Anda di halaman 1dari 7

Press Release

Topik pidato pengukuhan Prof. Andoko, 19 Nopember 2020


Fatigue Failure Merupakan Penyebab Utama Kegagalan Material pada Konstruksi.

Material dalam operasionalnya tidak terlepas dari beban yang diterima, baik beban statis,
dinamis yang konstan maupun beban berfluktuasi, dengan demikian material akan mengalami
kelelahan sampai pada batas waktu terjadinya kerusakan, bahkan akibat beban berfluktuasi yang
dialami material dapat mengakibatkan kegagalan atau kerusakan tanpa memberikan tanda awal
terlebih dahulu (catasropic). bahkan tidak sedikit kegagalan material terjadi pada kekuatan yang
jauh di bawah kekuatan luluhnya (yield strength).
Fatigue didefinisikan sebagai proses perubahan struktur permanen progressive localized pada
kondisi yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan pada satu atau beberapa titik yang
dapat memuncak menjadi retak (crack) atau patah (fracture) secara keseluruhan sesudah
fluktuasi tertentu (ASTM E 1150-87). Progressive memiliki pengertian bahwa proses fatigue
yang terjadi dalam kurun waktu tertentu selama operasional, sedangkan localized bermakna
proses fatigue beroperasi pada luasan lokal yang mempunyai tegangan dan regangan yang tinggi
karena pengaruh beban, perubahan geometri, perbedaan temperatur, tegangan sisa, dan faktor
lingkungan.
Tujuan utama desain fatigue adalah untuk memprediksi atau menghitung umur lelah material
yang mengalami pembebanan. Berikut ketiga pendekatan desain yang dimaksud:

Principal testing data


Design philosophy Design methodology
description
Safe-life, infinite-
Stress-life S-N
life
Safe-life, finite-life Strain-life ε-N
Damage tolerant Fracture mechanics da/dN -ΔK

Stress life merupakan metode desain yang sering digunakan untuk High Cycle Fatigue
(HCF) yang diperkirakan akan bertahan sampai lebih dari 103 siklus tegangan. Pendekatan Stress
life sangat baik digunakan untuk amplitudo beban yang konsisten dan dapat diprediksi.
Pendekatan Stress life merupakan model yang berdasarkan tegangan (stress-based model).
Model ini digunakan untuk mencari dan menentukan fatigue srength maupun endurance limit
suatu material, sehingga siklus tegangan dapat dijaga di bawah fatigue strength level maupun
endurance limits tersebut yang mana dalam hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kegagalan untuk jumlah siklus tertentu. Komponen mesin dirancang berdasarkan kekuatan
fatigue material (endurance limit) dengan safety factor tertentu. Tujuan dari desain ini adalah
menjaga tegangan dan regangan yang terjadi pada komponen tetap pada daerah elastis sehingga
tidak terjadi local yielding sehingga crack initiation stage tidak akan terjadi. Pendekatan ini
sangat mudah untuk diaplikasikan dan sejumlah besar data material yang relevan tersedia karena
metode ini sudah digunakan dalam jangka waktu yang lama. Pendekatan stress-life memberikan
rancangan komponen yang berumur tak terbatas (infinite life). Data hasil eksperimen untuk tiap
specimen diplot dalam grafik tegangan (S) vs jumlah siklus (N). Grafik hasil plot ini disebut
diagram S-N atau diagram Wohler.

Dalam diagram S-N terdapat dua bentuk umum untuk dua kelas material, yaitu material
yang memiliki endurance limits dan material yang tidak memiliki endurance limits. Grafik S-N
pada gambar di atas menunjukkan bahwa material ferrous alloy mempunyai endurance limits.
Endurance limit, menggambarkan tegangan fluktuasi terbesar yang tidak menyebabkan
kegagalan sampai jumlah siklus yang tidak terbatas (infinite). Beberapa macam baja endurance
limit berkisar antara 35%-60% dari kekuatan ultimatenya. Endurance limits baja untuk berbagai
kondisi pembebanan dapat didekati dengan: Se'=0,5Su (bending load) Se=0,45Su (axial load)
dan Se'=0,29Su (torsion load). Sejumlah aplikasi material direkomendasikan memiliki umur tak
terhingga (infinite life). Umur fatigue tak terhingga ditetapkan jumlah siklus lebih yang
mencapai endurance limits biasanya dipakai di atas 106 siklus untuk material baja. Material yang
tidak mempunyai endurance limits tidak dapat didesain untuk umur tak terhingga. Contoh
material yang tidak mempunyai endurance limits adalah aluminium, sehingga komponen yang
berbahan aluminium hanya bisa dirancang untuk batas umur tertentu (finite life). Komponen
yang dibuat dari bahan material ferrous dan paduan titanium dapat dirancang untuk umur tak
terhingga. Pada dasarnya dalam merancang komponen dengan umur fatigue tak terhingga,
seorang perancang menentukan endurance limit material 6-18 komponen tersebut dan
menggunakannya sebagai tegangan yang diijinkan. Kemudian ukuran, dan pemilihan komponen
dapat dianalisis hanya dengan menggunakan analisis statik saja. Prediksi umur fatigue ditentukn
dengan persamaan Basquin sebesar:

Strain-Life (ε-N)
Model pendekatan desain berdasarkan regangan (strain based model) memberi gambaran yang
lebih akurat untuk crack-initiation stage. Pendekatan strain life juga mengakumulasi kerusakan
akibat siklus beban sepanjang umur komponen, seperti overload yang menyebabkan residual
stress yang menguntungkan maupun merugikan pada daerah kegagalan. Kombinasi beban
fatigue dan temperatur tinggi dapat ditangani dengan lebih baik dengan metode ini karena efek
creep dapat dimasukkan. Metode ini paling sering digunakan untuk LCF-finite life dimana
tegangan siklus cukup tinggi untuk menyebabkan local yielding. Metode ini paling kompleks
dibandingkan dengan metode yang lain, sehingga dalam penyelesaiannya memerlukan ketelitian
dan kecermatan. Data pengujian cyclic-strain behavior berbagai macam material masih dalam
tahap pengembangan. Fatigue secara jelas menunjukkan akumulasi kerusakan melalui proses
crack propagation, dimana proses tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya deformasi plastis pada
ujung retak, Sehingga apabila tegangan yang terjadi masih pada daerah elastis maka sebesar
apapun tegangan tersebut tidak akan menyebabkan crack propagation. Penggunaan kekuatan
material (yield strength ataupun ultimate strength) tidak cukup untuk menggambarkan kegagalan
fatigue akibat beban dinamik, karena kekuatan material tersebut dapat berubah di sekitar ujung
retak akibat beban dinamik. Selain itu kekuatan material tersebut dapat berubah (bertambah atau
berkurang kekuatannya) tergantung pada material dan proses manufakturnya. Oleh karena itu,
kekuatan material pada daerah dimana crack propagation terjadi berbeda dengan kekuatan
keseluruhan material yang diperoleh dari hasil uji tarik. Beberapa macam pendekatan telah
dilakukan untuk menggambarkan kekuatan material pada daerah retak, salah satunya adalah
dengan menggunakan persamaan Manson-Coffin.

Δε = Total strain, σ'f =Tegangan dalam satu siklus, E= Modulus elastisitas, Nf =Jumlah siklus
yang terjadi sebelum terjadi kegagalan, ε’f =Koefisien keuletan fatigue, b=Eksponen kekuatan
fatigue, c=Eksponen keuletan fatigue. Keuntungan penggunaan persamaan Coffin-Manson
adalah bahwa persamaan tersebut memberikan pemahaman yang mendalam tentang sifat penting
dalam penentuan kekuatan fatigue. dalam hal memberikan kesimpulan bahwa sepanjang ada
cyclic plastic strain, tidak masalah seberapa kecilnya, dapat dideteksi yang pada akhirnya akan
terjadi kegagalan.

Fracture Mechanic (da/dN vs Δk)


Pada proses perancangan dengan pendekatan mekanika bahan untuk dapat menahan
beban dengan besaran tertentu, besarnya beban yang dapat ditahan oleh suatu konstruksi
diperoleh dengan membandingkan tegangan maksimum yang terjadi pada konstruksi/struktur
akibat beban maksimum dengan kekuatan material (kekuatan luluh, kekuatan tarik). Jika
tegangan maksimum yang terjadi pada konstruksi lebih besar dari kekuatan luluh atau kekuatan
tariknya, maka konstruksi akan dianggap gagal (failure). Kriteria kegagalan tersebut diterapkan
pada berbagai kostruksi yang tidak mengalami cacat (retak), sedang jika material mengalami
cacat (retak) pendekatan mekanika bahan tidak bisa diimplementasikan. Pendekatan yang sesuai
jika material mengalami cacat adalah dengan mekanika retakan (fracture mechanics). Parameter
yang digunakan bukan lagi dengan kekuatan luluh maupun kekuatan tarik, melainkan
ketangguhan retak (fracture toughness) dengan memperhitungkan faktor intensitas tegangan di
ujung retak. Tiga parameter yang digunakan untuk menentukan kriteria kegagalan suatu
konstruksi adalah tegangan yang bekerja, ukuran retak dan ketangguhan retak. (Anderson, 1991,
Broek 1989).
Model Pembebanan
Pada dasarnya ada tiga model pembebanan retak, yaitu mode I mode buka (opening
Mode), mode II mode geser ( sliding mode) dan mode III mode sobek (tearing mode).
Gambar tiga jenis mode pembebanan (Anderson, 1991 dan Broek, 1986)
Berdasarkan ketiga mode di atas yang paling banyak terjadi adalah mode I, yaitu
pembukaan retak akibat tegangan normal tarik. Analisa tegangan di ujung retak pada mode I
digambarkan sebagai berikut:

