Anda di halaman 1dari 9

PENTINGNYA INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Delly Maulana dan Rachmi Yulianti

Program Studi Administrasi Publik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Serang Raya
Jl. Raya Serang-Cilegon Km.05 (Taman Drangong), Serang - Banten
E-mail: delly_maulana@yahoo.com; Rachmiyulianti77@gmail.com

Abstrak
Praktik penyelenggaraan layanan publik harus membangun kepercayaan masyarakat
atas pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik, dan
layanan publik juga merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan
dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk Indonesia, sehingga upaya untuk
mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk, serta
terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik merupakan hal yang diperlukan. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka perlu
ada suatu inovasi pelayanan publik sebagai solusi untuk mengefektifkan
penyelenggaraan pelayanan publik agar bisa berjalan sesuai dengan norma-norma
yang diingingkan, yakni mengedepankan norma keadilan, transparan, akuntabel, dan
terbuka. Oleh karena itu, dalam artikel ini mencoba untuk menggarambarkan kondisi
pelayanan publik di Indonesia serta pentingnya penerapan inovasi pelayanan, terutama
pada organisasi-organisasi publik, baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah
daerah. Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan menggunakan software NVivo 11 dalam análisis datanya.

Kata Kunci : Inovasi, Pelayanan Publik, dan Organisasi Publik


1. Pendahuluan
Secara hakiki, tugas utama dari sosok aparatur pemerintah, sebagai abdi negara
sekaligus sebagai abdi masyarakat adalah melakukan pelayanan. Tugas ini secara jelas
digariskan dalam pembukaan UUD 1945, terutama dalam alenia keempat, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Praktik penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia secara ideal mengacu
pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Isi dari
undang-undang ini mengambarkan bahwa praktik penyelenggaraan layanan publik
harus membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh
penyelenggara pelayanan publik, dan layanan publik juga merupakan kegiatan yang
harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk Indonesia, sehingga upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap
warga negara dan penduduk, serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan hal yang diperlukan. Oleh
karena itu, norma-norma hukum yang memberi pengaturan tentang pelayanan publik
harus jelas.
Selanjutnya, jika dilihat dari ruang lingkupnya, maka penyelanggaraan
pelayanan publik (public services) meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Di
mulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa dan melahirkan dibantu oleh
tenaga medis dan menggunakan fasilitas medis dari pemerintah, mengurus akta
kelahiran, menempuh pendidikan, mengurus KTP dan KK, mengurus perkawinan,
mengurus kartu pencari kerja, dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelayanan pemerintah, sampai mengurus administrasi kematian.
Dari kondisi tersebut, seharusnya penyelenggaraan pelayanan publik harus
mengedepankan norma-norma sesuai dengan standar pelayanan. Tetapi fakta
menunjukkan, bahwa praktik pelayanan publik di negara ini belum mengacu pada
norma sesuai dengan standar pelayanan sehingga tidak mengherankan jika dalam
praktiknya cenderung tidak adil dan korup. Hal ini dipertegas oleh data pengaduan
masyarakat terkait pelayanan publik yang masuk ke Ombudsman RI, bahwa
permasalahan buruknya pelayanan sebagaian besar diakibatkan ketidakjelasan standar
