Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“KEMATIAN DALAM PANDANGAN ALKITAB”

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah AGAMA KRISTEN

PRODI KEPERAWATAN DAIRI


Dosen Pengampu : Delima Annria Maenna Banjarnahor,M.PD.K

Disusun Oleh :
JANET SIBURIAN (Ketua) LENTINA SIHOMBING
LAURENTIA SITUMORANG (Sekretaris) NATALIA SIBARANI
IRAWATI PANDIANGAN OCTAVIA SIHOMBING
HERLISA BARIMBING PUTRI HUTAJULU
VERAWATI PADANG

Tingkat 1 DII- keperawatan Dairi

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat TUHAN YESUS KRISTUS, atas
segala berkat dan kasih anugerah-Nya yang tiada berkesudahan dalam
kehidupan kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah tugas
individu Mata Kuliah Pendidikan Agama Kristen Protestan dengan Judul :
“ KEMATIAN DALAM PANDANGAN ALKITAB“

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Kristen Protestan dan mengajak orang
Kristen untuk lebih tahu lebih dalam tentang Kematian Dalam Pandangan
Alkitab.

Saya mengucapkan Terima kasih untuk Ibu Delima Anria Maena


Banjarnahor,M.PD.K sebagai dosen pengampu yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan Makalah ini masih terbatas dan Jauh dari Kata Sempurna,hal ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Namun
demikian kami telah berusaha agar makalah ini bermanfaat bagi penulis dan
pembaca Sekalian untuk menjadi manusia yang memiliki Iman yang teguh dan
kokoh.

Pematangsiantar,Oktober 2021

Janet Siburian

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
1.2 LATAR BELAKANG.............................................................................. 4
1.3 RUMUSAN MASALAH ....................................................................... 5
1.4 TUJUAN ............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 6
2.1 Pengertian Kematian......................................................................... 6
2.2 Apakah yang Ada di balik Kematian ................................................. 18
2.3Kemanakah Manusia Setelah Mati .................................................... 20
2.4Adakah Hubungan Orang hidup Dengan Orang mati ........................ 22

BAB III PENUTUP................................................................................. 25


A.KESIMPULAN........................................................................................ 25
B.SARAN.................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

3
Setiap Individu pasti akan Mengalami Kematian, Kematian merupakan
sebuah kenyataan hidup yang harus dialami oleh setiap manusia siapapun dia.
Menghadapi kenyataan ini sadar atau tidak, kita sering merasa takut akan
kenyataan akhir hidup kita di dunia ini. Kematian lalu dipandang sebagai suatu
kenyataan yang akan menghapus segala keberadaan hidup manusia. Tidak
heran kalau kemudian ada begitu banyak orang memuja kehidupan dan masa
muda yang penuh vitalitas serta sedapat mungkin menghindar dari ketuaan.

Kematian menurut Kristen Protestan yang mengakhiri kehidupan


manusia di dunia bisa menjadi menerima atau menolak rahmat Ilahi yang
sudah diberikan Kristus padanya. Sesudah kematian, manusia akan mendapat
ganjaran abadi untuk jiwa yang tidak akan mati. Ini akan terjadi dalam
pengadilan yang menghubungkan kehidupan orang tersebut dengan Kristus. Ini
bisa terjadi dengan beberapa hal, yakni masuk ke kebahagiaan surgawi lewat
api penyucian, masuk langsung menuju kebahagiaan surgawi atau mengutuk
diri selamanya di neraka yang abadi .

Kematian dalam bahasa Yunani yaitu thanatos yang berarti kematian


atau keadaan mati tidak bernyawa. Tetapi banyak yang memakai kata ini untuk
mengambarkan hal mengenai kematian. Thanatos sendiri berarti membuat
seseorang mengalami kematian, membunuh dan mengakibatkan seseorang
mati terbunuh. Kematian merupakan jangka wakti ketika kita sudah sampai di
garis akhir dan menyelesaikan apa yang sudah menjadi tugas dan janggung
jawab kita.

1.2 Rumusan Masalah

4
3 Apakah Kematian itu?
4 Apakah yang Ada di balik Kematian?
5 Kemanakah Manusia Setelah Mati?
6 Adakah Hubungan Orang hidup Dengan Orang mati?

1.3 Tujuan Masalah

1. Menjelaskan tentang kematian


2. Menjelaskan tentang apa yang ada dibaik Kematian
3. Menjelaskan Kemana manusia setelah mati
4. Menjelaskan apakah ada hubungan orang hidup dengan Orang mati

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kematian

Kematian merupakan sebuah kenyataan hidup yang harus dialami oleh


setiap manusia siapapun dia. Menghadapi kenyataan ini sadar atau tidak, kita
sering merasa takut akan kenyataan akhir hidup kita di dunia ini. Kematian lalu
dipandang sebagai suatu kenyataan yang akan menghapus segala keberadaan
hidup manusia. Tidak heran kalau kemudian ada begitu banyak orang memuja
kehidupan dan masa muda yang penuh vitalitas serta sedapat mungkin
menghindar dari ketuaan.

2.1.1. Pandangan umum

Kematian adalah kenyataan paling penting dalam kehidupan seseorang.


Lewat kematian seseorang beralih dari keadaan fana dunia ini ke keadaan pasti
di akhiratsebagai keselamatan atau kegagalan abadi. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, WJS. Poerdarminta mendefenisikan, kematian (‘mati’)
adalah tidak bernyawa lagi, tidak hidup lagi atau meninggal dunia. Pemahanan
ini menghubungkan kematian dengan kehidupan. Sementara itu dari sudut
pandang ilmu kedokteran, kematian dipandang sebagai pemberhentian
kehidupan dalam organisme tumbuh-tumbuhan, binatang atau manusia.
Kematian dipandang sebagai konsekuensi logis dari kenyataan natural dari
mahkluk bertubuh. Sebagai mahkluk biologis yang ada secara natural, setiap
mahkluk termasuk manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mati.
Karena itu, tidak dapat disangkal bahwa manusia yang terdiri dari tubuh mortal
dan jiwa imortal harus mengalami kematian sebagai konsekuensi logis
persatuan keduanya.

Kematian dalam bahasa Yunani yaitu thanatos yang berarti kematian


atau keadaan mati tidak bernyawa. Tetapi banyak yang memakai kata ini untuk
mengambarkan hal mengenai kematian. Thanatos sendiri berarti membuat
seseorang mengalami kematian, membunuh dan mengakibatkan seseorang
mati terbunuh. Kematian merupakan jangka wakti ketika kita sudah sampai di
garis akhir dan menyelesaikan apa yang sudah menjadi tugas dan janggung
jawab kita.

