Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN BERAGAMA

Makalah disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Psikologi Agama

Dosen Mata Kuliah :

Hj. Syarifah, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Nurlaila (193106700069)
2. Qinan Fadhilah (193106700071)

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam

Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Tahun 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga Penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan
Beragama”.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pengampu mata


kuliah Psikologi Agama yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.

Mungkin saat menulis, Penulis banyak menyusun kata-kata yang kurang tepat
sehingga sulit untuk dipahami oleh para Pembaca. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT dan kekurangan hanyalah milik kita sebagai hamba-Nya.

Oleh karena itu kritik dan saran dari Pembaca sangat diharapkan oleh Penulis
demi memperbaiki makalah selanjutnya

Jakarta, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia ialah makhluk yang paling sempurna jika dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah lainnya. Kesempurnaan kejadian tersebut dapat dilihat dari
berbagai sisi diantaranya manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial.
Dikatakan makhluk eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Dan manusia disebut sebagai
makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan
seperti potensi akal (pikiran), potensi qolb (hati), dan potensi nafsu yang menghiasi
kehidupan. Semua potensi tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat dan
tahap-tahap perkembangan yang masing-masing individu berbeda.
Sedangkan agama bentuk pengakuan terhadap adanya hubungan manusia
dengan tuhan-Nya. Agama dapat juga berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan
melalui perantara Nabi dan Rasul. Jiwa keagamaan yang termasuk ke dalam aspek
rohani akan sangat tergantung pada perkembangan aspek fisik demikian pula
sebaliknya. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa kesehatan fisik akan
mempengaruhi pada kesehatan mental.
Para ahli Psikologi Perkembangan membagi perkembangan manusia
berdasarkan usia yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap atau periodesasi
perkembangan. Secara garis besarnya periodesasi perkembangan terbagi menjadi 7,
yaitu masa pranatal, masa bayi, masa kana-kanak, masa pubertas, masa remaja, masa
dewasa, dan masa usia lanjut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan beragama pada anak ?
2. Bagaimana perkembangan beragama pada remaja ?
3. Bagaimana perkembangan beragama pada orang dewasa ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Beragama Pada Anak-anak


1. Fase Perkembangan
Menurut penelitian Ernes Harmar, perkembangan beragama anak-anak melalui
beberapa fase yaitu :
a) The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 tahun hingga 6 tahun. Pada
tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi
dan emosi. Dalam tingkat perkembangan ini seakan-akan anak itu menghayati
konsep ke-Tuhanan itu kurang masuk akal, sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya
b) The Realistic Stage (tingkat kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dsar hingga sampai ke usia
adolesense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-
konsep yang berdasarkan kepada kenyataan. Konsep ini timbul melalui
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dan orang dewasa
lainnya. Pada masa ini keagamaan anak didasarkan atas emosional, maka pada
masa ini mereka telah melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan
hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga
keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa dalam lingkungan
mereka. Segala bentuk tindak perilaku keagamaan mereka ikuti dan manusia
merasa tertarik untuk mempelajarinya
c) The Individual Stage (tingkat individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi
sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang
individualistic ini terbagi atas 3 :
- Konsep ke-Tuhanan yang convensial dan formatif dengan dipengaruhi
sebagian kecil fantasi.
- Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni dengan dinyatakan dengan
pandangan yang bersifat personal (perorangan)
- Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistic

2
2. Ciri-ciri Kegamaan Pada Anak-anak
Memahami konsep keagamaan pada anak berarti memahami sifat agama pada
anak-anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat keagamaan pada
anak-anak tumbuh mengikuti pola “ideas concept on authority” Idea keagamaan
pada anak hampir sepenuhnya authoritarius yang berarti konsep keagamaan pada
diri mereka dipengaruhi oleh unsur dari diri luar mereka. Hal tersebut dapat di
mengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari hal-hal yang
berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang
dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu
hingga masalah agama.
Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip
eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama
merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para
orang tua maupun guru mereka. Berdasarkan hal tersebut maka bentuk dan sifat
agama pada diri anak dapat dibagi atas :
a) Orientasi Egosentris (egocentric oriented)
Ciri keagamaan masa anak-anak yang pertama yang paling jelas adalah
orientasi egosentris. Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun
pertama dalam pertumbuhannya dan akan berkembang sejalan dengan
pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai tumbuh
pada diri anak, maka akan tumbuh pula keraguan pada rasa egonya. Semakin
bertumbuh semakin meningkat pula egoismenya. Sehubungan dengan hal itu
maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya
dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan
pribadinya.
b) Kekonkritan Antropomorfis (antrropomorphic concreteness)
Ciri kedua keagamaan anak-anak ini dimana kata-kata dan gambaran-
gambaran keagamaan diterjemahkan ke dalam pengalaman-pengalaman yang
sudah dijalani dan biasanya dalam bentuk orang-orang yang sudah dikenal.
Anak-anak biasanya berusaha menghubungkan penjelasan keagamaan yang
abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang kongkrit. Pengertian Tuhan
memberi ganjaran dan menjatuhkan hukuman dengan segera dipahami anak
seperti orang tua yang memberi hadiah dan hukuman kepada mereka.
c) Ekperimentasi, Inisiatif, Spontanitas (experimentation, initiative, spontanity)
3
Ciri ketiga agama masa anak-anak itu tumbuh dan eksperimentasi
dengan individualitas, insiatif, dan spontanitas. Bersamaan dengan dunia anak
yang cepat meluas melampaui lingkaran keluarga, unsur-unsur baru yang
berkenaan dengan masalah perpisahan mulai muncul. Umur 4, 5, dan 6 tahun
merupakan tahun kritis dimana anak mulai berani pergi keluar, mengambil
inisiatif. Menampilkan diri di lapangan dimana teman-teman sepermainan dan
orang-orang dewasa di luar orang tua juga menyatakan atau menganggap
sebagai milik
d) Kurang mendalam atau tanpa kritik
Ciri pengertian kurang mendalam atau kurang kritik ialah bahwa pemahaman
anak-anak terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima tanpa kritik.
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup
sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang
terkadang kurang masuk akal. Namun demikian hal ini tidak menafikan
beberapa orang anak yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang
pemikiran yang mereka terima dari orang lain.
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri
anak 73% mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Selanjutnya
dalam suatu sekolah ada yang mengatakan bahwa Santa Klaus memotong
jenggotnya untuk membuat bantal. Dengan demikian anggapan mereka
terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan baik tanpa kritik.
d) Ucapan dan Praktik (Verbalis dan Ritualis)
Ciri keempat agama anak berupa ucapan dan praktik. Dari kenyataan yang kita
alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-
mula dalam bentuk verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan dan selain itu amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntutan yang diajarkan kepada
mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat
ritualis (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu sifat
dari tingkat perkembangan Bergama pada anak-anak
e) Suka Meniru (Imitatif)
Ciri kelima agama anak adalah suka meniru. Dalam kehidupan sehari-hari
dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak
pada dasarnya mereka peroleh dari meniru. Berdoa dan shalat misalnya
4
mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungannya, baik
berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Para ahli Psikologi
menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung, sifat
peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada
anak.
Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak semata-mata berdasarkan yang
mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religious
pedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan
(religious behavior) melalui sifat meniru itu. Timbulnya sifat meniru ini
membutuhkan model yang akan ditiru, oleh karena itu para pendidik terutama
orang tua harus menjadikan dirinya sebagai model atau teladan yang baik bagi
anak-anaknya (uswah hasanah).
f) Rasa Heran atau Kagum (Numinous)
Ciri keenam agama anak adalah rasa heran. Rasa heran dan kagum merupakan
tanda atau sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Berbeda dengan rasa
kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini belum
bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah
saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan
dorongan untuk mengenal (new experience). Rasa kagum mereka dapat
disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.

