Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH:
NAMA: NUR ZALINA
NIM: PO.71.20.1.14.107
SEMESTER IV
TINGKAT II DIV
B. ETIOLOGI
Gastritis sering disebabkan oleh diet yang sembrono, individu yang makan terlalu
banyak atau makan makanan yang mengandung mikroorganisme penyakit, juga oleh
bakteri H. Pylori. (suzanne C. Smeltzer, 2001).
Adapun penyebab lainnya seperti obat analgetik anti-inflamasi (aspirin) merokok
yang tak henti-henti, minum minuman yang beralkohol. (Widyandana, 4 juni 2007)
Selain itu juga dapat disebabkan oleh diantaranya :
a. Obat analgetik anti inflamasi, terutama aspirin.
b. Bahan-bahan kimia
c. Merokok
d. Alkohol
e. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal
pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat.
f. Refluks usus ke lambung.
g. Endotoksin.
Faktor resiko dari gastritis adalah :
a. Obat-obatan : aspirin, obat anti inflamasi non steroid (AINS)
b. Alkohol , Kafein
c. Gangguan mikrosirkulasi lambung: trauma, luka baker, sepsis.
d. Secara mikroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda. Apabila
lesi erosi mukosa terdapat pada korpus dan fundus maka biasanya disebabkan
oleh stress. Apabila karena obat-obatan AINS terutama ditemukan didaerah
antrum namun dapat juga menyeluruh sedangkan secara mikroskopik terdapat
erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang
minimal
e. Mikroorganisme : Helicobaeter pykory ( H. philory ), salmonella
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh ketidak seimbangan
faktor-faktor pencernaan (Anonim, 2007).
Faktor-faktor pencernaan yaitu faktor agresif dan faktor defensive. Faktor-faktor
agresif adalah asam lambung, pepsin, obat-obatan, infeksi bakteri dan bahan korosif
(Asam dan Basa kuat). Sedangkan faktor-faktor defensive adalah mucus, bikarbonat dan
prostaglandin. Dalam keadaan normal, faktor defensive mampu mengusai faktor agresif
sehingga tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologik (Arif Mansjoer, 2001).
Faktor-faktor penyebab iritasi lambung menurut arief Mansjoer, 2001 :
Mukosa lambung cukup kuat untuk menahan asam lambung, sehingga asam
lambung tetap terjaga didalam lambung yang nantinya akan berfungsi untuk mencerna
sari-sari makanan, namun karena sering lupa makan atau kebiasaan menunda makan,
maka asam lambung bisa mengiritasi lambung. Sehingga dinding lambung lama
kelamaan tidak kuat menahan asam lambung dan timbul penyakit gastritis (Widfyandana,
2007).
Gastritis membuat membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik
(cairan dan darah) dan mengalami erosi sehingga akan mensekresi sejumlah getah
lambung yang mengandung sedikit asam tetapi banayak mukus dan dapat terjadi atau
menimbulkan hemoragi, akibatnya terjadi ketidaknyamanan epigastrik. Mukosa lambung
mampu memperbaiki diri sendiri setelah mengalami gastritis, namun kadang hemorargi
memerlukan intervensi bedah (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada gastritis, gejala awal adalah mual-mual, nyeri pada ulu hati atau rasa tidak
nyaman pada perut (widyandana, 2007). Gejala lainnya adalah muntah, tidak nafsu
makan, nyeri tekan pada epigastrium dan penurunan berat badan (Anonim, 2007).
Namun dalam beberapa kasus dapat juga memberikan gejala yang berat, seperti
ditemukannya perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena. Kemudian
disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan (Arif Mansjoer, 2001).
Pada gastritis, gejala awal adalah mual-mual, nyeri pada ulu hati atau rasa tidak nyaman
pada perut (widyandana, 2007). Gejala lainnya adalah muntah, tidak nafsu makan, nyeri
tekan pada epigastrium dan penurunan berat badan (Anonim, 2007).