6
Berbicara mengenai kematian, definisi dari kematian itu sungguh hal
yang pelik dari apa yang telah diperkirakan oleh banyak orang. Seperti yang
kita ketahui bahwa kita hidup karena nafas yang telah Allah berikan kepada
manusia sehingga pernafasan diartikan sebagai sesuatu yang memegang
peranan penting dalam kehidupan sebab ketika seseorang berhenti bernafas
maka kehidupannya pun akan berhenti. Dari penjelasan ini kita dapat
menyimpulkan bahwa kematian merupakan terhentinya prses pernafasan
(cessation of breathing). Definisi kematian ini pernah diterima oleh masyarakat
bahkan oleh dunia medis sampai abadke 20. Namun, seiring berjalannya waktu
dimana teknologi terus berkembang, definisi kematian dipertanyakan
keabsahannya karena jika manusia berhenti bernafas maka pernafasannya
dapat digantikan dengan respirator yang merupakan pernafasan mekanis. Oleh
sebab itu definisi kematian perlu mengalami perubahan mengikuti keadaan
zaman pada saat ini.

Meskipun definisi kematian terus diperdebatkan, yang harus kita pahami


adalah kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat kita hindari bahkan kita
cegah. Kematian juga dipandang sebagai konsekuensi logis

karena makhluk hidup terus bertumbuh dan berkembang. Menurut pandangan


Alkitab, kematian merupakan peralihan status makhluk hidup dari hidup
menjadi tidak hidup dan dipandang sebagai hilangnya vitalitas dimana hidup
berhenti namun bayangan manusia masih tetap hidup di dunia bawah tanah.
Yang dimaksud disni berarti orang yang telah meninggal bukan lagi merupakan
jiwa yang hidup sebab jiwanya telah mati namun rohnya tetap hidup dan akan
kembali kepada Allah

Kematian menurut Kristen Protestan juga mengartikan saat terakhir atau


perhentian kehidupan kita di bumi untuk masuk ke kehidupan akhir yang
sebenarnya. Kehidupan terakhir ini tidak dapat ditentukan dari berapa banyak
perbuatan dan jasa yang sudah kita lakukan di dunia, akan tetapi berapa
banyak kita menjalankan hukum cinta kasih yang menjadi hukum utama dari
umat Kristen.

Oleh sebab itu, jika perjalanan hidup sudah berakhir di dunia, maka kita tidak
akan bisa untuk kembali dan hidup beberapa saat lagi di dunia ini. Manusia
memang sudah ditentukan untuk hidup dan mati hanya 1 kali saja dan sesudah
itu akan menjalani penghakiman dan tidak akan ada reinkarnasi sesudah

7
kematian. Inilah arti sebenarnya kematian yang sebenarnya dalam ajaran
Kristen yang sudah dijelaskan di Alkitab:

1. Kematian Merupakan Pengadilan

Kematian menurut Kristen Protestan yang mengakhiri kehidupan manusia di


dunia bisa menjadi menerima atau menolak rahmat Ilahi yang sudah diberikan
Kristus padanya. Sesudah kematian, manusia akan mendapat ganjaran abadi
untuk jiwa yang tidak akan mati. Ini akan terjadi dalam pengadilan yang
menghubungkan kehidupan orang tersebut dengan Kristus. Ini bisa terjadi
dengan beberapa hal, yakni masuk ke kebahagiaan surgawi lewat api
penyucian, masuk langsung menuju kebahagiaan surgawi atau mengutuk diri
selamanya di neraka yang abadi

2. Kematian Merupakan Akibat Dari Dosa

Gereja mengajarkan jika kematian sudah masuk ke dalam dunia dan ini terjadi
karena manusia sudah berdosa. Namun, meskipun manusia memiliki kodrat
yang bisa mati, tetapi Allah sudah menentukan supaya ia tidaklah mati.
Kematian badaniah sebenarnya bisa dihindari apabila manusia tidak memiliki
dosa dan kematian menjadi musuh terakhir untuk kita manusia yang harus
dikalahkan.

Kematian tidaklah dibuat oleh Allah dan Allah sendiri juga tidak senang dengan
musnahnya sesuatu yang hidup. Allah sudah menciptakan manusia untuk
hidup yang baka, akan tetapi dengan kedengkian setan yang sudah
memasukkan kematian dalam dunia dan karena kesalahan pribadi maka
manusia harus bertanggung jawab atas kematian. Kematian menjadi sika yang
adil dari Tuhan untuk semua dosa yang sudah dilakukan manusia

3. Kematian Merupakan Proses Pembersihan

Kematian menurut Kristen Protestan juga memiliki arti yang lebih mendalam
untuk kehidupan manusia. Kehidupan memang sebuah jalan agar kita bisa
menuju Allah, namun pada kenyataannya dimana manusia sudah tercemar
dengan dosa, maka akan banyak rintangan untuk menuju pada Allah. Agar kita
bisa dipersatukan kembali dengan Allah, maka membutuhkan kemurnian hati
seutuhnya dan kehidupan harus menjadi proses pembersihan.

8
Pembersihan yang dilakukan secara terus menerus sangat harus untuk
dilakukan dan tahap terakhir dalam menentukan hal tersebut adalah kematian
yang berarti berpisahnya dari dunia fana.

Baca juga:

4. Kematian Menjadi Kelahiran Baru

Semua orang Kristen yang percaya meyakini jika kematian bukanlah sebuah
titik akhir namun sebagai titik awal. Pada kenyataannya, kematian memang
menjadi akhir dari banyak hal seperti kenikmatan duniawi, kekayaan dunia,
kehormatan dunia yang semuanya ini akan berakhir untuk selamanya.Untuk
mereka yang tidak merindukan sebuah hal lain dan tidak mengharapkan
sesuatu di kehidupan lain, maka kematian menjadi seperti sebuah bencana.

Namun untuk orang Kristen memandang kematian adalah sebuah kehidupan


yang baru. Kematian hanya menjadi perpisahan yang menyedihkan untuk
semua hal menyenangkan yang berkenan untuknya, namun orang Kristen juga
mengetahui jika dengan kematian mengartikan sebuah kehidupan yang lebih
baik, hidup penuh dengan terang, kegembiraan dan kebebasan. (baca juga: 

5. Kematian Adalah Persamaan Dengan Kristus

Kita mati bersama dengan Kristus, kematian tidak hanya sebagai pengantar kita
menuju sesuatu yang lebih baik untuk pribadi namun juga merupakan
penyatuan yang lebih khusus dengan Kristus. Untuk kita umat Kristen, tidak
ada yang lebih membahagiakan dan lebih bagus dari hidup bersama Kristus
sehingga membuat kematian dalam Kristiani memiliki sifat yang khas dan
khusus.

