Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Dibuat Oleh:
Yusron Ihya Uddin
Munawar Aris

FAKULTAS ILMU TARBIYAH


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia-Nya lah kami
akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul: “Pancasila Sebagai Etika Politik”.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Semoga kita termasuk umatnya yang akan mendapatkan syafaatnya nanti amin.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Nahdlatul Ulama’ Surakarta.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnakan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada penulis juga para pembacanya. Amin.

        Surakarta, 18 Oktober 2019

      Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bernegara ada sistem pemerintahan yang mengatur suatu
negara, terlepas dari itu semua pasti ada politik yang mengatur dalam pemerintahan.
Akan tetapi karna kita hidup di negara indonesia yang menganut pancasila, maka
dalam berpolitik ada etika serta nilai,norma dan moral yang berpedoman pada
pancasila yang harus di taati.
Pancasila Sebagai sumber dari segela sumber menjadi acuan untuk etika
berpolitik, belum lama kita baru saja melaksanakan pemilu serentak di tahun 2019.
Dimana masih banyak oknum anggota partai ataupun tim sukses yang belum
mencerminkan pancasila sebagai etika politik.
Dari permasalahan tersebut kami akan membahas lebih mendalam mengenai
pancasila sebagai etika politik
B. Rumusan masalah :
1. Konsep nilai, moral dan norma ?
2. Hubungan antara nilai, moral dan norma?
3. Pengertian etika, politik dan etika politik ?
4. Prinsip dasar etika politik pancasila ?
5. Dimensi politik manusia ?
6. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?
C. Tujuan :
1. Untuk mengetahui Konsep nilai, moral dan norma?
2. Untuk mengetahui Hubungan antara nilai, moral dan norma?
3. Untuk mengetahui Pengertian etika, politik dan etika politik ?
4. Untuk mengetahui Prinsip dasar etika politik pancasila ?
5. Untuk mengetahui Dimensi politik manusia ?
6. Untuk mengetahui Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber
etika politik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep nilai,moral dan norma
Pengertian Konsep Nilai, Moral dan Norma
a. Konsep
Konsep merupakan cara berfikir untuk mengeneralisir atau menunjukkan
sesuatu. Konsep dapat juga diartikan pernyataan yang bersifat abstrak/pemikiran untuk
mengelompokan ide-ide atau peristiwa yang masih dalam angan-angan seseorang. Konsep
ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif Meskipun belum diimplementasikan,
konsep yang bersifat positif memiliki makna yang baik, begitu pula sebaliknya jika konsep
itu bersifat negatif maka akan memiliki makna negatif pula.
Munculnya suatu konsep karena adanya kesadaran kelas ditunjukan dengan atribut kelas
yang yaitu simbol. Misalnya, konsep “rakyat” merupakan sebutan umum sekelompok
penghuni wilayah suatu negara dalam pemerintahan Negara tertentu dan Konsep “demokrasi”
merupakan sebutan abstrak tentang sistem kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dari contoh tersebut, tampak bahwa konsep bersifat abstrak dalam pengertian yang
berkaitan bukan hanya dengan contoh tertentu melainkan dengan konteks. Dengan demikian,
konsep merupakan cara berpikir menggeneralisasikan sejumlah anggota kelas yang khusus ke
dalam satu contoh model yang tidak tampak, termasuk atribut semua contoh yang berbeda-
beda.
b. Nilai
Nilai dalam bahasa inggris disebut Value, sedangkan menurut Djahiri nilai diartikan
sebagai harga, makna, isi, semangat, konsep, teori dan pesan sehingga bermakna secara
fungsional. Nilai dapat juga diartikan sebagai baik buruk tingkah laku atau perbuatan
manusia.
Nilai bersifat universal atau umum, dapat pula diartikan sebagai kualitas dari sesuatu
yang bisa disandarkan pada sesuatu apapun misalnya, harga suatu barang atau mutu, kualitas
suatu barang.
Ada beberapa pengertian nilai menurut para ahli :
   Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai
(value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk
   Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu
pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan
terhadap sesuatu hal. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan 
seterusnya.
   Menurut Frankel (1978) dalam Sapria dkk., nilai adalah konsep. Seperti umumnya
konsep. Seperti umumnya konsep, makna nilai sebagai konsep tidak muncul dalam
pengalaman yang dapat diamati melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan
kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman
manusia.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu
kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk
selanjutnya diambil keputusan.

