Anda di halaman 1dari 9

Nama: Febriyola Pakaya

Nim:C03421009

Kelas: Psikologi (A)

FILSAFAT PENDIDIKAN

1.Pengertian Filsafat Pendidikan

Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang berdiri pada makna dan hakikat
masing-masing namun ketika keduannya digabungkan kedalam satu tema khusus maka memiliki
makna tersendiri yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Filsafat pendidikan
dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, namun bukan berarti bahwa kajian hanya
sekedar menelaas sendi-sendi pendidikan atau filsafat semat. Olehnya itu filsafat pendidikan adalah
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari filsafat secara keseluruhan baik kedalam system maupun
metode.

Menurut John Dewey, filasafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental baik yang menyangkut daya piker (intelektual) maupun daya perasaan (emosional),
menuju tabiat manusia. Menurut Thompson, filsafat artinya melihat suatu masalah secara total
dengan tanpa ada batasan atau implikasinya, ia tidak hanya melihat tujuan, metode, atau alat-alat,
tetapi juga meneliti dengan hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan pikiran yang dimaksud oleh filsuf
tersebut merupakan suatu upaya untuk menentukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat
dapat dilakukan melalui proses kompromi.

Filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai: (1) aliran-aliran piker yang ditelaah implikasinya
kedalam pendidikan, (2) tokoh-tokoh pemikir,(3) prinsip-prinsip pendidikan, baik aliran piker
maupun gagasan para filsuf yang mengandung kebijakan, atau yang sejenis, yang digunakan sebagai
prinsip-prinsip penuntun atau dasar pendidikan (Barnadib, 2002: 76). Dengan demikian, filsafat
pendidikan juga menyediakan kerangka khusus untuk menelisisk atau meninjau lebih dalam
mengenai proses pendidikan yang dapat dipandang melalui system filsafat umum anutan seseorang.
Akan tetapi, jika seseorang secara khusus terlibat dalam pendidikan, maka pertanyaan-pertanyaan
dan aspek-aspek tertentu dalam filsafat yang lebih luas tersebut perlu dikhususkan ke dalam
pemikiran pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi tugas filsafat pendidikan antara lain:
apakah pendidikan itu, apakah tujuan pendidikan, alat-alat apakah yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan itu, bagaimanakah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan pendidikan (Imam
Barnadib, 2013: 14).

Sebagaiman pandangan A.H. Bakker dalam karangannya berjudul filsafat pendidikan sistematis
menyatakan bahwa filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Setiap praksis
pendidikan, entah liar atau sistematis, mencerminkan suatu pandangan tentang manusia, dunia, dan
Tuhan. Meskipun kerap pandangan mengenai pendidikan itu tidak bersifat reflex (tidak di
rumuskan), hanya bersifat konkrit dan dihayati secara praksis. Oleh karena itu, konsepsi tentang
pendidikan akan lebih nampak jikalau pendidikan diberi dasar lebih ilmiah dalam ilmu mendidik.
Dasar-dasar hidup manusia diselediki dalam hubungan sesama , dunia, Tuhan; Khususnya hubungan
dengan pendidikan. Selanjutnya disusun ilmu filsafat, yang menguraikan latar belakang tersebut, dan
menjelaskan segala praksis mendidik atau ilmu mendidik. Sebaliknya, setiap filsafat sistematis
menyusun konsepsi mengenai pendidikan. Filsafat dapat memberikan pengarahan kepada ilmu
mendidik dan praksis mendidik, maka selalu ada hubungan timbal balik antara filsafat (pendidikan),
ilmu mendidik, dan praksis mendidik (A.H. Bakker, 1978:2-3).
Filsafat sebagai ilmu mempelajari objeknya dan mengadakan tinjauan dari sudut hakikat, juga dari
segi sistematis. Filsafat berhadapan dengan tiga problem utama, yaitu realita, pengetahuan, dan
nilai. Objek material filsafat melingkupi seluruh kompleks pengalaman hidup sehari-hari dalam
hubuangan dengan manusia, dunia dan Tuhan/. Segala ilmu pengetahuan sistematis, serta segala
hasil refleksi filosofis. Dengan demikian objek material filsafat pendidikan menyangkut tiga
persoalan utama, yaitu: (a) segala fenomena pendidikan sebagai fakta dan peristiwa; (b) segala
sistematis ilmiah; (c) segala refleksi filsafat pendidikan dalam sejarah. Kemudian objek formal filsafat
meliputi dasar dan hakikat dalam segala hal, sekaligus mencari pemahaman yang paling mendalam
dan mutlak. Objek formal filsafat pendidikan terletak pada upaya menghubungkan segala gejala dan
teori dengan hakikat manusia. Keberadaan kedua objek filsafat pendidikan tersebut, secara tidak
langsung telah menyampaikan salah satu fungsi filsafat pendidikan yakni melakukan klarifikasi
persoalan.

