelelahan, dan pada anak-anak
terutmanya sakit perut. Selain itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I juga cenderung untuk
bernafas lebih dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keadaan keasaman
dalam darah. Di samping itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I ini nafasnya berbau seperti
penghapus cat kuku. Jika tidak diobati, ketoasidosis diabetikum ini bisa mengakibatkan koma
dan kematian dalam beberapa jam ( Kishore, P. MD, 2008).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II mungkin tidak memiliki gejala apapun selama
bertahun-tahun atau berpuluhan tahun sebelum mereka didiagnosis. Gejala yang mungkin
muncul adalah gejala yang halus. Gejala-gelaja yang bisa didapati pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe II pada awalnya adalah peningkatan urinasi dan haus yang ringan dan
keadaannya akan menjadi semakin buruk. Akhirnya, penderita DM Tipe II kan merasa sangat
lelah, penglihatannya kabur, dan mungkin mengalami dehidrasi ( Kishore, P. MD, 2008).
Oleh karena penderita Diabetes Mellitus Tipe II dapat menghasilkan insulin, maka
ketoasidosis tidak terjadi. Namun, kadar gula darah dapat menjadi sangat tinggi (sering
melebihi 1.000 mg / dL). Kadar gula darah yang tinggi ini adalah akibat dari stres, infeksi
atau penggunaan narkoba. Kadar gula darah yang tinggi ini bisa mengakibatkan dehidrasi
yang parah, kebingungan mental, pusing, dan kejang, yang disebutkan koma hiperosmolar
hiperglikemik non ketotik (Kishore, P. MD, 2008).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
1) Postprandial
2) Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/Dl
mengindikasikan diabetes.
3) Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
4) Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji
selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan
tersebut harus < dari 140 mg/dl.
5) Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
Menurut Engram (1998; 536), pemeriksaan diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan
cara :
a. Tes toleransi glukosa (TTG)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih dari 200 mg/dL. Biasanya tes
ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat
dibawah kondisi stress.
b. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini mengukur
presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada
hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.

c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Ketosis
terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a) Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu
untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi
dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit. Sebagai contoh
olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan
cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-
30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002).
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan
perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan
untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik
kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi :
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

H. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS


Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik menurut
Smeltzer (2002) yaitu :
a) Komplikasi akut, adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah :
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cikupnya jumlah insulin yang nyata
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosis
dan asidosis pada KHHN
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60 mg/dl
keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
b) Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Komplikasi Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam
darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal menjadi menurun
sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati. Katarak juga
dapat disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer , sistem saraf otonom
medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.
2) Komplikasi Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis)
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah-celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah –daerah yang terkena trauma
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian pasien DM secara teori menurut Doenges (1999) :
a) Pengkajian Demografi :
Diabetes mellitus banyak diderita oleh perempuan dewasa. Usia kurang lebih 40
tahun
b) Pengkajian Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit infeksi pada pankreas, tumor pada pankreas, hipertensi, riwayat DM
sebelumnya.
c) Pengkajian Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit DM dikeluarga klien
d) Pengkajian data dasar pasien DM
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur / istirahat
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi / disorentasi, koma, penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Kebas, kesemutan ekstemitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi).
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5) Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, tidak mengikuti diit, peningkatan
masukan glukosa / karbohidat, penurunan berat badan lebih dari periode selama
hari / minggu, Haus, Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : Kulit kering / bersisik, kekakuan / distensi abdomen, muntah Pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
ketonisis / manis, bau buah (nafas acetone)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, sakit kepala, kesemutan, porestesia, gangguan
penglihatan , penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : Disorentasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), reflek tendon dalam (DTD) menurun.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpasi, tampak berhati – hati
8) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan
umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernafasan
(jika kalium menurun dengan)
9) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit (diabetes mellitus)
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotik)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis dan kurang asupan makan
5. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi
6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
8. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan menejemen diabetes
tidak tepat
9. Risiko infeksi dibuktikan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat
(leukopenia)
10. Risiko cidera dibuktikan dengan gangguan sensasi
DAFTAR PUSTAKA

Arora, M., Koley, S., Gupta, S., et al, 2007. A Study on Lipid Profile And Body Fat in
Patients with Diabetes Melitus. Anthropologist, 9(4):295-8.
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC
Jakarta.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: ELSEVIER.
DEm Yunir, Suharko Soebardi. 2007. Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus.
Dalam AW Sudoyo, B Setiyohadi, I Alwi, M Simadibrata, S Setiati: Buku ajar ilmu
penyakit
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2015-2017. Jakarta : EGC.
Kishore, P. MD, 2008. Merck.com. Gangguan hormonal: Diabetes mellitus (DM).
www.merck.com/mmhe/sec13/ch165/ch165a.html. Diakses pada 21 Desember 2016
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA: ELSEVIER.
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 - 2017.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia, Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Soegondo, S. 2006. Penyuluhan sebagai Komponen Terapi Diabetes dan Penatalaksanaan
Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soegondo, S., 2011. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini dalam: Soegondo,
S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi
dokter maupun edukator diabetes. Jakarta : FKUI
Mengetahui, Denpasar, 25 Desember 2017

Nama Pembimbing/CI Mahasiswa

Ns. DEWA SUTAWIJAYA, S.Kep NI PUTU INDAH PRASTIKA DEWI

NPP: 252141095 NIM: P07120216050

Nama Pembimbing/CT

Ners. I MADE SUKARJA, S.Kep., M.Kep

NIP: 196812311992031020

Anda mungkin juga menyukai