Anda di halaman 1dari 36

STUDI KASUS FARMAKOTERAPI TERAPAN

“STROKE”

Oleh:
1. Dinda Rizqiyah Maulida 192211101062
2. Magfirah Izzani Maulani 192211101063
3. Dian Ayu Chotimah 192211101064
4. Andrean Roni 192211101065
5. Rochman Dwi Setiawan 192211101066
6. Livia Pimarahayu 192211101067
7. Fauzia Ken Nastiti 192211101068

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
Definisi dan Klasifikasi Stroke ............................................................ 5
2.1.1 Definisi Stroke ............................................................................ 5
2.1.2 Klasifikasi Stroke........................................................................ 5
Etiologi Stroke ...................................................................................... 7
Patofisiologi Stroke ............................................................................... 8
Tata Laksana Terapi ............................................................................ 9
Terapi Non-Farmakologi ................................................................... 12
BAB 3. PEMBAHASAN ..................................................................................... 13
3.1 Pharmaceutical Plan .......................................................................... 13
3.1.1 Identitas Pasien ......................................................................... 13
3.1.2 Data Subyektif .......................................................................... 13
3.1.3 Data Obyektif............................................................................ 14
3.2 Assesment ............................................................................................ 15
3.2.1 Terapi Pasien ............................................................................ 15
3.3 Problem Medis dan Drug Related Problem Pasien .......................... 16
3.4 Pembahasan Kasus ............................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35

ii
3

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut AHA/ASA (2018) stroke merupakan gangguan atau disfungsi
neurologis yang umumnya disebabkan oleh iskemia atau pendarahan
(haemorrhage) selama lebih dari 24 jam atau sampai mati. Stroke terjadi ketika
suplai darah ke bagian otak tiba-tiba terganggu atau ketika pembuluh darah di otak
pecah (NINDS 2005). Stroke juga didefinisikan sebagai disfungsi akut neurologi
dari pembuluh darah secara mendadak (dalam detik) atau secara lebih lambat
(dalam jam) dengan kejadian gejala dan tanda berhubungan dengan area fokal pada
otak.
Stroke menurut WHO (World Health Organization) disebabkan karenakan
adanya gangguan dari suplai darah ke otak, yang biasanya disebabkan karena
adanya pembuluh darah yang pecah atau yang tertutup plak. Hal ini menyebabkan
terputusnya suplai oksigen dan nutrisi yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak.
Menurut WHO (2011), Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia
untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai
138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011.
Diperkirakan setiap tahun sebanyak 500.000 penduduk terkena serangan stroke,
sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun
berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian stroke adalah 200 per 100.000
penduduk (Yayasan Stroke Indonesia, 2012).
Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati
rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Selain itu
penderita stroke juga akan mengalami penurunan kemampuan kognitif atau
berbicara sehingga tidak dapat menceritakan kejadian yang dialaminya. Gejala
klinis yang dialami pasien stroke antara lain (Fagan and Hess, 2008) :
4

- Lemah pada salah satu sisi tubuh


- Ketidakmampuan berbicara
- Pandangan kabur
- Terjatuh
- Sakit kepala/ pusing, vertigo
- Biasanya pasien mengalami berbagai tanda disfungsi neurologi
- Sering timbul hemi atau monoparesis
- Gejala vertigo dan pandangan kabur menunjukkan adanya gangguan pada
sirkulasi posterior
- Aplasia sering timbul pada gangguan sirkulasi anterior
Efek dari stroke terantung dari dimana tempat otak yang mengalami
pendarahan dan seberapa parah pendarahan ini mempengaruhi bagian otak
tersebut.Stroke yang sangat parah dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi dan klasifikasi dari stroke ?
2. Bagaimana etiologi dari stroke ?
3. Bagaimana patofisiologi dari stroke ?
4. Bagaimana tata laksana terapi farmakologi dari stroke ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka diperoleh tujuan sebagai berikut
:
1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi dari stroke.
2. Untuk mengetahui etiologi dari stroke.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari stroke.
4. Untuk mengetahui tata laksana terapi farmakologi dari stroke.
5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Stroke