Oleh karena itu, seorang filsuf pendidikan harus membantu merumuskan persoalan dengan
pertimbangan-pertimbangan agar persoalan itu dapat dikupas sampai mendasar. Studi tentang
beragam filsafat pendidikan memberikan penjerniahanpikiran dan keyakinan mengenai pendidikan.
Melalui studi filsafat pendidikan seorang individu dapat membangun sudut pandang atau system
filsafat tentang seluruh program pendidikan, agar dapat mengambil keputusan sehingga
menghasilkan modifikasi dalam struktur pendidikan yang ada (Rosen, 1998: 12-13).

Pendidkan sebagai aktivitas manuasia mengasumsikan adanya filsafat yang melatarbelakanginya,


sehingga bentuk dan paradigm pndidikan pun beraneka ragam sesuai dengan banyaknya filsafat dan
aliran filsafat. Filsafat pendidikan dikatakan juga sebagai filsafat formal yang diterapkan dalam
bidang pendidikan. Hubungan antara keduannya filsafat dan pendidikan terjalin melalui suatu
hubungan yang bersifat keharusan, yang ditinjau dari segi filsafat maupun segi ilmu pendidikan.
Berdasarkan sudut pandang filsafat, maka filsafat pendidikan merupakan filsafat praktis, yaitu suatu
upaya menerapkan ide-ide atau aliran filasafat ke dalam pendidikan. Sementara itu, menutut
pandangan ilmu pendidikan bahwa filsafat pendidikan merupakan ilmu teoritis yang membahas
konsep-konsep dasar pendidikan.

Dengan, demikian, filsafat pendidikan mencakup nilai-nilai yang dijunjung tinggi yang dijadikan
pedoman perbuatan atau tinadakan, baik pedoman dalam tingkah laku dan sikap sehari-hari
maupun perbuatan dalam pendidikan merupakan realisasi nilai-nilai filosofi yang dianut. Jadi, pada
diri si pendidiktelah ada niali-nilai yang dianut dan diyakini kebenarannya sebagai landasan dalam
medidik. Nilai-nilai yang direalisasikan para pendidik itulah yang dimaksud dengan filsafat
pendidikan. Hubungan filsafat dengan pendidikan juga terlihat dalam pengembangan pendidikan,
terutama digunakan filsafat untuk menjawab permasalahan yang bersifat filosofis dalam pendidikan.
Selain itu, filsafat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, sehingga
dapat dikatakan bahwa kegiatan mendidik sebagai kegiatan normatif dengan suatu proses kegiatan
untuk menanamkan norma-norma kehidupan yang sesuai dan bersumber pada dasar-dasar filsafat
Negara atau filsafat hidup yang digunakan.

`Secara real seperti terlihat diatas, maka filsafat pendidikan dapat dijadikan sebagai sebuah lapangan
studi. Studi filsafat pendidikan bertugas merumuskan secara normative dasar –dasar dan tujaun
pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral
pendidikan, system pendidikan yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan
metodologi pengajarannya; pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
masyarakat. Tugas tersebut dapat dijembatani dengan melihat filsafat pendidikan sebagai ilmu. Oleh
karena itu, filsafat pendidikan sebagai ilmu yang memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
fundamental dalam pendidikan, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai
cabang-cabang dan aliran- aliran filsafat yang berpengaruh sepanjang sejarah pendidikan.

Cabang-cabang filsafat menjadi landasan dalam pendidikan adalah metafisika, epistimologi, dan
aksiologi. Sementara aliran-aliran filsafat yang berpengaruh dalam pendidikan, antara lain nativisme,
naturalism, empirisme, dan teori konvergensi.

Apabila pendidikan di Indonesia ditempatkan dalam konteks aliara-aliran secara global, maka
pendidikan Indonesia memiliki aliran filsafat tersendiri sesuai dengan falsafah negaranya.
Maksudnya adalah pendidikan Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945, sabagai landasan
filsafat pendidikan yang khas.

