Anda di halaman 1dari 19

HUKUM KEUANGAN DAN

PERBENDAHARAAN NEGARA
Oleh : AFIF SYARIF

Landasan Hukum Keuangan Negara :


 UUD 1945
 Indische Comptabiliteits Wet (ICW) Stbl 1925 No.448
 UU Nomor 9 Tahun 1968 tentang UU Perbendaharaan Indonesia
(UUPI)
 Indische Bedrijvens Wet (IBW) Stbl 1927 No.419
 Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl 1933 No.445
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1955
 Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(UUKN)
 Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBN)

Pengaturan Keuangan Negara


Secara historis yuridis pengaturan keuangan Negara dimulai pada tahun
1864 pada saat itu ditetapkannya Indonesische Comptabiliteit Wet.
(ICW). Akan tetapi secara yuridis formalnya ditetapkan pada tahun
1925 atau yang dikenal dengan ICW 1925 dan di Indonesia ditetapkan
sebagai landasan hukum mulai berlaku 1 Januari 1967.

Pemberlakukan ICW sebagai landasan hukum dalam keuangan Negara


adalah berpijak pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Setelah
Indonesia mardeka ICW 1925 sebagai landasan hukum dalam
penyusunan APBN. Persoalannya, apakah ICW 1925 secara
konstitusional bertentang dengan Pasal 23 UUD 1945.

Page | 1
Dalam penyusunan APBN secara implisit berdasarkan ketentuan ICW
1925 yang bertentangan dengan bentuk, susunan dan isi APBN
dinyatakan tidak berlaku. Dari ketentuan ini terlihat bahwa ada
perbedaan antara ICW dengan UU APBN. Perbedaan ini terlihat dari
bobot formal dan material. Dengan demikian terlihat bahwa ICW 1925
sepanjang bentuk, susunan dan isinya tidak bertentangan dengan UU
APBN dianalogikan sebagai UU pelaksanaan APBN.

Dengan demikian terjadinya dualisme hukum dan mengaburkan


substansi Pasal 23 UUD 1945. Untuk itu pemerintah memandang perlu
dimanisfetasikan dengan Keppres No. 14A Tahun 1980 tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Secara yuridis
formal Keppres No. 14A Tahun 1980 dan ICW 1925 menimbulkan
implikasi konsekuensi yuridis.

Ditinjau dari tata urutan per-undang-an, bahwa kedudukan Keppres No.


14A tahun 1980 lebih rendah dari ICW tahun 1925 dengan dasar :
1. Keppres No. 14A Tahun 1980 bersumber dari UU APBN memiliki
bobot formal, sedangkan ICW tahun 1925 merupakan undang-
undang yang memiliki bobot formal dan material ;
2. Dalam Keppres No. 14A Tahun 1980 bendaharwan bertanggung
jawab kepada atasan lansung, sedangkan ICW 1925 bendaharawan
bertanggung jawab pada BPK ;
3. Keppres No. 14A tahun 1980 bendaharawan berfungsi sebagai juru
bayar atas perintah atasan, sedang ICW 1925 bendaharawan (orang
dan badan hukum) bertanggung jawab secara lansung kepada BPK
dan mempunyai wewenang untuk menolak, menerima dan
mengeluarkan uang atau barang apabila tidak bertentangan dengan
undang-undang

Page | 2
Catatan :
 Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, ICW 1925 merupakan
UU organik yang melaksanakan ketentuan Pasal 23 UUD 1945.
Dibidang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan Negara
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi keuangan Negara
yang berkaitan erat dengan pembangunan ;
 Pertanggung jawaban keuangan negra menurut ICW (Pasal 77 ayat 1)
dalam hubungannya dengan kelembagaan Negara tidak tepat ;
 Pertanggungan jawaban keuangan Negara oleh Presiden dan
disampaikan kepada DPR ;
 Presiden sebagai pemegang tunggal keuangan Negara (lihat Pasal 17
UUD 1945) menteri keuangan sebagai pengelola keuangan negara