2.1.2 Kematian Menurut Kitab Suci

Secara umum dalam Kitab Suci, kematian adalah peralihan status


“hidup” kepada status “tidak hidup”, tidak dipandang sebagai pemisahan jiwa
dari badan melainkan sebagai hilangnya vitalitas: hidup berhenti, tetapi
bayang-bayang manusia masih hidup dalam Syeol (dunia bawah tanah). Orang-
orang yangmeninggal bukan lagi “jiwa yang hidup” sebagaimana statusnya

9
sejak ia tercipta (1 Kor 15:45), sebab ia sudah ditinggalkan oleh Roh yang
kembali kepada Allah, satu-satunya yang tidak pernah mati (Pkh 12:7; 1 Tim
6:16). Dalam Perjanjian Baru, kematian paling sering muncul dalam konteks
kebangkitan, bukan dalam konteks kebinasaan.

Kitab Suci menegaskan bahwa kehidupan dan kematian adalah dua


realitas eksistensial yang harus dijalani oleh setiap orang (2 Sam 1: 23; Ams 18:
21). Kematian dirumuskan hakekatnya sebagai penarikan kebali nafas
kehidupan atau Roh Allah dari dalam kehidupan manusia (Ayb 34: 14-15).
Manusia dianggap sudah mati, ketika nafas kehidupan sudah tidak ada lagi
dalam tubuhnya (1 Raj 17: 17). Kenyataan tentang kematian ini secara tegas
dapat ditemukan dalam kitab Pengkhotbah yang mengatakan bahwa setiap
makhluk sama dihadapan kematian (Pkh 2: 16).

Dalam konteks Perjanjian Baru, kematian lebih dimengerti sebagai mati


bersama Kristus dengan harapan akan bangkit bersama Kristus. Paulus dalam
suratnya kepada umat di Filipi, mengungkapkan arti kematian kristen, bahwa
oleh Kristus kematian itu memiliki arti yang lebih positif “Bagiku hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1: 21). Dengan ini Paulus
menampilkan dimensi baru dari kematian kita: “Jika kita mati dengan Dia,
kitapun akan hidup dengan Dia (2 Tim 2: 11). Aspek yang baru pada kematian
kristen terdapat dalam kata-kata ini: “oleh pembaptisan warga kristen secara
sakramental sudah ‘mati bersama Kristrus’, supaya dapat menghidupi satu
kehidupan baru”.

Dalam pandangan Paulus di atas kita mengerti bahwa kematian


merupakan titik akhir peziarahan manusia di dunia ini. Kematian merupakan
suatu kesadaran bahwa hidup manusia adalah terbatas di hadapan Allah.
Keterbatasan manusia di hadapan Allah ini disebabkan oleh kuasa dosa. Dosa
telah membawa manusia kepada kematian dan keterputusan relasi dengan
Allah sendiri. Kitab Mazmur mengungkapkan realita ini dengan baik: “Masa
hidup kita tujuh puluh tahun dan jika kita kuat delapan puluh” (Mzm 90: 10).

10
Ungkapan kitab Mazmur ini mengingatkan kepada kita bahwa kehidupan di
dunia ini hanya sementara.

II. Kematian sebagai Konsekuensi dari Dosa

II.1. Dosa

Dosa adalah suatu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran dan hati
nurani yang baik. Dosa adalah suatu kesalahan terhadap kasih yang benar
terhadap Allah dan sesama atas dasar suatu ketergantungan yang tidak normal
kepada barang-barang tertentu. Dosa melukai kodrat manusia dan solidaritas
manusiawi. Dosa oleh Agustinus didefenisikan sebagai “kata, perbuatan atau
keinginan untuk bertentangan dengan hukum abadi”.

Dosa adalah suatu penghinaan terhadap Allah: “Terhadap Engkau,


terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang
Kauanggap jahat” (Mzm 51:6). Dosa memberontak tehadap kasih Allah kepada
kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa perdana, ia adalah satu
ketidak-taatan, satu pemberontakkan terhadap Allah, oleh kehendak menjadi
“seperti Allah”, dan olehnya mengetahui dan menentukan apa yang baik dan
apa yang jahat (Kej 3: 5). Dengan demikian dosa adalah “cinta diri yang
mengikat sampai menjadi penghinaan Allah. Karena keangkuhan ini, maka
dosa bertentangan penuh dengan ketaatan Yesus yang melaksanakan
keselamatan.

II.2. Upah Dosa: Maut

Bapa-bapa Gereja memandang kematian selain sebagai akhir hidup


manusia, tetapi juga kematian dipandang sebagai akibat dari dosa. Karena
kematian adalah akibat dosa, maka kematian itu tidak netral dan bukan
sesuatu yang baik bagi manusia. Sebab itu kematian membutuhkan
penebusan. Tertulianus menulis: “Kita yang mengenal asal mula manusia,
menjelaskan atas dasar kebenaran ini: maut secara alamiah bukan mengejar
manusia, tetapi akibat suatu kesalahan, yang juga bukan sesuatu yang alami.
Andaikata manusia tidak berdosa, maka dia juga tidak mati”. Ajaran ini

11
memiliki kosekuensi yang besar. Pendapat ini mempengaruhi cara bagaimana
teologi kristen melihat, merasakan dan mendiskusikan kematian.

Agustinus mempunyai pandangan tentang kematian sebagai akibat dosa


mengatakan seperti ini: “Kematian badani adalah satu akibat dari dosa, bukan
karena satu hukuman alam, sebab Allah tidak menentukan nasib manusia
lewat kematian seperti itu”. Pokok-pokok ajaran St. Agustinus ini adalah:
kematian adalah siksa dosa asal. Kitab Suci membuktikan bahwa dalam
hubungan dengan siksa di taman Firdaus, Allah bersabda: “Engkau berasal dari
debu dan engkau harus kembali menjadi debu” (bdk. Kej 3: 19). Dalam
kematian, Agustinus melihat satu pengalaman yang negatif: “Kematian itu
bukanlah sesuatu yang baik, karena membuat orang yang mati menderita.
Kematian itu pahit, karena memisahkan badan dan jiwa dan ini bertentangan
dengan hukum alam. Kematian adalah sesungguhnya satu siksaan bagi semua
orang yang dilahirkan sebagai akibat dari keturunan manusia pertama.
Kematian adalah upah dosa. Kematian itu merupakan sarana Tuhan untuk
‘menakuti’ supaya manusia jangan berdosa lagi”. Sebab itu kematian bukanlah
sesuatu yang baik. Dengan kata lain, bila orang menjalankan satu hidup yang
baik, maka kematian bukanlah malapetaka.