Pendidikan dalam arti luas juga merupan upaya pengembangan sumber daya manusia. Namun
pendidikan lebih dari sekedar upaya pengembangan sumber daya anak atau peserta didik.
Pendidikan mengandung tujuan yang lebih menyeluruh. Yaitu pengembangan yang terarah pada
pendewasaan manusia sebagai pribadi seutuhnya yang mandiri dan siap menyesuakan diri dalam
kehidupan masyarakat. Ini berarti bahwa kesiapan untuk adaptasi dan sosialisasi tidak kalah
pentingnya. Keduanya berkaitan erat dengan pembentukan watak dan nurani yang selanjutnya
mendasari perilaku berakhlak dan berbudi (tokoh Indonesia.com, 2007).

2. Pemikiran Filsafat Pendidikan

Menurut sejarahnya filsafat yang paling awal adalah filsafat alam. Namun tidak di tahu kapan
persisnya. Setelah munculnya filsafat alam periode kedua, awal abad ke lima sebelum masehi, maka
pada pertengahan abad tersebut muncul sebuah aliran baru dalam filsafat yang radikal. Aliran ini
kemudian merubah jalannya filsafat kepada suasana yang lainnya dari sebelumnya. Aliran baru ini
dinamakan shopisme, sebuah aliran transisi dari filsafat alam ke filsafat klasik. Kaum sophis ini
muncul untuk pertama kalinya di Athena. Sophisme itu berasal dari kata Sophos,yang artinya
cendekiawan. Sebutan ini semula diperuntukan bagi orang-orang pandai, seperti ahli filsafat, ahli
politik, ahli bahasa dan sebagainya. Sebutan itu akhirnya berubah makna, dan diperuntukan bagi
orang-orang yang ahli mempermainkan kata-kata, membalikan kebenaran menjadi kesalahan dan
sebaliknya. Orang-orang yang menguasai rethorika, pandai berpidato dan berdebat, serta memutar
lidah untuk memutarbalikan kenyataan disebut orang-orang sophis. Mereka (kaum sophis)
mengajarkan ilmunya dimana saja. Jadi ilmu sudah diobral dan sudah dapat dipelajari oleh semua
orang, tidak lagi diajarkan ditempat-tempat khusus seperti sebelumnya. Meski demikian sophisme
memiliki andil dalam sejarah filsafat, karena aliran ini telah menurunkan pandangan filsafat dari
langit ke bumi, yaitu filsafat alam dan aliran-aliran filsafat sesudahnya selalu membicarakan alam
besar (macrocosmos). Akan tetapi, kaum sophis memulai membicarakan alam kecil , yaitu manusia
sebagai makhluk hidup berkemauan dan berpengetahuan. Dengan demikian, lahirnya sophisme
berarti terbukanya jalan untuk menuju pada kelahiran filsafat klasik.

Kemudian filsafat klasik dapat dirasakan dapak konkritnya terhadap perkembangan filsafat
pendidikan. Filsafat klasik dimulai oleh seorang filsafat pemikir besar dizaman Yunani purbakala,
yaitu Socrates seorang filsuf, terkenal yang tidak pernah menuliskan ajaran-ajaran filsafatnya.
Ajaran-ajaran filosofi Socrates dituliskan oleh murid-muridnya, dan yang paling terkenal adalah
plato. Socrates belum menyusun suatu filsafat yang bulat agar dapat memberikan nama klasik
kepada filsafatnya. Dia dipandang sebagai pembuka jalan kepada filsafat klasik itu. Aliran filsafat
klasik dibangun oleh Plato dan muridnya, Aristoteles berdasarkan ajaran-ajaran Socrates. Pemikiran
dan ajaran filsafat klasik ini menjadi pegangan orang-orang barat dan mengusai alam pikiran mereka
dalam masa yang tidak kurang dan dua ribu tahun lamanya.

Walaupun Socrates tidak menuliskan ajarannya, tetapi dia melakukan ajarannya dengan perbuatan
dan cara hidup. Socrates berjalan kesana kemari setiap untuk mempelajari tingkah laku dan cara-
cara hidup, serta kehidupan orang-orang Athena mereka. Ai berbicara dengan semua orang. Dengan
tujuan untuk mengajar orang mencari kebenaran. Dia selalu memulai percakapannya dengan
bertanya, mula-mula tentang hal yang sepele, kemudian tambah mendalam dan akhirnya orang yang
diajak berbicara itu mengaku tidak tahu apa-apa lagi. Pada titik itu, Socrates selalu menutup
pembicaraannya ‘’ya demikianlah adanya kita sama-sama tidak tahu’’. Tindakan Socrates tersebut
merupakan reaksi terhadap ajaran guru-guru golongan Sophis yang mengobrol dan menjual ilmu
kepada siapa saja yang mau membayar. Ajaran filsafat Socrates yang demikian itu, menyebabkan
dinyatakan bersalah oleh penguasa dengan alasan telah memperdayakan para pemuda dan
menentang dewa-dewa yang diakui Negara. Dia dihukum mati dengan cara minum racun.