 Macam-macam Nilai
Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tinggi, maksudnya yaitu
adanya tingkatan-tingkatan nilai. Menurutnya nilai dapat dikelompokan dalam empat
tingkatan yaitu :
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa
senang, menderita atau tidak enak.
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta
kesejahteraan umum.
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan
pengetahuan murni.
4.   Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, nilai menurut Prof. Dr. Notonagoro dibedakan menjadi tiga,
yaitu :
1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
2.   Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu
aktivitas atau kegiatan.
3. Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rohani manusia yang dibedakan dalam
empat tingkatan yaitu, nilai kebenaran, nilai keindahan/estetis, nilai kebaikan.

Dari poin di atas dapat disimpulkan bahwa menurut Prof. Dr. Notonegoro nilai adalah
segala hal yang memiliki kegunaan. Selain itu nilai bisa diartikan sebagai sesuatu yang
merujuk kepada tuntutan perilaku yang membedakan perbuatan yang baik dan buruk atau
dapat diartikan sebagai kualitas kebaikan yang melekat pada sesuatu.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
dan makna nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam
berbagai hal yang dianggap sebagai sesesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat.

c. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yaitu Mos yang mempunyai arti kebiasaan, adat.
Sedangkan dalam bahasa yunani, Mos sama artinya dengan etos. Dan pengertian moral
secara umum adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide yang berkaitan dengan
makna-makna yang baik dan wajar. Dalam KBBI Moral berarti baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila.
Moral menurut para ahli:
1. Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan
dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak
hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan.
2. Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik
dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
3. Chaplin (2006) Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau
menyangkut hukum, adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
4. Hurlock (1990) Moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat peraturan prilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma
yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Moral
dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik
terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang
mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Dengan demikian, dapat disimpulakan bahwa Moral merupakan suatu keyakinan tentang
benar salah, baik buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial yang mendasari tindakan atau
pemikiran atau bisa dikatakan bahwa moral merupakan suatu keharusan perilaku yang
dibawakan oleh nilai.

d. Norma
Norma adalah sumber dasar hukum yang menguatkan kedudukan konsep, nilai, dan moral
serta perilaku yang dilakukan. Selain itu, Norma memiliki arti sebuah perwujudan martabat
manusia sebagai makhluk sosial, budaya, moral dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.
Norma berkembang sesuai dengan kesepakatan sosial masyarakat (peraturan sosial).
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosial. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok
agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma
disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan
petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.
Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah
laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman.
Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang
mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
B. Hubungan antara nilai, moral dan norma

Nilai Norma Moral

Bersifat Abstrak Norma Kesusilaan


Norma Kesopanan Tingkah Laku Manusia
Norma agama
Norma Hukum

Baik Buruk

C. Pengertian etika, politik dan etika politik


a. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Ethes” yang berarti kesediaan jiwa akan
kesusilaan, atau dapat diartikan kumpulan peraturan tentang kesusilaan
Menurut suseno,1987 etika di bagi menjadi dua yaitu:
1. Etika umum: mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia
2. etika khusus: membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai
kehidupan manusia
b. Politik
Pengertian politik berasal dari kata Politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan penentuan-
penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan.
Dalam pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik
itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari
tujuan-tujuan yang dipilih.

Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan


umum, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber
yang ada.  Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan,
dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini.

Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu
pemaksaan. Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan
keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi
seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk
partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

Politik menurut para ahli


1. Andrew Heywood menyatakan Politik memiliki arti suatu kegiatan bangsa yang
memiliki tujuan dalam membuat, mempertahankan, dan mengamandemen berbagai
peraturan yang umum mencangkup mengatur kelangsungannya, sehingga dalam hal ini
tidak terlepas dari gejala konflik serta kerjasama
2. Roger Soltau menyatakan politik adalah sebuah ilmu yang meneliti Negara, tujuan
Negara, serta lembaga Negara yang  ada di dalamnya yang mana melaksanakan tujuan
tersebut. Termasuk hubungan antara Negara terhadap warga negaranya dan juga Negara
lain.
3. Paul Janet Menyatakan politik merupakan ilmu yang mengatur terkait dengan
perkembangan Negara termasuk prinsip pemerintahannya
c. Etika politik
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, atau
cabang filsafat yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik

Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan
atau perilaku dalam berpolitik.Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata susila
(kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik.

Dalam praktiknya, etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata
masyarakat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik
berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke
dalam realitas politik yang nyata.