2.1.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficite neurologis) akibat terhamabatnya aliran darah ke otak
(Junaidi, 2011). Menurut Ginsberg (2007) stroke adalah sindrom yang terdiri dari
tanda atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang terjadi
secara cepat dan mendadak (dalam menit atau pun detik) yang berlangsung lebih
dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Jadi, stroke merupakan gangguan fungsi
saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah pada otak yang dapat timbul
secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa menit dan
jam.
2.1.2 Klasifikasi Stroke
Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 golongan yaitu stroke yang terjadi
karena pembuluh darah di otak pecah yang diakibatkan tidak kuat menahan tekanan
yang terlalu tinggi yang disebut stroke perdarahan dan stroke yang paling banyak
dijumpai yaitu stroke non hemoragik disebut stroke non hemoragik(iskemik)
karena tidak ditemukanya perdarahan otak. Pada stroke iskemik, aliran darah ke
otak terhenti karena penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Bahrudin,
2010).
1. Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu
(Basjiruddin, 2008) :
a. Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk
ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam. 12
b. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih dari 24 jam hingga ≤ 21 hari.
6

c. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala neurologik


makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah
menetap. Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke
sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada
daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan
fungsi dan bentuk sel yang di ikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas
susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron.
2. Stroke Hemoragi
Stroke Hemoragi terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak yang dapat
dibedakan menjadi dua yaitu (Simon, 2009):
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan Tekanan Intra Kranial yang terjadi cepat dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak
b. Perdaraha Subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurismaberry. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang subaraknoid meyebabkan Tekanan Intra Kranial
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran), maupun fokal (hemiparese, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial hebat, meregangnya strktur
peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat, sering pula dijumpai kaku
kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya (Adam, 2000).
7

Etiologi Stroke
Etilogi stroke dibagi menjadi dua berdasarkan jenis stroke
a. Stroke iskemik
Stroke yang terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga aliran
darah ke otak terhenti, sebagian atau seluruhnya. Penderita stroke 80%
merupakan penderita stroke iskemia. Berdasarkan penyebabnya stroeke
iskemik dibagi menjadi tiga yakni stroke trombotik yakni terbentuknya
trombus yang membentuk gumpalan, stroke embolik yakni tertutupnya
pembuluh darah arteri disebebakan pembekuan darah, dan Hypoperfusion
sitemik yakni berkurangnya aliran darah karena adanya gangguan denyut
jantung.
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan pecahnya pembuluh
darah diotak. Kebanyakan penderita stroke ini adalah penderita hipertensi
dan sebagian adalah akibat tekanan yang besar dikepala seperti terbentur
atau kecelakaan. Darah dalam parenkim otak dapat merusak jaringan
disekitar secara masal dan bersifat neurotoksik. Tekanan intracranial dapat
meningkat secara tiba-tiba dan menimbulkan herniasi dan kematian (DiPiro
J.T., Wells B.G., 2015). Jenis perdarahan diantaranya :
1. Hemoragik intraserbal : Perdarahan yang terjadi didalam otak
2. Hemoragik subaraknoid : perdarahan yang terjadi pada daerah
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak)
3. Infark yang berdarah
4. Sindroma kematian otak

Stroke hemoragik yang terjadi menimbulkan beberapa komplikasi bagi


penderita yakni perdarahan berulang yang terjadi kurang sempurnanya luka
tertutup. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan Surgical Clipping pada
aneurisma. Terapi farmakologis dapat digunakan antifibrinolitik. Kejang
(Seizure) dapat terjadi pada 9% pasien stroke hemoragik karena terjadi
8

rebleeding atau penumpukan cisternal blood. Kejang dapat dicegah dengan


pemberian fenitoin atau obat kejang lain setelah posthemorage. Vasospasme
atau menyepitnya pembuluh darah di otak setelah perdarahan subarchnoid,
trauma, dan cedera otak dapat terjadi pada paseien stroke hemoragik. Terapi
farmakologis untuk pencegahannya adalah nimodipine (AHA., 2012) atau
pemberian serum magnesium. Hidrosefalus akibat meningkatnya cairan
dikepala dapat diatasi dengan Cerebrospinal Fluid Diversion atau drainase
lumbar. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi (DiPiro,
2015).

Patofisiologi Stroke
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak,
sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik),
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun
subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat
karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi
arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada
pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya
aneurisma congenital pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach,
2007).
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan
malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah
pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi
berat dan perdarahan intraserebrum atau subarachnoid (Price, 2005).
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering
terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari
9

banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang
dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna (Price, 2005).
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di dalam
dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan
menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis.
Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat
melukai jaringan otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama
kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price, 2005).

