Kelompok Ix
Kelompok Ix
Dosen Pengampu:
Ibu Jehan Safitri. M.Psi.PSikolog
Ibu Rahmi Fauzia.S.Psi,Ma.Pikolog
Ibu Firdha Yuserina.M.Psi.Psikolog
Oleh:
KELOMPOK IX
Kelas A
1. Erika Puspita Dewi 1710914220011
2. Gravy jourdan gampamole 1710914210017
3. Hamdiah 1710914320031
4. Helman Juhdi 1710914310035
5. Isna Aisyah Amini 1710914320037
6. Muhammad Alfiannor 1710914210029
7. Nurul Pratiwi 1710914220043
8. Reza Yunus Andowi 1610914310086
9. Yesaya Imanuel Kumendong 1710914310092
1
KATA PENGANTAR
Kelompok IX
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan Kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengan nama
Cognitive-behavioral therapy merupakan salah satu pendekatan psikoterapi yang
paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam mengatasi berbagai
gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari Cognitif
behavioral therapy (CBT), terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan
emosional berasal; dari distorsi (penyimpangan) dalam berpikir. Perbaikan dalam
keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai perubaha pola-pola
berpikir selama proses terapi. Demikian pula pada pola berpikir yang maladaptive
(disfungsi kognitif) dan gangguan perilaku. Dengan memahami dan merubah pola
tersebut, diharapkan mampu melakukan perubahan cara berpikirnya dan mampu
mengendalikan gejala gejala dari gangguan yang dialami.
Pendekatan Behavioral; muncul dari B.F Skinner dengan teori kondisi
pengoperan. Kemudian pendekatan behavioral ini menjadi pendekatan yang pupuler
pada masa 1960an. Pada tahun 1970an pendekatan behavioral mendapatkan pengaruh
dari teori kognitif. Bandura merupakan salah seorang yang pertama kali
menggunakan konsep pendekatan Kognitif-Behavioral. Pendekatan Kognitif –
Behaviora; memiliki pandangan bahwa seorang individu memiliki perilaku yang
dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif). Berdasarkan hal tersebut, terapi Kognitif
–Behavioral menekankan bahwa perubahan tingkah laku dapat terjadi jika seorang
individu mengalami perubahan dalam masalah kognitif. Terapi dalam pendekatan
Kognitif – Behavioral merupakan gabungan dari terapi yang ada pada pendekatan
Kognitif dan pendakatan Behavioral.
Cognitive –Behavioral Therapy (CBT) merupakan pendekatan yang
didasarkan atas konseptualisasi atau pemahan pada setiap konselu, yaitu pada
keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses Konseling dengan cara
1
memahami konseli didasarkan pada restrukturisai kognitif yang menyimpang,
keyakinan untuk membawa perubahan emosi dan strategi perilaku ke arah yang lebih
baik (Alford & Beck, 1997).
CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan
cognitive therapy dan behavioral therapy. Oleh karena itu, Matson dan Ollendick
mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam
psikoterapi yanitu Cognitive therapy dan Begavioral therapy. Sehingga langkah-
langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavioral therapy ada dalam
konseling yang dilakukan CBT.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan Cognitive – Behavioral Therapy (CBT) ?
b. Bagaimana latar belakang teori Cognitive – Behavioral Therapy (CBT) ?
c. Bagaimana konsep pendekatan Cognitive – Behavioral Therapy (CBT) ?
d. Bagaimana teknik-teknik dalan pendekatan Cognitive – Behavioral Therapy
(CBT) ?
C. Tujuan Penulisan
Untuk memahami lebih jelas mengenai CBT, karena itu penulisan makalah ini
di susun untuk:
a. Agar dapat mengetahui dan memperlajari apa yang dimaksud dengan Cognitive –
Behavioral Therapy (CBT) ?
b. Agar mengetahui bagaimana latar belakang teori Cognitive – Behavioral Therapy
(CBT) ?
c. Agar mengetahui bagaimana konsep pendekatan Cognitive – Behavioral Therapy
(CBT) ?
d. Agar mengetahui dan mempelajari bagaimana teknik-teknik dalan pendekatan
Cognitive – Behavioral Therapy (CBT) ?