Jadi etika politik adalah suatu cabang dari filsafat politik. Oleh karena itu baik buruknya
perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka etika politik, penilaian berdasarkan
filsafat politik
D. Prinsip dasar etika politik pancasila

Etika merupakan kelompok filsafat praktis yang membahas tentang mengapa dan
bagaimana mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus besikap dan
berganggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Defisnisi politik berasal dari kata
“Politics”, yang mempunyai macam-macam makna kegiatan pada suatu sistem politik atau
negara yang memakai proses penentuan tujuan-tujuan.

Etika politik ialah salah satu cabang dari filsafat politik yang membahas prilaku atau
perbuatan politik untuk dinilai segi baik / buruknya. Filsafat politik merupakan seperangkat
keuakinan masyarakat, berbangsa, serta bernegara yang dibela dan dijunjung oleh
penganutnya, seperti demokrasi dan komunisme.

Pada dasarnya etika politik tidak bisa dipisahkan dari sabjeknya sebagai pelaku etika
yakni manusia. Oleh sebab itu, etika berhubungan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal
ini sejalan dengan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia
sebagai sabjek etika.

Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lain, sebab


yang dimaksud ialah kewajiban manusia sebagai manusia, walaupun pada dasarnya hubungan
dengan masyarakat, bangsa ataupun negara etika politik tetap meletakan dasar fundamental
manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan
senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki adab dan
budaya berdasarkan suatu kenyataan banhwa masyarakat, bangsa, ataupun negara dapat
berkembang ke arah yang tidak naik dalam arti moral.

Tujuan etika politik ialah untuk mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik itu
secara bersama-sama ataupun untuk orang lain, untuk membangun institusi-institusi yang
adil. Etika politik membantu dalam mengatasi korelasi antara tindakan individu, tindakan
koleksi, serta struktur politik yang sudah ada.

Penekanan adanya kerelasi ini untuk menghindarkan pemahaman ertika politik yang
diredusir hanya menjadi sekedar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Nilai-
nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik.
Dalam pelaksanaan dan peneyelenggaraannya, Negara menuntut agar etika politik dalam
berkuasa dapat menjalankan yang sesuai dengan:

1. Asas legalitas ( legitimasi hukum).


2. Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya
(legitimasi moral).

Nilai-nilai Etika dalam Pancasila

Etika membantu manusia menunjukkan nilai-nilai untuk membulatkan hati dalam


mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan mengapa perlu
dilakukan. Pancasila adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara.
Nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam berbagai tatanan berikut
ini:

1. Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya seperti tidak boleh ada eksploitasi sesame
manusia, berperikemanusiaan dan berkeadilan sosisal.
2. Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat,bersatu, adil dan makmur.
3. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri, dengan nilai tertib dunia,
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Tatanan pemerintah daerah, dengan nilai permusyawaratan mengakui asal usul
keistimewaan daerah.
5. Tatana hidup beragama, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya masing-
masing
6. Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara
7. Tatanan pendidikan,mencerdaskan kehidupan bangsa
8. Tatanan berserikat,berkumpul dan menyatakan pendapat
9. Tatanan hokum dan keikutsertaan dalam pemerintahan
10. Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat
Pancasila Sebagai Sistem Etika

Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila, maka ketiganya akan memberikan suatu pemahaman yang
saling melengkapi sebagai sistem etika.

Pancasila sebagai sistem filsafat pada dasarnya merupakan sebuah nilai yang menjadi sumber
dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan
lain. Disamping itu, pemikiran yang bersifat kritis, rasional, mendasar, sistematis, dan
komprehensif. Oleh sebab itu, pemikiran filsafat adalah nilai-nilai masyarakat, bangsa dan
negara maka diwujudkan pada norma-norma yang menjadi pedoman. Hal tersebut meliputi:

Norma Moral

Yang berhubungan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut pandang
baik maupun buruk, sopan maupun tidak sopan, susila atau tidak susila.

Norma Hukum

Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu
tertentu dalam pengertian ini peratran hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Etika dalam Kehidupan Kenegaraan dan Hukum

Manusia dalam kehidupannya tidak lepas dari manusia lain, manusia perlu hidup
berkelompok (zoon politicon), dalam kehidupan berkelompok tersebut manusia mengikatkan
dirinya apada suatu organisasi yaitu negara. Berorganisai merupakan kerja sama berdasarkan
suatu pembagian kerja yang tetap, untuk mengatur kehidupan masyarakat bernegara, etika
menjadi kesepakatan hidup dan menjadi pedoman dalam kehidupan bernegara,

Bangsa Indonesia memilih bentuk negara Republik, yang dimana mengutamakan


kepentingan umum, Untuk mengatur hubungan antar lembaga-lembaga negara dalam
menentukan gerak kenegaraan akan muncul pemerintahan.