Setelah Socrates menghembuskan napasnya yang terakhir karena meminum racun sebagai
pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan kepadanya, buah pikiran dan pendapat- pendapatnnya tetap
berkembang terus, mekar sebagi bunga sepanjang sejarah pemikiran manusia. Buah pemikiran
filsafatnya disebarluaskan oleh para muridnya yang tetap mengagumi dan mengagungkannya
sebagai bapak aliran filsafat klasik. Buah pikirannya yang utama adalah alam yang nampak ini bukan
dunia yang sempurna, karena dibalik itu ada alam yang lain lagi, di mana segala hakikat alam
terdapat didalamnya, yang tidak dapat kita capai dengan panca indra kecuali baying-bayangnya saja
di alam ini. Alam yang ada dibalik alam yang kita saksikan ini adalah alam ideal, pikiran yang murni
dan hakikat-hakikat yang azali. Manusia berusaha mencapai kebahagian. Oleh karena itu dia harus
mengetahuinya dengan jelas apakah hakikat kegiatan yang sebenarnya, dan untuk mendapatkan
kebahagian itu manusia harus mengetahui apa dan bagaimana nilai-nilai keadilan, kebenaran dan
kesucian batin, kebijaksanaan dan keutamaan-keutamaan lainnya.

Setelah Socrates meninggal, muncuk kembali seorang filsuf besar yakni Plato yang lahir di Athena
pada tahun 427 dan meninggal tahun 347 sebelum masehi dalam usia 80 tahun. Plato berasal dari
keluarga ningrat atau aristokrasi. Pada usia yang masih muda, 20 tahun, Plato telah menjadi
pengikut dan murid Socrates dia mendampingi Socrates kurang lebih selama 18 tahun. Kemudian
Plato merantau ke Megara untuk berguru kepada Euglides. Setelah itu, ia menuju ke Kyrena untuk
memperdalam pengetahuan matematikanya pada Theodoros. Selama perjalannya itu, Plato pun
menulis buku dan mengajarkan filsafatnya. Dari Kyrena, dia menuju ke Italia selatan dan Syracuse di
pulau sicilia. Dalam tahun 387 sebelum masehi, Plato mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama
academia. Sejak berusia 40 tahun sampai wafat, bertempat di academia. Plato mengajarkan filsafat
dan membuat karangan-karangannya yang terkenal dikemudian hari. Pada dasarnya academia tidak
seperti sekolah yang dikenal sekarang, melainkan sebuah institute sebagai tempat berkumpul
kawan-kawan dan para murid-murud Plato untuk mengadakan pembahasan maupun percakapan
ilmiah serta pelajaran filsafat. Iklim dan suasana keilmuan sangat terasa di academia. Hal ini sesuai
dengan tujaun pendiriannya untuk mempersiapkan orang-orang yang diharapkan dapat menjadi
pengatur administrasi kota dan pemimpin Negara.

Kesulitan dalam membatasi unsur-unsur yang membentuk dan mendefinisikan filsafat Plato
disebabkan oleh filsafat aliran platonisme yang banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkan dan mencari dalilnya., serta ketengan tentang hakikat itu sendiri. Buah pikiran Plato
itu bersifat dinamis dan tetap berlajut tanpa akhir. Betapapun adanya (filsafat dan buah pikiran
Plato)., para ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagaian pendapat-
pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama. Betrand Russel mengatakan bahwa buah
pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah kota utama ; merupakan ide yang belum
pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Kedua, pendapatnya tentang ide yang
merupakan buah pikiran pertama yang mencoba untuk memecahkan persoalan menyeluruh tentang
masalah itu. Ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakan tentang keabadian. Keempat, buah
pikirannya tentang alam cosmos. Kelima, pandangannyapandanagnnya tentang ilmu pengetahuan.
Betrand russel dalam bukunya “politeia’ (republic), tergambar dengan jelas bahwa Plato
mengingikan adanya suatu susunan politik negarayang diliputi dan diayomi oleh keadilan, serta
didalamnya berlaku prinsip-prisip filsafat. Dalam buku ini, Plato mendefinisiskan ‘keadilan’ sebagai
landasan sebuah Negara atau pemerintahan yang diatur dan diperintah dengan aturan yang ide. Hal
ini pernah dibicarakan Plato dalam buku-buku yang dikarangnya sebelum itu, yaitu dalam buku yang
mengandung dialog bernama Elkipiades dan Georgias dan dibicarakan lagi dalam kitab nomoi.