Gambar. Analisa tegangan di Ujung retak (Anderson, dan Broek, 1986)


K θ θ 3θ
σ x= cos (1−sin sin )....... .. ... .. ... .....(1)
√ 2πr 2 2 2
K θ θ 3θ
σ y= cos (1+sin sin )..... ... ... ......(2)
√ 2 πr 2 2 2
K θ θ 3θ
τ xy = cos sin cos .. ..... ... ..... ..(3 )
√ 2 πr 2 2 2
Persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk umum sebagai berikut:
KI
σ ij = f ij (θ)
√2 πr dengan K I =σ √ πa.......................(4)
Persamaan di atas terlihat bahwa tegangan di sekitar ujung retak hanya tergantung pada

besaran σ √ πa , karena suku-suku lainya ( √ 2πr ) dan f ij (θ) hanya menyatakan

koordinat. Besaran σ √ πa inilah yang disebut dengan faktor intensitas tegangan (KI)
subskrip I menyatakan mode I, yaitu beban yang tegak lurus garis retak dan cenderung

membuka retak. Berdasarkan persamaan di atas satuan K adalah MPa √m atau ksi √ in .
Perlu diperhatikan bahwa persamaan itu hanya berlaku untuk pada pelat berdimensi tak
berhingga, sedang jika pelat berdimensi berhingga persamaan tersebut masih berlaku dengan
menambahkan faktor koreksi β, sehingga persamaan berubah menjadi
K I =βσ √ πa....................(5)
Faktor intensitas tegangan K merupakan indikasi besarnya tegangan di sekitar ujung retak
dan digunakan sebagai parameter yang menggambarkan reaksi dalam struktur yang
mengandung retak terhadap beban luar

Perambabatan Retak lelah


Berdasarkan pendekatan analisis toleransi kerusakan (damage analysis tolerance) LEFM
mengasumsikan bahwa pada kondisi elastis di mana daerah plastis pada ujung retak relatif
kecil dibanding panjang retak, maka faktor Δk dapat menjadi indikator dari distribusi
tegangan pada ujung retak. Menurut Paris, hubungan antara da/dN dan Δk dapat ditulis
dengan persamaan:
da
=C( ΔK )n .... ..... ... ... .(6)
dN
da/dN adalah perubahan panjang retak per siklus beban (a adalah panjang retak dan N adalah
jumlah siklus lelah), Konstanta C dan n tergantung dari material, sedangkan ΔK adalah faktor
intensitas tegangan yang didefinisikan sebagai,
ΔK=K max −K min ................(7)
Kmax dan Kmin adalah faktor intensitas tegangan maksimum dan faktor intensitas tegangan
minimum, sedangkan tegangan rerata atau rasio beban (R)

K max
R= . .. . .. .. . .. .. .(8 )
K min

Hubungan hukum paris hanya menjelaskan sebagian dari pertumbuhan retak total
material. Bahan yang paling menunjukkan variasi sigmoidal laju perambatan retak dengan ΔK
seperti yang ditunjukkann seperti gambar di bawah ini:
Gambar. Karakteristik Perambatan Retak Lelah
Berdasarkan gambar di atas terdapat tiga daerah yang berbeda dari partum-buhan
retak: daerah I yang merupakan daerah ambang (tidak terjadi perambatan retak), daerah II
menunjukkan hubungan linier antara log da/dN dan log ΔK hukum Paris, dan daerah III
adalah daerah yang tidak stabil, di mana nilai ΔK tinggi menyebabkan tingkat pertumbuhan
retak yang sangat cepat menyebabkan kegagalan secara tiba-tiba (catastrophic). Estimasi
umur lelah untuk pendekatan fracture mechanics ditentukan berdasarkan persamaaan:

Berikut hasil penelitian yang yang permah saya lakukan terkait dengan fatigue crack
growth rate (FCGR) sesuai dengan pendekatan damage tolerant- farcture mechanics
terhadap dua material pesawat yati aluminium paduan 2024-T3 dan 2524-T3 yangang
mengalami proses chemical milling dan shot peening

Anda mungkin juga menyukai