Pada umumnya, kegiatan kenegaraan kaitannya dengan hasil perjanjian masyarakat


(Hukum), orang beranggapan bahwa kegiatan kenegaraan meliputi : (1) Membentuk hokum
atau kewenangan legislative, (2) Menerapkan hokum atau kewenangan legislative dan (3)
Menegakkan hokum atau kewenangan yudikatif. Oleh karena itu, analisis kenegaraaan tidak
dapat dipisahkan dari analisis tata hukum.

Sebagai pola hidup berkelompok dalam organisasi negara maka pada umumnya konstitusi
memuat :

1. Hal-hal yang dianggap fundamental dalam berorganisasi, seperti kepala negara dan
warga negara
2. Hal-hal yang dianggap penting dalam hidup berkelompok oleh suatu bangsa,missal
soal pekerjaan yang layak dan soal pendidikan
3. Hal-hal yang dicita-citakan.

Etika dalam kehidupan kenegaraan dan hukum tidak lepas dari analisis fungsi-fungsi
kenegaraan, sistem kenegaraan, hak dan kewajiban warga negara dan penduduk yang
kesemuanya di atur dalam etika kenegaraan dan etika tata hokum sebuah negara.

Fungsi Pancasila Sebagai Etika Politik

Fungsi etika bagi kehidupan kenegaraan adalah alat untuk mengatur tertib hidup
kenegaraan, memberikan pedoman yang merupakan batas gerak hak dan wewenang
kenegaraan, menampakkan kesadaran kemanusiaan dalam bermasyarakat dan bernegara,
mempelajari dan menjadikan objek tingkah laku manusia dalam hidup kenegaraan, member
landasan fleksibilitas bergerak yang bersumber dari pengalaman.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk
mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan
argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik
membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.

Upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila 

Sudah jelas bahwa untuk ber-etika Politik Pancasila, pemahaman istilah “politik” harus
dari seginya yang ilmiah, bukan dari seginya yang non-ilmiah. Jadi “politik” di sini harus
diartikan dalam konteks filsafat politik Pancasila, yaitu seperangkat keyakinan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para
penganutnya, dalam hal ini manusia manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang
menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
berdasarkan Pancasila.

Dalam rangka upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila, dua hal yang harus dipenuhi,
yaitu:

 Sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah, dan suasana ilmiah


 Pemahaman isi tulisan-tulisan ilmiah mengenai Pancasila, baik sebagai filsafat
maupun sebagai ilmu khusu

Karena pemahaman istilah “politik” untuk ber-Etika Pancasila harus dari seginya yang
ilmiah, bukan yang non-ilmiah, maka untuk dapat memiliki kemampuan ber-Etika politik
Pancasila orang dituntut memiliki sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah dan mampu
menjaga dan menyelenggarakan suasana ilmiah. Sikap ilmiah meliputi:

1. Mengosongkan diri sendiri, yakni membebaskan diri dari segala prasangka, baik atau
pun buruk
2. Mengobjektifkan diri sendiri, adalah bersikap seperti apa adanya, mengatakan sesuatu
yang baik bukan karena cinta atau simpatinya, dan mengatakan sesuatu yang buruk
bukan karena benci atau tidak senangnya

Contoh Pancasila Sebagai Etika Politik

Contoh kasusnya adalah “bagaimana berkampanye sesuai dengan etika Pancasila?”, maka
jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:

 Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya


jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang lain, hubungan
dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan sampai bentrok dengan
masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-3
 Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati diri
kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4
 Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi kesejahteraan
dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai menghambat usaha-
usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini didasarkan pada sila ke-5

 Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau
berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Langkah
ini didasarkan pada sila ke-1

Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi politik adalah
masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibela
dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang sedang
berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa,
dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Itu tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian “politik”
yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan dalam kekuasaan,
masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu “tujuan menghalalkan cara”. Nilai-
nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan bertindak yang bertentangan
dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti
Pancasila dengan dasar negara yang lain.

Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila.
Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang demikian ini tidak
akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat
dari segi “politik” dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang
nampaknya “bermasalah”.

Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden Sadam
Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti bukan cita-cita
Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan presiden Suharto
yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai masalah di baliknya itu pasti juga bukan
cita-cita beliau.