• Pendidikan Klasik

Sebagaimana telah diterangkan bahwa filsafat klasik, salah satu aliran filsafat diatara aliran-aliran
filsafat Yunani yang mempunayi pengaruh nyata terhadap filsafat pendidikan. Filsafat Plato bertolak
pangkal pada idealisme. Kata ini berasal dari konsepsi Plato tentang idea agung atau idea tertinggi.
Isi paham ini termasuk pada penyataan bahwa apa yang ada didalam alam ini bukan suatu realitas,
bukan suatu yang sebenarnya dan bukan sesuatu yang asli. Apa yang ada dihadapan manusia (apa
saja, dan semuanya itu) hanya duplikat, gambaran atau bayangan serta tiruan dari yang asli. Sesuatu
yang asli dan sebenarnya dari benda, berada dibelakang yang dapat dirasakan, didengar, dan dilihat
ini. Asli dan sebenarnya itu sangat absolut dan sangat mutak dalam kesempurnaannya, hingga tidak
sanggup dicapai dan diketahui oleh panca indra manusia. Asli dan sempurna itu disebut Idea Utama.
Dalam Idea Utama terdapat ‘’pikiran mutlak’’ (absolute mind) yang sangat sempurna. Keadaannya
seperti matahari yang menyilaukan, bahkan membutakan mata. Begitu pula dengan pikiran mutlak
yang menyilaukan dan melimpah-ruahi intelek serta kesanggupan berpikir manusia yang lemah dan
terpaksa memalingkan pandangan dari padanya. Sebagaiman seseorang mengalihkan pandangnnya
dari matahari, karena kesilauan yang dapat membutakan mata.ibaratnya, manusia terpaksa
menyenangi keadaan yang dapat diatur dan menyamankannya, meskipun tidak asli dan sempurna.
Dengan demikian, seolah-olah manusia kembali kedalam gua yaitu dunia pengamatan panca indra
yang hanya mengizinkan intelektual manusia menampak sekilas lintas dalam ‘’realitas utama’’ atau
tertinggi.

Pendidikan itu dapat dikatakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan untung kepentingan Negara
dan perorangan. Untuk perorangan, pendidikan itu memberikan kesempatan untuk penampilan
yang terbaik dan semua kemampuan atau kesanggupan diri pribadinya. Bagi Negara, dia
bertanggung jawab untuk memberikan perkembangan kepada warganya, dapat terlatih dan terdidik
serta merasakan bahagia dalam menjalankan peranannya buat melaksanakan kehidupan
kemasyarakatan. Menuru Plato dalam buku ‘’republik’’, ada tiga macam sekolah pertama, sekolah
rendah atau sekolah dasar yang memberikan suatu dasar bagi pendidikan umum setiap orang.
Kedua, sekolah tingkat menengah yang memberikan pelajaran dan latihan lebih keras, baik fisik
maupun intelektual kepada siswa untuk mencapai tujuan dan kepentingan menjadi tentara, pejabat-
pejabat pemerintah, peneliti dan tugas-tugas legislative. Ketiga, sebuah pusat pendidikan tinggi yang
melanjutkan pendidikan dan latihan kepada rombongan siswa pilihan untuk menjadi ahli-ahli peneliti
para pendidik dan anggota-anggota dewan perwakilan rakta.

Pendidikan rendah berisi musike, yaitu suatu studi tentang kesusteraan, music dan ilmu
kewarganegaraan (civic); dan gymnastike, yaitu pelajaran atletik dan tarian-tarian. Isi pendidikan
rendah yang seperti ini dimaksudkan untuk memperoleh rasa cinta kepada keindahan dan
kecantikan guna membangkitkan rasa kesederhanaan serta pengontrolan diri. Kali ini menjadi salah
satu akses dari mengejar kesenangan duniawi dan kekayaan semata-mata yang tidak saja
menimbulkan cita rasa jelek dan jahat, tetapi juga kekalahan diri sendiri. Apabila para produser dan
consumer tidak dapat diyakinkan bahwa hidup enak (kehidupan mewah dan kehidupan menyolok)
menimbulkan keinginan baru dan kemauan yang terus menerus untuk memiliki lebih banyak lagi.
Akhirnya setiap orang dalam masyarakat, tidak merasa puas dengan kesenagan hidup dan harta
benda yang dimilikinya. Akibatnya akan menimbulkan kegoncangan terhadap kesehatn ekonomi
Negara. Sederhananya, tujuan pendidikan tingkat dasar untuk mengajarkan nilai estetika dan etika.
Pelajaran ini harus diajarkan dengan mempraktekan tindakan yang lemah lembut dan mempelajari
karya sastra sastrawan-sastrawan besar yang memiliki keistimewaan dalam gaya bahasa sebagai
upaya membangkitkan kegaguman dan penghormatan siswa terhadap tujuan pendidikan tersebut.
Siswa belajar dengan cara meniru dan dengan inspirasi. Sambil menempatan diri mereka sendiri
pada tempat pahlawan yang tragis , bapak atu ibu mereka, atau pada tempat para atlet ulung.
Terdapat kecenderunagn bertindak untuk membina tingkah laku, artinya siswa tumbuh dewasa
menyerupai orang-orang yang mereka tiru.

