Disusun Oleh :
Ariandi Gunawan
PO .6220119402
1. Definisi
2. Etiologi
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
• Gejala dini : lethargi,sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
• Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
4. Klasifikasi
normal/meningkat
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal <15 dan dialisis
Stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala
yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan
ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak
lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi
ginjalnya dalam stadium.
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
Pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik.
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
Pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam
darah yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan
seperti :
2) Kelebihan cairan
3) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila
bercampurdengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering terbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
4) Rasa sakit pada ginjal : Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
5) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah (15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini.
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
5. Komplikasi
Kelebihan Cairan
Hiperkalemia
Metabolik Asidosis
Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur elektrolit, cairan, dan juga asam
basa di dalam darah. Jika fungsi tersebut terganggu, maka darah akan asam
dan pH darah akan turun. Jika pH darah turun, maka akan membuat pembuluh
Gangguan Mineral dan Tulang
Hipertensi
Anemia
Dislipidemia
Disfungsi Seksual
Untuk seseorang yang berusia muda dan memiliki penyakit ginjal kronis,
terutama pria, terkadang sering merasakan cepat lelah saat melakukan
hubungan intim.
6. Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
Pemeriksaan Urin
Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
Pemeriksaan Radiologi:
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
d. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
tanda- tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
f. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan
ekstravaskularisasi serta adanya masa.
g. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik atau
perlu diketahui etiologi daru penyakit ini
7. Penatalaksanaan
c. Terapi Medis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal .
1. Dialisis : Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka. Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut
dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen
cair menuju kompartemen cair lainnya. Terdapat dua teknik yang digunakan
dalam dialisis, yaitu :
Hemodialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan atau produk limbah karena dalam tubuh penderita gagal ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner&Suddarth, 2002).
Menurut corwin (2000), hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan di luar
tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah
kateter masuk kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah
membran semipermeable (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu
ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga
keduanya terjadi difusi. Setelah darah dilakukan pembersihan oleh dializer
darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-
shunt). Tindakan terapi dialisis tidak
B. Konsep Anemia
1. Definisi
2. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi.
c. Hemolisis
3. Tanda Gejala
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindroma anemia yang dijumpai
pada ADB apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl, badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjunctiva dan jaringan di bawah
kuku.Sedangkan gejala khas pada ADB adalah: Koilonychia, Atropi papil , dan
Stomatitis angularis (cheilosis),
4. Klasifikasi
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada
anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada
anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia
makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73
fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
- Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
5. Pemeriksaan Diagnostic
6. Komplikasi
Jika anemia defisiensi besi tidak ditangani dengan tepat, pada akhirnya bisa
menyebabkan komplikasi penyakit lain. Kekurangan zat besi berdampak buruk
kepada sistem kekebalan tubuh manusia. Inilah yang membuat Anda lebih mudah
terserang penyakit lainnya.
Anemia defisiensi besi juga bisa berakibat kepada terjadinya gagal jantung,
yaitu saat kinerja jantung menurun dan tidak bisa memompa darah ke seluruh
bagian tubuh dengan baik.
Bagi ibu hamil, anemia meningkatkan risiko komplikasi pada ibu dan
janinnya. Komplikasi yang bisa terjadi contohnya adalah keguguran, pertumbuhan
janin yang lambat atau tidak normal dan lahir prematur.
7. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa kriteria pengkajian status besi pada Gagal ginjal Kronis:
4) Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO ataupun
yang telah mendapat EPO tetapi respon belum adekuat, sementara
preparat besi IV/IM belum tersedia, dapat diberikan transfusi darah
dengan hati-hati.
Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah : 7-9 g/dL (tidak
sama dengan target Hb pada terapi EPO). Transfusi diberikan secara
bertahap untuk menghindari bahaya overhidrasi, hiperkatabolik
(asidosis), dan hiperkalemia. Bukti klinis menunjukkan bahwa
pemberian transfusi darah sampai kadar Hb 10-12 g/dL berhubungan
dengan peningkatan mortalitas dan tidak terbukti bermanfaat, walaupun
pada pasien dengan penyakut jantung. Pada kelompok pasien yang
direncakan untuk transplantasi ginjal, pemberian transfusi darah sedapat
mungkin dihindari.
d. Ensefalopati uremikum
e. Neuropati/miopati uremikum12
f. Perikarditis uremikum
HD kronik (regular)
4. Frekuensi Hemodialisa
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan
ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau
beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
6. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan Utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah dan lemas, pusing, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit, sesak nafas.
c. Riwayat Penyakit
Sekarang
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi, hipertensi.
Keluarga
d. Tanda Vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak.
Tanda
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan
gerak sendi.
f. Pola aktivitas sehari-hari
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti
pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia),
Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis,
kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat,
merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat
dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal
ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisa
1. Keletihan b.d kelesuan fisiologis (anemia, penyakit), malnutrisi d.d tidak mampu
mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat biasanya, peningkatan kelelahan
fisik
2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya
informasi kesehatan.
6. Kerusakan integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolic
8. Resiko harga diri rendah situasional b.d penyakit fisik, gangguan peran sosial dan
fungsi.
9. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional mengenai tindakan yang akan
dialkukan
10. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d gangguan metabolis, penyakit ginjal,
hipertnsi, lanjut usia, program pengobatan
11. Risiko jatuh b.d anemia
Intra hemodialisa
4. Gangguan rasa nyaman b.d ansietas, merasa kurang senang dengan situasi,
Post hemodialisa
1. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
2. Kerusakan integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolic, benda asing yang
menusuk permukaan kulit
3. Nyeri akut b.d agen cedera di daerah insersi
3. Intervensi
Proteksi Infeksi:
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al, 2003.
The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA;289:2560-72.
Doenges, Marilynn, dan Alice C. Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Hopper D.P, dan William S.L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing Third Edition.
Hughes AD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter M. Hipertensi dan
pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull 1994; 50:356-70.
Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC). the
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
(http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Rivandi, Janis. Dkk. 2015. Hubungan Diabetes MelitusDengan Kejadian Gagal Ginjal
Kronik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.
Renal Services & Urology Directorate. 2005. Nephrotic Syndrome. a patients’ guide.
(http://www.kidney.org.uk).
Smeltzer C.S. dan Bare Brenda. 2003. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing
10th edition. Philadelphia: Lippincott.
Soeparman & Waspadji . 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jld.I. Jakarta: BP FKU
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI.427-434.
Susanne, C Smelzer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2.
Jakarta: EGC
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 581-584.
Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam
Buku 1. Jakarta: Salemba Medika