Namun dalam beberapa kasus dapat juga memberikan gejala yang berat, seperti
ditemukannya perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena. Kemudian
disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan (Arif Mansjoer, 2001).
Manifestasi klinis Gastritis menurut Price, Sylvia A, 2001, yaitu :
a. Gastritis akut
Dapat bervariasi dari keluhan seperti anoreksia atau mual, sampai gejala yang lebih
berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan hematomesis.
b. Gastritis atrofik kronik
Manifestasi klinik pada gastritis ini umumnya bervariasi dan tak jelas seperti perasaan
penuh, anoreksia dan adanya distress epigastrik yang tak nyata.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada tiga cara menegakkan diagnosis, yaitu: gambran klinis dengan melakukan
anamnese dengan pemeriksaan fisik, gambaran lesi mukosa akut dengan melakukan
endoskopi (alat optic yang dimasukkan melalui mulut kelambung) dan gambaran
radiology dengan teknik dobel kontras (kontras ganda).
Namun pada gastritis kronik dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsy mukosa
lambung dengan kultur jaringan untuk membuktikan adanya infeksi H.Pylori. pada
pemeriksaan lainnya dilakukan pula rapid ureum tes (CLO), criteria minimal untuk
menegakkan diagnosisi H.Pylori jika hasil CLO atau PA positif. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan serologic untuk H.Pylori (Arif Mansjoer, 2001). Adapun pemeriksaan
penunjang Gastritis menurut Hudak dan Gallo, 2002, seperti dibawah ini :
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes
yang positif menunujukkan bahwa Klien pernah kontak dengan bakteri pada suatu
waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa Klien tersebut terkena
infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat
perdarahan lambung karena gastritis.
b. Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh ureaseH.
Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO 2). CO2 cepat
diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.
c. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil
yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam
lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas
yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam
esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu
dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan Klien merasa nyaman
menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu
kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu
kurang lebih 20 sampai 30 menit. Klien biasanya tidak langsung disuruh pulang
ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang
kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi
yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan
endoskop.
e. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya.
Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen.
Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
f. Analisis Lambung
Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke
dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis
basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat
untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang
menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas
nyata).
g. Analisis stimulasi
Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum
acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin
atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.
F. PENATALAKSANAAN
a. Gastriris Akut
1. Menghindari makanan dan minuman yang dapat meningkatkan sekresi asam
lambung.
2. Pemakaian penghambat HO2 (seperti ranitidin untuk mengurangi sekresi asam,
sukralfat atau antacid dapat mempercepat penyembuhan).
3. Obat-obat anti muntah dapat membantu menghilangkan mual dan muntah.
4. Jika terjadi muntah perlu keseimbangan cairan dan elektrolit dengan memberikan
infus vena.
5. Pemberian obat-obat anti muntah dalam membantu menghilangkan gejala mual dan
muntah.
6. Jika muntah terus menerus perlu dilakukan pemantauan terhadap pemenuhan cairan
dan elektrolit dengan memberikan infus intravena.
7. Mengatasi penyebab apabila diketahui.
8. Istirahat fisik dan psikis serta makan lunak selama masa timbulnya penyakit.
b. Gastritis Kronik
1. Memodifikasi diet Klien, meningkatkan istirahat, mengurangi stres dan memulai
farmako terapi.
2. Helicobacter pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin atau amoksilin)
dengan garam bismut (peta bismut).
3. Menghindari alkohol dan obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung.
4. Vh B 12 dan terapi yang sesuai lainnya diberikan pada anemia pernisiosa (Brunner
and Suddarth, 2002 : 1063) (C. Boughman, 2000)
5. Pengobatan biasanya tergantung pada penyebab kelainan yang dicurigai, yang
keluhannya dapat dihubungkan dengan Gastritis kronis.
6. Jika penyebabnya ditemukan misalnya refluks usus lambung, sebaiknya dilakukan
koreksi.
