Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan secara disengaja dalam


membentuk siswa menjadi manusia yang terdidik, produktif, dan berkualitas.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan dapat menjadi wadah bagi siswa untuk
melakukan berbagai kegiatan dan aktivitas belajar untuk mengembangkan seluruh
potensi yang ada pada dirinya agar dapat menjadi manusia yang seimbang antara
kehidupan pribadi dan sosial. Belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses
pendidikan di sekolah. Belajar adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk
mengubah persepsi, pemahaman, dan tingkah laku. (Prayitno.2009. Dasar Teori
dan Praksis Pendidikan.Jakarta:Grasindo).

Pada bab ini, peneliti akan membahas beberapa teori untuk mendukung
topik penelitian. Diantaranya adalah pengertian kebijakan publik sebagai payung
besar dari teori yang akan diaplikasikan dalam penelitian ini, teori Implementasi
Kebijakan Publik, Definisi Pendidikan, Jalur afirmasi dan penelitian terdahulu.

Teori Implementasi Kebijakan Publik merupakan teori yang sesuai untuk


dianalisis, karena teori ini merupakan pokok permasalahan yang akan di bahas
pada penelitian ini. Implementasi kebijakan Publik yang akan dibahas pada
penelitian yaitu Peraturan Bupati No. 31 Tentang Jalur Afirmasi di Dinas
Pendidikan.sub bab selanjutnya ialah Jalur Afirmasi, pembahasan ini merupakan
hal pokok yang akan dibahas dan yang terakhir adalah Penelitian Terdahulu. Hal
ini juga penting untuk dibahas untuk membandingkan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu dan untuk meyakinkan bahwa penelitian ini murni dari hasil
penelitian penulis.

2.1 Kebijakan Publik


2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Secara umum, istilah “kebijakan publik” atau “policy” digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang factor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok.
Maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah actor dalam suatu kegiatan

13
dibidang tertentu (Anderson: 4). Menurut satu definisi mengenai kebijakan public
diberikan oleh Robert Eyestone (1971:18) Ia mengatakan bahwa “secara luas”
kebijakan public dapat didefinisikan sebagai ”hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Thomas R dye (1975:1) yang
mengatakan bahwa “kebijakan public adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan dan tidak dilakukan” (Winarno, 2007: 16).
Menurut (Winarno, 2007: 17) seorang pakar ilmu politik lain, Richard
Rose (1969:79) menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai
“serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konskuensi-
konskuensi nya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan
tersendiri.
Kebijakan publik merupakan produk hukum yang diperoleh melalui suatu
proses suatu proses kegiatan atau tindakan yang bersifat administrative, ilmiah
dan politis yang dibuat oleh pembuat kebijakan (policy maker) dan pemangku
kebijakan terkait (Mulyadi, 2016:45).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik hendaknya dibuat dengan memperhatikan lingkungan sekitar
serta konsekuensi yang akan dihadapinya. Kebijakan bukan hanya sekedar dibuat
namun juga harus di patuhi oleh masyarakat setempat. Mau ataupun tidak
lingkungan harus mematuhi peraturan yang diperintah maupun larangan yang
harus dijauhi. Tentunya kebijakan Publik adalah Kebijakan yang mengandung
nilai positif.

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan


Menurut (Nugroho, 2003:167) model yang paling klasik, yakni model
yang diperkenalkan oleh duet Donald Van Meter dengan Carl Van Horn (1975)
yang pada pemetaan di atas diberi label “MH” yang terletak di kuadran “puncak
ke bawah” dan lebih berada di “mekanisme paksa” daripada “mekanisme pasar”.
Model ini mengendalikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier
dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa
variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik
adalah variabel:

14
a. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi,
b. Karakteristik dari agen pelaksana/implementor,
c. Kondisi ekonomi, sosial dan politik, dan
d. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/implementor.
Model Implementasi Kebijakan Publik Selanjutnya George Charles
Edward III dalam Anggara (2014:250) mengemukakan beberapa 4 (empat) yang
mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi
atau sikap pelaksana, dan struktur pegawai. Keseluruhan variabel saling
berhubungan dan saling memmengaruhi satu sama lain dalam menentukan
keberhasilan atau kegagalan implementasi.