Plato begitu percaya pada pandangannya tadi, maka dia mengharuskan adanya kebutuhan kepada
pemilihan dan penilitian.

Tingkatan sekolah menengah diperlukan untuk menguji dan melatih intelligentsia siswa dalam masa
sepuluh tahun dengan pengetahuan matematika sebagai disiplin mental. Mereka juga diharuskan
mempelajari metode mencari pola-pola dan bentuk-bentuk melalui studi tentang berhitung, ilmu
ukur bidang (planegeomerty) ilmu ukur ruang (solid geometry) astronomi teoritis dan ratio therapye
dengan giat. Tingkatan sekolah menengah mengadakan latihan dengan maksud nyata untuk
mengembangkan dan meningkatkan penghargaan terhadap kebenaran sebagai nilai, ketelitian,
ketegasan dan kemantapan bertidak dalam cara-cara berfikir.

Adapun pendidikan tinggi, buat penyediaan tenaga ahli perundang-undangan, harus terdiri dari
‘’dialektika”. Kata ‘’dialektika” merupakan suatu ungkapan yang mengandung bermacam-macam
pengertian. Plato sendiri mempergunakannya (kadang-kadang) dalam pengertian yang informal dan
percakapan yang diarahkan untuk pembimbingan, serta dipergunakannya dalam menyampaikan
metode penelitian praktis. Pada saat tertentu, ‘’dialetika’’ dipergunakan untuk membuat pengertian
dan ketelitian logis dalam memberikan definisi atau klasifikasi. Akan tetapi dalam banyak hal, Plato
menggunakan kata “dialektika’’ sebagai suatu penggunakan metode matematika yang jelas dan logis
dalam menganalisa fenomena yang kacau, sifat maupun tingkah laku manusia.

Plato memiliki seorang penerus terkemuka yang pada akhirnya mengembangkan pemikiran yang
berbeda dengannya, yakni Aristoteles, sorang ahli filsafat klasik juga. Aristoteles lahir di kota Stagira
yang terletak sekitar 200 mil sebelah utara kota Athena, pada tahun 384 S.M. Aristoteles menutup
usia dikalkis pada tahun 322 SM. Bapaknya bernama machaon seorang sahabat dan dokter raja
Amyntas II, raja kerajaan Macedonia. Dia dididik dan diasuh oleh bapaknya sendiri, terutama sekali
dalam bidang kedokteran yang disebut Asciepiads.

Cerita masa remaja dan mudanya menyebutkan bahwa Aristoteles pernah hidup liar dan
menghambur-hamburkan kekayaan orang tuannya. Akhirnya, dia masuk tentara untuk dapat hidup.
Kemudian kembali ke Stagira dan bekerja dlam bidang pengobatan (sebagai dokter). Pada usia 30
tahun dia pergi ke Athena dan masuk ke ‘’akademia’’ Plato, tetapi ada pula cerita yang menyebutkan
bahwa sejak umur 18 tahun dia telah masuk academia dan menjadi murid Plato. Kurang lebih 20
tahun lamanya dia tinggal di academia, sampai gurunya meninggal. Selama di academia Aristoteles
memiliki kesenangan mengumpulkan buku, rajin membaca dan sangat royal mengeluarkan uang
untuk membeli buku. Banyak sekali koleksi buku yang dimilikinya, maka bertempat dirumahnya
dibuat sebuah perpustakaan pertama di Kota Athena. Usaha ini sangat dihargai oleh gurunya.
Aristoteles juga menuntut ilmu diluar academia, seperti ilmu matematika yang diperoleh
diakademia, dilanjutkan dengan mempelajarinya pada beberapa orang guru astronomi terkenal,
seperti Eudoxos dan Kalippos. Ilmu retorika juga dipelajari melalui Isokrates dan Demonsthenes.
Memang kecerdasan Aristoteles luar biasa dan genius, karena hamper menguasai semua ilmu yang
dipelajari orang dimasa itu.