Tata Laksana Terapi


Berikut adalah tatalaksana stroke menurut Dipiro (2015). Goal terapi adalah
untuk mengurangi cidera neurologis dan mengurangi mortalitas dan disabilitas
jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder sampai kelumpuhan dan disfungsi
neurologis, dan mecegah stroke berulang.
1. Stroke Iskemik
a. Terapi farmakologis
Berikut adalah tabel rekomendasi farmakoterapi berdasarkan evidence-based
untuk stroke iskemik:
10

• Alterplase (t-PA, aktivator plasminogen jaringan) diinisiasi dalam waktu


4,5 jam onset gejala dapat mengurangi kecacatan pasien stroke iskemik,
pemberian alterplase 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg) via i.v. selama satu
jam, dengan pemberian 10% sebagai bolus inisiasi selama 1 menit; hindari
terapi antiplatelet dan antikoagulan selama 24 jam; monitor TD, respon, dan
pendarahan.
• Aspirin dosis 160-325 mg/hari dimulai antara 24 dan 48 jam setelah
penyelesaian terapi alterplase juga dapat megurangi kecacatan dan kematian
jangka panjang.
• Terapi sekunder stroke iskemik:
- Penggunaan terapi antiplatelet pada pasien stroke nonkardioembolik.
Aspirin, clopidogrel, dan piyridamole lepas lambat kombinasi aspirin,
merupakan first line agent. Cilostazol juga first-line agent, namun
penggunaannya terbatas oleh kurangnya data. Batasi kombinasi
clopidogrel dan ASA untuk pasien dengan riwayat MI atau stenosis
intracranial dan hanya gunakan ASA dosis ultra rendah untuk
mengurangi resiko pendarahan.
- Antikoagulasi oral disarankan untuk fibrilasi atrial dan embolisme
terduga bersumber dari jantung. Antagonis vitamin K (warfarin) adalah
first line, namun antikoagulan oral yang lain (misal dabigatran) boleh
direkomendasikan pada pasien.
• Terapi untuk TD yang naik setelah stroke iskemik mengurangi risiko stroke
berulang. Tatalaksana terapi merekomendasikan untuk menurunkan TD
pada pasien dengan stroke atau TIA setelah periode akut (7 hari pertama).
• Statin mengurangi risiko stroke sampai 30% pada pasien dengan penyakit
arteri coroner dan peningkatan lipid plasma. Terapi pasien stroke iskemik,
mengabaikan baseline kolesterol, dengan terapi statin intensitas tinggi untuk
mencapai pengurangan minimal 50% LDL untuk mencegah stroke
sekunder.
• Heparin BM rendah atau heparin tidak terpecah dosis rendah subkutan
(5000 unit 3 kali sehari) direkomendasikan untuk mencegah thrombosis
11

vena dalam pada pasien opname dengan mobilitas berkurang akibat stroke
dan sebaiknya digunakan pada semua pasien stroke kecuali stroke minor.
2. Stroke Hemoragik
a. Terapi farmakologis
Tidak ada strategi farmakologis standar untuk mengobati pendarahan
intracranial. Ikuti tatalaksana medical untuk mengatur TD, peningkatan tekanan
intracranial, dan komplikasi medis lain pada pasien kronis pada unit rawat
neurointensif.

SAH karena pecahnya aneurisme sering dikaitkan dengan iskemik serebral


tertunda dalam waktu 2 minggu setelah episode pendarahan. Vasospsm dari
pembuluh darah otak dianggap bertanggung jawab atas iskemia tertunda dan terjadi
antara 4 dan 21 hari setelah pendarahan. CCA blocker nimodipine 60 mg setiap 4
jam selama 21 hari, bersamaan dengan pemeliharaan volume intravascular dengan
terapi presor, direkomendasikan untuk mengurangi insidensi dan keparahan dan
deficit neurologis yang mengakibatkan iskemia tertunda (DIH 17th).
12

Terapi Non-Farmakologi
Modifikasi gaya hidup yaitu dengan menurunkan berat badan, mengurangi
asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 1,5 g/hari (3,8 gram/hari NaCl),
berolahraga secara teratur, mengurangi konsumsi alkohol dan menghentikan
kebiasaan merokok (Dipiro, 2015).
13