B. Perkembangan Beragama Pada Masa Remaja


Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap yang progresif. Masa remaja merupakan masa peralihan yang dilalui
oleh seorang anak menuju masa kedewasaannya, atau dapat dikatakan bahwa masa
remaja adalah perpanjangan masa anak-anak sebelum mencapai masa dewasa.
Anak-anak jelas kedudukannya, yaitu yang belum dapat berdiri sendiri dan
belum matang dalam berbagai segi, tubuh masih kecil, orgam-organ belum dapat
menjalankan fungsinya secara sempurna, kecerdasan emosi, dan hubungan social
belum selesai pertumbuhannya. Kehidupan anak-anak masih tergantung pada orang
dewasa, belum dapat diberi tanggung jawab atas segala hal, dan mereka menerima
kedudukan seperti itu.
Berbeda dengan masa remaja, jika dilihat tubuhnya, masa remaja seperti orang
dewasa, jasmaninya jelas berbentuk laki-laki atau perempuan, organ-organ nya telah
5
dapat pula menjalankan fungsinya. Dari segi lain sebenarnya remaja belum
berkembang menjadi dewasa, dan kecerdasan pun sedang mengalami perkembangan.
Mereka ingin berdiri sendiri, tidak lagi bergantung kepada orang tua atau orang
dewasa lainnya. Akan tetapi mereka belum mampu bertanggung jawab dalam soal
ekonomi dan sosial. Perkembangan anak pada masa remaja juga dipengaruhi oleh
perkembangan jasmani dan rohaninya, artinya penghayatan remaja terhadap ajaran
agama dan amal keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan
perkembangan dirinya itu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan beragama pada masa
remaja , antara lain :
1. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan agama yang diterima remaja pada masa anak-anak
sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Mereka sudah mulai memiliki sifat
kritis terhadap ajaran agama, mereka pun juga mulai tertarik pada masalah
kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya di samping
masalah agama. Bagi mereka di masa remaja ini, ajaran agama yang bersifat lebih
konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada
ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif dan
kurang dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran
dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja
mempengaruhi keagamaan mereka
2. Perkembangan Perasaan
Pada masa remaja berbagai perasaan berkembang. Pada masa ini perasaan
sosial, etis, estetis, mendorong remaja untuk menghayati peri-kehidupan yang
terbiasa dalam lingkungan kehidupan agamis, dan cenderung mendorong dirinya
untuk lebih dekat kearah hidup yang agamis. Dan sebaliknya, bagi remaja yang
kurang mendapat pendidikan dan ajaran agama akan lebih mudah didominasi
dorongan seksual. Pada saat itu remaja banyak didorong oleh perasaan ingin tahu
dan akhirnya mereka lebih mudah terperosok kearah tindakan yang negatif.
3. Pertimbangan Sosial
Perkembangan pada masa remaja ditandai juga dengan adanya pertimbangan
sosial. Di dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan
6
tersebut, pada masa ini remaja cenderung bersikap materialis, karena memang
kehidupan duniawi lebih dipengaruhi oleh kepentingan materi. Remaja pada
masanya banyak berpikir masalah keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan,
kehormatan diri, dan berbagai masalah kesenangan pribadi liannya. Masalah
akhirat dan masalah sosial juga dipikirkan namun tidak seperti kecenderungannya
terhadap soal duniawi.
4. Perkembangan Moral
Pada masa remaja aspek moral mengalami perkembangan. Perkembangan itu
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Moral para
remaja memiliki beberapa tipe, antara lain :
a) Self directive, taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi
b) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik
c) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
d) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran agama dan moral
e) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyakarat
5. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat
kecil. Umumnya merka yang memiliki kecenderungan terhadap masalah
keagamaan di masa remaja itu kebanyakan tergantung atau berangkat dari
kebiasaan di masa remaja itu tergantung dari kebiasaan di masa kecil serta
lingkungan agama yang mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, apabila masa
kecil anak mendapatkan perhatian yang lebih terhadap masalah keagamaan, maka
hal ini sangat berperan terhadap perkembangan keagamaan di masa remajanya.
Perkembangan jiwa keagamaan yang ditimbulkan oleh remaja karena pengaruh
perkembangan dirinya itu dapat dilihat lewat pengalaman dan ekspresi keagamaan
yang tercermin lewat sikap keagamaannya, antara lain sebagai berikut :
a) Percaya Secara Ikut-ikutan
b) Percaya dengan Kesadaran
c) Percaya tapi agak Ragu-ragu (bimbang)
d) Tidak percaya atau cenderung Atheis (tidak beragama)