Reformasi Dibidang Keuangan Negara Suatu Tinjauan Yuridis

 Salah satu segi positif perkembangan hukum di bidang Keuangan


Negara adalah diundangkannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (UUKN) pada tanggal 5 April 2003
 Eksistensi UUKN mencabut keberlakuan beberapa UU sebelumnya
sepanjang yang telah diatur dalam UUKN, yaitu :
1. ICW (Indische Comtabiliteits Wet) Stbl 1925 No. 448
sebegaimana yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1968 tentang
Perbendaharaan Negara ;
2. Ditinjau dari sudut legislasi, kehadiran UUKN No. 17 Tahun 2003
membawa perubahan, monumental karena pasca kemerdekaan
belum pernah ada produk hukum keuangan Negara yang
memang merupakan produk dari lembaga legislatif
3. Hal ini merupakan sebagai landasan hukum secara konstitusional
yang sebelumnya diatur dengan ICW yang merupakan produk
Kolonial yang jauh dari semangat kemerdekaan Negara RI
dimana :

Page | 3
 UUKN No. 17 Tahun 2003 merupakan landasan dari Pasal 23C UUD
1945 dan secara substansial mengandung perubahan paradikma dalam
pengelolaan keuangan Negara
 Ditinjau dari difinisi yang diatur UUKN menganut difinisi yang cukup luas,
yaitu semua hak dan kewenangan negara yang dapat dinilai dengan
uang, begitu juga terhadap barang-barang milik Negara, seperti yang
diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) seperti uang negara yang terdapat dalam rekening
atas nama pejabat di Dapartemen-departeme. Ditinjau dari sudut
yuridis, UUKN No. 17/2003 membawa perubahan tentang pemberlakuan
terhadap anggaran, yaitu :
1. Perubahan tahun anggaran, semula tahun anggaran April s/d 31 Maret,
maka berdasarkan Pasal 4 UU No.17/2003 diubah menjadi tgl 1
Januari s/d 31 Desember
2. Penyusunan Anggaran, penyusunan anggaran harus berimbang yang
sebelumnya kita kenal anggaran surplus dan deficit
3. Kebijakan fiscal sebagai landasan hukum
4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara (AAUPKN) meliputi :
akuntabilitas, profisionalitas dan keterbukaan dalam pengelolaan
keuangan Negara yang bebas dan mandiri (merupakan kekuatan
normative)

Page | 4
PERKEMBANGAN LANDASAN HUKUM KEUANGAN NEGARA

Perkembangan landasan hukum keuangan Negara pada umumnya adalah


KONSTITUSI atau UUD.

 UUD 1945 diatur dalam Pasal 23 UUD 1945 yang terdiri dari 5 ayat,
sedangkan mengenai keuangan Negara diatur dalam ayat (1) yang
menyebutkan : APBN ditetapkan tiap-tiap tahun dengan UU, apabila
DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka
pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.

 Keuangan Negara berdasarkan KRIS 1949 diatur dalam Pasal 167


KONSTITUSI RIS yang menyebutkan : Dengan UU Fideral ditetapkan
semua pengeluaran RIS dan ditunjuk pendapatan-pendapatan dengan
UU Fideral, artinya penetapan anggaran Negara berdasarkan UU
Fideral adalah dilakukan Pemerintah DPR dan Senat

1. Sistem pembagian kekuasaan di bidang anggaran menurut Konst RIS


adalah Menteri atau Kabinet bertanggung jawab kepada DPR .
2. UU tentang anggaran hanya mengatur tentang penyelegaraan
pemerintahan antaran RIS dengan Negara-negara bagian, yang
memuat tentang perhubungan keuangan, antara pemerintah Fideral
dengan Negara Bagian

 Dalam sistem UUDS 1950, landasan konstitusional tentang keuangan


Negara tidak mengatur begitu mendasar hal ini terlihat dalam Pasal 113
UUDS yang menyebutkan : “Dengan UU ditetapkan anggaran semua
pengeluaran pemerintah dan ditunjuk pendapatan2 untuk menutup
pengeluaran”

Page | 5
Pasal 112 UUDS 1950 mengatur tentang pengawasan anggaran yang
menyebutkan :
 Pengawasan atau pemeriksaan dan pertanggung jawaban keuangan
Negara dilakukan oleh dewan pengawas keuangan
 Hasil pengawasan dan pemeriksaan diberitahukan ke DPR

Menurut Supomo Pasal 112 UUDS pada umumnya hampir sama dengan isi
Pasal 23 ayat (5) UUD 1945.
Apabila kita bandingkan keberadaan ICW 1925 terhadap anggaran Negara
menurut UUD 1945 berdasarkan Aturan Peralihan Pasal II, maka ICW 1925
berlaku sebagai hukum positif. Sedangkan terhadap Konstitusi RIS maupun
UUDS tidak mengatur korelasi antara ICW dengan Kons RIS maupun UUDS.