Dalam dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes no 18, dikatakan


bahwa sebagai akibat dosa asal, manusia harus mangalami kematian badani
yang darinya manusia akan lolos, andaikata ia tidak berdosa. Dari pernyataan
ini kita mengerti bahwa kematian telah masuk ke dalam dunia, karena manusia
telah berdosa. Tetapi walau manusia dapat mati, Allah menentukan supaya ia
tidak mati. Dengan demikian kematian bertentangan dengan kehendak Allah.
Kematian masuk ke dunia sebagai akibat dari dosa. Kematian adalah musuh
terakhir manusia yang harus dikalahkan.

Kematian menjadi indikasi keterbatasan manusia di hadapan


Penciptannya. Karena dosa, manusia tidak dapat lagi menghayati hidup sebagai
anugerah Allah yang harus dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab (bdk. 2

12
Kor 5: 15). Terhadap sikap mementingkan diri sendiri, kematian menjadi
ancaman serius. “Kematian tidak diciptakan oleh Allah dan tidak juga berasal
dari kehendak Allah Pencipta yang baik”. Nabi Yehezkiel mengungkapkan
bahwa Allah tidak berkenan pada kematian orang berdosa, melainkan supaya
mereka bertobat dan hidup (Yeh 33:11).

Kematian tidak berasal dari Allah tetapi dari manusia itu sendiri. Karena
dosa, manusia diperhadapkan dengan maut yang tidak terelakan. Manusia
yang berdosa dikuasai oleh maut dan ia tidak dapat membangun relasi dengan
Allah (bdk. Rm 5:12-14). Sejarah kematian manusia akibat dosa dimulai sejak
Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Konsekuensi dari kedosaan Adam dan
Hawa adalah dosa asali. Kenyataan ini membuat manusia jauh dari Allah. Dosa
asal menyebabkan manusia memiliki kodrat kesadaran dalam diri, yang
menyebabkan situasi keberdosaan selalu merupakan bagian dari hidup
manusia yang terus disadari.

III. Kematian sebagai Jalan Penebusan

Dalam perspektif iman kristiani, dosa mendatangkan maut dan bahwa


maut mengakhiri segalanya. Tetapi maut bukan akhir dari segalanya atau batas
akhir hidup kita. Kematian merupakan jalan masuk kepada penebusan dan
pemuliaan kita dalam Allah. Kematian sebagai sarana penebusan berkaitan
erat dengan pribadi Kristus. Dalam Yesus Kristus dan berkat kematianNya,
manusia boleh terus berharap pada penyelamatan Allah.

Karena itu kematian sebagai sarana penebusan lalu ditempatkan dalam


perspektif kematian Kristus. Dalam dan melalui Yesus Kristus, Allah
menyelamatkan manusia dari dosa dan kematian. Tindakan penyelamatan
Allah bukan demi kepentingan Allah, melainkan demi manusia. Allah sebagai
Allah yang maha cinta tidak membiarkan ciptaan kesayanganNya binasa dari
mati karena dosa. Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk hidup. Daya
pengerak karya penyelamatan Allah ialah kasih (bdk. Yoh 3: 16).

Yesus memilih kematian sebagai jalan satu-satunya kepada penebusan.


Yesus menyadarai bahwa hanya melalui kematian, penebusan dapat
13
terlaksana. Karena itu Yesus tidak menolak dari kematian, melainkan siap
menerimanya sebagai jalan yang harus dilalui untuk menghantar manusia
kepada persekutuan yang selamat dengan Allah Bapa.

Menerima kematian sebagai sarana penebusan dengan demikian


membutuhkan iman percaya kepada Yesus Kristus yang telah bangkit dan
menebus dosa-dosa manusia. Kematian hanya dapat diterima sebagai rahmat
penebusan juga ditegaskan oleh rasulPaulus kepada umat di Korintus: “Jika
Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah keprcayaan kamu” (1 Kor 15: 17).

Jadi syarat untuk menrima kematian sebagai rahmat penebusan adalah


iman akan Kristus yang bangkit. Yesus sendiri menegaskan “Akulah
kebangkitan dan hidup, barang siapa percaya kepadaKu Ia akan hidup walau ia
sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaKu, tidak akan
mati selama-lamanya” (Yoh 11: 25-26). Yesuslah daya kebangkitan kita, dan
dalam Dia kita boleh menerima kematian sebagai rahmat kehidupan baru
dalam kebahagiaan kekal.

Kalau kematian dipandang dari pespektif iman sebagai sarana


penebusan, menjadi pertanyaan sekarang adalah seberapa jauh kematian
menjadi satu pengalaman iman? Greshake dan banyak teolog modern
memandang kematian sebagai kebangkitan individual. Para teolog ini tidak
menerima adanya ‘jarak’ antara kematian dan kebangkitan badan. Dengan
mati, kata mereka, terjadi perubahan tertentu dalam relasi antara jiwa dan
badan; dan justeru perubahan itulah yang disebut kebangkitan. Maksudnya
adalah bahwa hidup sekarang ini di dunia, dalam hidup yang belum diubah
oleh kematian, roh ditentukan oleh badan, khususnya sejauh badan membuat
roh kitaterikat pada waktu dan tempat, dan dibatasi olehnya. Akan tetapi
dalam kebangkitan, sebaliknya, badan ditentukan oleh roh. Dalam hidup
kebangkitan, terwujudlah waktu dan tempat yang baru. “Langityang baru dan
bumi yang baru” (Why 21: 1) adalah dunia material seluruhnya, yang diangkat
ke dalam roh. Oleh sebab itu tubuh yang bangkit disebut“rohaniah” (I Kor 15:
44), “baka” (ay.53), “tak dapat binasa” (ay.42,53-54).Dalam hidup kebangkitan,
materi tidak lagi berarti kesementaraan dan kefanaan. Dalam kebangkitan,
tubuh mencapai kebakaan justru karena tubuh menjadi ekspresi hidup baka
dalam kesatuan dengan Allah. Satu hal yang mau ditekankan di sini adalah
bahwa kematian tidaklah terpisahkan dari kebangkitan. Mati berarti bangkit.
14
IV. Kematian Yesus dan Bedanya dengan Kematian Kita

Kematian dan kebangkitan memiliki hubungan erat dan tak dapat


dipisahkan. Kematian mendapat artinya dalam kebangkitan. Yang satu tidak
meniadakan yang lain. Yesus mengalami nasib sebagai manusia, karena itu
Iapun mengalami kematian. kematianNya bukan akhir dari segala-galanya,
karena jika demikian kematian dan penderitaanNya menjadi tidak berarti apa-
apa.

