Disusun Oleh :
1. Nurlaila (193106700069)
2. Qinan Fadhilah (193106700071)
Tahun 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga Penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan
Beragama”.
Mungkin saat menulis, Penulis banyak menyusun kata-kata yang kurang tepat
sehingga sulit untuk dipahami oleh para Pembaca. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT dan kekurangan hanyalah milik kita sebagai hamba-Nya.
Oleh karena itu kritik dan saran dari Pembaca sangat diharapkan oleh Penulis
demi memperbaiki makalah selanjutnya
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia ialah makhluk yang paling sempurna jika dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah lainnya. Kesempurnaan kejadian tersebut dapat dilihat dari
berbagai sisi diantaranya manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial.
Dikatakan makhluk eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Dan manusia disebut sebagai
makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan
seperti potensi akal (pikiran), potensi qolb (hati), dan potensi nafsu yang menghiasi
kehidupan. Semua potensi tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat dan
tahap-tahap perkembangan yang masing-masing individu berbeda.
Sedangkan agama bentuk pengakuan terhadap adanya hubungan manusia
dengan tuhan-Nya. Agama dapat juga berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan
melalui perantara Nabi dan Rasul. Jiwa keagamaan yang termasuk ke dalam aspek
rohani akan sangat tergantung pada perkembangan aspek fisik demikian pula
sebaliknya. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa kesehatan fisik akan
mempengaruhi pada kesehatan mental.
Para ahli Psikologi Perkembangan membagi perkembangan manusia
berdasarkan usia yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap atau periodesasi
perkembangan. Secara garis besarnya periodesasi perkembangan terbagi menjadi 7,
yaitu masa pranatal, masa bayi, masa kana-kanak, masa pubertas, masa remaja, masa
dewasa, dan masa usia lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan beragama pada anak ?
2. Bagaimana perkembangan beragama pada remaja ?
3. Bagaimana perkembangan beragama pada orang dewasa ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Ciri-ciri Kegamaan Pada Anak-anak
Memahami konsep keagamaan pada anak berarti memahami sifat agama pada
anak-anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat keagamaan pada
anak-anak tumbuh mengikuti pola “ideas concept on authority” Idea keagamaan
pada anak hampir sepenuhnya authoritarius yang berarti konsep keagamaan pada
diri mereka dipengaruhi oleh unsur dari diri luar mereka. Hal tersebut dapat di
mengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari hal-hal yang
berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang
dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu
hingga masalah agama.
Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip
eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama
merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para
orang tua maupun guru mereka. Berdasarkan hal tersebut maka bentuk dan sifat
agama pada diri anak dapat dibagi atas :
a) Orientasi Egosentris (egocentric oriented)
Ciri keagamaan masa anak-anak yang pertama yang paling jelas adalah
orientasi egosentris. Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun
pertama dalam pertumbuhannya dan akan berkembang sejalan dengan
pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai tumbuh
pada diri anak, maka akan tumbuh pula keraguan pada rasa egonya. Semakin
bertumbuh semakin meningkat pula egoismenya. Sehubungan dengan hal itu
maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya
dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan
pribadinya.
b) Kekonkritan Antropomorfis (antrropomorphic concreteness)
Ciri kedua keagamaan anak-anak ini dimana kata-kata dan gambaran-
gambaran keagamaan diterjemahkan ke dalam pengalaman-pengalaman yang
sudah dijalani dan biasanya dalam bentuk orang-orang yang sudah dikenal.
Anak-anak biasanya berusaha menghubungkan penjelasan keagamaan yang
abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang kongkrit. Pengertian Tuhan
memberi ganjaran dan menjatuhkan hukuman dengan segera dipahami anak
seperti orang tua yang memberi hadiah dan hukuman kepada mereka.
c) Ekperimentasi, Inisiatif, Spontanitas (experimentation, initiative, spontanity)
3
Ciri ketiga agama masa anak-anak itu tumbuh dan eksperimentasi
dengan individualitas, insiatif, dan spontanitas. Bersamaan dengan dunia anak
yang cepat meluas melampaui lingkaran keluarga, unsur-unsur baru yang
berkenaan dengan masalah perpisahan mulai muncul. Umur 4, 5, dan 6 tahun
merupakan tahun kritis dimana anak mulai berani pergi keluar, mengambil
inisiatif. Menampilkan diri di lapangan dimana teman-teman sepermainan dan
orang-orang dewasa di luar orang tua juga menyatakan atau menganggap
sebagai milik
d) Kurang mendalam atau tanpa kritik
Ciri pengertian kurang mendalam atau kurang kritik ialah bahwa pemahaman
anak-anak terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima tanpa kritik.