pelayanan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, seperti
ketidakjelasan persyaratan, jangka waktu penyelesaian pelayanan, prosedur dan biaya
pelayanan. Rendahnya kepatuhan terhadap standar pelayanan publik secara langsung
mengakibatkan mal administrasi, berupa ketidakpastian hukum, ketidakakuratan
pelayanan dan praktik-praktik pungli pada penyelenggaraan pelayanan publik dari
pusat sampai ke daerah. Pengabaian terhadap standar pelayanan mengakibatkan
kualitas pelayanan publik buruk dan juga akan mendorong terjadinya potensi perilaku
mal administrasi yang berujung pada inefisiensi birokrasi dan perilaku koruptif.
(Ombudsman Republik Indonesia, 2015 : 1)
Oleh karena itu, dalam tulisan ini mencoba untuk membahas tentang
pentingnya inovasi pelayanan publik sebagai solusi untuk mengefektifkan
penyelenggaraan pelayanan publik agar bisa berjalan sesuai dengan norma-norma
yang diingingkan, yakni mengedepankan norma keadilan, transparan, akuntabel, dan
terbuka.
2. Tinjuan Pustaka
Titik Strategis Inovasi Pelayanan Publik
Menurut Dwiyanto (2005), praktik pelayanan publik merupakan titik strategis
untuk membangun good governance, dengan pertmbangan bahwa, (a) dengan
pelayanan publik nilai-nilai yang mencirikan good governance dapat dilakukan secara
lebih mudah dan nyata oleh birokrasi pemerintah, (b) pelayanan publik melibatkan
kepentingan semua unsur governance (pemerintah, swasta, dan civil society), (c)
pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaan masyarakat, (d)
dengan memperbaiki pelayanan publik tolerensi terhadap praktik bad governance
diharapkan dapat dihentikan, (e) dengan memperbaiki pelayanan publik diharapkan
adanya keterlibatan dari aktor-aktor di luar Negara dalam merespon masalah-masalah
publik, dan (f) tolah ukur dan indikator praktik pelayanan publik dapat dengan mudah
dilakukan. (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
2014 : 12)
Oleh karena itu, setidaknya ada tiga hal penting dalam pelayanan publik yang
diinginkan oleh masyarakat. Pertama, berapa lama waktu yang dibutuhkan,
bagaimana prosesnya, berapa harganya, dan prosedurnya seperti apa, dari itu semua
harus ada; Kedua, kalau masyarakat tidak puas, bisa mengadu atas standar pelayanan
yang sudah dibuat oleh institusi pemerintah melalui complaint handling system atau
sistem pengaduan masyarakat. Masyarakat tahu, tanggal berapa dia mengadu dan
tanggal berapa dia menjawab, bukan hanya kotak saran; Ketiga, pengukuran kepuasan
masyarakat. Dengan pengukuran ini, masyarkat bisa tahu sejauhmana kepuasan
masyarakat selama ini. (ibid : 12)
Selanjutnya istilah inovasi sendiri menemukan pengertian modernnya untuk
pertama kali dalam Oxford English Dictionary edisi tahun 1939 yaitu,“...The act of
introducing a new product into market”. Dalam hal ini inovasi dipahami sebagai
proses penciptaan produk (barang atau jasa) baru, pengenalan metode atau ide baru
atau penciptaan perubahan atau perbaikan yang incremental. Sedangkan inovasi dalam
pelayanan publik diartikan dapat sebagai pembaharuan/ciptaan/kreativitas/ciptaan
baru dalam pelayanan publik Berdasarkan uraian tersebut maka strategi inovasi
pelayanan publik adalah cara/upaya menerapkan trobosan-trobosan atau ide yang
dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik untuk mencapai tujuan dan memenuhi
kebutuhan penerima layanan serta memberikan kontribusi bagi pengguna layanan
dalam hal kualitas pelayanan. (Suwarno, 2008; Setijaningrum, 2009; Hilda, 2014).
Selanjutnya ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam melakukan inovasi,
yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) atau Niteni, Nirroke, dan Nambahi (N-3)