Pengertian Anggaran Negara ;


Secara etimologis perkataan anggaran negara bersumber dari kata
“anggar” atau kira-kira perhitungan, sehingga pengertian anggaran
negara berarti perkiraan atau perhitungan jumlahnya pengeluaran
atau belanja yang akan dikeluarkan negara.

Dasar Hukum Anggaran Negara : Pasal 23 ayat (1) UUD 1945


“Anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan tiap-tiap tahun
dengan undang-undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang
diusulkan oleh pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran
tahun yang lalu”

Page | 6
Pengertian Anggaran Negara dapat dikaji tiga sudut pendekatan, yaitu :

1. Sudut administratif, yaitu ditinjau dari sudut penata usahaan


penerimaan dan pengeluaran negara dengan memperhatikan
keseimbangan yang logis antara keduanya;

2. Sudut konstitusi, yaitu hak turut mementukan anggaran negara dari


perwakilan rakyat (volksvertegen woordiging) yang pada umumnya
dicantumkan dalam konstitusi negara. Hal ini dipandang sebagai
konsekuensi dari tiori Trias politika Montesquieu meskipun tiori
tersebut prkatis tidak dianut secara murni.

3. Sudut undang-undang / peraturan pelaksanaannya,


yaitu keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara priodik,
yang memberikan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan
pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukan alat
pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.

Ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara adalah :


sebagai keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara priodik,
yang memberi kuasa kepada kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan
pengeluaran priode tertentu dan menunjukan alat pembiayaan yang
diperlukan untuk menutpi pengeluran.

Ketiga tersebut diatas terlihat, bahwa anggaran negara atau APBN menitik
beratkan pada aspek otorisasi artinya anggaran negara secara logis dibebani
untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaannya.

Menurut M. Subagio :
“adalah suatu rencana yang diperlukan untuk membiayai segala kegiatan
negara dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan
disertai taksiran besarnya penerimaan yang didapat dan digunakan
membelanjakan pengeluaran tersebut”

Unsur-unsur anggaran negara meliputi :


o Kebijaksanaan pemerintah yang tercemin dalam angka-angka ;
o Rencana pemasukan untuk membiayai pengeluaran;
o memuat data pelaksanaan anggaran 1 (satu) tahun yang lalu;
o Menunjkan sektor yang diprioritaskan;
o menunjukan maju mundurnya pencapaian sasaran, dan;
o Merupakan petunjuk bagi pemerintah untuk melaksanakan
kebijaksanaan salama satu tahun.

Page | 7
Penyusunan anggaran harus diperhatikan :
 keadaan keuangan negara;
 keadaan tenaga dan bahan baku yang tersedia dalam negeri;
 pengalaman pelaksanaan anggaran tahun yang lalu dan tahun
berjalan

Fungsi Anggaran Negara


1. Fungsi hukum administrasi negara , yaitu berfungsi sebagai alat otorisasi
dan alat memilih sejumlah alternatif (kepentingan dan anggaran kegiatan)
2. Fungsi mikro ekonomis, yaitu dasar pengurusan secara tertip dan serasi
(doelmatig) dan dasar pertanggung jawaban dalam pelaksanaannya
3. Fungsi makro ekonomis, adalah sebagai alat kebijakan dalam penentuan
tingkat belanja nasional

Page | 8
1. Pendahuluan

Amandemen UUD 1945 menghasilkan penataan ulang sistem


pemerintahan negara RI, hal ini berpengaruh dengan perubahan format
kelembagaan dan hubungan kewenangan dalam sistem organisasi
pemerintahan. Selanjutnya terdapatnya keinginan yang kuat untuk mengatur
sistem pertanggung jawaban secara lebih jelas mengenai keuangan negara.
Hal terlihat penataan tingkat lembaga tinggi negara dengan menepatkan posisi
BPK sebagai lembaga tinggi negara dengan kewenangan “fiscal controlling”
yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lain.