2
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah singkat ini diharapkan dapat memberikan pemahan dan
menambah wawasan mengenai pendekatan Cognitive – Behavioral Therapy
dalam psikoterapi dan keilmuan lainnya dalam bidang psikologi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Konseling Cognitif Behavior Therapy (CBT) memfasilitasi individu belajar
mengenali dan mengubah kesalahan. Konseling Cognitif Behavior Therapy (CBT)
tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy
thinking. Sedangkan Terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara
situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar
mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik,
berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Cognitif Behavior Therapy (CBT) didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan
perilaku negatif. Melalui Cognitif Behavior Therapy (CBT), konseli terlibat aktivitas
dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan,
penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation. Menurut
Oemarjoedi “teori Cognitive- Behavior pada dasarnya meyakini pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling
berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana
proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia
berpikir, merasa dan bertindak”.
Berdasarkan paparan definisi mengenai Cognitif Behavior Therapy (CBT),
maka Cognitif Behavior Therapy (CBT) adalah pendekatan konseling yang menitik
beratkan pada pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang
merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Konseling ini akan diarahkan
kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak
sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan
kembali. Tujuan dari Cognitif Behavior Therapy (CBT) yaitu mengajak individu
untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa
lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga
pada akhirnya dengan Cognitif Behavior Therapy (CBT) diharapkan dapat membantu
konseli dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak.
c. Aspek- Aspek Cognitive Behavior Therapy
Aspek kognitif dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT) antara lain
mengubah cara berpikir, kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi
5
konseli belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan
aspek behavioral dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yaitu mengubah
hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga
merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.
d. Prinsip Cognitive Behavior Therapy
Berikut ini adalah prinsip-prinsip dari CBT berdasarkan kajian yang
diungkapkan oleh Aron T Beck:
1) Prinsip 1: Cognitive Behavior Therapy berdasarkan pada formulasi yang terus
berkembang dai permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
Formulasi konseling terus diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari
setiap sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor mengkoordinasikan
penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli yang menyimpang dan
meluruskannya sehingga dapat membantu konseli dalam penyesuaian antara
berpikir, merasa, dan bertindak.
2) Prinsip 2: Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama
antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
Melalui situasi konseling yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan
orisinilitas respon terhadap permasalahan konseli akan membuat pemahaman
yang sama tehadap permasalahan yang dihadapi konseli. Konseli tersebut akan
menunjukan sebuah keberhasilan dari konseling.
3) Prinsip 3: Cognitive Behvior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
Menempatkan konseli sebagai tim dalam konseling. Maka keputusan konseling
merupakan keputuasan yang dispakati dengan konseli. Konseli akan lebih aktif
dalam mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli mengetahui apa yang harus
dilakukan dari setiap sesi konseling.
4) Prinsip 4: Cognitive Behavior Therapy berorentasi pada tujuan dan berfokus pada
permasalahan. Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui
tingkat pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli
6
terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata lain tetap
befokus pada permasalahan konseli.
5) Prinsip 5: Cognitive Behavior Therapy berfokus pda kejadian saat ini. Konseling
dimulai dari menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan disini.
Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli
mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua, ketika
konseli terjebak pada proses berpikir yang menyimpang dan keyakinan konseli di
masa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkah laku ke arah
yang lebih baik.
6) Prinsip 6: Cognitive Behavior Therapy merupakan edukasi , bertujuan
mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan
pada pencegahan. Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari
sifat dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling cognitive-
behavior serta model kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran
mempengaruhi emosi dan perilaku. Konselor membantu menetapkan tujuan
konseli, mengidentifikasi dan mengevaluasi proses berpikir serta keyakinan
konseli. Kemudian merencanakan rancangan pelatihan untuk perubahan tingkah
lakunya.
