Demokratisasi Indonesia‘
Samsu Rizal Panggabean‘
Abstracts
” Tulisan int pernah dipresentasikan pndn Seminar Nasi‹mal “Membangwi Indonmia Barn: Suatu Pmdckatan
Konstitusional dan Politik" yang diadakan Fakuftaa Hukum Univmsius Gcdjah Mada bckcijasama dengan
K i R £ H N ••i KRx Bi • K•••a ••H i a•••n• LAKHI),
dan Augudinus Hutajulu, S.H., C.N. & Associatc di Godung Pertemuan UGM, Yogyakarta, 31 Agustus
1998.
‘” Stel ptngnjnf pada Juroian Ilmu Hubungan Interiusionnl, Fakultas Ilmu 5osial dan llmu Politik,
Univetsitas Gadjah l4ade
AIB FEDERALISME
Akan tetapi, ada salu persoalan dalam diskusi mengenai federalisme
di lndonesia: Kata ini sering disalahgunakan. Misalnya, federalisme diartikan
sebagai disintegrasi atau perpecahan negara. Selaras dengan ini adalah
penyalahgunaan la in yang menganggap federalisme sebagai penyebab
pemisahan-diri suatu unit atau satuan pemerintahan (misalnya, provinsi atau
negara bagian) dari induk tempatnya bcrada. Int penyalahgunaan bahasa yang
paling sering terdengar dalam perdebatan mengenai federalisme di Indonesia
sekarang. Dampaknya terasa sekali: federalisme ibarat najis, aib.
Selain itu, ada kecenderungan BAHWA "tederalisme" digunakan
sebagai senjata menyerang musuh atau mempertahankan diri. Aoinya, ada
pihak-pihak yang satu sama lain tidak cocok anu selaras. Malahan, mereka
rnungkin bertarung dalam permainan politik. Dalam pertarungan itu, mereka
¥. B. Mangunwijaya,”lx donozinn Problems end Prospects." mekalth uniuk semittar Toword Structural
Reforms for Democratization in Indon«zio.- ProbAins end Prospects, jam diadakan LIP1 dan the Ford
Foundation di Jakarta, 12-14 Aguxtus 1998. “Pahami Secara Utuh Negara Federal” Piiiroii Sniper 30
Agustus 1998. Lihat juga platform Paptni Amgnzt N aaionnl (PAN}.
FEDERAL vs KESATUAN
Serupa kata-kata teknis lain dalam ilmu politik, "federasi,"
"federalisme" memiliki definisi yang beraneka ragam. Defınisi yang beraneka
ragam ini kadang-kadang menimbulkan frusaasi. Demikianlah William H.
Riker, yang pernah menulis betapa sulitnya membedakan federasi dari bentuk-
bentuk pemerintahan lainnya sehingga ia mengatakan bahwa federasi adalah
suaru mitos. Pada umumnya, federalisme merujuk kepada suatu bentuk sistem
pemerintahan. Tetapi, banyak pula yang mengartikan federalisme sebagai
sistem sosial-budaya. Federalisme juga digunakan dalam konteks ekonomi,
misalnya federalisme fiskal.
Dilihat dari asal-usulnya, kata "federal" berasal dari bahasa Latin,
yoedus, yang artinya liga. Liga negara-negara koia yang oionom pada zaman
Yunani kuno dapat dipandang sebagai negara federal yang mula-mula. Bentuk
• Lihat Hans joy, “Federsiioii-of-Intet in Indoriesin, 1943-49.“makalah yang disampaikan ddani semi-
nar intcmmional Towards Structurd Reforma for Dcrnocratization in Indonmis: Problems md Prospeai"
yang diadakan MPI dari the Ford Foundatimi, Jakaftn 12-14 AguBtus 1998.
* Lihat Joseph R. Rudolph, Jr. “Federations,” dnlani International Encyclopedia of Government end
Poliitcs Vol t yang diodit Frank N. h4agill (Singapurn: Toppan, 1996), hnl. 467.
* B.C. gnlth,Decenmohzaiion. TO Territorial Dimension oflhe Stote {London: AllenVnwin, 198a) ha1.12.
* Ibid., hal. I S.
Kjell-Ake Nordquist, 'Autonomy in Conflict RtsolUJ " tnakalah yang tidak dittrbitkan, Int. 1.
1
Rudolph, op. cir.. hal. 467.
1. D. Duchacek, Comparaave Federolizin. The Terriioriol Dimension of Polincs (New’ York: Holt,
Rinehart & W insioy 1970), hal. 192, dikutip Alam B.C. Smith, Decentralization. The Territorial
Dimenston of the State (London: Allen & Cnwtn, 1985), hal. 14-1 5.