1. Komunikasi
Komunikasi memiliki peran/fungsi yang cukup penting untuk menentukan
keberhasilan kebijakan publik dalam implementasinya. Salah satu kelemahan
dalam proses kebijakan publik ini, khususnya yang terjadi di Indonesia, adalah
masalah implementasinya. Salah satu faktornya adalah komunikasi yang lemah.
Agustino dalam Anggara (2014:251) mengemukakan bahwa kebijakan yang
dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi yang
diperlukan untuk para pembuat keputusan dan para pelaksana agar tetap konsisten
dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

2. Sumber Daya
Sumber daya yang diperlukan dalam implementasi menurut Edward III yaitu
sebagai berikut:

a. Staf, yang jumlah dan kemampuannya sesuai dengan yang dibutuhkan

b. Informasi, yaitu berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakandan data yang


berkaitan dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.

c. Kewenangan, artinya kewenangan yang dibutuhkan bagi implementor sangat


bervanasi bergantung pada kebijakan yang harus dilaksanakan. Kewenangan dapat
berwujud membawa kasus ke meja hijau, menyediakan barang dan jasa,
kewenangan untuk memperoleh dan menggunakan dana, kewenangan untuk
meminta kerja sama dengan badsn pemerintah yang lain, dan lain-lain.

15
d. Fasilitas, Fasilitas fisik temasuk hal yang penting bagi keberhasilan
implementasi kebijakan oleh para implementor. Fasilitas fisik sebagai sarana dan
prasarana pendukung diperlukan untuk memperlancar proses komunikasi
kebijakan. Tanpa fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan
efektif. Fasilitas fisik ini beragam bergantung pada kebutuhan kebijakan.

3. Disposisi
Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap kebijakan atau
program yang harus dilaksanakan karena setiap kebijakan membutuhkan
pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan komitmen tinggi agar mampu
mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan.

4. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi Edward II adalah mekanisme kerja yang dibentuk untuk
Mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. la menekankan perlu adanya Standart
Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan di antara para
pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan lebih dari satu institusi.
Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan ketika
implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak
institusi untuk mencapai tujuannya.

2.2 Implementasi Kebijakan Publik


Implementasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pelaksanaan atau
penerapan. Sebagaimana yang ada dalam kamus bahasa besar Indonesia,
implementasi berarti penerapan. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa “
implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.” Adapun
Schubert mengemukakan bahwa “implementasi adalah sistem rekayasa”
(Firdianti, 2018:19)
Menurut (Sulila, 2015:42) Ripley dan Franklin (1982) berpendapat
implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau sejenis
keluaran yang nyata (Tangible output).
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah tindakan agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Menurut Sabatier (dalam Kadji 2008:28)

16
implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Menurut Oktasari (2015: 1340), Implementasi berasal dari bahasa Inggris
yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan
penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau
akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak
atau akibat itu dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Peradilan dan Kebijakan yang dibuat oleh Lembaga-lembaga Pemerintah dalam
kehidupan Kenegaraan..
Meter dan Horn (Rantri, 2014:4) menyatakan implementasi kebjiakan
Publik sebagai tindakan-tindakan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Dimana
berarti bahwa proses Implementasi tidak akan terlaksana sebelum Undang-
Undang atau peraturan ditetapkan serta dana disediakan guna membiayai proses
Implementasi kebijakan tersebut. Disisi lain implementasi kebijakan
dianggapsebagai fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai
proses, Output maupun sebagai hasil