IV.1. Kematian Yesus:Tanda Solidaritas Allah

Rasul Paulus kepada umat di Roma menegskan bahwa “Kita


diselamatkan dalam pengharapan” (Rm 8: 24). Pengharapan kita bukan tak
berdasar sebab dasarnya ialah wafat dan kebangkitan Kristus. Wafat dan
kebangkitan Kristus sebagai peristiwa penyelamatan bagi seluruh umat
manusia. Kristus membebaskan manusia dari kematian, berkat wafat dan
keabngkitanNya ini. Wafat Kristus adalah solidaritas Allah dengan manusia
sampai kedalam kematian, dan dalam kebangkitan Kristus kesatuan Allah
dengan manusia itu dibawa kepada kepenuhannya. Di sini kita bisa mengerti
bahwa pembicaraantentang kematian Yesus lalu tidak dapat terlepas dari
kebangkitanNya.

IV.1.1. Hubungan antara Wafat dan Kebangkitan Kristus adalah


Hubungan Pribadi antara Kristus dengan Allah

Sebagaimana sudah kita mengerti bahwa kematian Kristus tak dapat


dipisahkan dari kebangkitanNya. Hanya berkat kesatuan antara wafat dan
kebangkitan Kristus memungkinkan kebangkitan sebagai penyempurnaan
hidup bagi orang-orang lain sejauh mereka bersatu dengan Kristus. Tanpa
kebangkitan Kristus, kematian sebetulnya tidak dapat dipikirkan sebagai
penyelesaian hidup. Dan tanpa hubungan pribadi antara Putera dan Bapa,
tidak ada hubungan antara wafat dan kebangkitan Kristus. Dalam kebangkitan
15
Kristus, Allah mewahyukan diri sebagai Allah keselamatan, dan dari cahaya
kebangkitan ini kematian Kristus mendapatkan artinya.

IV.1.2. Wafat Kristus berarti Keterbukaan Kristus bagi Tindakan


Keselamatan Allah Bapa

Misteri Yesus Kristus sebagai sungguh Allah dan sungguh


manusiasebagai misteri yang paling besar harus ditempatkan dalam kematian,
wafat Kristus itu sendiri. Benar bahwa Allah tidak dapat mati, dan bahwa
kodrat insani Yesus harus dibedakan bukan hanya dari kodrat ilahiNya
melainkan juga dari kepribadianNya yang ilahi namun tidak benar mengatakan
bahwa Kristus hanya wafat menurut kodrat insaniNya, seolah-olah kodrat itu
tinggal di luar diri pribadi Kristus. Kematian Yesus adalah pengungkapan
ketergantungan total kepada Bapa. Yohanes menyebut wafat Yesus itu “Pergi
kepada Bapa” (Yoh 14: 28; 6: 28). Surat kepada umat di Ibarani
mengungkapkan seperti ini: “ Kristus oleh Roh yang kekal telah
mempersembanhkan diri kepada Allah” (Ibr 9: 14). Kekosongan maut tanda
dosa itu, oleh Kristus dijadikan ungkapan ketaatanNya secaratotal. “Ia taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2: 8). Tanda dosa sekarang
menjadi tanda rahmat. Kematian dalam Kristus menjadi hidup.

IV.1.3. Kebangkitan: Tindakan Penyelamatan Allah di dalam Kristus

Dalam Perjanjian Baru selalu dikatan bahwa Yesus “dibangkitkan”.


Peristiwa ini dilihat sebagai anugerah dari Allah. Allahlah yang membangkitkan
puteraNya dari antara orang mati. Jadi bukan perkembangan diri Kristus
sendiri. Bukan perkembangan melainkan “ ciptaan baru” (bdk. 2 Kor 5: 17; Gal
6: 15). Perkembangan berarti kontinuitas, tetapi manusia ciptaan baru berarti
diskontinuitas. Tidak ada kontinuitas sungguh-sungguh antara peristiwa wafat
dan peristiwakebangkitan. Kontinuitas tidak terletak pada peristiwanya, tetapi
dalam diri Yesus sendiri, yakni dalam hubungan pribadiNya dengan Bapa.
Antara kematian sebagai peristiwa kehidupan insani dengan kebangkitan
sebagai rahmat Ilahi tidak ada kontinuitas. Karena itu kebangkitan dipandang
sebagai ciptaan baru. Secara hakiki kebangkitan merupakan tindakan Allah

16
yang dibedakan dari kegitan manusia. Karena itu, manusia tidak bisa
menangkap dan menjangkau arti kebangkitan. Kebangkitan hanya dimengerti
sebagai rahmat Allah. Kristuslah rahmat Allah itu sejauh Ia bersatu dengan
manusia dan dengan Allah. Dalam kematianNya, Yesus bersatu dengan
manusia. Kristus dibangkitkan “dari antara orang mati”. Ini berarti bahwa Ia
berada di antara mereka, senasib dan sepenanggungan. Justru karena Kristus
solider dengan orang mati, bersatu dengan mereka, kebangkitanNyapun
mempunyai akibat bagi mereka. Itulah bahwa mereka pun diselamatkan. Bapa
menerima bukan hanya Kristus, melainkan semua orang yang mati bersama
Kristus.

Kristus menderita kematian orang berdosa- “Ia akan terhitung di antara


orang-orang durhaka” (Mrk 15: 28 ;Yes 53: 12). Tetapi dalam kematian itu, Ia
bersatudengan Allah. Kematian Kristus di satu pihak sebagai keterasingan dari
Allah dan di pihak lain kematianNya sebagai kesatuan dengan Allah dalam
ketaatan sebagai penebusan umat manusia. Arti keselamatan yang ada dalam
pada wafat Kristus tidak menjadi jelas dari kematian itu sendiri, tetapi baru
dari kebangkitanNya. Kesatuan dengan Allah dalam kebangkitan itu dipahami
sebagai arti yang sesungguhnya dari wafat Kristus.Kematian Kristus merupakan
peristiwa keselamtan bagi manusia justru karena dalam kematianNya itu,
Yesus menghayati kesatuanNya baik dengan manusia maupun dengan Allah.

IV.2.Kematian Manusia: Partisipasi dalam Kematian Kristus

Dalam pandangan kristiani kematian manusia bukanlah suatu


kesia-siaan. Dari perspektif iman kita percaya bahwa kematian kita
terjadi dalam rahmat Kristus. Kematian orang beriman kristiani berarti
keikutsertaan dalam kematian Kristus. Kita mati dalam Kristus. Kematian
sebagai upah dosa diubah menjadi berkat, karena kita mati dalam
Kristus. Rasul Paulus menegaskan hal ini kepada umat di Filipi: “Bagiku
hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1:21). Di sini
relasi antara kematian manusia dinyatakan. Kematian kita dilihat dalam
cahaya keikutsertaan dalam peristiwa Yesus, kematian dan
kebangkitanNya. Mengambil bagian dalam kematian Kristus berarti kita
juga mengambil bagian dalam kebangkitanNya. Rasul Paulus

17
menegaskannya bahwa “Bersama Kristus kamu dikuburkan dalam
baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh
kepercayaan kepada kerja kuasa Allah yang telah membangkitkan Dia
dari antara orang mati” (Kol 2: 12).

