Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami
karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan terus dapat
menimba ilmu di Universitas Jambi. Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen
mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari, agar kami semua
menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Dengan tersusunnya makalah
ini penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan
makalah ini penyusun sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun
apabila terdapat kesalahan. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi penyusun sendiri umumnya para pembaca makalah ini, terimakasih.

Wassalamu’alaikum.

Bandar Lampung, 1 Oktober 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………………………... 1

Daftar Isi ………………………………………………………………………………………… 2

Bab I Pendahuluan ………………………………………………………………………………. 3

 Latar Belakang …………………………………………………………………………... 3


 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………….. 4
 Tujuan …………………………………………………………………………………… 4
Bab II Isi …………………………………………………………………………........................ 5
Bab III Penutup ………………………………………………………………………………… 17
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………….. 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang muslim, kita memiliki tujuan hidup yang diberikan Allah SWT. sebagai
seorang yang patuh dengan ajarannya dan menjauhi segala larangannya dan memiliki
tujuan untuk mendapat ridho dari Allah swt. juga diciptakan menjadi seorang khalifah-
Nya dibumi agar kelak bahagia di akhirat dan di surga-Nya dan menjaga semua yang ada
dibumi ini agar tetap pada kodratnya juga aturan yang telah ditetapkan dalam Al-qur’an,
hadits dan sunnah-Nya.

Dalam dunia ini kita harus memiliki aqidah dengan cara mempercayai dan menghormati
para Malaikat dan Rasul Allah agar menjadi insan yang sempurna di mata Allah dan
dimata para umatnya, hal ini memberikan manfaat kepada diri sendiri agar menjadi
pribadi yang baik dengan memiliki aqidah yang baik.

Penyampaian aqidah yang benar akan menyelamatkan kita dari siksa Allah dan
kebahagiaan dunia akhirat seperti keyakinan kita terhadap Allah SWT. dan para nabinya.
Apabila aqidah tidak dijalannya sesuai dengan ketentuannya maka, akan menimbulkan
kebatilan dan siksa Allah SWT di dunia maupun akhirat.

Aqidah menjadi hal penting dalam kehidupan karena diibaratkan sebagai fondasi dalam
diri manusia. Manusia haruslah melaksanakan aqidahnya secara keseluruhan, dan tidak
setengah-setengah. Apabila kita melaksanakan aqidah tersebut dengan setengah-setengah,
maka kita tidak akan merasakan kesempurnaan yang diberikan oleh Allah SWT dalam
agama Islam.

3
B.Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Apa itu aqidah dalam Islam?


2. Bagaimana cara menjelaskan dan mempraktikkan aqidah menjadi gerbang pintu masuk
ke dalam Agama Islam?
3. Apakah aqidah islam tersebut terbagi menjadi beberapa macam?
4. Apakah masing-masing pengertian dari macam-macam aqidah?

C.Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut:

1. Agar dapat mengetahui pengertian dari aqidah dalam islam.


2. Agar dapat menjelaskan dan mempraktikkan aqidah menjadi gerbang pintu masuk ke
dalam Agama Islam.
3. Agar dapat mengetahui kategori-kategori dan analis dari tingkatan-tingkatan Aqidah.

4
BAB II

ISI

َ ‫ َدقَع– ُ ِد ْق َعي–اً ْد‬berarti menyimpulkan,


Dalam kamus Al-Munawwir, Aqidah berasal dari kata َ‫ق ع‬
َ ِ‫ ةَ ْدي‬berarti kepercayaan atau keyakinan
mengikat, dan perjanjian. Kemudian terbentuk menjadi ٌ‫ق ع‬
(Munawwir, 1997).

Secara etimologis aqidah berakar kata „aqada-ya‟qidu-„aqdan„aqidatan. „Aqdan memiliki


beberapa makna diantaranya adalah simpul, kokoh, ikatan, dan perjanjian. Setelah kata „aqdan
terbentuk menjadi „aqidah maka berarti keyakinan. Kaitan antara arti kata „aqdan dan „aqidah
adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjanjian (Sudarno, dkk. 2012).

Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta
diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan
dengan kebenaran itu (Al-Jazairy, 1978)

Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan tentang wujud Allah, Tuhan
yang maha esa, tidak ada yang menyekutuinya, baik dalam zat, sifat-sifat maupun perbuatan
perbuatannya (Basyir, 1988)

Berdasar uraian tersebut dapat jelaskan bahwa aqidah adalah keyakinan dalam hati yang tidak
memliki keraguan sedikitpun. Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang
yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah
berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya
pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-
Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada). Jadi kesimpulannya, apa yang
telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

Secara terminologis( istilah ), terdapat beberapa definisi diantarannya:

5
- Menurut Hasan al-Banna dalam kitab Majmu’ah ar-Rasa’il menyatakan bahwa akidah adalah
beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa,
dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.

- Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam kitab akidah al-mi’min mengatakan bahwa akidah adalah
sejumblah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia yang berdasarkan akal,
wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu ditanamkan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan
keberadaanya secara pasti.

- Muhamad Syaltut mendefinisikan akidah adalah suatu system kepercayaan dalam islam.
Artinya, sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa dan melakukan apa-apa tanpa keraguan
sedikit pun dan tanpa ada unsure yang mengganggu kebersihan keyakinan. Sesuatu yang harus
diyakin I sebelum pap-apa adalah keyakinan akan keberadaan allah dengan segala fungsinya.
Semua itu tercakup dalam rukun iman sebagai ikrar bagi setiap muslim dan menyatakan
keislamannya sejak lahir dan merupakan landasan bagi setiap muslim. (Rahman, 2009)

Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban, bertauhid (Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah).
dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari
Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-
prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma' (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik
secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah
yang shahih serta ijma' salaf as-shalih. (Buhuuts fii 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah)

Karakterisktik islam yang data diketahui melalui bidang akidah adalah bahwa aqidah islam
bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya. Yang diyakini dan diakui sebagai tuhan
yang wajib disembah hanay Allah. Keyakinan tersebut sedikitpun tidak boleh diberikan kepada
yang lain. Akidah dalam islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai tuhan yang
wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat yaitu persaksian bahwa
tiada tuhan yang wajib disembah selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya,
perbuatan dengan amal saleh.

6
Aqidah dalam islam selanjutnya harus berpengaruh kedalam segala aktivitas yang dilakukan
manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hal ini Yusuf Al-Qardhawi
mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap
ke dalam hati, dengan penuh kej=yakinan, tidak tercampur syak dan ragu, serta mempengaruhi
bagi pandangan hidup, tingkah laku, dan perbuatan sehari-hari (Qardhawi,1977)

Dengan demikian, Akidah Islam tidak hanya keyakinan dalam hati, namun, pada tahap
selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bertngkah
laku yang pada akhirnya dapat menimbulkan amal saleh.

Muhaimin menggambarkan ciri-ciri aqidah Islam sebagai berikut:

1. Aqidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu
yang tidak rasional dalam akidah;

2. Aqidah islam sesuai dengan fitroh manusia sehingga pelaksanaan akidah menimbulkan
keterangan dan ketentraman;

3. Aqidah islam diansumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaanya akidah
harus penuh dengan keyakinan tanpa disertai dengan kebimbangan dan keraguan;

4. Aqidah islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan dengan kalimat “thayyibah”
dan diamalkan dengan perbuatan yang saleh;

5. Keyakinan dalam akidah islam merupakan maslah yang supraempiris, maka dalil yang
digunakan dalam pencarian kebenaran. Tidak hanya berdasarkan indra dan kemampuan manusia
melainkan membutuhkan usaha yang dibawa oleh Rosul Allah SAW; (Muhaiment, 2005)

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan,
aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, separti ibadah dan akhlak, adalah
suatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan
yang sangat rapuh. Tidak uasah ada gempa bumi atau badai, bahkan sekedar menahan atau
menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Maka
aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu
amal. Allah berfirman yang artinya sebagai berikut:

7
“Katakanlah (Muhammad),”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang
telah menerima wahyu, bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Esa.”Maka
barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya Maka hendaklah dia mengerjakan
kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada
Tuhannya". (Q.S. Al-Kahfi: 110) (Departemen Agama Republik Indonesia, 2005)

Dasar aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam Al Qur’an banyak disebutkan pokok-
pokok aqidah seperti cara-cara dan sifat Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, hari kiamat, surga
dan neraka. Mengenai pokok-pokok atau kandungan aqidah Islam, antara lain disebutkan dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 285

“Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (AlQur’an) dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-
bedakan seseorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (Q.S. Al-Baqarah:
285) (Departemen Agama Republik Indonesia, 2005)

Ruang lingkup aqidah Islam meliputi:

a. Illahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan
(Allah SWT), nama-nama dan sifat Allah, perbuatan-perbuatan Allah dan lain-lain.

b. Nubuat, Yaitu membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul,
pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat, wahyu dan lain-lain.

c. Ruhaniyyat, yaitu pembahasan tetntang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisika, seperti halnya malaikat, jin, setan, roh, iblis dan lain-lain.

d. Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui
sami' (dalil naqli al Qur'an dan sunnah), seperti pembahasan tentang alam kubur, akhirat, tanda-
tanda kiamat, alam barzah, surga, neraka, dan lain-lain.