Perubahan format kelembagaan tinggi negara, dipengaruhi pengaturan


secara konstitusional terhadap lembaga-lembaga tinggi negara. Berikut dapat
dilihat dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan keuangan negara :
Pasal 23 UUD 1945
1. APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
2. RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan DPD.
3. Apabila DPR tidak menyetujui R-APBN yang diusulkan oleh presiden
pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Pasal 23 A : Pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang
Pasal 23 B : Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang
Pasal 23 C : Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan
undang-undang
Pasal 23 D : Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan
independensinya diatur dengan undang-undang

Page | 9
Pasal 23 E : 1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri ;
2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada
DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya ;
3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-
undang
Pasal 23 F : 1. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden
2. Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota
Pasal 23 G : 1. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki
perwakilan disetiap propinsi
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai BPK diatur dengan UU

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dikaitkan dengan UU Keuangan


Negara secara jelas terlihat bahwa Presiden adalah sebagai kekuasaan
pengelolaan keuangan negara, dan kekuasaan tersebut dibantu oleh :
1. Menteri Keuangan ;
2. Menteri /Pimpinan lembaga, dan ;
3. Bank sentral menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
menjaga dan mengatur kelancaran sistem pembayaran.

Menteri keuangan dalam menjalankan kewenangannya didukung oleh


Departemen keuangan yang menyelegarakan tugas, antara lain ;
1. Pelancaran pelaksanaan serta pembinaan di bidang keuangan negara
dan kekayaan negara;
2. Pembinaan dan pelaksanaan dibidang penerimaan negara yang berasal
dari pajak, bukan pajak, pungutan eksport dan minyak serta pelaksanaan
di bidang kepabeanan ; dan lain-lain

Page | 10
Dari pengertian tersebut, secara administratif pengertian yang umum
mengenai hukum keuangan negara dalam sistem pemerintahan adalah
berkaitan dengan pertanggung jawaban dalam sistem pemerintahan. Dalam
negara demokrasi pertanggung jawaban harus diberikan kepada mareka yang
memberikan mandat yakni perwakilan rakyat.Pertanggung jawaban
keuangan negara dapat dilihat dari dua sudut : Pertama dari sudut otorisasi,
artinya keuangan negara bukan merupakan kompentensi publik, akan tetapi
merupakan kewenangan perwakilan rakyat sebegai pemberi otorisasi. Kedua,
dari sudut hukum administrasi, bahwa pelaksanaan keuangan negara terikat
dengan undang-undang yang pelaksanaannya dilakukan oleh instansi-instansi
dan harus mempertanggung jawabankan kepada kepala pemerintahan
(eksekutif).

2. Dasar Hukum Keuangan Negara


Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa pengaturan keuangan
negara diatur dalam Pasal 23 UUD 1945. Disamping itu perlu diberikan
landasan hukum dalam pelaksanaan dari Pasal 23 UUD 1945 tersebut, antara
lain diatur dalam :
1. UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
3. UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan
Tanggung jawab keuangan negara.
4. UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
5. PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana kerja pemerintah
6. PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementrian Negara/Lembaga.

3. Asas-asas Anggaran Negara


Pelaksanaan anggaran disuatu negara perlu diatur secara konsisten
mengacu pada asas-asas anggaran. Asas-asas anggaran yang menjadi
ciri anggaran dalam negara modern terdiri atas hal-hal sebagai berikut :

Page | 11
3.1. Asas Kelengkapan
Asas ini mempertahankan hak budget parlemen secara lengkap. Semua
pengeluaran dan penerimaan secara tegas dimuat dalam anggaran.
Tidak boleh ada penerimaan atau pengeluaran yang tidak dimasukan ke
dalam kas negara. Dengan demikian, terlihat kegiatan penguasa publik
dari pengawasan DPR. Asas kelengkapan ini mencegah penggunaan
dana khusus serta menutup kemungkinan kompensasi administrasi
dari pengeluaran anggaran tersebut.
3.2. Asas Spesialisasi / Spesifikasi
Dapat diklasifikasikan atas tiga macam, yaitu :
a. spesialisasi kualitatif, yakni jumlah tertentu yang ditetapkan untuk
pasal tertentu harus semata-mata digunakan untuk tujuan yang
disebutkan dalam tertentu;
b. spesialisasi kuantitatif, yakni tidak diperbolehkan melampaui jumlah
yang telah ditetapkan;
c. spesialisasi menurut urutan sementara, yakni pengeluaran hanya
dapat dibebankan kepada pasal tertentu bagi anggaran tertentu
selama dinas yang bersangkutan masih dibuka.