Dari uraian seputar kematian dari perspektif iman kristiani, kita mengetahui
beberapa hal penting. Pertama, kematian merupakan kodrat manusia.
Manusia siapapun dia tidak dapat menghindar dari kenyataan alamia ini.
Kedua, kematian merupakan konsekuenasi dari dosa. Ketiga, walaupun
kematian merupakan penderitaan bagi manusia sebagai akibat dosa, tetapi
lewat kematian manusia boleh mengalami penebusan. Dan keempat,
penebusan yang dimaksud tidak lain adalah kematian manusia yang disatukan
dengan kematian Kristus sendiri.

2.2 Apakah yang ada dibalik kematian

Secara umum dalam Kitab Suci, kematian adalah peralihan status


“hidup” kepada status “tidak hidup”, tidak dipandang sebagai pemisahan jiwa
dari badan melainkan sebagai hilangnya vitalitas: hidup berhenti, tetapi
bayang-bayang manusia masih hidup dalam Syeol (dunia bawah tanah). Orang-
orang yangmeninggal bukan lagi “jiwa yang hidup” sebagaimana statusnya
sejak ia tercipta (1 Kor 15:45), sebab ia sudah ditinggalkan oleh Roh yang
kembali kepada Allah, satu-satunya yang tidak pernah mati (Pkh 12:7; 1 Tim
6:16). Dalam Perjanjian Baru, kematian paling sering muncul dalam konteks
kebangkitan, bukan dalam konteks kebinasaan.

Kitab Suci menegaskan bahwa kehidupan dan kematian adalah dua


realitas eksistensial yang harus dijalani oleh setiap orang (2 Sam 1: 23; Ams 18:
21). Kematian dirumuskan hakekatnya sebagai penarikan kebali nafas
kehidupan atau Roh Allah dari dalam kehidupan manusia (Ayb 34: 14-15).
Manusia dianggap sudah mati, ketika nafas kehidupan sudah tidak ada lagi
dalam tubuhnya (1 Raj 17: 17). Kenyataan tentang kematian ini secara tegas
dapat ditemukan dalam kitab Pengkhotbah yang mengatakan bahwa setiap
makhluk sama dihadapan kematian (Pkh 2: 16).

18
Dalam konteks Perjanjian Baru, kematian lebih dimengerti sebagai mati
bersama Kristus dengan harapan akan bangkit bersama Kristus. Paulus dalam
suratnya kepada umat di Filipi, mengungkapkan arti kematian kristen, bahwa
oleh Kristus kematian itu memiliki arti yang lebih positif “Bagiku hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1: 21). Dengan ini Paulus
menampilkan dimensi baru dari kematian kita: “Jika kita mati dengan Dia,
kitapun akan hidup dengan Dia (2 Tim 2: 11). Aspek yang baru pada kematian
kristen terdapat dalam kata-kata ini: “oleh pembaptisan warga kristen secara
sakramental sudah ‘mati bersama Kristrus’, supaya dapat menghidupi satu
kehidupan baru”.

Dalam pandangan Paulus di atas kita mengerti bahwa kematian


merupakan titik akhir peziarahan manusia di dunia ini. Kematian merupakan
suatu kesadaran bahwa hidup manusia adalah terbatas di hadapan Allah.
Keterbatasan manusia di hadapan Allah ini disebabkan oleh kuasa dosa. Dosa
telah membawa manusia kepada kematian dan keterputusan relasi dengan
Allah sendiri. Kitab Mazmur mengungkapkan realita ini dengan baik: “Masa
hidup kita tujuh puluh tahun dan jika kita kuat delapan puluh” (Mzm 90: 10).
Ungkapan kitab Mazmur ini mengingatkan kepada kita bahwa kehidupan di
dunia ini hanya sementara.

Dari perspektif iman kita percaya bahwa kematian kita terjadi dalam
rahmat Kristus. ... Kita mati dalam Kristus. Kematian sebagai upah dosa diubah
menjadi berkat, karena kita mati dalam Kristus. Rasul Paulus menegaskan hal
ini kepada umat di Filipi: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan” (Flp 1:21).

Menurut Roma 6:23 bahwa kematian merupakan akibat dari dosa.


Dikatakan sangat jelas, “Sebab upah dosa ialah maut”. Karena semua umat
manusia di dunia ini telah berdosa, maka semua orang tunduk kepada
kematian. Dalam surat Roma 5:12 dituliskan, “Sebab itu, sama seperti dosa
telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa.” Awal mula kematian ini terjadi sejak kejatuhan manusia
19
pertama dalam dosa. Di kitab Taurat, di dalam Kejadian 2:17 dikatakan, Allah
memperingatkan Adam bahwa hukuman atas ketidaktaatan adalah kematian –
“pastilah engkau mati.” Ketika Adam tidak taat, ia langsung mengalami
kematian rohani, yang menyebabkan dia bersembunyi “terhadap TUHAN Allah
di antara pohon-pohonan dalam taman” (Kej. 3:8). Sejak itulah Adam
mengalami kematian jasmani (Kej. 5:5).

2.3 Kemana Manusia Setelah Mati

SEBENARNYA KEADAAN ORANG MATI

5 Keadaan orang mati bukan misteri bagi Yehuwa, sang Pencipta otak. Ia
mengetahui kebenarannya, dan dalam Firman-Nya, Alkitab, Ia menjelaskan
bagaimana keadaan mereka. Alkitab dengan jelas mengajarkan: Sewaktu
seseorang mati, ia tidak ada lagi. Kematian adalah kebalikan dari kehidupan.
Orang mati tidak dapat melihat atau mendengar atau berpikir. Tidak ada satu
bagian pun dari diri kita yang tetap hidup setelah tubuh kita mati. Kita tidak
mempunyai jiwa atau roh yang tidak berkematian.

Setelah Salomo menyatakan bahwa orang yang hidup tahu bahwa


mereka akan mati, ia menulis, ”Tetapi orang mati, mereka sama sekali tidak
sadar akan apa pun.” Lalu, ia menguraikan kebenaran yang mendasar itu
dengan mengatakan bahwa orang mati tidak dapat mengasihi atau membenci
dan bahwa ”tidak ada pekerjaan atau rancangan atau pengetahuan atau
hikmat di [kuburan]”.