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adanya sebuah


implementasi merupakan bentuk dari pelaksanaan atau penerapan suatu peraturan
baru, baik itu berupa kebijakan, aturan hukum ataupun perintah yang sudah di
sahkan dalam bentuk Undang-Undang oleh pemerintah setempat. Implementasi
tidak akan pernah ada atau tidak akan pernah terlaksana jika Undang-Undang
atau PeraturanPemerintah tidak diterapkan di daerah setempat. Perluasan atau
penerapan undang-undang tersebut harus di sesuaikan dengan aturan yang ada di
suatu lembaga. Pada penelitian ini, peneliti mengkaji Implementasi Peraturan
Bupati no. 31 Tentang Jalur Afirmasi Di Dinas Kabupaten Sampang. Peraturan
Bupati tersebut bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dalam kebijakan daerah
Kabupaten Sampang.

17
2.3 Definisi Pendidikan
2.3.1 Pengertian Pendidikan
Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa
itu, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Secara
faktual pendidikan menggambarkan aktivitas sekelompok orang seperti guru dan
tenaga kependidikan lainnya melaksanakan pendidikan untuk orang-orang muda
bekerjasama dengan orang-orang yang berkepentingan. Kemudian secara
prespektif yaitu memberi petunjuk bahwa pendidikan adalah muatan, arahan,
pilihan yang ditetapkan sebagai wahana pengembangan masa depan anak didik
yang tidak terlepas dari keharusan kontrol manusia sebagai pendidik. Menurut
pandangan Piaget (1896:3) pendidikan didefinisikan sebagai penghubung dua sisi,
disatu sisi individu yang sedang tumbuh berkembang, dan disisi lain nilai sosial,
intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong
individu tersebut.
Menurut Sagala (2009:4) dan John Dewey (1958) berpendapat bahwa
pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (Education is the proces without end),
dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental baik menyangkut daya pikir (daya intelektual) maupun daya
emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada
sesamanya.

Bruner (1915) menegaskan pendidikan bukan sekedar persoalan teknik


pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar dikelas atau
menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran. Pendidikan
merupakan usaha yang kompleks untuk menyesuaikan kebudayaan dan kebutuhan
anggotanya, dan menyesuaikan anggotanya dengan cara mengetahui kebutuhan
kebudayaan (Sagala, 2009:4).

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa , pendidikan


itu bukan sekedar menyampaikan sebuah teori namun juga perlu dipraktekkan
agar ilmu yang diperoleh dari pendidikan itu tidak hanya sekedar disampaikan
kepada peserta didik namun juga bisa menjadi aset negara yang akan menjadi
penerus bangsa. Kualitas bangsa dapat di tentukan oleh para pemuda Indonesia

18
yang saat ini masih berjuang di bangku pendidikan. Kualitas bangsa ada di tangan
pemuda saat ini.

2.3.2 Pengertian Administrasi Pendidikan


Menurut Nawawi (1989:11) Administrasi pendidikan adalah serangkaian
kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang
untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang
diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan
formal.

Mirip dengan pandangan Nawawi diatas pendapat yang dikemukakan


Ngalim Purwanto (1984:14) Administrasi pendidikan adalah suatu proses
keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi:
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian,
pengawasan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas
yang tersedia, baik personel, materil, maupun sprituil untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien

Administrasi pendidikan sebagai suatu sistem yang terkait dengan suatu


institusi pendidikan yang didalamnya ada serangkaian kegiatan atau proses dan
kerjasama sejumlah orang dengan mengkoordinasikan kegiatan yang saling
bergantung satu sama lainnya untuk mencapai tujuan secara optimal.