7) Prinsip 7: Coginitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
Pada kasus-kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6 sampai
14 sesi. Agar proses konseling tidak membutuhkan waktu panjang, diharapkan
secara kontinyu konselor dapat membantu dan melatih konseli untuk melakukan
self-help.
e. Teknik dan Metode Cognitive Behavior Therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi yang
menggabungkan antara terapi prilaku dan terapi kognitif yang didasarkan pada
asumsi bahwa prilaku manusia secara bersama dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan,
proses fisiologis serta konsekuensinya pada prilaku. 16 Teknik dan Metode
Konseling Kognitif-Behavioral cenderung menggunakan sebuah program yang
terstruktur langkah demi langkah Program seperti ini dapat mencakup :
7
1) Menciptakan hubungan yang sangat dekat dngan aliansi kerja antara konselor dan
konseli. Menjelaskan dasar pemikiran dari penanganan yang akan diberikan.
2)Menilai masalah. Mengidentifikasi, mengukur frekuensi, intensitas dan kelayakan
masalah priaku, dan kognisi.
3) Menetapkan target perubahan.
4) Penerapan teknik kognitif dan behafioral (prilaku)
5) Memonitor perkembangan, dengan menggunakan penilaian berjalan terhadap
prilaku sasaran
6)Mengakhiri dan merancang program lanjutan untuk menguatkan dari apa yang
didapat.
Konselor kognitif behavioral akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk
mendapatkan kesepakatan prilaku sasaran dengan klien (konseli). Teknik yang
biasanya digunakan adalah:
1) Menantang keyakinan irasional.
2)Membingkai kembali isu; misalnya, menerima kondisi emosional internal sebagai
sesuatu yang menarik ketimbanng sesuatu yang menakutkan.
3) Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan
konselor.
4) Mencoba menggunakan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi rill
5) Mengukur perasaan; misalnya, dengan menempatkan perasaan cemas yang ada
saat ini dalam skala 0-100.
6) Menghentikan pikiran.
7) Desensitisasi sistematis. Digantikannya respons takut dan cemas dengan
responsrelaksasi yang telah dipelajari. Konselor membawa klien (konseli)
melewati tingkatan heirarki situasi untuk melenyapkan rasa takut.
8) Pelatihan keterampilan social atau asertifikasi
9) Penugasan pekerjaan rumah. Mempraktekkan prilaku baru dan strategi kognitif
antara sesi terapi.
8
10) In vivo exposure. Memasuki situasi paling menakutkan dengan didampingi oleh
konselor. Peran konselor adalah memotivasi klien (konseli) menggunakan teknik
kognitif behavioral untuk mengatasi situasi tersebut.
9
k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan memasuki
situasi tersebut.
l. Covert conditioning, upaya pengkondisian tersembunyi dengan menekankan
kepada proses psikologis yang terjadi di dalam diri individu. Peranannya di dalam
mengontrol perilaku berdasarkan kepada imajinasi, perasaan dan persepsi.
10
dapat belajar mengubah cara pandang atau berpikir sehingga akhirnya konseli
dapat memberikan konseling bagi dirinya sendiri.
d. CBT merupakan konseling kolaboratif yang dilakukan terapis atau konselor dan
konseli. Konselor harus mampu memahami maksud dan tujuan yang diharapkan
konseli serta membantu konseli dalam mewujudkannya. Peranan konselor yaitu
menjadi pendengar, pengajar, dan pemberi semangat.
e. CBT didasarkan pada filosofi stoic (orang yang pandai menahan hawa nafsu). CBT
tidak menginformasikan bagaimana seharusnya konseli merasakan sesuatu, tapi
menawarkan keuntungan perasaan yang tenang walaupun dalam keadaan sulit.
f. CBT mengunakan metode sokratik. Terapis atau konselor ingin memperoleh
pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang dipikirkan oleh konseli. Hal ini
menyebabkan konselor sering mengajukan pertanyaan dan memotivasi konseli
untuk bertanya dalam hati, seperti “Bagaimana saya tahu bahwa mereka sedang
menertawakan saya?” “Apakah mungkin mereka menertawakan hal lain”.