atau subtitled, Combine, Adapt-Adopt, Modify-Maximise-Minimise (SCAM) atau put
to other uses, Eliminate, dan Reserve-Re- Arrange (PER). (Imanudin, 2015 : 53)
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
dengan menggunakan data-data sekunder. Sedangkan dalam menganálisis data,
penulis menggunakan software Nvivo 11.
4. Hasil dan Pembahasan
Secara subtansif Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik memiliki empat (4) tujuan kebijakan, yaitu : Pertama, terwujudnya batasan dan
hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan
seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; Kedua,
terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-
asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; dan Ketiga, terpenuhinya
penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
Keempat, terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Selanjutnya, untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka ada beberapa indikator
sekaligus azas yang harus dikedepankan dalam praktik penyelanggaran pelayanan
publik di Indonesia, yakni : (1) harus mengedepankan kepentingan umum,
mengedepankan kepastian hukum; mengedepankan kesamaan hak; (2) adanya
keseimbangan hak dan kewajiban; (3) menciptakan nilai profesionalisme, partisipatif,
dan tidak diskriminatif; (4) harus terbuka dan akuntabel; (5) memberikan fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan; serta (6) harus mengedepankan ketepatan
waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Sebetulnya, dari indikator-
indikator tersebut tergambarkan bahwa kebijakan ini secara ideal bisa memberikan
dampak yang signifikan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia,
tergantung pelaksanaannya, apakah konsisten atau tidak.
Tetapi faktanya, pelaksanaan kebijakan ini belum dijalankan secara ideal, salah
satu dampaknya adalah rendahnya persepsi stakeholders dalam hal kemudahan
berbisnis. Perlu diketahui bahwa kemudahan berbisnis dipengaruhi oleh performa
pelayanan publik. Data Doing Business Index tahun 2015 menunjukkan bahwa
Indonesia masih berada di peringkat 114 (59,15). Sementera itu, jika dibandingkan
dengan negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, maka
negara tersebut lebih unggul dibandingkan Indonesia dalam kemudahan berbisnisnya
dengan menempatkan Malaysia berada di peringkat 18 (78,83), Thailand berada di
peringkat 26 (75,27), dan Singapura berada di peringkat 1 (88,27). (World Bank, 2015
: 4)
Ada beberapa indikator dalam data doing Business index, yakni : (1)
Prosedur, waktu, biaya dan modal yang disetorkan minimum untuk memulai usaha;
(2) Prosedur, waktu dan biaya untuk menyelesaikan semua formalitas untuk
membangun sebuah gudang; (3) Prosedur, waktu dan biaya untuk dihubungkan ke
jaringan listrik; (4) Prosedur, waktu dan biaya memindahkan property; (5) Movable
hukum jaminan dan sistem informasi kredit; (6) Hak minoritas pemegang saham
dalam transaksi dengan pihak terkait; (7) Pembayaran, waktu dan tarif pajak total
untuk perushaan untuk memenuhi seluruh peraturan pajak; (8) Dokumen, waktu dan
biaya untuk ekspor dan impor oleh institusi pelabuhan; (9) Prosedur, waktu dan biaya
untuk menyelesaikan sengketa komersial; dan ke (10) Waktu, biaya, hasil dan tingkat
pemulihan untuk kepailitan komersial. (World Bank, 2015 : 2)
Selain itu, hasil laporan perkembangan reformasi birokrasi tentang persepsi
publik terhadap birokrasi pemerintah masih menunjukkan persepsi yang negatif.
Misalnya dalam hal akuntabilitas kinerja birkrasi, kualitas pelayanan public, SDM
aparatur yang sudah professional dan lain-lain, untuk jelasnya terlihat pada grafik di
bawah ini :
Grafik 1. Persepsi Publik Terhadap Birokrasi Pemerintah