8
Prinsip – Prinsip Aqidah Dalam Agama Islam

a. Iman kepada Allah

Beriman kepada Allah adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah-lah dzat yang
paling berhak disembah, karena Dia menciptakan, membina, mendidik dan menyediakan segala
kebutuhan manusia.

b. Iman kepada malaikat

Beriman kepada malaikat adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah menciptakan
makhluk dari cahaya. Sifat-sifat malaikat di antaranya :

Ø Selalu patuh dan taat

Ø Sebagai penyampai wahyu

Ø Diciptakan dari cahaya

Ø Mempunyai kemampuan yang luar biasa

c. Iman kepada kitab suci

Kitab-kitab yang berasal dari firman Allah seluruhnya ada empat :

Ø Taurat diturunkan kepada Nabi Musa As

Ø Zabur diturunkan kepada Nabi Daud As

Ø Injil diturunkan kepada Nabi Isa As

Ø Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

d. Iman kepada Nabi dan Rasul

Allah mengutus para Nabi dan Rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia,
memberi teladan akhlak mulia dan berpegang teguh terhadap ajaran Allah.

9
Sifat-sifat yang ada pada diri Nabi dan Rasul Allah adalah :

Ø Shiddiq artinya benar. Apa yang disabdakan Nabi adalah benar karena Nabi tidak berkata-kata
kecuali apa yang diwahyukan Allah SWT.

Ø Amanah artinya dapat dipercaya. Segala urusan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ø Fathanah artinya bijaksana dan cerdas. Nabi mampu memahami perintah-perintah Allah dan
menghadapi penentangnya dengan bijaksana.

Ø Tabligh artinya menyampaikan. Nabi menyampaikan kepada umatnya apa yang diwahyukan
Allah kepadanya.

e. Iman kepada hari akhir

Beriman kepada hari akhir adalah meyakinibahwa manusia akan mengalami kesudahan dan
meminta pertanggung jawaban di kemudian hari.Al-Qu’ran selalu menggugah hati dan pikiran
manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari kiamat, dengan nama-nama yang unik,
misalnya al-zalzalah, al-qari’ah, an-naba’ dan al-qiyamah. Istilah-istilah tersebut mencerminkan
peristiwa dan keadaan yang bakal dihadapi manusia pada saat itu.

f. Iman kepada qada’ dan qadar

Menurut bahasa, qada memiliki beberapa pengertian yaitu : hukum, ketetapan, pemerintah,
kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah adalah ketetapan Allah sejak zaman azali
sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan
qadar adalah kejadian suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan. Iman kepada qada dan qadar
artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menentukan tentang segala
sesuatu bagi makhluknya.

Para ulama kalam membagi takdir menjadi dua macam, yakni :

Ø Takdir muallaq adalah takdir yang berkaitan dengan ikhtiar (usaha) manusia. Misalnya :
orang miskin berubah menjadi kaya atas kerja kerasnya.

Ø Takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada pada diri manusia dan tidak dapat diubah-
ubah. Misalnya : kematian, kelahiran dan jenis kelamin.

10
Fungsi Aqidah

Aqidah memiliki beberapa fungsi, antara lain:

a. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.

b. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang kuat pasti
akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan
baik.

c. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut
tidak akan diterima.

Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber - Sumbernya Menurut Para Shahabat

Generasi para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik
kaum muslimin. Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas
ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah. Hal ini tidak mengherankan, karena mereka adalah
generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan mereka mendapat pengajaran
dan pendidikan langsung dari Rasulullah salallahu `alaihi wasalam. Setelah generasi shahabat,
kualifikasi atau derajat kebaikan itu diikuti secara berurutan oleh generasi berikutnya dari
kalangan tabi’in, dan selanjutnya diikuti oleh generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang
secara umum disebut sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang mereka,

‫اس قَرْ نِي ثُ َّم الَّ ِذ ْينَ يَلُوْ نَهُ ْم ثُ َّم الَّ ِذ ْينَ يَلُوْ نَهُ ْم‬
ِ َّ‫…خَ ْي ُر الن‬

Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu
generasi berikutnya…” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan
sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh
kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka
meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam
menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.