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Pharmaceutical Plan


3.1.1 Identitas Pasien
- Nama : Ny. M
- Umur : 49 tahun
- Diagnosa : CVA perdarahan (subarachnoid hemorrhage)
- TB/BB :-
- MRS : 11 April 2012
3.1.2 Data Subyektif
• Keluhan Pasien
- Pasien terjatuh di dapur dan sempat pingsan.
- Tangan dan kaki kanan lemas,
- Terdapat luka robek pada pipi kiri
- Batuk pilek.
• Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi tidak terkontrol
• Riwayat Pengobatan
-
• Riwayat Penyakit Keluarga
-
• Alergi Obat
-
14

3.1.3 Data Obyektif

- Tanda-Tanda Vital (TTV) Pasien

Nilai Tanggal
Parameter
Normal 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
TD (mmHg) <120/80 130/70 120/70 130/70 140/80 140/70 140/70 120/90 130/70 130/70 160/90
Suhu Tubuh (ºC) 36,5- 36,3 37,4 36,2 36,3 36,5 36,7 36
37,2
Denyut Nadi 60-100 dbn dbn Dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn
(x/min)
RR (x/min) 12-20 dbn dbn Dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn
*dbn : dibatas normal
- Data Laboratorium Pasien

Tanggal
Parameter Nilai Normal
11/4 12/4
HDL 45-65 g/dL - 35
Leukosit 4000-10.000 mm3 3000 3900
LED < 7 mm/jam - 35
15

3.2 Assesment
3.2.1 Terapi Pasien
Tanggal
No Nama Obat Dosis dan
11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4
Frekuensi
1 Nicholin 2x250 mg v v v v v v v v v v
2 Nimotop syr. pump 2 cc/jam v v v v v stop
3 Nimotop tablet 3x60 mg v 4x1 4x1 4x1 4x1
4 Ranitidin 2x1 amp v v v Stop
5 Parasetamol 4x500mg v v v v Stop
6 Vitamin K 4x1 amp v v v v v v v v v
7 Laxadin 1x1 cth (prn)
8 Fluimucil 3x1 sachet v v v v v v 2x1 2x1 2x1
9 Imunos 1x1 tablet v v v v v Stop
10 Vitamin C 3x100 mg v v v v v v v v v
11 Dansera 4x1 tablet v v v v v v 3x1 3x1 3x1
12 Fenitoin 2x100 mg v v v v v v v v
13 Vicillin 4x1 g v v v v v v Stop
14 L-Bio 1x1 v v v
15 Colaskin 2x1 tablet v v
16 Telmisartan 1x40 mg v
16

3.3 Problem Medis dan Drug Related Problem Pasien


Subyektif/
Problem Medis Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
1. Subarachnoid Subyektif 1.Nicholin 1. Citicoline (cytidine-5′- Tidak ada DRP Plan :
hemoragik : Tanggal : diphosphocholine atau CDP- Terapi dapat dilanjutkan
stroke Pasien -11 sampai 20 choline) mencegah kerusakan Monitoring :
pingsan diberikan otak (neuroproteksi) dan Kadar elektrolit dan tekanan darah
Obyektif : Nicholin membantu pembentukan pasien. (MIMS online)
• LED : (citicolin) membran sel di otak
35 (neurorepair). Citicolin
mm/ja diindikasikan untuk
m meningkatkan aliran darah di
• Leuko otak pada gangguan
sit : serebrovaskular,
pada parkinsonisme, dan cedera
tangga kepala.
l 11 Citicholine diberikan secara
yaitu IV atau IM dalam dosis
3900, hingga 1 g per hari atau oral
17

pada dalam dosis terbagi 200- 600


tangga mg/hari (Martindale 36, hal
l 12 2283, 2009).
yaitu
3000

2. Nimotop syr. ➢Nimotop mengandung ➢ Dossage too Plan :


Pump 2cc/ nimodipin merupakan obat Low ➢Seharusnya pada tanggal 11-15,
jam Tgl 11- golongan calcium channel Dosis Nimotop terapi pemberian nimodipin
15 blocker yang digunakan untuk syr pump terlalu menggunakan dosis 5cc/jam
mencegah vasospasme rendah ➢Terapi nimotop tablet tetap
3. Nimotop pembuluh darah pada ➢Interction dilanjutkan
tablet 3 x 60 subarachnoid hemorrhage, drug
mg 16 April pencegahan iskemia serebral
Terdapat
2012 4 x 60 yang tertunda untuk pasien
interaksi mayor
mg 17-20 dengan perdarahan dengan fenitoin
April 2012 subarakhnoid. (kalbe, 2012) yaitu
menurunkan
18