(Pengkhotbah 9:5, 6, 10) Demikian pula, Mazmur 146:4 mengatakan


bahwa pada waktu seseorang mati, ”lenyaplah segala pikirannya”. Manusia itu
fana, atau berkematian, dan tidak terus hidup setelah tubuh mati. Hidup kita
bagaikan api pada sebatang lilin. Sewaktu dipadamkan, apinya tidak pergi ke
mana-mana. Api itu tidak ada lagi.

Pada saat kematian :

Pengkhotbah 12:7 “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh
kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.”

CATATAN: Apa yang terjadi pada saat kematian adalah kebalikan dari apa yang
terjadi selama penciptaan. Tubuh kembali ke debu dan roh, atau napas,

20
kembali kepada Allah yang memberikannya. Alkitab dengan jelas mengajarkan
bahwa “roh” yang kembali kepada Allah hanyalah nafas kehidupan, yang Allah
tiupkan kepada manusia di awal penciptaan

(Yakobus 2:26; 27:3; Ayub 33:4).

Mazmur 104:29, 30 menyatakan: “. Kau ambil pergi napas mereka, mereka


mati, dan kembali ke debu, Engkau berikan rohmu [napas], mereka
terciptakan.”

orang mati bisa datang kembali untuk berkomunikasi/menghantui mereka


yang hidup

Ayub 14:21: “Anak-anaknya menjadi sukses, tetapi ia tidak tahu; atau mereka
menjadi hina, tetapi ia tidak menyadarinya.

Pengkhotbah 9:5, 6, 10 Orang mati tidak mengetahui hal apapun, tidak


memiliki upah lagi, karena kenangan kepada mereka sudah dilupakan. Juga
cinta mereka, dan kebencian mereka, dan iri hati mereka, kini hilang; mereka
tidak memiliki bagian dalam setiap unsur di bawah matahari untuk selama-
lamanya [dalam kehidupan ini]. … Karena tidak ada pekerjaan, atau peralatan,
atau pengetahuan, dan hikmat di dalam kuburan.

Jadi, sangat jelas Orang mati tidak tau apa-apa tentang apa yang terjadi
di bumi.

Mazmur 115:17 Orang mati tidak memuji Tuhan.

Mazmur 06:05 Dalam kematian tidak ada yang mengingat engkau.

Ayub 7:10 Dia tidak akan kembali lagi ke rumahnya.

Yesaya 38:18 Kematian tidak bisa merayakan engkau.

Mazmur 146:4 Pikirannya hilang

21
2.4 Adakah Hubungan Orang Hidup Dengan Orang Mati

Dapatkah Orang Mati Berhubungan Dengan Orang Hidup?

Teori yang dapat memungkinkan orang hidup berhubungan dengan


orang yang telah meninggal dikenal sebagai spiritisme. Ini bukanlah
terminologi alkitab. Penganut faham ini menerima keadaan manusia yang tidak
binasa sebagai dasarnya. Jika garis komunikasi selamanya terbuka diantara
orang hidup dan yang sudah mati maka hal itu tidak dapat tepat untuk
berbicara tentang kematian seseorang. Tetapi kematian adalah lawan
kehidupan. Perbedaan diantara hidup dan mati adalah hubungan manusia
kepada pengetahuan raja Salomo menyatakan, “karena orang-orang yang
hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang-orang yang mati tidak atahu
apa-apa, tidak ada upah lagi bagi mereka bahkan kenangan kepada mereka
sudah lenyap.” Pengkhotbah 9:5.

1. Siapakah pengantara roh untuk pertama kali? Jawab: “Adapun ular yang
paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh Tuhan, Allah.
Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua
pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?.” Kejadian 3:1.

2. Untuk maksud apakah perantara itu digunakan? Jawab: “Sama seperti Hawa
diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” II Korintus 11: 3 bagian akhir.
Catatan: Sejak saat itu hasil dari setiap hubungan pengantaraan (Medium) roh
adalah penipuan. Setan menguasai ular. Ia membuat seakan akan ular
berbicara. Hawa pikir ia berbicara dengan ular yang sebenarnya ia sedang
berbicara dengan setan sendiri. Ia telah diungkapkan sebagai “ular tua” yang
disebut setan. Yang telah menipu sejak awal dunia ini. Wahyu 12 :9 bagian
pertama.

22
3. Dasar penipuan apakah yang disampaikan ular itu kepada Hawa? Jawab:
“Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “sekali-kali kamu tidak akan
mati.” Kejadian 3:4. Catatan: Apabila setan itu dapat memperdaya Adam dan
Hawa melakukan penipuannya, yang bertentangan dengan kebenaran Allah,
dia, sebagaimana yang dinyatakan Yesus, “adalah pembunuh manusia sejak
mulanya dan tidak hidup dalam kebenaran …… karena ia adalah pendusta dan
bapa segala dusta.” Yohanes 8:44 bagian akhir.

4. Rahasia-rahasia yang terlarang dan tersembunyi apakah yang diamarkan


Musa? Jawab:

“Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang
berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menetang orang
itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. Apabila ada seorang
laki-laki atau perempuan dirasuk arwah atau roh peramal, pastilah mereka
dihukum mati, yakni mereka harus dilontari batu dan darah mereka tertimpa
kepada mereka sendiri.” Imamat 20:6, 27.

5. Ketika raja Saul pergi kepada wanita petenung di Endor adakah benar ia
berbicara dengan nabi Samuel? Jawab: Tuhan telah menolak untuk
berhubungan dengan raja Saul. Baca I Samuel 28:6. Catatlah bahwa Saul
meminta “petunjuk dari arwah, dengan tiada menurut firman Tuhan.” I
Tawarikh 10:13(terjemahan lama).

6. Adakah orang mati kembali ke rumah mereka setelah mati atau beredar-
edar memberi penghiburan? Jawab: “Sebagaimana awan lenyap dan melayang
hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan
muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal oleh
tempat tinggalnya.” Ayub 7:9,10.

7. Keadaan apakah yang memungkinkan orang hidup dapat berbicara dengan


orang mati? Jawab:

“Mereka tidur dan tidak ada pertimbangan sepenuhnya dalam diri mereka.
Baca Pengkhotbah 9:5, 6; Ayub 34:14, 15.