Setuju & Sangat Setuju Tidak Setuju & Sangat Tidak Setuju

Akunabiltas kinerja birokrasi sudah baik 13 87


Kualitas pelayanan publik sudah baik 18 82
Organisasi pemerintahan sudah tepat fungsi… 20 80
Penggunaan sarpas PNS efesien 16 84
Penyelenggaraan pemerintahan sudah bebas… 3 92
Perizinan usaha sudah mudah/sederhana 24 76
Pola pikir dan budaya kerja aparatur negara… 10 90
Proses penyelenggaraan layanan publik sudah… 38 62
SDM aparatur negara sudah profesional 9 91
Sistem rekruitmen aparatur negara sudah… 10 90

Sumber : Laporan Perkembangan Reformasi Birokrasi, Kementrian PAN RB, 2013

Sementara itu, hasil survey yang dilakukan oleh Kompas dan Tempo yang
bekerjasama dengan Ausaid menunjukkan bahwa 62 % responden menyatakan sudah
aware dengan reformasi birokrasi, namun penilaian publik terhadap birokrasi masih
buruk, yakni hanya 18 % responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju dengan
peningkatan kualitas pelayanan publik, sedangkan 82 % responden menyatakan tidak
setuju dan sangat tidak setuju adanya peningkatan kualitas pelayanan publik.
(Imanuddin. 2015)
Oleh karena itu, untuk mengatasi pesoalan tersebut maka perlu adanya upaya
untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan sistem
desentraliasi yang secara subtantif, yakni menekankan aspek partisipasi masyatakat,
akuntabilitas pemerintan daerah, serta mendorong kualitas pelayanan publik dengan
meningkatkan inovasi-inovasi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui gerakan “One Agency One
Innovation”, yakni gerakan yang mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah
setiap tahunnya harus menciptakan 1 (satu) inovasi pelayanan publik.
Menurut Peraturan Menteri Pandayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik maka
organisasi publik dalam melakukan inovasi pelayanan harus melakukan
pengembangan inovasi, yakni : Pertama, melakakukan transfer pengetahuan inovasi
pelayanan publik. Proses ini merupakan tahapan atau mekanisme pembelajaran dari
satu pihak ke pihak lain tentang praktik inovasi yang sudah terbukti menjadi solusi
efektif terhadap permasalahan dalam pelayanan. Kedua, melakukan peningkatan
kapasitas, Peningkatan kapasitas dilakukan terhadap penerima manfaat organisasi
yang dilakukan oleh fasilitator. Peningkatan ini terdiri dari peningkatan kapasitas
organisasi (meliputi peningkatan kemampuan dalam strategi dan pengembangan
inovasi); peningkatan kapasitas individual (peningkatan kemampuan terhadap
kompetensi individu dalam pengembangan inovasi); dan peningkatan kapasitas sistem
(peningkatan kemampuan dalam pengelolaan pengembangan inovasi).
Ketiga, melakukan jaringan inovasi pelayanan publik. Jaringan inovasi
pelayanan publik adalah simpul kerjasama antar lembaga yang mempunyai minat
dalam pengembangan inovasi pelayanan publik; dan Keempat, pelembagaan dan
keberlanjutan inovasi. Untuk menjamin pelembagaan dan keberlanjutan inovasi maka
setiap organisasi public, baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah wajib
membuat dasar hukum inovasi dan menyediakan program serta anggaran yang
didukung dengan sistem pengembangan inovasi yang memadai.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Imanudin menunjukkan bahwa
inovasi pelayanan tergantung dari budaya organisasi yang memuat nilai, sikap, dan
prilaku organiasasi. Oleh karenanya untuk menciptakan budaya tersebut yang
mendukung inovasi pelayanan publik, maka perlu ada pelembagaan inovasi pelayanan
publik, yakni membuat produk hukum, struktur, serta program dan anggaran sehingga
organisasi pelayanan publik dapat dipaksakan untuk melakukan inovasi pelayanan
publik.
5. Kesimpulan
Permasalahan buruknya pelayanan di Indoneisa sebagaian besar diakibatkan
ketidakjelasan standar pelayanan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, seperti ketidakjelasan persyaratan, jangka waktu penyelesaian
pelayanan, prosedur dan biaya pelayanan. Rendahnya kepatuhan terhadap standar
pelayanan publik secara langsung mengakibatkan mal administrasi, berupa
ketidakpastian hukum, ketidakakuratan pelayanan dan praktik-praktik pungli pada
penyelenggaraan pelayanan publik dari pusat sampai ke daerah.
Oleh karena itu, untuk mengatasi pesoalan tersebut maka perlu adanya upaya
untuk terus menerus untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan
inovasi-inovasi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah melalui gerakan “One Agency One Innovation”, yakni
gerakan yang mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah setiap tahunnya
harus menciptakan 1 (satu) inovasi pelayanan publik. Hal yang harus dilakukan adalah
menciptakan budaya organiasi yang mendukung inovasi pelayanan publik melakukan
pelembagaan inovasi pelayanan public.

Daftar Pustaka

Hilda, Nurul. 2014. Strategi Inovasi Layanan dalam Meningkatkan Kualitas


Pelayanan di Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. Jurnal Kebijakan
dan Manajemen Publik, Volume 2, Nomor 1 (Januari 2014) ISSN 2303
- 341X
Imanuddin, Muhammad. 2015. Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia. Ringkasan
Disertasi. Universitas Diponegoro Semarang
Laporan Hasil Survey. 2013. Laporan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Deputi
Bidang Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
Ombudsman Republik Indonesia. 2015. Ringkasan Hasil Penelitian Kepatuhan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Standar
Pelayanan Publik Sesuai Uu No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik. Tim Penelitian dan Pengembangan Bidang Pencegahan. ORI
World Bank. 2015. Doing Business 2015 : Going Beyond Efficiency. World Bank
Group.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2014.
Kumpulan Praktik Baik Inovasi Pelayanan Publik Jilid 2. Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik.
Peraturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik

Anda mungkin juga menyukai