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup
sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang
terkadang kurang masuk akal. Namun demikian hal ini tidak menafikan
beberapa orang anak yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang
pemikiran yang mereka terima dari orang lain.
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri
anak 73% mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Selanjutnya
dalam suatu sekolah ada yang mengatakan bahwa Santa Klaus memotong
jenggotnya untuk membuat bantal. Dengan demikian anggapan mereka
terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan baik tanpa kritik.
d) Ucapan dan Praktik (Verbalis dan Ritualis)
Ciri keempat agama anak berupa ucapan dan praktik. Dari kenyataan yang kita
alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-
mula dalam bentuk verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan dan selain itu amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntutan yang diajarkan kepada
mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat
ritualis (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu sifat
dari tingkat perkembangan Bergama pada anak-anak
e) Suka Meniru (Imitatif)
Ciri kelima agama anak adalah suka meniru. Dalam kehidupan sehari-hari
dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak
pada dasarnya mereka peroleh dari meniru. Berdoa dan shalat misalnya
4
mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungannya, baik
berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Para ahli Psikologi
menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung, sifat
peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada
anak.
Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak semata-mata berdasarkan yang
mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religious
pedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan
(religious behavior) melalui sifat meniru itu. Timbulnya sifat meniru ini
membutuhkan model yang akan ditiru, oleh karena itu para pendidik terutama
orang tua harus menjadikan dirinya sebagai model atau teladan yang baik bagi
anak-anaknya (uswah hasanah).
f) Rasa Heran atau Kagum (Numinous)
Ciri keenam agama anak adalah rasa heran. Rasa heran dan kagum merupakan
tanda atau sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Berbeda dengan rasa
kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini belum
bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah
saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan
dorongan untuk mengenal (new experience). Rasa kagum mereka dapat
disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.
7
Akhir masa remaja ditandai dengan masa adolesen, namun demikian ada juga
yang memasukkan masa adolesen ini kepada dewasa. Pada masa adolesen
seseorang mulai menginjak dewasa dengan memiliki sikap yang pada umumnya
ialah Menemukan pribadinya, Menentukan cita-citanya, Menggariskan jalan
hidupnya, Bertanggung jawab, dan Menghimpun norma-norma untuk dirinya
sendiri. Sikap seperti diatas merupakan sikap yang mengawali masa dewasa.
Dalam perkembangan selanjutnya pada masa dewasa seseorang telah
menunjukkan kematangan jasmani dan rohaninya, sudah memiliki keyakinan dan
pendirian yang tetap, serta perasaan sosial yang sudah berkembang. Tanggung
jawab individu, sosial, dan susila sudah mulai tampak dan dia sudah mulai mampu
untuk berdiri sendiri. Masing-masing sikap tersebut akan dijelaskan berikut ini :
a) Menemukan pribadinya
Yang dimaksud disini adalah bahwa seseorang mulai menyadari
kemampuannya, menyadari kelebihannya dan kekurangannya sendiri, mulai
dapat menempatkan diri di tengah masyarakat.
b) Menentukan cita-citanya
Yang dimaksud disini ialah bahwa sebagai kelanjutan dari pemahamannya
dalam menyadari kemampuan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan
disadarinya itu mulai dicariakn bentuknya yang tertinggi seimbang dengan
daya juangnya sebagai pedoman hidupnya, dan inilah cita-cita itu, dia harus
yakin bahwa dia akan dapat mencapainya dan mengetahui cara pencapaiannya.
c) Menggariskan jalan hidupnya
Yang dimaksud disini ialah bahwa jalan yang akan dilalui dalam
perjuangannya mencapai cita-citanya itu, penemuan jalan ini bersama-sama
untuk terbentuknya cita-citanya itu sendiri
d) Bertanggung jawab
Yang dimaksud dengan bertanggung jawab disini ialah bahwa seseorang telah
mengerti tentang perbedaan antara yang benar dan yang salah, yang
dibolehkan dan yang dilarang, dan ia sadar bahwa ia harus menjauhi segala
yang bersifat negative dan mencoba membina diri untuk selalu melakukan hal-
hal yang positif
e) Menghimpun Norma-norma untuk dirinya sendiri
Yang dimaksud disini ialah bahwa ia telah mulai dapat menentukan sendiri
hal-hal yang berguna dan menunjang usahanya untuk mencapai cita-citanya,
8
sejauh norma itu tidak bertentangan dengan apa yang menjadi tuntutan
masyarakat pada umumnya. Norma-norma itu akan dijadikakn bekal untuk
melindungi dirinya sendiri demi keselamatannya.
9
BAB III
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
iii