Dalam arti luas administrasi pendidikan mencakup semua kegiatan yang


dijalankan oleh pemerintah dan satuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditentukan seperti menentukan kebijakan (policy), menyusun
peraturan-peraturan, membagi tugas, mengawasi dan membimbing pelaksanaan,
mengatur penempatan dan penggunaan personel, mengadakan, mengatur
penggunaan material dan keuangan, dan sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, Administrasi Pendidikan adalah suatu


kegiatan yang ada di suatu Lembaga Pendidikan yang terbentuk secara terstruktur
untuk melakukan sebuah koordinasi antara satu orang dengan yang lainnya.
Adanya sebuah koordinasi dapat terciptanya suatu visi dan isi dari Lembaga
tersebut. Jadi, setiap lembaga pendidikan tentunya menerapkan administrasi

19
pendidikan seperti keorganisasian, laporan, serta berbagai pembiayaan demi
tercapainya tujuan yang sudah diterapkan di lembaga pendidikan tersebut. Dengan
adanya administrasi dilembaga pendidikan maka dapat mengetahui perkembangan
serta bisa dijadikan sebagai komponen terbentuknya pendidikan yang lebih baik di
masa yang akan datang.

2.3.3 Kebijakan Pendidikan

Dalam studi kebijakan, kebijakan pendidikan menjadi bagian sektoral dari


kebijakan publik. Tilaar dan Nugroho mengemukakan: “Kebijakan pendidikan
merupakan salah satu turunan atau devirat dari kebijakan publik, di mana
kebijakan publik di negara berkembang dipahami sebagai kebijakan
pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan menjadi kebijakan
sektoral yang harus bersaing dengan sektor lain untuk mendapatkan prioritas.
Pada kondisi seperti ini, kebijakan pendidikan tidak jarang “mengalah” terhadap
kebijakan sektoral lainnya. Di negara-negara berkembang kebijakan
pembangunan infastruktur fisik, kebijakan pertahanan dan keamanan, dan
kebijakan politik lebih menjadi lebih dikedepankan dari pada kebijakan
pendidikan. Akibatnya, kemajuan pendidikan berjalan sangat lambat, dan
pendidikan tidak dapat menjadi pilar utama penopang kemajuan masyarakat,
bangsa, dan Negara. Kondisi ini tidak saja terjadi pada tingkat nasional, tetapi
juga pada tingkat regional atau daerah-daerah dalam Negara.”
Penyelengagaraan desentralisasi pendidikan di Indonesia, dalam
implementasinya sangat terkait dengan kebijakan desentralisasi pendidikan itu
sendiri. Hal ini dikemukakan oleh Hasio (2006) bahwa: “ Kebijakan pendidikan
(education policy) adalah keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-
langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun
waktu tertentu, artinya terdapat proses dan tahapan dari berbagai langkah strategi
dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai tujuan dari pembangunan pendidikan
di Indonesia.”
Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa
kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V Good (1959)
memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai suatu

20
pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian atas
faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai
dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat melembaga. Pertimbangan
tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk
mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai.
Dari beberapa definisi kebijakan pendidikan diatas, dapat dipahami bahwa
kebijakan pendidikan itu adalah hal-hal atau kegiatan dalam dunia pendidikan
yang harus direncanakan terlebih dahulu untuk melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan secara efisien dan efektif.
2.3.4 Unsur-Unsur Pendidikan

Berjalan dengan baik atau tidak proses pendidikan, tentu perlu didukung
oleh berbagai unsur. Berbagai unsur dalam pendidikan tersebut secara bersinergi
mengacu pada tujuan pendidikan yang mana secara tersirat terdapat dalam
Pembukuan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Unsur pendidikan
antara satu dengan yang lain saling berkaitan ibaratnya sebuah sistem. Jika salah
satunya tidak berjalan dengan baik, tentu akan berdampak pada bagian yang lain.
Oleh karena itu, semua unsur pendidikan mesti saling mendukung supaya proses
pengajaran bisa berjalan dengan baik. Beberapa unsur yang terdapat dalam dunia
pendidikan, sebagai berikut:

a. Sarana dan Prasarana


Sarana adalah alat yang dapat digunakan manusia guna menunjangdalam
mencapai tujuan hidupnya. Sarana ini banyak jenisnya dimana masing-masing
jenis harus digunakan sesuai dengan fungsinya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2018), disebutkan bahwa sarana adalah segala sesuatu yang dipakai
sebagai alat untuk mencapai makna dan tujuan tertentu.
Sementara itu, prasarana adalah alat bantu yang secara tidak langsung
menunjang terselenggaranya sebuah pekerjaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2018) menjelaskan bahwa prasarana adalah segala sesuatuyang merupakan
penunjang utama terselenggaranya proses. Dalam Dunia pendidikan prasarana
berkaitan dengan bentuk bangunan, lokasinya, dan lain sebagainya.
b. Kurikulum

21
Kurikulum adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur berjalan
atau tidak sebuah proses pendidikan. Menurut Wahyuni (2015:232), secara
emitologis kurikulum berasal dari bahasa Yunani dari kata curir yang berarti
berlari dan curere yang berarti tempat terpacu atau tempat berlomba.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (19) dijelaskan,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

c. Pendidik dan Peserta Didik


Anak-anak sebagai peserta didik pada dasarnya dapat belajar sendiri tanpa
pendidik yang mempunyai kualifikasi tertentu. Sebaliknya, seorang pendidik tidak
dapat disebut sebagai pendidik apabila tidak ada peserta didik yang dididiknya.
Karena itu, agar seorang pendidikan layak disebut pendidik, salah satu syaratnya
adalah adanya peserta didikyang dididiknya.
d. Masyarakat
Sebagai anggota mayoritas, masyarakat memegang peranan yang tidak bisa
diabaikan dalam kemajuan pendidikan. Hal ini disebabkan karena masyarakat
sekaligus sebagai orang tua siswa dan juga didalamnya tergabung komite sekolah.
Menurut pendapat yang dikemukakan Wiratno (2016:29), masyarakat sangat
penting berpartisipasi dalam mensukseskan pendidikan. Adapun jenis partisipasi
yang dapat diberikan, antara lain: (a) partisipasi material, bagi masyarakat yang
memiliki kemampuan secara ekonomi; (b) partisipasi pemikiran, bagi masyarakat
yang memiliki tingkat kepekaan dalam pendidikan dan perubahan zaman; (c)
partisipasi tenaga/fisik, bagi masyarakat awam yang tidak memiliki kemampuan
ekonomi maupun pemikiran, tetapi punya kepedulian pada dunia sekolah dan
perguruan tinggi; (d) partisipasi moral dalam bentuk dukungan penuh bagi seluruh
lapisan masyarakat melalui perilaku dan tutur sapa yang dapat dijadikan panutan.
e. Pemerintah
Keberlangsungan proses pendidikan, tidak bisa pula terlepas dari
dukungan pemerintah, baik pada skala daerah maupun pusat, bahkan

22
internasional. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan mempunyai fungsi yang
cukup penting. Oleh karenanya, keberhasilan pendidikan salah satunya merupakan
andil pemerintah. Sebagai pengambil kebijakan, pemerintah seharusnya
berkomitmen untuk memajukan pendidikan, terutama melalui peningkatan dana
yang dianggarkan dari APBN dan APBD, yakni setidaknya 20%. ( Juri dan
Suparno. 2017. Pendidikan & Politik. Jember: Cv. Pustaka Abadi).