11
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka
dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak
terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di
kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah) saja, bukan
dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di
kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam
Malik (tahun 712-797), Imam Syafi’i (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).

Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat,
sebagaimana sabda beliau,

‫ َما أَنَا َعلَ ْي ِه َوأَصْ َحابِى‬: ‫قَا َل‬

Artinya: “Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip
seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya.” (H.R. Tirmidzi)

Perkembangan Aqidah

Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena
masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung
diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi :
"Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"

Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru
seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim
lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula
kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang
menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim,
lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar
karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam
karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-
pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih
terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau

12
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan
Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian
dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar,
dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah
dan salaf.

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah

Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak
berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan
keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan
oleh sejumlah faktor diantaranya :

a. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang
benar.

b. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah
yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan
kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami."
(Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."

c. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat
sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka
ia ikut tersesat.

d. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang
sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat
seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia
dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai

13
ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh
kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23
yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."

e. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan
Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan
kebudayaan mereka.

f. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga
anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah
memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua
orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).

Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara /
program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.

Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama,
itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik
banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang
disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang
shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi
kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya
: "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang
mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh
baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami

14
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah

Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak
diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak
kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros
dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan
merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan
antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akhirat. Faedah yang akan diperoleh orang yang
menguasai Aqidah Islamiyah adalah :

1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya
kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.

2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka
maupun duka.

3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki,
terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh
tawakkal kepad Allah (outer focus of control).

4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada
Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.

5. Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara
miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan
hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
(http://blogislami11.blogspot.com)

15
Tingkatan-Tingkatan Aqidah

Tingkat Taklid

Tingkat akidah yang sumber keyakinannya didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa
dipikirkan lagi.

Tingkat ilmul yakin

Tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai
menemukan hubungan yang kuat antara objek keyakinan dan dalil yang diperolehnya sehingga
memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih
rasional dan lebih mendalam.

Tingkat ‘ainul yakin

Tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam sehingga
mampu membuktikan hubungan antara objek keyakinan dan dalil-dalil serta mampu memberikan
argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang sehingga tidak mungkin
terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.

Tingkat haqqul yakin

Tingkat keyakinan yang disamping didasarkan pada dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam,
dan mampu membuktikan hubungan antara objek keyakinan dan dalil-dalil serta mampu
memberikan argumentasi yang rasional dan selanjutnya dapat menemukan dan merasakan
keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya. (http://bioebus.blogspot.com)

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah yang dibuat adalah sebagai berikut:

1. Aqidah dalam islam sangat penting untuk kehidupan yang lebih baik.
2. Dalam mempelajari aqidah kita hendaknya mempelajari secara keseluruhan untuk lebih
memahami kesempurnaan islam.
3. Aqidah memiliki berbagai tingkatan berdasarkan sumbernya, dalil dan bukti yang jelas
4. Aqidah dapat menumbuhkan keyakinan terhadap Allah, sifat-sifat-Nya, hukum-hukum-
Nya dan kekuasaan-Nya
5. Aqidah memiliki kedudukan yang tinggi bagi umat islam.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Azhar Basyir, 1988. Ijtihad Dalam Sorotan. UI PRESS. Yogyakarta

2. Al-Jazairy, dkk. 1978. Akidah Almukmin Maktabah Kullyat. Cairo. Al-Azhariyah

3. Departemen Agama Republik Indonesia, 2005. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya.


Duta Ilmu.

4. http://bioebus.blogspot.com/2013/02/tingkatan-akidah.html

5. http://blogislami11.blogspot.com

6. Muhaimen et at.2005. Kawasan dan Wawasan Study Islam. Kencana Wardhana Media.
Jakarta.

7. Munawwir, 1997. Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya:Pustaka


Progresif.

8. Rahman, Roli Abdul. 2009. Menjaga Akidah dan Akhlak Solo. PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri

9. Sudarno Shobron, dkk. 2012. Buku Panduan Penulisan Tesis Magister Pendidikan Islam
Magister Pemikiran Islam Dan Magister Hukum Islam. Surakarta:PPS. Universitas
Muhammadiyah Surakarta

18

Anda mungkin juga menyukai