Marcia Weiss, "Federalism in the Unit‹›d Staks,” dalam International Eric yclopedia of Governme ni
and Polincs Vol. I yang diedit Fratik N. Magill (Singapura: Toppan, 1996), hal. 462.
' Harmon Zoigler, The Political Comtnuoi{y (Now York & London: Longman, 1990), Int. 68.
* Rudolph, op. cil., hal. 467.
Negara Kesatuan:
• The unitary principle grounds sovereignty in the nation as a whole.
A government representing a unitary >tion has the right to delegate
powers downward to regional and local institutions, through
legislation, but the regions have no righi to any of these powers. A
unitary state can be highly centralised (like France) or it can be
decentralised, with a substantial degree of autonomy for provinces
or communes (like Britain or the Netherlands). At any rate, it is a
unitary state. The powers held by local and regional organs have
been received from above, and can be withdrawn through new
legislation, without any need for consent from the cotninunes or
provinces concerned.*!
1. Membuka Kekuasaan
Federalisasi adalah sebuah strategi yang paling tepat untuk
membuka kekuasaan yang pada masa lalu amat ıertutup. Masyarakat
pada umumnya merıdambakan keterbukaan kekuasaan. Maksudnya,
dalam kehidupan bersama suatu masyarakat, baik di bidang ekonomi,
politik, maupun sosial, kekuasaan ini diharapkan terbuka, tampak, atau
kelihatan. 5ebaliknya, masyarakat menolak dan menentang keıertutupan
^ Gavcn Orewry, “Unitary State," dalam The Encyclopedia ofDemoerac y Vol. IV, ed. Seymour M art’in
Lipset (Washington, D C. : Congressional Quarterly Inc., 1995), 1302.
^ Rudolph, op. cii., hal, 467.
Weiss, op. cif., hal 462.
2. Menghormati Pluralisme
Salah satu pengertian federalisme menekankan budaya sebagai
kerangka bagi sistem politik. Dalam hal ini, federalisme dipandang
sebagai usaha menyeimbangkan kekuatan budaya daerah, suku, atau
Harmon Zcigler, The Polincol Communiy (N•w York & London:Longman, 1990), hal. 65.
Carl Friedrich, Trends fr d‹rafi tn fJeniy undProcpre(Ncw York: Prscger, 1968), hal. 30, dikuiip
dalam Znigler, op cif., 65.
2’ Duchacek dalam B.C. Smith, op. cil., ha1. 14-1 I.
^ Y.B. Mangunwijaya. “ldengapa Republik lndoncsia Scrikat” D&R I AgurtUs 1998, hal. 25,
°• Dirk Gerdes, Democrac y i n Centrolizt and Federolist States. A Comparative Anolysis of Ihe Federal
Repu blic of Germany and France (B0nn: Friedrich-Ebert Siiftung, 1991), ha1 75,
3' Mubyarto, “Pcrilaku Ekonomi Orsng Xayc Porlu DikendaJikan,” Proq›eJm ol. 4 No. 2-3, t992. 139.
* Koentjaraningrat dan D. Ajamiseba, “Reeksi Penduduk Asli terhadap Pembangunan dan Perubahan,”
Koentjaraningrat dkk. Iriazi Joya. Membongun Ivlosyarakot Majemuk{tak flfl! Jamb 1994),llal.433.
" Sebagai contoh, antara 1963 dan 1969 mereka mernpergunakaripcrbedaan nilai tukar nipiah Irian dan
nilai tukar rupiah Indonesia untuk mcmbcli barang•barmg yang tercodia di Irinn Jaya untuk dijual di
daerah lsin dengan keuntungan yang sangat bmsr. Liltat ibtd. hnl. 434.
^ Gcrdes, R CI î., hal. 80-81.
4. Menghindari Disintegrasi
Sejarah politik dan keatanegaraan moderen memberikan suatu
pelajaran berharga yang perlu disimak: Jika suatu negara dihadapLan
kepada kemungkinan disintegrasi, negara itu dihadapkan kepada tiga
pilihan. Pilihan pertama adalah pemisahan diri. Dalam hal ini, loyalitas
subnasional diperkenankan untuk menang. Contohnya adalah pemiszhan
Bangladesh dari Pakistan. Pilihan kedua adalah memenghapuskan
loyalitas subnasional, yaitu dengan pembantaian nssal îgenocide} sepeti
di Burundi, Rwanda, dan Bosnia-Herzegovina. Akhirnya, pilihan ketiga,
adalah hidup berdampingan dengan secara damai dengan unit atau
’* fbid., tal. 8 I.
/ó/d., hal 83.