2.4 Jalur Afirmasi


2.4.1 Pengertian Jalur Afirmasi
Jalur afirmasi disediakan untuk siswa yang menerima program penanganan
keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah (misalnya
penerima KIP). Jalur ini merupakan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan layanan akses pendidikan berkualitas untuk anak-
anak dari keluarga tidak mampu. Pemerintah Daerah dapat menentukan proporsi
siswa yang diterima melalui jalur ini dengan mengacu pada persentase siswa yang
menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah di daerah tersebut.
2.4.2 Syarat dan ketentuan penerimaan peserta didik baru jalur afirmasi
a. Jalur afirmasi diperuntukkan bagi peserta didik jenjang SMA/SMK yang berasal
dari keluarga ekonomi tidak mampu dan Peluang Distribusi Kewilayahan.
b. Kuota jalur afirmasi adalah 15% (lima belas persen) dari daya tampung (pagu)
Sekolah, Termasuk didalamnya kuota 5% untuk anak dari Keluarga Buruh.
c. Calon peserta didik jenjang SMA diberi kesempatan untuk mendaftar sesuai
dengan zona tempat tinggalnya/domisili.
d. Calon peserta didik jenjang SMK diberi kesempatan untuk mendaftar
didalam/diluar Zona tempat tinggalnya/domisili.
e. Jalur afirmasi diperuntukkan bagi anak dari keluarga tidak mampu yang
dibuktikan dengan :
1) Kartu Indonesia Pintar (KIP),
2) Kartu Indonesia Sehat (KIS),
3) Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), atau
4) Kartu Bantuan Pangan Non Tunai (KBPNT)

23
Sebagai bukti keikutsertaan program penanganan keluarga tidak mampu dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

f. Apabila poin nomor 5 tidak terpenuhi, dapat menggunakan Surat Keterangan


Miskin (SKM) atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari
Kelurahan/Desa.
g. Khusus anak dari Keluarga Buruh, dibuktikan dengan persyaratan tambahan
berupa surat/tanda keanggotaan Asosiasi Buruh.
h. Sekolah membentuk tim untuk melaksanakan survey ke tempat tinggal sesuai
dengan domisili Kartu Keluarga (KK) untuk membuktikan kebenaran dan
kesesuaian dokumen dengan kondisi sebenarnya di lapangan sesuai dengan kuota.
i. Peluang kuota 1% distribusi kewilayahan diperuntukkan bagi calon peserta didik
dari luar zona perbatasan (dari Dalam/Luar Provinsi atau dari Luar Negeri).
j. Apabila pendaftar dalam satu sekolah melebihi kuota yang tersedia maka
pemeringkatan berdasarkan jarak domisili, Usia, dan waktu pendaftaran.
Dalam hal kuota jalur afirmasi belum terpenuhi, maka sisa kuota jalur afirmasi
dimasukkan dalam kuota jalur zonasi.

2.5 Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2020 Pasal 15


Dalam rangka mengatur persyaratan untuk Penerimaan Peserta Didik Baru
melalui jalur afirmasi ditetapkanlah Keputusan Peraturan Bupati Sampang Nomor
31 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Pada
Satuan Pendidikan Di Kabupaten Sampang Tahun Pelajaran 2020/2021 bagian
“PPDB Jalur Afirmasi” yang berbunyi 1. Jalur afirmasi diperuntukkan bagi
peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu; 2. Peserta didik
baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan bukti
keikutsertaan peserta didik dalam program penangan keluarga tidak mampu dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 3. Peserta didik yang masuk melalui
afirmasi merupakan peserta didik yang berdomisili di dalam dan di luar wilayah
zonasi sekolah yang bersangkutan; 4. Bukti keikutsertaan dalam program
penangan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
wajib dilengkapi dengan surat pernyataan dari orang tua/wali peserta didik yang
menyatakan bersedia diproses secara hokum apabila terbukti memalsukan bukti

24
keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah; 5. Dalam hal terdapat dugaan pemalsuan bukti
keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah sekolah wajib melakukan verifikasi data dan
lapangan serta menindaklanjuti hasil verifikasi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori implementasi Kebijakan
Publik dari Meter dan Horn dengan Indikator memberikan penjelasan terkait
penerapan Peraturan Bupati No.31 tentang Jalur Afirmasi, dengan alasan
terlaksananya atau tidak terlaksananya peraturan bupati di Dinas Kabupaten
Sampang khususnya pada Tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Pertama(SMP).