3.3. Asas Berkala (periodisitas)


Pemberian otorisasi dan pengawasan rakyat melalui wakil-wakilnya
secara berkala dalam kebijaksanaan pemerintah guna memenuhi
fungsinya. Dengan asas ini pengawasan DPR dapat berjalan secara
teratur, hal ini bertujuan pencapaian demokrasi dalam hukum negara.

Dalam kaitan pemerintah Indonesia, sampai saat sekarang pemerintah


Indonesia menganut sistem anggaran berbasis kinerja dengan prinsip
anggaran surplus/defisit. Dalam hal dapat dilihat dari pendapatan negara
yang terdiri dari: (1) penerimaan pajak dan bukan pajak; (2) belanja terdiri
dari belanja pegawai, belanja barang, dana bagi hasil, dana alokasi
khusus, dan dana alokasi umum

Page | 12
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PUSAT DAN DAERAH

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan


adalah : “suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana
dibagi diantara berbagai tingkat pemerintah, serta bagaimana caranya mencari
sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan sektor publik”.

Perimbangan antara keuangan pusat dan daerah adalah :


 “suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara
kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pusat dan daerah”
 “Suatu pemerataan antar daerah secara proposional, demokratis adil dan
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah
sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan dan pengawasan
keuangan. Instrumen yang dipergunakan dalam perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah adalah :

 Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari penerimaan APBN


yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi
 Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam pelaksanaan
desentralisasi
 Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan
tertentu ;
 Dana Bagi Hasil, yang bersumber dari :
(1) hasil sumber daya alam di daerah, antara lain : minyak dan gas bumi,
pertambangan, kehutanan dan perikanan.
(2) penerimaan perpajakan, seperti pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan

Page | 13
Tujuan yang diharapkan pemerintah adalah untuk :
1. pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah
2. mengintensifkan perekonomian masyarakat daerah
3. terwujudnya good governance
4. penyelegaraan otoda secara domokratis

Salah satu pilar pokok otonomi daerah adalah untuk mengelola secara
mandiri keuangan daerah berdasarkan kewenangan. Apabila dikaitkan
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara terlihat kecendruangan kewenangan pusat disatu sisi dan
penyempitan kewenangan daerah adalah di bidang fiskal. Hal ini dapat di
lihat :
(1) dalam penyusunan APBD secara ketat dan harus mengacu yang di
desain pusat ;
(2) kontrol fiskal terhadap pemerintah daerah dan
(3) tidak berfungsinya DPRD sebagai fungsi legisasi anggaran dan
pengawasan.

Page | 14
PENGAWASAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN
KEUANGAN NEGARA

 Pengawasan Keuangan Negara

Pengawasan digambarkan dalam siklus anggaran (budget cyclus)


terlihat seakan-akan merupakan tahapan yang terpisah, pada hal
sebenarnya pengawasan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
siklus anggaran. Dengan demikian pengawasan merupakan instrumen
pengendalian yang melekat pada setiap tahapan dalam siklus anggaran.
Pengawasan bertujuan untuk menghubungan target dengan realisasi
setiap program / kegiatan proyek pemerintah. Oleh karena itu fungsi
pengawasan dilakukan setiap saat, baik selama proses berjalan maupun
setelah berakhir.