➢Pemberian secara intravena konsentrasi


dengan dosis awal 5 mL/jam plasma dan efek
(ekuivalen dengan 1 mg farmakologis
mimodipin/jam) selama 2 jam dari nimodipin (
pertama atau kira -kira 15 drugs.com)
mg/kg BB/jam. Bila tekanan
darah tidak turun dosis dapat
dinaikkan menjadi 10 mL/jam
intravena, diteruskan hingga
7-10 hari (kalbe, 2012)

➢Nimotop tablet dapat


diberikan minimal 4 hari
setelah mengalami
subarachnoid hemorrhagic
dengan dosis 60 mg setiap 4
jam (6 kali sehari) namun juga
19

direkomendasikan
penggunaan nimotop 60 mg
tiap 6 jam, maksimal
penggunaan nimodipin adalah
21 hari

4. Fenitoin Fenitoin merupakan obat ➢Adverse Plan:


Dosis 2x100 antikonvulsan yang dalam Druge Fenitoin dihentikan karena banyaknya
mg Tgl 13-20 kondisi yang emergensi Interaction interaksi, digunakan seperlunya
dengan dosis
15-20mg/kg Terdapat apabila pasien mengalami kejang dan
setiap 2-4 jam, dosis interaksi mayor diminum tidak bersamaan dengan obat
pemeliharaan / maintenance dengan yang lain.
dose: 300 mg/hari (DIH 17th) nimodipine Monitoring :

(drugs.com) Terapi diganti dengan Levetiracetam


2x500 mg
20

➢ Terdapat
interaksi
moderate
ranitidin yaitu
meningkatkan
efek dari fenitoin
(drugs.com)

5. Vitamin K ➢ Vitamin K merupakan ➢ Terdapat Plan:


4x1 amp faktor koagulan yang Terapi dilanjutkan
interaksi
Tgl 12 -20 berfungsi untuk mengurangi Apabila pendarahan tidak dapat
moderate
pendarahan di otak). Pasien berhenti dapat ditambahkan asam
dengan
dengan defisiensi berat faktor traneksamat sebagai agen fibrinolitik.
Parasetamol
koagulasi, trombositopenia Monitoring:
yaitu mengubah
dan pendarahan sebaiknya pendarahan pada pasien ( CT scan)
efek dari
mendapat terapi yang Parasetamol dan
menyebabkan
21

membantu pembekuan darah. ES serius pada


(Perdossi, 2011). hati
➢ Vitamin K digunakan (meningkatnya
untuk meningkatkan resiko
biosintesis beberapa faktor hepatotoksik)
pembekuan darah (drugs.com)

6. Dansera (PO) Dansera merupakan suplemen Tidak ada DRP Plan:


4x1 tablet dan multivitamin. Dansera Terapi dilanjutkan
Tgl 12- 17 3 berisi: - Serrapeptase 5 mg - Monitoring:
x 1 tab Tgl 18 Vitamin B1 mononitrare 1,4 Kondisi dan data klinis pasien
– 20 mg - Vitamin B2 1,5 mg -
Vitamin B3 15 mg - Vitamin Tambahan Plan
B6 2,2 mg - Vitamin B12 3 mg 1. dapat dilakukan tindakan operasi

- Vitamin E 3 mg pemberian klipping pada pasien sedini


mungkin untuk mengurangi risiko
pendarahan kembali.
22

➢Vitamin B3 dan B12 dapat 2. diberikan tambahan terapi agen

menurunkan risiko stroke osmotik seperti malitol untuk


(Hankey dkk, 2012) mencegah edema diotak dengan

➢Serrapeptase yang mekanisme kerja air akan berdifusi dari


otak ke pembuluh darah.
diindikasikan untuk terapi
3. diberikan terapi tambahan yaitu
antiinflamasi dan udema pada
NaCl 0,9% untuk menyeimbangkan
komdisi trauma dengan dosis
cairan elotrolit karena pasien
15-30 mg/hari (Martindale.
mengalami pendarahan diotak
36th Ed, hal 2385).
sehingga natrium terbuang dalam
jumlah yang banyak.