2.6 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bakhtiar dari


Universitas Gajah Mada pada tahun 2014 dalam tesisnya yang berjudul (Studi
Implementasi Program Afirmasi Mahasiswa Papua Di Perguruan Tinggi Negeri
Provinsi Bali).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi capaian akademik mahasiswa afirmasi Papua.
Pertama, faktor individu, yaitu, prestasi akademik calon
mahasiswa, ekspektasi, adaptasi, kenyamanan motivasi, persiapan
belajar dan usaha mahasiswa dalam mencapai hasil belajar. Kedua,
faktor lingkungan yaitu, prosedur, layanan, hubungan sesama
mahasiswa, perlakuan dosen, dan perlakuan tenaga kependidikan
perguruan tinggi penyelenggara afirmasi pendidikan tinggi.

Sedangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Panggabean dari


Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2018 dalam tesisnya yang berjudul
(Efektivitas Implementasi Program Afirmasi Pendidikan Menengah Papua Dan
Papua Barat Di Kota Bandung).
Dari hasil penelitian yang diperoleh, efektifitas implementasi
Program ADEM Papua dan Papua Barat secara keseluruhan sudah

25
efektif namun perlu adanya peningkatan monitoring dan
pengawasan terutama dalam proses rekrutmen dan seleksi siswa
agar siswa yang diperoleh adalah yang sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Layanan orientasi dan adaptasi sudah
efektif, sehingga kegiatan ini harus terus dilanjutkan dan
ditingkatkan karena dapat meningkatkan adaptasi, motivasi dan
kemandirian siswa. Begitu juga dengan pelayanan dan fasilitas
yang diberikan sudah efektif namun perlu ketepatan waktu dalam
penyaluran dana dan penambahan bantuan dana untuk kegiatan di
luar sekolah dan masa liburan.

Sedangkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fauziah dari


Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2019 dalam tesisnya yang berjudul
(Efektivitas Jalur Afirmasi Positif Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa
Kelas Vii Di Smp N 3 Godean).
Dari hasil penelitian yang diperoleh, didapatkan nilai N-Gain score
sebesar 6,19, dimana nilai N-gain score (g) > 0,7 sehingga
termasuk dalam kategori Tinggi dengan nilai N-gain score minimal
2,86 dan maksimal 9. Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga
dapat dikatakan bahwa teknik afirmasi positif efektif untuk
meningkatan kepercayaan diri siswa kelas VII di SMP N 3
Godean.

Berdasarkan fakta yang ada, ketiga penelitian terdahulu menggunakan


pendekatan yang sama. Akan tetapi penelitiannya berada ditempat yang berbeda.
Penelitian yang pertama di lakukan di Universitas Gajah Mada pada tahun 2014.
Penelitian yang kedua di teliti di Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun
2018 dan penelitian yang ke tiga dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta pada
tahun 2019. Pada penelitian ini, penulis meneliti sebuah implementasi di lembaga
pendidikan tepatnya Dinas Kabupaten Sampang. Dengan demikian penelitian
terdahulu sangatlah berbeda dengan penelitian ini yang berjudul Implementasi
Peraturan Bupati No. 31 Tahun 2020 Tentang Jalur Afirmasi di Dinas
Pendidikan Kabupaten Sampang serta dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan. Lebih spesifiknya perbedaan itu terletak pada objek penelitian.

26
Dari ketiga penelitian terdahulu, yang membedakan dengan penelitian ini ialah
terletak pada objek yang diteliti. Objek penelitian dari penelitian terdahulu
lebih memfokuskan pada siswa sebagai bentuk dari sumber data yang akan
diteliti. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada kebijakan
yang berlangsung atau sudah terlaksananya Peraturan Bupati mengenai Jalur
afirmasi yang ada di Dinas Kabupten Sampang.

27
28

Anda mungkin juga menyukai