 Unsur-unsur pengawasan :
1. Adanya kewenangan yang jelas ;
2. Adanya alat penguji
3. Adanya tindakan
4. Adanya pengawasan

Berkaitan dengan jenis-jenis pengawasan, dapat diklasifikasi sebagai


berikut :
1. pengawasan dilihat dari kelembagaan, yaitu kontrol intern (internal control)
dan kontrol ekstern
2. pengawasan dipandang dari waktu pelaksanaan pengawasan
3. pengawasan dipandang dari aspek yang diawasi, antara lain : pengwasan
dari segi hukum (legalitas) dan pengawasan dari segi kemanfaatan
(oportunitas)
4. Pengawasan dipandang dari cara pengawasan, antara lain represif dan
preventif

Page | 15
Selain itu pengawasan keuangan negara dapat dilakukan oleh BPK menurut
UU Nomor 15 Tahun 2004. Biasanya yang dilakukan pengawasan oleh BPK
adalah :
1. pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan
2. pemeriksaan kinerja, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
yang terdiri dari atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta
pemeriksaan aspek efektifitas.
3. pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan atas hal-hal lain di
bidang keuangan, pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas sistem
pengendalian intern pemerintah

 Pertanggung Jawaban Keuangan Negara


Pengertian pertanggung jawaban keuangan negara dalam arti luas
adalah pertanggung jawaban keuangan negara yang harus dilakukan
oleh pemerintah tidak saja mengenai APBN, tetapi meliputi juga
APBD, keuangan unit-unit usaha negara dan pada hakekatnya seluruh
kekayaan negara.
 Kata pertanggung jawaban secara etemologis berarti tanggung
jawab, artinya sesuatu keharusan yang dibarengi dengan sanksi,
bila terdapat sesuatu yang tidak beres dalam keadaan wajib
menanggung segala sesuatu tersebut.
 Dari pengertian tersebut secara filosofis dan administratif
pengertian pertanggung jawaban adalah kebebasan dalam
pelaksanaan tugas, tetapi dia tidak dapat membebaskan diri dari
hasil atau akibat kebebasan tersebut dari perbuatannya, dan ia
dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang
diwajibkan kepadanya.

Page | 16
Page | 17
DAFTAR BACAAN

Peraturan-Peraturan :

Undang-undang Nomor 25 tentang Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pusat dan daerah
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara RI
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Pertanggung Jawaban Keuangan Negara

Buku-Buku

Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggung Jawaban Keuangan Negara –


Suatu Tinjaun Yuridis
Bohari, Hukum Anggaran Negara
Soebagio, M. Hukum Keuangan Negara
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara

Page | 18
Tugas Hukum Keuangan Negara :

No. Judul Nama Mhs

1 Sejarah Perkembangan Hukum Keuangan Negara Ismael


Fariadinata
Khairiyatul Mahmudah
2. Mekanisme Pertanggungan Jawaban Keuangan
Negara (Tinjauan Hukum)
3. Anggaran Negara Ditinjau Dari Sudut Hukum
Administrasi
4. Anggaran Negara Ditinjau Dari Sudut Konstitusi
Dalam Sistem Pemerintah di Indonesia
5. Sisklus Anggaran Dalam SIstem Ketatanegaraan RI Mubaraq
6. Sejarah Hukum Perkembangan Anggaran dan Prengki
Keuangan Negara Tetty
7. Mekanisme Pertanggung Jawaban Keuangan Negara
Dalam Hukum Administratif
8. Dualisme Hukum Pelaksanaan ICW dan Keppres
Nomor 14A Tahun 1980
9. Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
10. Reformasi di Bidang Keuangan (Suatu Tinjauan Taufik
Yuridis)
11. Perkembangan Hukum Tentang Anggaran Negara
12. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Tinjauan
Yuridis Administratif)
13. Hubungan Hukum Keuangan Negara dan Syadli
Perbendaharaan Negara Krisnawati
14. Keuangan Negara Dalam Perspektif Otonomi Daerah Amat
Toni
15 Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan
Daerah (Tinjauan Yuridis)
16 Tinjauan Yuridis Indisce Complabiliteit Wet (ICW)
1925 Sebagai Norma Hukum
17 Keuangan Daerah dan Pertanggung Jawabannya
18 Hubungan Hukum Keuangan Pusat dan Daerah
19 Mekanisme Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah
Dalam Perspektik Hukum Anggaran
20 Reformasi Hukum di Bidang Keuangan Negara
21 Tinjauan Yuridis Keppres Nomor 14A Tahun 1980
22 Kewenangan BPK Dalam Melakukan Pemeriksaan Cyntyhia
Keuangan Negara dan Daerah Hadiyani
23 Perkembangan Landasan Hukum Anggaran Negara Kevin

Page | 19

Anda mungkin juga menyukai