8. Apakah yang menjadi penyebab dari kemurtadan pada hari terakhir? Jawab:

23
“Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudianada
orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-
setan.” I Timotius 4:1. Catatan: Roh-roh dan pengantaraan mereka adalah roh-
roh penipuan. Mereka terikat dalam penipuan. Mereka yang membuat orang
banyak berpisah dari kebenaran dan iman dan mereka mencetuskan doktrin-
doktrin setan. Mereka adalah roh-roh yang melakukan tanda ajaib. Manifestasi
dari supra natura mereka merupakan implementasi dari seluruh penipuan
mereka dan membuat mereka dapat dipercaya. Baca Matius 7:22, 23; 24:24; II
Tesalonika 2:9; Wahyu 13:13, 14; 16:13, 14.

Kemudian manusia adalah hasil ciptaan manusia sendiri. Apabila manusia


dijadikan ia dibuat dari debu tanah. Setelah ia dirupakan, Allah
menghembuskan nafas hidup. Manusia tak berpikir sadar, ia tak bisa bergerak
sampai Allah menghidupkan dia dengan memberi nafas hidup melalui lobang
hidungnya. Dengan demikian jika seorang mati “nafas hidup telah
meninggalkan dia”, ia berhenti berpikir, ia tak dapat bergerak, ia sepenuhnya
tak bisa sadar lagi, tubuhnya akan kembali menjadi debu seperti semula. Dan
sebagaimana alkitab mengatakan, di dalam kematian manusia akan “tertidur
dan mati.” Mazmur 13:4. Dan oleh karena itu ia akan “tidur sementara waktu,”
(Jeremia 51:39) samapai kebangkitan (Johanes 5:28, 29) tak ada lagi hubungan
antara orang mati dan orang yang masih hidup.

24
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Kematian adalah kenyataan paling penting dalam kehidupan seseorang.


Lewat kematian seseorang beralih dari keadaan fana dunia ini ke keadaan pasti
di akhiratsebagai keselamatan atau kegagalan abadi. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, WJS. Poerdarminta mendefenisikan, kematian (‘mati’)
adalah tidak bernyawa lagi, tidak hidup lagi atau meninggal dunia. Pemahanan
ini menghubungkan kematian dengan kehidupan. Sementara itu dari sudut
pandang ilmu kedokteran, kematian dipandang sebagai pemberhentian
kehidupan dalam organisme tumbuh-tumbuhan, binatang atau manusia.
Kematian dipandang sebagai konsekuensi logis dari kenyataan natural dari
mahkluk bertubuh. Sebagai mahkluk biologis yang ada secara natural, setiap
mahkluk termasuk manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mati.
Karena itu, tidak dapat disangkal bahwa manusia yang terdiri dari tubuh mortal
dan jiwa imortal harus mengalami kematian sebagai konsekuensi logis
persatuan keduanya.

Kematian dalam bahasa Yunani yaitu thanatos yang berarti kematian


atau keadaan mati tidak bernyawa. Tetapi banyak yang memakai kata ini untuk
mengambarkan hal mengenai kematian. Thanatos sendiri berarti membuat
seseorang mengalami kematian, membunuh dan mengakibatkan seseorang
mati terbunuh. Kematian merupakan jangka wakti ketika kita sudah sampai di
garis akhir dan menyelesaikan apa yang sudah menjadi tugas dan janggung
jawab kita.

Dari perspektif iman kita percaya bahwa kematian kita terjadi dalam
rahmat Kristus. ... Kita mati dalam Kristus. Kematian sebagai upah dosa diubah
menjadi berkat, karena kita mati dalam Kristus. Rasul Paulus menegaskan hal
ini kepada umat di Filipi: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan” (Flp 1:21).

Setelah Salomo menyatakan bahwa orang yang hidup tahu bahwa


mereka akan mati, ia menulis, ”Tetapi orang mati, mereka sama sekali tidak
sadar akan apa pun.” Lalu, ia menguraikan kebenaran yang mendasar itu

25
dengan mengatakan bahwa orang mati tidak dapat mengasihi atau membenci
dan bahwa ”tidak ada pekerjaan atau rancangan atau pengetahuan atau
hikmat di [kuburan]”.

(Pengkhotbah 9:5, 6, 10) Demikian pula, Mazmur 146:4 mengatakan


bahwa pada waktu seseorang mati, ”lenyaplah segala pikirannya”. Manusia itu
fana, atau berkematian, dan tidak terus hidup setelah tubuh mati. Hidup kita
bagaikan api pada sebatang lilin. Sewaktu dipadamkan, apinya tidak pergi ke
mana-mana. Api itu tidak ada lagi.

Kemudian manusia adalah hasil ciptaan manusia sendiri. Apabila manusia


dijadikan ia dibuat dari debu tanah. Setelah ia dirupakan, Allah
menghembuskan nafas hidup. Manusia tak berpikir sadar, ia tak bisa bergerak
sampai Allah menghidupkan dia dengan memberi nafas hidup melalui lobang
hidungnya. Dengan demikian jika seorang mati “nafas hidup telah
meninggalkan dia”, ia berhenti berpikir, ia tak dapat bergerak, ia sepenuhnya
tak bisa sadar lagi, tubuhnya akan kembali menjadi debu seperti semula. Dan
sebagaimana alkitab mengatakan, di dalam kematian manusia akan “tertidur
dan mati.” Mazmur 13:4. Dan oleh karena itu ia akan “tidur sementara waktu,”
(Jeremia 51:39) samapai kebangkitan (Johanes 5:28, 29) tak ada lagi hubungan
antara orang mati dan orang yang masih hidup.

26
B.SARAN

Demikianlah Makalah ini Kami Buat Dengan penuh Sungguh-sungguh


Semoga makalah ini dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Kristen Protestan dan mengajak orang Kristen untuk lebih tahu lebih
dalam tentang kematian dalam pandangan Alkitab.
Apabila ada terdapat kesalahan dalam penulisan mohon dapat
dimaafkan, Kami sangat menginginkan saran dan kritik yang dapat
membangun dari Ibu Dosen.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/yustinushendro/kematian-dalam-perspektif-
iman-kristian_54f92fcca3331112678b4a5c

https://tuhanyesus.org/kematian-menurut-kristen

https://www.gotquestions.org/Indonesia/kematian-menurut-alkitab.html

https://educlass.org/kematian-menurut-alkitab/

https://inilah.com/mozaik/2568626/hubungan-antara-ruh-orang-mati-dan-
orang-hidup

https://danielbaraparatu.wordpress.com/2008/05/14/dapatkah-orang-mati-
berhubungan-dengan-orang-hidup/

https://m.republika.co.id/berita/q8x7e0483/kemana-perginya-roh-setelah-
jasad-mati

https://m.dw.com/id/sains-di-balik-kematian/g-19060550

https://www.sarapanpagi.org/hubungan-orang-yg-hidup-yg-sudah-mati-
babtisan-org-ma-vt423.html

27
28
29

Anda mungkin juga menyukai