g. CBT memiliki program terstruktur dan terarah. Konselor CBT memiliki agenda
khusus untuk setiap sesi atau pertemuan. CBT memfokuskan pada pemberian
bantuan kepada konseli untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan oleh konseli,
tetapi bagaimana cara konseli melakukannya.
h. CBT didasarkan pada model pendidikan. CBT didasarkan atas dukungan secara
ilmiah terhadap asumsi tingkah laku dan emosional yang dipelajari. Oleh sebab
itu, tujuan konseling yaitu untuk membantu konseli belajar meninggalkan reaksi
yang tidak dikehendaki dan untuk belajar sebuah reaksi yang baru. Penekanan
bidang pendidikan dalam CBT mempunyai nilai tambah yang bermanfaat untuk
hasil tujuan jangka panjang.
i. CBT merupakan teori dan teknik didasarkan atas metode induktif. Metode induktif
mendorong konseli untuk memperhatikan pemikirannya sebagai sebuah jawaban
sementara yang dapat dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Jika jawaban
sementaranya salah (disebabkan oleh informasi baru), maka konseli dapat
mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang sesungguhnya.
11
j. Tugas rumah merupakan bagian terpenting dari teknik CBT, karena dengan
pemberian tugas, konselor memiliki informasi yang memadai tentang
perkembangan konseling yang akan dijalani konseli. Selain itu, dengan tugas
rumah konseli terus melakukan proses konselingnya walaupun tanpa dibantu
konselor. Penugasan rumah inilah yang membuat CBT lebih cepat dalam proses
konselingnya.
12
Tabel 1
Tabel 1. Proses Konseling Berdasarkan Konsep Aaron T. Back
No. Proses Sesi
1. Assesmen dan Diagnosa 1-2
2. Pendekatan Kognitif 2-3
3. Formulasi Status 3-5
4. Fokus Konseling 4-10
5. Intervensi Tingkah Laku 5-7
6. Perubahan Core Beliefs 8-11
7. Pencegahan 11-12
Oemarjoedi (2003: 12)
Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12 sesi
pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12) mengungkapkan
beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:
a. Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan
manfaatnya.
b. Terlalu rumit, di mana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan
berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak
mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas
intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit
demi sedikit.
d. Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain karena
alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan
konseling.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
CBT (Cognitif Behavior Therapy) merupakan psikoterapi yang bertujuan
untuk merubah pola berfikir negatif menjadi positif, sehingga perilaku mal-adaptif
yang timbul akibat pola pikir yang salah akan berubah menjadi perilaku adaptif.
Berdasarkan banyaknya penelitian, dan dari penelitian tersebut ada banyak referensi
bahwa CBT bisa dilakukan dengan jumlah sesi yang bervariasi. Pertemuan atau sesi
antara terapis dan klien tergantung dari apa yang akan diberikan pada klien, materi
dan tujuan dari terapi, serta kemampuan klien dalam menerapkan kemampuan yang
telah diajarkan.
B. Saran
Jika ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah yang kami buat ini, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kami bisa memperbaiki
segala kekurangan dan kesalahan saya dalam pembuatan makalah kedepannya.
14
DAFTAR PUSTAKA :
Basco, M.R., & Rush, A. J. (2005). Cognitive Behavioral Therapy for bipolar patient.
New York: Guilford Press
Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja
Grafindo
Miftahus, S.F.,& Kania, R.I. (2015). Konsep Bimbingan dan Konseling Cognitive
Behavior Therapy (CBT) dengan Pendekatan Islam Untuk Meningkatkan
Altruisme Siswa. Jurnal Hisbah. Vol.2, No.2.
Beck, Judith S. (2011). Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nd ed). New
York: The Guilford Press.
Bush, John Winston. (2003). Cognitive Behavioral Therapy: The Basics. [Online].
Tersedia: http://cognitivetherapy.com/basics.html [------]
Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam
Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media sesuatu yang menakutkan.Mengulang
kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan
konselor.
15