Semua ini menunjukkan bahwa merealisasikan filsafat Politik secara benar yang


dibuktikan dengan tetap berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu
sungguh tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak diupayakan
dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-godaan akan selalu
membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk menjalankan “politik” dalam
pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Filsafat
Politik Pancasila.

Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila

Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun
menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai
dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.

1. Pluralisme

Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan
positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan
hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme
memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.

2. Hak Asasi Manusia

Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena
hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak
diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual
dalam pengertian sebagai berikut.

 Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat,


melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
 Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya
diancam oleh Negara modern.

3. Solidaritas Bangsa

Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi
orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada
hidup manusia-manusia lain.

Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok


etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini termasuk rasa
kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati
dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

4. Demokrasi

Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh
hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi
memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.

Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :

1. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
2. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang)

5. Keadilan Sosial

Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak
boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-
agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme.

Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial
diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat.
Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi
atas dasar ras, suku dan budaya.

Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana
mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat
mereka pada masyarakat.
3. Korupsi

Kesimpulan Pancasila Sebagai Etika Politik

Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang menilai baik dan
buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat Politik Pancasila. Peran etika
politik Pancasila sangat dibutuhkan dalam menangani pelanggaran-pelanggaran etika politik
di Indonesia, karena etika politik pancasila mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal
dari pelanggaran terhadap filsafat politik pancasila.

Merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap berpegang pada
etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak mudah, dan oleh karenanya
harus selalu diupayakan.

E. Dimensi politik manusia

Dalam dimensi politik manusia ada dua kata yang menjadi pokok penting yaitu politik
dan manusia, dimana manusia dan pilitik saling berkaitan, manusia adalah subjek yang
melakukan sedangkan politik adalah cara atau jalan yang di tempuh oleh manusia itu sendiri
yang mempunyai tujuan yang ingin di capai.
Manusia dalam berpolitik bertujuan mempengaruhi agar sejalan dengan apa yang akan di
capai, akan tetapi politik yang baik tidak bersifat memaksa, menindas ataupun
mengintimidasi seseorang, melainkan mengajak seseorang untuk ikut dalam mencapai
tujuannya dengan menyamakan persepsi dan apa yang ingin di capai.

Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan


umum, dan dalam melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuasaan,
dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini.

F. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik

Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat
satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa
yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila
sebagai satu kesatuan yang tidak bisa ditukar balikan letak dan susunannya. Untuk
memahami dan mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung
dalam kelima sila Pancasila.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti
Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas
keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha
Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk
beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan
yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945
Pasal 29 ayat 1 dan 2.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki
potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan
norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan
susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila.

Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”. Selanjutnya
dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.

3. Persatuan Indonesia

Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi
satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik,
ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea
keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia”. Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan /


Perwakilan

Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang berdiam
dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system
demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya
ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan.

Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “ maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ”. Selanjutnya
lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara
Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945,
yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia, Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Pola pikir untuk membangun
kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang
telah dijabarkan diatas.

Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia tampa pandang bulu.

Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa
mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering
terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan,
pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan
elit politik yang menjadi momok masyarakat.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Moral merupakan suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk yang sesuai dengan
kesepakatan sosial yang mendasari tindakan atau pemikiran atau bisa dikatakan bahwa moral
merupakan suatu keharusan perilaku yang dibawakan oleh nilai.
Norma memiliki arti sebuah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk sosial,
budaya, moral dan religi
Etika membantu manusia menunjukkan nilai-nilai untuk membulatkan hati dalam
mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan mengapa perlu
dilakukan. Pancasila adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara.
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, atau
cabang filsafat yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik

Saran
Demikian hasil makalah yang telah kami buat, semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca terkhusus untuk penulis sebagai bahan pembelajaran
maupun yang lainnya. Tentu makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu mohon kritik dan
sarannya yang membangun untuk memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
 https://www.gurupendidikan.co.id/21-pengertian-norma-menurut-para-ahli-
terlengkap/
 https://www.gurupendidikan.co.id/11-pengertian-moral-menurut-para-ahli-
lengkap/
 http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/pengertian-nilai-moral-dan-norma-
dalam.html
 https://www.zonareferensi.com/pengertian-nilai/
 http://ulfa99azzahra.blogspot.com/2015/01/hubungan-konsep-nilai-moral-dan-
norma.html

Anda mungkin juga menyukai