Anda di halaman 1dari 4

POLA KONSUMSI MASYARAKAT

A. POLA KONSUMSI
Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi
masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang
selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan Harapan (PPH) (Baliwati dkk,
2010).
Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa
dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah
ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996).
Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada
waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat
ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang
dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi berdasarkan kriteria
tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992).[ CITATION kem13 \l 1057 ]
Dalam menentukan pola konsumsi pangan rumah tangga, yang paling
berperan penting adalah peran ibu rumah tangga sebagai pengatur dan manajemen
rumah tangga. Sehingga umur dan pendidikan ibu dinilai mampu memberikan
pengaruh yang positif dalam penentuan kualitas menu pangan yang dikonsumsi
sehari-hari. Pendidikan ibu rumah tanga berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan
sikap yang dimilikinya dalam pengambilan keputusan dalam memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi keluarga.
Karakteristik sosial ekonomi memiliki relatif pengaruh yang signifikan dalam
menentukan pola konsumsi pangan rumah tangga miskin disuatu daerah, dimana jenis
kelamin kepala rumahtangga merupakan variabel sosiodemografi yang memiliki
pengaruh paling kuat dalam mempengaruhi budget share komoditas pangan
rumahtangga miskin.
B. MASYARAKAT EKONOMI KELAS ATAS
Keberagaman konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah
tangga. Namun pengukuran dan pengumpulan data pendapatan rumah tangga sulit
dilakukan, maka pengeluaran sering digunakan sebagai indikator untuk
menggambarkan tingkat pendapatan rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS)
mengelompokkan pengeluaran rumah tangga menjadi dua, yaitu pengeluaran untuk
pangan dan barang-barang bukan pangan. Secara umum, proporsi pengeluaran
masyarakat perkotaan lebih besar untuk barang-barang bukan pangan dibandingkan
pengeluaran untuk pangan.
Masyarakat perkotaan cenderung lebih banyak mengeluarkan pendapatannya
untuk konsumsi sektor non makanan. Kondisi krisis moneter pada tahun 2007 – 2010
mengakibatkan peningkatan pengeluaran di sektor makanan dan penurunan konsumsi
di sektor non makanan. Kondisi perekonomian yang membaik pada periode 2012-
2014 mengakibatkan penurunan konsumsi di sektor makanan dan peningkatan
konsumsi di sektor non makanan [ CITATION Ari16 \l 1057 ].
Salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas dan kuantitas pangan adalah
pendapatan keluarga. Oleh karena itu, ada hubungan erat antara pendapatan dengan
pola konsumsi. Dengan Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang
untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya
pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan
yang dibeli untuk dikonsumsi oleh anggota rumah tangga. Rumah tangga yang
memiliki pendapatan tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu, jumlah dan ragam, baik barang maupun jasa
yang akan dibeli rumah tangga.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikeluarkan setiap bulan untuk
kebutuhan bahan makanan berupa makanan pokok, protein hewani, sayur-sayuran,
buah-buahan, jajanan, dan kelompok kebutuhan lain-lain (teh, kopi, gula, minyak
goreng, bumbu-bumbu dapur dan lain-lain) yang diukur dalam rupiah.
Konsumsi pangan telah dijadikan indikator oleh ekonom untuk melihat tingkat
kesejahteraan masyarakat. Teori Engel misalnya, menyebutkan bahwa semakin tinggi
pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk makanan sangat kecil atau rendah, ini
disbabkan karena rumah tangga kaya memiliki pilihan untuk mengalokasikan
pendaptannya kesektor non pangan. Kebutuhan pangan yang beragam baik dari sisi
kuantitas dan kualitas membuat rumah tangga harus cermat untuk mengeluarkan
konsumsi pangan bagi keluarganya terutama pada rumah tangga miskin yang mmilliki
pendapatan yang rendah[ CITATION Muh16 \l 1057 ]

C. MASYARAKAT EKONOMI KELAS BAWAH


Kemiskinan merupakan parasit dalam perekonomian di suatu wilayah, karena
bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan konsekuensi sosial dan politik yang
sangat serius, sehingga perlu adanya strategi untuk memberantas atau
meminimumkannya.
Ketersediaan bahan pangan di suatu daerah berpengaruh pada pola konsumsi
makan masyarakat setempat. Suatu daerah akan menggunakan hasil alamnya untuk
mencukupi semua kebutuhan masyarakatnya. Kebutuhan pangan masyarakat antara
satu daerah dengan daerah lain memiliki berbagai macam perbedaan, termasuk
masyarakat disalah satu daerah yang ada di Indonesia.
Konsumsi bahan makanan yang dilakukan secara terus menerus diikatakan
sebagai kebiasaan makan yang akan membentuk suatu pola makan. Keragaman
konsumsi makan masyarakat daerah tersebut dapat diketahui dari pola konsumsi
makan di daerah yang bersangkutan, yaitu kebiasaan makan yang mencakup ragam
jenis bahan pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi serta frekuensi dan waktu
makan, yang secara kuantitatif semuanya menentukan jumlah bahan pangan yang
dikonsumsi.
Secara umum, konsumsi padi-padian/umbi-umbian bagi rumah tangga miskin
di Jawa Timur menempati prioritas utama. Kondisi ini tercermin dari struktur
pengeluaran pada kelompok komoditas padi-padian/umbi-um-bian yang menempati
urutan tertinggi yakni 27,84%.
Hal yang berbeda ditemukan pada komoditas ikan/daging/ telur/susu, dimana
persentase rumah tangga miskin yang tidak mengkonsumsi komoditas pangan ini
(7,19%) tertinggi diantara komoditas pangan lainnya. Secara umum, persentase ru-
mah tangga miskin yang tidak mengkonsumsi keenam kelompok komoditas pangan
relatif kecil yaitu kurang dari 10%, rendahnya nilai ini tidak terlepas dari adanya
agregasi komoditas pangan dalam mengatasi adanya selectivity bias pada konsumsi
pangan rumahtangga miskin.[ CITATION Dew18 \l 1057 ]
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Muh. ANALISIS PERBANDINGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN RUMAH
TANGGA KAYA DAN MISKIN DI KOTA MAKASSAR, 2016: 63-68.

Dewi Mayasari, Iswan Noor,Dias Satria. “JIEP-Vol. 18, No 1, Maret 2018 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN
2548-185134.” ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI JAWA
TIMUR , 2018.

Hartari, Ariyanti. POLA KONSUMSI MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP


KESEHATAN , 2016: 29-30.

perdagangan, kementrian. LAPORAN AKHIR ANALISIS DINAMIKA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT


INDONESIA, 2013: 11.

Anda mungkin juga menyukai