C. Perkembangan Beragama Pada Orang Dewasa


1. Sikap-sikap Orang Dewasa

7
Akhir masa remaja ditandai dengan masa adolesen, namun demikian ada juga
yang memasukkan masa adolesen ini kepada dewasa. Pada masa adolesen
seseorang mulai menginjak dewasa dengan memiliki sikap yang pada umumnya
ialah Menemukan pribadinya, Menentukan cita-citanya, Menggariskan jalan
hidupnya, Bertanggung jawab, dan Menghimpun norma-norma untuk dirinya
sendiri. Sikap seperti diatas merupakan sikap yang mengawali masa dewasa.
Dalam perkembangan selanjutnya pada masa dewasa seseorang telah
menunjukkan kematangan jasmani dan rohaninya, sudah memiliki keyakinan dan
pendirian yang tetap, serta perasaan sosial yang sudah berkembang. Tanggung
jawab individu, sosial, dan susila sudah mulai tampak dan dia sudah mulai mampu
untuk berdiri sendiri. Masing-masing sikap tersebut akan dijelaskan berikut ini :
a) Menemukan pribadinya
Yang dimaksud disini adalah bahwa seseorang mulai menyadari
kemampuannya, menyadari kelebihannya dan kekurangannya sendiri, mulai
dapat menempatkan diri di tengah masyarakat.
b) Menentukan cita-citanya
Yang dimaksud disini ialah bahwa sebagai kelanjutan dari pemahamannya
dalam menyadari kemampuan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan
disadarinya itu mulai dicariakn bentuknya yang tertinggi seimbang dengan
daya juangnya sebagai pedoman hidupnya, dan inilah cita-cita itu, dia harus
yakin bahwa dia akan dapat mencapainya dan mengetahui cara pencapaiannya.
c) Menggariskan jalan hidupnya
Yang dimaksud disini ialah bahwa jalan yang akan dilalui dalam
perjuangannya mencapai cita-citanya itu, penemuan jalan ini bersama-sama
untuk terbentuknya cita-citanya itu sendiri
d) Bertanggung jawab
Yang dimaksud dengan bertanggung jawab disini ialah bahwa seseorang telah
mengerti tentang perbedaan antara yang benar dan yang salah, yang
dibolehkan dan yang dilarang, dan ia sadar bahwa ia harus menjauhi segala
yang bersifat negative dan mencoba membina diri untuk selalu melakukan hal-
hal yang positif
e) Menghimpun Norma-norma untuk dirinya sendiri
Yang dimaksud disini ialah bahwa ia telah mulai dapat menentukan sendiri
hal-hal yang berguna dan menunjang usahanya untuk mencapai cita-citanya,
8
sejauh norma itu tidak bertentangan dengan apa yang menjadi tuntutan
masyarakat pada umumnya. Norma-norma itu akan dijadikakn bekal untuk
melindungi dirinya sendiri demi keselamatannya.

Sikap tersebut diatas merupakan sikap yang mengawali masa dewasa.


Dalam perkembangan masa dewasa seseorang telah menunjukkan kematangan
jasmani dan rohaninya, sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap,
perasaan sosialnya sudah berkembang, tanggung jawab individu, sosial, dan
susila sudah mulai tampak, dan ia sudah mulai mampu berdiri sendiri.
2. Tingkah Laku Keagamaan Orang Dewasa
Tingkah laku keagamaan seseorang pada masa ini berdasarkan tanggung
jawab keagamaan yang ia pegang, ia yakini secara mendalam, dan ia pahami
sebagai jalan hidup. kestabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah
laku keagamaan seseorang bukanlah kestabilan yang statis, melainkan kestabilan
yang dinamis, dimana suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-
perubahan. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran,
pengetahuan yang dimiliki, dan mungkin karena kondisi yang ada.
Dengan demikian orang dewasa sebenarnya mempunyai tanggung jawab yang
besar mengenai apa yang harus dianut dan apa yang harus dikerjakannya.
Tanggung jawab itu bisa meliputi tanggung jawab secara individu, sosial, maupun
secara susila dan agama.
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran mengenai
bagaimana sikap dan tingkah laku keagamaan pada orang dewasa. Atas dasar ini
sering kali sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang di usia dewasa itu sulit
untuk diubah, kalaupun terjadi perubahan maka sesungguhnya itu ada dari
pertimbangan yang sangat matang dan sungguh-sungguh.
Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu tingkah laku umumnya juga
dilandasi dengan pendalaman pengertian dan keluasan pemahaman tentang ajaran
agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian
dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan.

9
BAB III

KESIMPULAN

Perkembangan beragama pada masa anak-anak terbentuk melalui pengalaman


yang diterima dari lingkungan lalu terbentuk sifat keagamaan pada anak. Tahap
perkembangan keagamaan pada anak melalui tiga tahapan yaitu The Fairy Tale Stage
(tingkat dongeng), The Realistic Stage (tingkat kenyataan), The Individual Stage
(tingkat individu). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah pendidikan
keluarga, pendidikan lembaga, dan di dalam lingkungan masyarakatnya.

Perkembangan beragama pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh aspek


psikologis mereka, ialah pertumbuhan mentak dan pikiran, pertimbangan sosial,
perkembangan perasaan, perkembangan moral, sikap, dan minat juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang lainnya seperti lingkungan sekitarnya, sehingga membuat jiwa
keagamaan mereka yang belum stabil seperti dapat dilihat pada sikap remaja dalam
beragama, mereka percaya ikut-ikutan, percaya dengan kesadaran,percaya tetapi agak
ragu-ragu, dan tidak percaya atau cenderung atheis.

Saat menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan dalam jiwa


keagamaan mereka, “Saya hidup dan saya tahu untuk apa”, menggambarkan bahwa di
usia dewasa mereka sudah memiliki tannggung jawab serta sudah menyadari makna
hidup. dengan kata lain, orang dewasa dengan nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha
untuk mempertahankan nilai yang dipilihnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis. H. “Psikologi Agama” Jakarta : Kalam Mulia, 2002.

iii

Anda mungkin juga menyukai