Pendidikan yang diperoleh Aristoteles dari ayahnya dalam bidang kedokteran, terutama mengenai
teknik bedah-membedah sangat mempengaruhi pandangan hidup, pandangan ilmiah dan
pandangan filsafatnya. Pengalaman bukan pengetahuan yang merupakan bayangan belaka dan
bukan tiruan atau bayangan semata dari idea, seperti pendapat Plato. Idea itu sama sekali tidak
lepas dari realitas dan keadaan yang nyata. Hakikat sesuatu itu tidak terletak pada keadaan benda,
melainkan pada pengertian “ada” –nya benda tersebut.

Plato mengajarkan bahwa “ada”nya dari yang ada ini sebagai suatu keseluruhan, dan bukan
membicarakan dunia nyata, tetapi dunia yang tidak nampak, yaitu dunia idea. Aristoteles berbeda
pendapat dengan Plato tentang “ada”nya sesuatu maka membagi “ada”nya sesuatu itu kepada
bermacam-macam lingkungan, seperti fisika,biologi, etika, politik, dan psikologi. Yang dipelajari dan
diketahui itu adalah kenyataan-kenyataan yang tampak di dunia nyata. Oleh karena itu, terlihat jelas
bahwa paham filsafat Aristoteles didasarkan pada kenyataan-kenyataan atau realitas, sehingga
filsafat Aristoteles dikenal dengan nama filsafat Realisme. Akhirnya, dia disebut bapak filsafat
Realisme.

Bagi seorang realis, pelajaran humaniora dipandang tidak jelas dan tidak menentu. Mereka
mengatakan bahwa masalah humaniora harus diselesaikan oleh ahli-ahli teologi dan filsafat yang
memiliki kecenderungan kea rah itu. Permasalahan kosmos umpamanya diwakili oleh undang-
undang alam. Undang-undang alam itu tidak dapat dipelajari langsung dari alam kesusasteraan dan
sejarah, tetapi dipelajari langsung dari alam itu sendiri dengan mencari pokok permasalahan ilmu-
ilmu pengetahuan seperti: matematika, biologi, ilmu binatang, botani, geologi, kimia, fisiska,
astronomi dan sub-sub bagiannya yang banyak itu. Matematika juga merupakan lambang dari
keteraturan dan ketepatan, dua sendi utama dari pandangn ontologis “dunia sebagai mesin”.
Matematika boleh saja abstrak, tetapi tidaklah samar-samar. Abstrak samar-samar itu berbeda dan
tidak sama. Matematika ialah memberikan lambang bagi ketepatan mutlak dan keteraturan jagat
raya yang di tempati ini.

Secara umum dapat dikatakan bahwa matematika dan ilmu pengetahuan alam adalah masalah
pokok bagi program pendidikan golongan realis. Matematika bertindak sebagai alat simbolik
program pendidikan itu yang hamper sama kedudukannya dengan bahasa, alat simbolik untuk
belajar dalam kurikulum golongan realis. Ahli-ahli pendidikan idealis menekankan bahwa membaca,
menulis, dan mengeja sebagai alat dasar pelajaran. Hal ini berbeda dengan para ahli pendidikan
realis yang menekankan bahwa berhitung, aljabar, geometrid an trogonometri yang dapat
digolongkan sebagai alat seni ukur) sebagai alat dasar pelajaran. Kemudian dapat juga dikatakan
bahwa perhatian ahli pendidikan idealis sangat tertarik pada kualitas di dalam alam semesta ini, dan
pada mata pelajaran kualitatif dan normative. Sedangkan, para ahli pendidikan realis tertarik pada
kualitas dalam jagat raya ini serta mata pelajaran kualitatif yang berdasarkan ukuran dan hitungan.
Demikianlah antara lain pandangan aliran filsafat realisme dalam dunia pendidikan.