7. Ranitidin Plan :
Ranitidin diindikasikan
2 x 1 amp Tidak ada DRP Terapi tidak dilanjutkan karena pasien
sebagai Profilaksis dari
tidak mengalami gejala stress ulcer
komplikasi stroke
subarachnoid hemorrhage
(Dipiro,2015)
23
24
25

Subyektif/
Problem Medis Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
2. Hipertensi Subyektif : Telmisartan Telmisartan merupakan terapi Tidak ada DRP Plan : Terapi
Hipertensi tidak untuk hipertensi dan digunakan dilanjutkan sampai
terkontrol untuk mengurangi resiko tekanan darah
stroke, gagal jantung. ≤140/90 mmHg.
Obyektif : Mekanisme kerja sebagai
TD rata-rata antagonis angiotensin II Monitoring :
130/70 dan pada dosis 40 mg/hari (DIH 17th) Ukur tekanan darah
tanggal 20/4 TD secara berkala.
160/90

Subyektif/
Problem Medis Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
3. Flu dan batuk Subyektif : 1.Fluimucil 3x1 Fluimucil mengandung N- Tidak ada DRP Plan :
Flu dan Batuk sachet acetylstein yang digunakan Terapi dilanjutkan
untuk penyakit-penyakit pada hingga batuk mereda
26

Obyektif : saluran pernafasan yang Monitoring :


Leukosit ditandai dengan dahak. Batuk pada pasien
tgl 11 : 3900 Fluimucil merupakan mukolitik
Tgl12 : 3000 yang dapat melancarkan dahak
(MIMS, 2019)
2. Imunos Imunos adalah suplemen nutrisi Tidak ada DRP Plan :
1x1 tab yang menstimulasi sistem imun Terapi dilanjutkan
tubuh selama terjadi infeksi. hingga flu batuk
Imunos mengandung mereda
echinaceae, zinc, picolinat,
selenium, dan asam askorbat Monitoring :
(MIMS, 2019)dosis 1x1 tab Kadar leukosit dan
kondisi pilek
27

Problem Subyektif/ Analsis Obat Plan &


Terapi DRP
Medis Obyektif Monitoring
4. Infeksi - Vicillin Merupakan merk dagang dari Tidak terdapat indikasi Plan:
4x1 g ampisilin yaitu antibiotik adanya infeksi Terapi dihentikan
golongan penisilin yang bekerja
dengan cara menghambat Monitoring: kadar
pembentukan mukopeptida leukosit
yang diperlukan untuk sintesis
dinding sel mikroba dan
bersifat bakterisid. Ampisilin
digunakan untuk mengobati
atau mencegah berbagai jenis
infeksi seperti infeksi kandung
kemih, pneumonia, gonore,
meningitis, atau infeksi pada
lambung atau usus
(Drugs.com).
28

Subyektif/
Problem Medis Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
5. Konstipasi Subyektif : - 1. Laxadin -Untuk Tidak ada Plan :
1x1 cth (prn) mengatasi konstipasi atau Terapi dilanjutkan
Obyektif : - susah buang air besar yang
memerlukan perbaikan pada Monitoring :
gerak peristaltik usus, Keluhan susah BAB
melembutkan feses, pelicin Konsistensi feses
jalan feses sehingga lebih
mudah dikeluarkan.
-Pasien stroke yang dirawat di
rumah sakit sering mengalami
kelemahan anggota gerak, baik
sebagian maupun seluruhnya
yang menyebabkan pasien
imobilisasi. Imobilisasi yang
berkepanjangan berpotensi
terjadi komplikasi, salah
satunya adalah konstipasi.
29

Konstipasi dapat menyebabkan


tekanan pada abdomen yang
memicu pasien mengejan saat
berdefekasi. Pada saat
mengejan yang kuat terjadi
respons maneuver valsava yang
dapat meningkatkan tekanan
intrakranial. Peningkatan
tekanan intrakranial pada
pasien stroke merupakan
prognosis yang buruk.

2. L-Bio -Melindungi sistem pencernaan Tidak ada Plan: :


1x1 pada dewasa & Terapi dilanjurtkan
anak/mengembalikan fungsi
norma saluran cerna, Monitoring :
memelihara keseimbangan Keluhan susah BAB
flora usus normal, untuk fungsi Konsistensi feses
fermentasi usus pada bayi
30

-Sebuah penelitian tentang


probiotik pada tahun 2010 yang
dilakukan oleh Coccorullo, dkk
menemukan bahwa
probiotik menurunkan risiko
konstipasi dengan
meningkatkan frekuensi buang
air besar (BAB).