Komplikasi
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas.
b. Terjadi ulkus peptikum.
c. Terjadi perforasi pada kasus berat
INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekunder karena stress
psikologi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri dapat
berkurang, Klien dapat tenang dan keadaan umum cukup baik
Kriteria Hasil:
a. Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
b. Klien tidak menyeringai kesakitan
c. TTV dalam batasan normal
d. Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
e. Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat
Intervensi:
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala nyeri
Rasional: mengetahui letak nyeri dan memudahkan intervensi yang akan
dilakukan.
2. Anjurkan Klien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai terasa nyeri.
Rasional: Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot
dengan menurunkan tegangan otot.
3. Pantau tanda-tanda vital
Rasional: Respon autonomik meliputi, perubahan pada tensi, nadi,
pernafasan, yang berhubungan dengan penghilangan nyeri.
4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
Rasional: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi
dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
5. Anjurkan istirahat selama fase akut
Rasional: Mengurangi nyeri yang diperberat oleh gerakan
6. Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi
Rasional: Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping
7. Berikan situasi lingkungan yang kondusif
Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional, meningkatkan rasa
kontrol, dan kemampuan koping).
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan
Rasional: menghilangkan atau mengurangi keluhan nyeri Klien.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
intake makanan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi Klien terpenuhi
Kriteria hasil: Keadaan umum cukup baik, turgor kulit baik, BB meningkat,
Kesulitan menelan berkurang
Intervensi;
1. Anjurkan Klien untuk makan dengan porsi yang sedikit tapi sering
Rasional: Menjaga nutrisi Klien tetap stabil dan mencegah rasa mual
dan muntah
2. Anjurkan Klien makan makanan yang lunak
Rasional; Untuk mempermudah Klien menelan
3. Lakukan oral hygiene
Rasional: Kebersihan mulut dapat merangsang nafsu makan Klien
4. Timbang BB dengan teratur
Rasional; Mengetahui perkembangan status nutrisi Klien
5. Observasi tekstur, turgor kulit Klien
Rasional; Mengetahui status nutrisi Klien
6. Observasi intake dan output nutrisi
Rasional: Mengetahui keseimbangan nutrisi Klien
3. Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam intake cairan
adekuat.
Kriteria Hasil:
a. Mukosa bibir lembab
b. Turgor kulit baik
c. Pengisian kapiler baik
d. Input dan output seimbang
Intervensi:
1. Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan klien untuk minum (2-2,5 liter sehari).
Rasional: Intake cairan yang adekuat akan mengurangi resiko dehidrasi Klien.
2. Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi.
Rasional; Mengganti kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan
dalam fase segera.
3. Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran
mukosa.
Rasional; menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan kebutuhan untuk
peningkatan penggantian cairan.
4. Kolaborasi pemberian cimetidine dan ranitidine
Rasional: Cimetidine dan ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam
lambung
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian,
nyeri.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien dapat menunjukkan kecemasan
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
a. Mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka
b. Melaporkan berkurangnya cemas dan takut
c. Mengungkapkan mengerti tentang peoses penyakit
d. Mengemukakan menyadari terhadap apa yang diinginkannya yaitu menyesuaikan
diri terhadap perubahan fisiknya
Intervensi:
1. Awasi respon fisiologi misalnya: takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi
kesemutan.
Rasional; Dapat menjadi indikator derajat takut yang dialami Klien, tetapi dapat
juga berhubungan dengan kondisi fisik atau status syok.
2. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional: Membuat hubungan terapeutik
3. Berikan informasi yang akurat.
Rasional: melibatkan Klien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang
tak perlu tentang ketidaktahuan.
4. Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat.
Rasional: Memindahkan Klien dari stresor luar, meningkatkan relaksasi, dapat
meningkatkan keterampilan koping.
5. Dorong orang terdekat untuk tinggal dengan Klien.
Rasional; Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi
seorang diri.
6. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takutdan ansietas
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1. Jakarta: FKUI