Sewaktu Amyntas II, raja Macedonia digantikan oleh anaknya yang bernama Philippos, Aristoteles
pun diundang ke Macedonia. Aristoteles tnggal di Macedonia selama kurang lebih 7 tahun untuk
mendidik putra mahkota Alexandros (Iskandar). Setelah selesai mendidik Alexandros, Aristoteles
kembali ke kota kelahirannya, Stagira dan ditempat ini Aristoteles menyelesaikan buku-bukunya
yang sudah ditulis semasa muda, terutama saat menjadi murid Plato di academia. Setelah
Alexandros menjadi raja menduduki singgasana Macedonia, dan berangkat kea rah timur pergi
berperang untuk menaklukan Persia dan negeri-negeri lainnya. Aristoteles yang sudah berusia 50
tahun pun berangkat ke Athena. Saat itu Athena bukan lagi kota Negara yang merdeka, melainkan
telah menjadi bagian dari kerajaan Macedonia. Dia tinggal di Athena selama 12 tahun, dan
mendirikan sebuah sekolah dengan lingkungan yang luas. Sekolah ini diberi nama Lykeion, pada tahu
322 SM. Aristoteles meninggal dunia dikota kalkis pulau Eubua dalam usia 63 tahun.

Filsafat klasik telah meletakan dasr bagi perkembangan filsafat, khususnya filsafat pendidikan. Hal ini
sangat terasa dan nyata di zaman modern. Pada zaman modern, filsafat pendidikan awalnya
merupakan cara pendekatan terhadap masalah pendidikan yang dilakukan di Negara-negara Anglo
saxon. Filsafat penididikan di Amerika dimulai dengan pengkajian terhadap beberapa aliran filsafat
tertentu seperti pragmatism, idealism, realism, eksistensialisme, dan sebagainya yang diakhiri
dengan implikasi kedalam aspek-aspek pendidikan. Filsafat di inggris memusatkan diri pada prinsip-
prisip yang mendasar sekali dalam pendidikan, misalnya tentang tujuan pendidikan, tujuan
kurikulum, metode mengajar, dan organisasi pendidikan. Berbeda dengan yang ada di Belanda,
filsafat pendidikan tidak dikenal. Ahli-ahli pendidikan hanya mengenal paedagogiek dan teoritische
serta opvoedkunde. Poedagogiek ialah suatu ilmu yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-
gejala perbuatan mendidik. Tidak hanya menelaah objeknya untuk mengetahui hakikat objek
tersebut, tetapi juga mempelajari tentang bagaimana seharusnnya mendidik. Oleh karena itu maka
ilmu pendidikan dibedakan atas ilmu pendidikan teoritis tertuju pada penyusunan pesoalan dan
pengetahuan mengenai pendidikan secara ilmiah yang mempunyai ruang gerak dari praktek
pendidikan ke arah penyususnan system pendidikan, termasuk pesoalan yang muncul mengenai
latar belakang filsafatnya. Sedangkan ilmu pendidikan praktis menempatkan dirinya dalam situasi
pendidikan dan ditujukan kepada pelaksana cita-cita yang tersusun dalam ilmu pendidikan.

• Pendidikan Modern

Sejak permulaan abad ke 20, ilmu mendidik dijerman telah berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu,
pengertian ilmu mendidik dalam hal ini dapat disamakan dengan filsafat pendidikan. Pengertian ilmu
mendidik tersebut telah tercakup didalamnya tujuan pendidikan, sebagaimana yang ada dalam
filsafat pendidikan.

Kenyataan di atas tersebut menyebabkan munculnya aliran filsafat pendidikan modern. Umumnya
aliran-aliran dalam filsafat pendidikan meninjau problema pendidikan dengan melihat dari tiga sisi,
yaitu yang pertama, ontology berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana
keadaan yang sebenarnnya. Ontology menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang
sangat terbatas bagi pancaindera manusia. Kedua, epitimologi adalah pengetahuan yang berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan
menangkap pengetahuan, serta jenis pengetahuan itu sendiri. Setiap pengetahuan manusia
merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia,
artinya epistimologi membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang
memberikan pengetahuan dan jaminan untuk menyampaikan kebenaran. Ketiga, aksiologi
merupakan pendidikan yang menuji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia agar dapat ditanamkan kedalam pengetahuam anak (lihat dalam Jalaluddin dan Abdullah
Idi, 2007: 83-84).
Secara ontologi filsafat pendidikan modern berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan
bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah hakikat dibalik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas pagi panca indra. Bagaimana realita
yan ada ini, apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap kekal tanpa perubahan,
apakah realita itu berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur ( duanisme ) atau terdiri dari unsur
yang banyak.

Secara epistemologi filsafat pendidikan pendidikan modern adalah pengetahuan yang berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan
menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut Epistemologi, setiap pengetahuan
mannusia merupakan hasil dari penyelidikan hingga akhirna diketahui manusia. Epistemologi
membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakikat pengetahuan yang memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.

Sedangkan secara aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintregasikan semua
nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Kemudian nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam
kepribadian anak-anak.

Anda mungkin juga menyukai