-
31
32

3.4 Pembahasan Kasus


Nyonya M dengan usia 49 tahun merupakan pasien yang dirujuk ke Rumah
sakit pada tanggal 11 April 2019 setelah jatuh di dapur dan sempat pingsan. Tangan
dan kaki kanan lemas, terdapat luka robek pada pipi kiri pasien. Pasien memiliki
keluhan tambahan yaitu batuk dan pilek. Oleh dokter pasien diagnosis mengalami
CVA (cerebrovascular accident) dengan perdarahan (subarachnoid hemorrhage).
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Pasien diterapi di rumah sakit selama 10 hari terhitung tanggal 11 April
2019 hingga 20 Apri 2019. Berdasarkan data laboratorium, pasien memiiki kadar
HDL yang rendah pada tanggal 11 April, kadar leukosit darah yang rendah
(leukositosis) pada tanggal 11 dan 12 April, dan nilai LED (laju endap darah) yang
tinggi pada tanggal 12 April. Belum diketahui apakah kondisi pasien tersebut
membaik selama pasien berasa di rumah sakit karena tidak adanya data
laboratorium yang menunjang.
Pada pasien Ny. M (49 th) untuk stroke, perdarahan otak oleh dokter
diberikan terapi Nicholin 2×250 mg selama pasien masuk rumah sakit, Nimotop
syr. pump 2cc/jam hingga tanggal 15 April kemudian selanjutnya diganti menjadi
Nimotop tablet 3×60 mg. Untuk profilaksis komplikasi stroke yaitu stress ulcer
diberikan Ranitidin 2×1 ampul, sedangkan untuk terapi profilaksis kejang diberikan
Fenitoin 2×100 mg. Pada terapi ini terdapat Adverse drug reaction (ADR) yaitu
pada Fenitoin, dimana Fenitoin berinteraksi secara mayor dengan Nimotop. Selain
itu Fenitoin bukan merupakan first line therapy karena rentang terapeutik yang
sempit. Sehingga penggunaan Fenitoin dihentikan dan diganti dengan
antikonvulsan lain yaitu Levetiracetam dengan dosis 2×500 mg. Penggunaan
Levetiracetam karena merupakan antikonvulsan yang lebih aman digunakan karena
kemungkinan untuk terjadi kejang masih kecil sehingga perlub digunakan obat
yang relatif lebih aman. Pasien juga diberikan terapi Laxadin secara prn dimana
Laxadin merupakan stool softener yang digunakan pada pasien stroke untuk
33

menghindari pasien mengejan saat buang air besar agar tidak memberikan tekanan
lebih terutama pada otak sehingga tidak memperparah perdarahan.
Pada kasus ini, pasien mengalami luka robek dibagian pipi kiri sehingga
pasien diberikan terapi Colaskin 2×1 tablet. Colaskin mengandung kolagen yang
dapat membantu regenerasi kulit agar bekas luka dapat cepat sembuh. Penggunaan
Colaskin tablet dinilai kurang efektif dan disarankan untuk diganti menggunakan
Colaskin dalam bentuk sediaan topikal. Hal ini dinilai lebih efektif terutama untuk
luka pada bagian luar. Selain itu pasien juga diberikan Vitamin K 4×1 amp yang
digunakan sebagai koagulan untuk mempercepat terjadinya koagulasi sehingga
luka pada pasien lebih cepat sembuh dan juga untuk mengurangi perdarahan pada
otak pasien.
Untuk mengatasi nyeri yang ditimbulkan karena adanya benturan saat
terjatuh, robeknya pipi kiri, serta perdarahan otak diberikan parasetamol tablet
4x500mg. parasetamol merupakan obat golongan analgesik antipiretik yang
memiliki mekanisme penghambatan pada COX-3 sehingga akan membantu
mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Adanya perdarahan pada subaraknoid dan pipi kiri menyebabkan jumlah
leukosit pada pasien terus berkurang. Hal tersebut dapat menyebabkan pasien
menjadi rentan terhadap adanya infeksi mikroba. Oleh karena itu dokter
memberikan terapi imunos 1x1 tablet, dansera 4x1 tablet dan vitamin C 3x100mg
untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien sehingga pasien lebih tahan terhadap
adanya infeksi, mengurangi rasa nyeri, serta vitamin C juga baik untuk membantu
mempercepat penyembuhan luka.
Riwayat penyakit pasien yaitu hipertensi diberikan terapi Telmisartan 1×40
mg dimana Telmisartan merupakan obat golongan ARB. Hipertensi pada pasien
stroke dapat memperparah kondisi pasien karena akan memperburuk perdarahan
yang dialami pasien. Pada pasien stroke, tekanan darahnya tidak boleh >140/90
mmHg. Pada pasien ini tekanan darahnya masih termasuk normal kecuali saat
tanggal 20 April sehingga diberikan terapi Telmisartan. Pemberian obat ini sudah
tepat karena telah sesuai dengan indikasi dan dosisnya.
34

Perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan udema otak, furosemid dapat


digunakan untuk mengatasi adanya udema tetapi penggunaan furosemid kurang
disarankan untuk digunakan pada udema otak, sehingga digunakan mannitol untuk
mengganti furosemid sebagai terapi pada udema otak.
Pada data hasil lab pasien ditemukan nilai HDL yang rendah. Nilai HDL
yang rendah dapat beresiko buruk ketika pasien juga mengidap stroke, maka dari
itu pemberian gemfibrozil diberikan untuk meningkatkan nilai HDL pasien untuk
mengurangi resiko bertambah parahnya stroke yang dimiliki pasien.
Pada saat masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk dan pilek sehingga
dokter memberikan Fluimucil 3×1 sachet. Penggunaan obat ini sudah tepat
indikasinya sebagai terapi untuk penyakit saluran pernapasan seperti batuk dan
pilek sehingga terapi dilanjutkan hingga pasien tidak mengalami batuk dan pilek
lagi.
Pasien diberikan terapi Vicillin 4×1 g sebagai antibiotik. Dalam kasus ini
tidak ada indikasi pasien mengalami infeksi bakteri terutama apabila dilihat dari
suhu tubuhnya yang normal dan justru pasien mengalami leukositosis sehingga
penggunaan Vecillin dihentikan. Leukositosis dapat dikarenakan adanya infeksi
virus, adanya hemmorage, dan lain-lain. Karena belum diketahui penyebab yang
jelas, perlu dilakukan pemeriksaan lebih mendalam terkait penyebab leukositosis
pada pasien.
35

DAFTAR PUSTAKA

A, Basjiruddin ; darwin Amir (ed.). 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf
(Neurologi) edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L. 2009. Drug
Information Handbook, Edisi ke-17. Lexi-Comp for the American Pharmacists
Association

Adams HP Jr, del Zoppo GJ, von Kummer R. 2000. Management of Stroke: A
Practical Guide for the Prevention, Evaluation and Treatment of Acute Stroke.
1st ed. Caddo US: Professional Communications Inc.

American Heart Association (AHA). 2018. Guidelines for the Early Management
of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association.American Stroke
Association.

Connolly, E. S., A. A. Rabinstein, J. R. Carhuapoma, C. P. Derdeyn, J. Dion, R. T.


Higashida, B. L. Hoh, C. J. Kirkness, A. M. Naidech, C. S. Ogilvy, A. B. Patel,
B. G. Thompson, P. Vespa, dan A. Heart. 2012. AHA / asa guideline
guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage a
guideline for healthcare professionals from the american heart association /
american stroke association. Guidline Management

DiPiro J.T., Wells B.G., S. T. L. and D. C. V. 2015. Pharmacotherapy Handbook.


Edisi Kesembilan. McGraw-Hill Education Companies: Inggris.

Fagan, S.C., dan Hess, D.C., J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G., Wells, B.C.,
& Posey, L.M. 2008. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Edisi
Ketujuh, Appleton and Lange: New York

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga


36

Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.

MIMS. 2019. MIMS. www.mims.com [Diakses pada October 6, 2019].


Misbach, J. 2007. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid, A. dan
Soertidewi,L (eds). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Mochammad Bahrudin, Model Diagnostik Stroke Berdasarkan Gejala Klinis,


Jurnal Saintika Medika. 6(13). Universitas Muhammadiyah, Malang, 2010.

Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.. 2011.


Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta: PERDOSSI

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6. Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H.,
Wulansari, p., Mahanani, D. A. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Simon, Roger P; David A Greenberg; Michael J Aminoff. 2009. Clinical Neurology


edisi internasional . USA: McGraw-Hill.

Sweetman, S dkk. 2009. Martindale 36th. The Pharmaceutical. Press: London.

World Health Organization. Cerebrovascular Accident. http://www.who.int/topics/


cerebrovascular_accident/en/ (diakses pada5 October 2019).

Anda mungkin juga menyukai